Bendungan Tilong di Kabupaten Kupang |
Jangankan untuk kepentingan irigasi persawahan atau pembangkit tenaga listrik. Untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum, mandi dan cuci pun, bagi sebagian besar rakyat NTT merupakan kemewahan. Sampai hari ini mereka masih menjerit kesulitan air. Hampir sepanjang tahun.
Itulah sebabnya berita tentang rencana pembangunan enam bendungan raksasa di berbagai daerah di NTT dalam jangka waktu lima tahun ke depan (2014 - 2019) merupakan warta menggembirakan. Seperti diungkapkan Kepala Balai Sungai Nusa Tenggara II, Charisal Manu, Jumat (19/6/2015), untuk membangun enam bendungan tersebut Provinsi NTT mendapat dana Rp 5,6 triliun dari APBN.
Enam bendungan yang akan dan sedang dibangun di NTT adalah Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang, Bendungan Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Bendungan Notiklot di Kabupaten Belu, Bendungan Lambo (Mbay) di Kabupaten Nagekeo, Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka.
"Ini program terobosan dari Bapak Presiden Joko Widodo demi swasembada beras. Karena itu akan dibangun puluhan bendungan di Indonesia, di antaranya lima atau enam bendungan raksasa di NTT," kata Charisal Manu seperti dikutip Pos Kupang. Manu mengatakan, kebutuhan air bagi masyarakat NTT adalah 1,3 miliar kubik per tahun. Sementara potensi air di NTT yang belum dimanfaatkan atau terbuang percuma sebanyak 16,7 miliar kubik.
"Karena itu sudah menjadi tekad pemerintah pusat dan pemerintah provinsi NTT memanfaatkan sumber daya air yang ada di NTT bagi persediaan air baku, pengairan dan untuk tenaga listrik serta pariwisata," demikian Charisal Manu.
Kita harapkan rencana membangun enam bendungan tersebut sungguh menjadi kenyataan. Pembangunan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang yang sudah dimulai beberapa waktu lalu memberi sinyal positif bahwa pemerintah tidak sekadar berjanji. Keseriusan ada di sana. Kini kembali kepada pemerintah daerah dan masyarakat NTT sendiri bagaimana menangkap peluang emas tersebut.
Kerapkali yang menjadi benang kusut adalah pembebasan lahan yang berlarut-larut hingga mengganggu jadwal pelaksanaan proyek yang sudah digariskan. Kita ambil misal kasus Bendungan Kolhua yang hingga kini belum ada titik terang karena persoalan lahan. Semoga pemerintah daerah yang mendapat jatah untuk bangun bendungan seperti disebutkan di atas tidak terjerat pada masalah yang sama.
Hal lain yang perlu disiapkan sejak dini adalah pemanfaatan bendungan. Percuma kita memiliki banyak bendungan raksasa tetapi efeknya tidak tampak pada peri kehidupan masyarakat NTT yang semakin sejahtera. "Kegagalan" proyek irigasi di Mbay, misalnya, hendaknya menjadi pelajaran berharga. Kita hendaknya tidak jatuh lagi pada kesalahan yang sama.*
Sumber: Pos Kupang 23 Juni 2015 halaman 4