Ben Mboi |
Apa yang disampaikan Ben Mboi ini sebagai respon dari briefing terakhir dari Panglima Operasi Mandala Mayor Jenderal Soeharto di Pangkalan Udara Amahai, Pulau Seram, Maluku, tanggal 23 Juni 1962.
"Tugas kalian cukup berat. Saya perkirakan sekitar 60 persen dari kalian tidak akan kembali dan hanya 40 persen yang bisa selamat. Yang merasa ragu-ragu sekarang juga masih dapat mundur...." kata Mayjen Soeharto. Nyatanya, tak seorang pun dari 206 anggota pasukan gabungan yang akan diterjunkan ke belantara Irian Barat yang mengambil tawaran itu.
Dia baru saja lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan secara sukarela ikut dalam operasi militer parakomando. Penerjunan dengan tiga C-130 Hercules itu dipimpin Kapten Benny Moerdani (29 tahun), selaku Komandan Gugus Tugas Operasi Naga, dan Kapten Bambang Soepeno sebagai wakilnya.
Dalam biografi Benny Moerdani, Tragedi Seorang Loyalis, yang ditulis Julius Pour disebutkan, penerjunan di malam itu tak sepenuhnya berlangsung mulus. Sedikitnya delapan orang tewas karena masuk rawa, seorang gugur dibunuh penduduk, seorang lagi meninggal karena sakit, dan tujuh hilang. Sebaliknya, Benny dan pasukannya berhasil mengikat 500 marinir Belanda.
Secara keseluruhan, upaya mengembalikan wilayah Irian Barat dari Belanda itu dinamai Operasi Trikora di bawah komando langsung Presiden Sukarno. Untuk operasi militer itu, Bung Karno membeli banyak persenjataan dari Uni Soviet, di antaranya 24 pengebom Tu-16 yang amat ditakuti Barat serta serombongan pesawat tempur MiG-19 dan MiG-17. Posisi Tu-16 amat strategis karena bisa digunakan untuk mengebom kapal induk Karel Doorman, senjata utama Belanda yang telah lego jangkar di perairan Biak.
Total prajurit TNI-Polri yang diterjunkan ke Irian mencapai 1.419 orang. Dari jumlah itu, 216 orang gugur dan 296 lainnya ditangkap. Atas prestasinya, Benny Moerdani mendapat kenaikan pangkat menjadi mayor dan anugerah Bintang Sakti yang disematkan langsung oleh Bung Karno di Istana Merdeka pada 19 Februari 1963. Ben Mboi pun menerima anugerah serupa. Dalam sejarah Indonesia, hanya beberapa perwira yang mendapatkan penghargaan ini.
Peristiwa tanggal 23 Juni 1962 itu sepertinya kembali terjadi. Betapa tidak pada tanggal 23 Juni 2015, Ben Mboi berada dalam posisi pasrah untuk menerima hari- hari terakhir hidupnya di dunia ini. Sebab, pukul 00.05 WIB tanggal 23 Juni 2015 Ben Mboi menghembuskan nafasnya di Rumah Sakit Pondok Indah setelah keluar masuk rumah sakit sejak tanggal 19 Mei 2015.
Menurut penuturan Ignas Lega yang sempat menjenguk almarhum di RS Pondok Indah, saat di RS almarhum masih bisa berkomunikasi walaupun sejumlah peralatan medis menempel di mulut dan hidungnya.
Bahkan ketika ditanya dokter terkait obat-obat yang dikonsumsinya selama diserang stroke, Ben Mboi masih bisa mengingat dan menulisnya secara jelas jenis obat yang dikonsumsinya. Termasuk tanggal dan tahun diserang stroke.
Perjuangannya selama di RS untuk sembuh masih sangat kuat. Namun, Tuhan memiliki maksud yang tidak dapat dimengerti manusia. Pada tanggal 23 Juni 2015 itu, kalimat yang sempat diungkapkannya "Saya telah mencapai point of no return" menjadi titik akhir perjalanannya di dunia ini.
Hari ini almarhum Ben Mboi akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Di tempat ini Ben Mboi berkumpul dan "bersua" teman-teman bahkan komandannya ketika terjun untuk merebut Irian Barat. Selamat Jalan Pa Ben, jasamu terus kami kenang.(fery jahang/dari berbagai sumber)
Sumber: Pos Kupang 25 Juni 2015 halaman 1