Ben Mboi, Pahlawan Kita Semua

Keluarga Ben Mboi (ist)
By Sirilus Belen

PAK Ferry Doringin, Pater Jaime Gomes, Pater Very Dau, Pak Ignas Iryanto, dan teman-teman.
Perkenankan menerima sekadar sharing kami dari acara pemakaman Pak Ben Mboi kemarin. Terima kasih.

Selamat jalan Pak Ben Mboi, Pahlawanku, Pahlawan Anda, Pahlawan Kita Semua.

Menurut saya, almarhum Pak Ben Mboi bukan semata manajer pemerintahan, tapi terutama pemimpin, leader masyarakat. Pak Ben Mboi bukan sekadar manusia religius beragama tapi terutama insan spiritual. Pemimpin masyarakat dengan bekal spiritualitas tanpa sekat ini mampu merangkul manusia dari agama apa pun, dari suku apa pun, dari bangsa apa pun.

Persaingan dan konflik politik antara politisi Katolik dan Protestan di NTT sudah berlangsung sejak zaman Belanda, merembes ke bawah sampai akar rumput. Dalam waktu 10 tahun, Ben Mboi membongkar tembok pemisah ini, a.l. dengan memulai tradisi, bila bupati Protestan, maka Sekda harus beragama Katolik atau Islam dari suku lain. Bila bupati Katolik, Sekda harus Protestan atau Islam dari suku lain atau dari kabupaten lain. Dan ini bisa lintas pulau.
Ben Mboi

Lawan-lawan politiknya dirangkul, diberi jabatan. Mengelola pemerintahan bukan dengan competition tapi cooperation. Kerja sama, gotong royong tapi tidak centang perentang, harus ada visi, harus ada ketegasan dalam memimpin.

Pak Leburaya Gubernur NTT dalam sambutan di akhir misa pelepasan mengatakan, Pak Ben Mboi adalah gubernur yang tegas visioner. Sebelum istilah blusukan jadi populer, Pak Ben dan Ibu Nafsiah sudah blusukan ke desa dan kampung di pulau-pulau di NTT.

Dalam ketegasan, tiba-tiba Pak Ben bisa keras. Waktu kunjungi rumah penduduk di kampung, dokter ini meraba dinding gedek/bebak sebuah rumah penduduk. Waduh, debu berguguran.

Beliau bertanya, siapa camatnya? Camat menghadap, tiba-tiba ditempeleng. "Kau buat apa saja untuk orang kampung? Masa' soal kebersihan kau tidak ajarkan. Percuma jadi camat," ujar almarhum.

Tanah keras, pohon keras

Pak Ben Mboi sering mengatakan, di tanah yang keras hanya pohon yang keras yang bertahan hidup. Pak Ben ibarat pohon tuak (lontar) yang keras dalam prinsip, tapi memberi manfaat bagi banyak orang. Daun untuk dijadikan atap rumah, tikar, tas, topi, bahkan alat musik sasando. Bunga, buah dijadikan tuak, gula air, gula lempeng/merah. Batang dijadikan tiang rumah.
Pemakaman di TMP Kalibata Jakarta

Mgr. Datus Lega, Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong yang memimpin misa konselebrasi, dalam kotbah mengatakan, Pak Ben Mboi adalah orang yang tegar dan berani, tapi bisa juga gampang menangis. Setelah ditetapkan Sri Paus di Vatikan menjadi Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong, Mgr. Datus Lega menyampaikan keputusan ini kepada Bapak Kardinal dan Pak Ben Mboi & Ibu Nafsiah.

Pak Ben Mboi langsung memeluk romo ini dan menangis besar, terisak-isak. Ibu Nafsiah juga menangis.

Waktu tahbisan uskup di Sorong, Mgr. Datus bertanya, mengapa waktu itu Bapa Ben menangis. Beliau menjawab, "Kau ini jadi pastor saja susah, apalagi jadi uskup di Papua. Saya tahu betul tanah Papua, tanah Merauke dengan masalah-masalah yang berat," ungkapnya.

Almarhum Pak Ben Mboi menjadi bapa rohani bagi Mgr. Datus Lega. Kita bersyukur di belakang Pak Ben Mboi yang isimewa dan perkasa ada Ibu Nafsiah yang hebat. Di belakang Ibu Nafsiah yang istimewa dan perkasa, ada Pak Ben yang hebat.

Teladan untuk kita semua

Benar, mungkin dari para gubernur di era tahun 1978-1988, inilah pasangan suami-istri gubernur yang hebat yang bisa menjadi teladan bagi Indonesia ke masa depan.

Wapres Jusuf Kalla hadir dalam misa arwah pelepasan ini.

Sebagai wakil pribadi dan pemerintah serta keluarga besar Sulawesi Selatan, dalam sambutan Pak Jusuf Kalla mengatakan, "Tadi Pak Gubernur berterima kasih kepada pemerintah, karena mengizinkan Pak Ben Mboi dimakamkan di Kalibata. Terbalik. Pemerintah-lah yang harus berterima kasih kepada Pak Ben Mboi atas pengabdiannya. Pak Ben Mboi adalah dokter yang hebat, tentara yang hebat, gubernur yang hebat. Kita harus menjaga kehormatan beliau dengan melanjutkan apa yang telah dirintis bagi masyarakat," kata JK.
Ben Mboi

Dalam sambutan sebelumnya, Gubernur NTT Leburaya mengatakan, "Pak Ben Mboi sebagai tentara suka pakai istilah operasi. Tiga programnya yang hebat adalah Operasi Nusa Makmur, Operasi Nusa Hijau (melalui lamtoronisasi dan mentenisasi), dan Operasi Nusa Sehat. Kami melanjutkan dan akan melanjutkan usaha-usaha beliau," ujarnya.

Gege sang pilot, anak kedua pasangan Ben-Nafsiah Mboi, dalam sambutan yang mewakili keluarga diselingi isak tangis haru mengatakan, "Bapa kami ini tiap hari berpikir tentang negara ini, bangsa ini untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk memajukan masyarakat. Bahkan, setiap detik tarikan napas kehidupannya terselip pikiran untuk bagaimana memajukan negara ini, bangsa ini," ungkapnya.

Gubernur dan semua bupati dan walikota, ketua DPRD Provinsi dan Kabupaten & Kota se-NTT hadir dalam misa arwah (foto 1), pelepasan jenazah dari keluarga kepada pemerintah (foto 2), sampai ke pemakaman secara militer di Kalibata (foto 3 dan 4).

Pada foto 3 dan 4 tampak Ibu Nafsiah Mboi beserta 3 anak (kami biasa sapa dengan nama Nona yang dokter, Gege sang pilot, dan Ade sang pembalap) bersama suami dan istri serta cucu-curu. Cakep dan ganteng abis.

Nalar jernih

Beberapa waktu lalu, dalam sebuah seminar di STFK Ledalero, Flores menjelang pelaksanaan otonomi daerah, saya tanggapi pernyataan Bupati Sikka bahwa dia akan tikam kepala sampai mati agar terwujud Provinsi Flores. Saya bilang orang Flores ini manusia suka perang. Bagaimana kita bisa menyatukan manusia-manusia suka perang ini. Sudah bagus kita menyatu dengan orang Timor, Sumba, Alor, Sabu, Rote. Bila perlu kita gabung saja dengan Provinsi Bali.

Tokoh-tokoh Flores telah menjadi "misionaris awam" di Timor dan pulau-pulau lain, termasuk bapak saya. Kita harus kenal juga orang dari suku dan agama lain. Lihat itu anak-anak hasil perkawinan pria Flores dengan nona Rote, nona Sabu. Anaknya pintar-pintar, cakep dan ganteng. Bila perlu kita gabung dengan Bali agar lahir anak-anak yang lebih pintar dan cakep, ganteng. Orang Flores jangan hanya kenal agama Katolik, harus kenal juga Protestan, Hindu, Islam.

Karena saya diserang seorang secara sarkatis dengan mengatakan mengapa orang gila ini diundang bicara, panitia menjawab, bahwa justru karena dia orang gila, makanya kami undang.

Pak Ben Mboi yang sering dengan bangga menyebut saya lengkap dengan gelar akademis membela pendapat saya. Kata beliau, menurut biologi, perkawinan antar-suku, antar-ras lebih berpeluang mempertemukan gen-gen yang unggul dari pihak laki-laki dan wanita. "Saya kawin dengan orang Bugis. Anak saya kawin dengan orang Bali tapi ada darah Jerman. Cucu-cucu saya jadinya pintar-pintar, cantik dan ganteng.," ujar almarhum.

Kemarin bukti kebenaran pernyataan Pak Ben itu saya lihat sendiri.

Dalam antrian panjang berjabatan tangan dengan Ibu Nafsiah serta anak-anak dan cucu-cucu, ketika tiba giliran kami, adikku maju duluan dan mengatakan: Beta Nona Belen.

Ibu Naf langsung tersenyum simpul dan mengatakan, ah, kasihan ya mama sudah lama meninggal lalu mengucapkan terima kasih sampai 3 x. Adik langsung menimpali, kita yang harus terima kasih kepada ibu dan pak yang telah banyak membantu kami.

Adikku yang tamat SMP ini kemudian bekerja membantu perawat di rumah sakit tentara. Sering harus pulang malam selepas tugas jaga. Pulang dengan Tanta Bet tetangga.

Pak Ben dan ibu sering ketemu waktu pulang malam, menghentikan jeep, lalu memberi tumpangan kepada mereka. Sekali Ibu Naf bertanya, nona tamat sekolah apa? Dijawab SMP. Ditanya lagi, nona masih mau sekolah? Jawab adik, mau. Mau masuk sekolah perawat? Dijawab mau.

Nah, Ibu Nafsiah-lah yang mengongkosi adik nona sekolah perawat di RSU Kupang.

Selamat jalan Pak Ben Mboi, pahlawanku, pahlawan anda, pahlawan kita. Teladan hidupmu pasti menginspirasi kami dan generasi penerus.



Sumber: Sesawi Net
               S Belen
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes