Hermien Kleden: Jurnalis Perempuan yang Langka dari Flores

Hermien Y. Kleden

Oleh: Petrus Dabu

Tak banyak perempuan Flores yang menjadi jurnalis, apalagi menggapai posisi penting sebagai petinggi di media selevel Tempo.

Hermien Yosephine Kleden, perempuan asal Flores Timur salah satu dari yang sedikit itu. Ia kemudian meninggalkan jejak berharga selama hampir empat dekade sebagai jurnalis.

Beragam bentuk warisannya membuat kabar kematian Hermien yang tersiar di berbagai platform media sosial pada 29 September sontak menjadi duka bagi banyak orang, terlebih mereka yang pernah mengenalnya secara dekat.

Kak Hermien – begitu ia disapa – menghembuskan nafas terakhir pada pukul 22.08 WIB di RSUD Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dalam usia 62 tahun karena komplikasi penyakitnya.

Kakaknya, Pastor Leo Kleden, SVD menyebut Hermien meninggal hanya beberapa menit usai ia tiba tepat pada pukul 22.00, berbicara sebentar dengannya dan mengulurkan berkat.

“Lalu, dengan tenang sekali dia menutup mata,” kata Pastor Leo yang merupakan dosen di Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif Ledalero di Flores.

Setelah disemayamkan di Rumah Duka RS St. Carolus Jakarta, Hermien dimakamkan pada 1 Oktober di Jagakarsa. 

Hermien lahir pada 6 April 1963 di Waibalun, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur. Ia memilih tidak menikah.

Selain Pastor Leo, salah satu kakaknya adalah kritikus sastra dan sosiolog terkenal Ignas Kleden yang meninggal pada Januari tahun lalu.

Hermien menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada.

Sejak 1987, ia merintis karier jurnalistik sebagai kontributor sebuah majalah internasional berbasis di Prancis. 

Ia juga pernah bekerja di Majala Matra-milik Grup Tempo-, sebelum bergabung dengan Tempo pada 1999. 

Di majalah yang kental dengan liputan investigatif itu, ia pernah menjabat sebagai Wakil Redaktur Eksekutif Majalah Tempo, Pemimpin Redaksi Tempo edisi Bahasa Inggris dan anggota Dewan Eksekutif Tempo Media Group. 

Ia dikenal luas karena wawancaranya dengan tokoh dunia seperti Fidel Castro-mantan perdana menteri dan presiden negara komunis Kuba-, Saddam Hussein-mantan Presiden Irak dan Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura.

Atas dedikasinya sebagai jurnalis, ia menerima Penghargaan SK Trimurti dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) pada 2009.

Penghargaan itu mengapresiasi perempuan yang berjuang di bidang kebebasan pers, kebebasan berekspresi, kesetaraan gender, HAM dan keberpihakan pada kaum tertindas. 

Sosok yang Teliti, Mentor Bagi Jurnalis Senior

Wahyu Dhyatmika, CEO Tempo Digital yang pernah dididik Hermien mengenangnya sebagai sosok yang “sangat teliti, sangat cerewet namun sekaligus sangat perhatian pada reporter.”

Ia mengingat pengalaman saat Hermien menjadi redaktur investigasi di Tempo, rubrik yang disebut Wahyu “paling keras” di majalah itu.

“Kalau mengirim penugasan mengejar narasumber untuk diwawancarai, atau mereportase satu peristiwa, Kak Hermien akan menelepon dulu setelah mengirim email berisi outline liputan,” tulisnya dalam artikel di Indonesiana.

“Dia akan memastikan kami paham angle yang harus dicari, detail yang harus diperhatikan dan fakta yang harus dikonfirmasi.”

Demikian juga setelah laporan dikirim, cerita Wahyu, Hermien kembali menelepon untuk memastikan setiap kata, kalimat, nuansa dan detail dari laporan reporter itu agar ia tak keliru menuliskannya dalam bentuk berita. 

“Dia selalu memanggil kami dengan sapaan ‘adik’, menempatkan dirinya sebagai senior yang selalu siap mendidik kami, berbagi ilmu dan pengetahuan,” kenang Wahyu yang saat ini juga menjadi Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia.

Metta Dharmasaputra, Founder dan CEO Katadata, eks wartawan Tempo, juga punya kenangan serupa. 

Hadir dalam Misa Arwah di Rumah Duka St Carolus Jakarta pada 30 September malam, Metta menyebut Hermien tak hanya sebagai mantan atasan, tetapi juga seorang guru.

“Kak Hermien adalah salah seorang yang menjadi tempat saya menimba ilmu bagaimana menulis dengan gaya bertutur ala majalah Tempo,” katanya.

Menurut Metta, Hermien adalah salah satu penulis terbaik yang pernah dimiliki Tempo, menggambarkannya sebagai sosok dengan “gaya bahasa bertutur dan deskriptif-naratifnya amat memikat.” 

“Dia tak paham sepak bola sama sekali. Tapi ketika Piala Dunia berlangsung, dia dengan piawai menuliskan artikel bola dengan sangat gurih dan renyah untuk dinikmati para penggila bola,” kata Metta.

Ia juga mengenang Hermien sebagai pekerja keras yang berdedikasi pada pekerjaannya.

“Ketika kami yang lebih muda selalu menyelipkan waktu untuk tidur sejenak di kursi pada malam deadline setiap Jumat dan Sabtu subuh tiap pekan, Hermien tak pernah beranjak dari depan komputernya. Terus bekerja hingga fajar datang,” tulisnya.

Meski dalam hal pekerjaan Hermien sosok yang “cukup galak”, namun ia juga ramah dan riang.

“‘Adik oke kan?’ Begitu dia biasa menyapa. Dan, jika ada acara kumpul-kumpul, ia pun selalu di depan memimpin poco-poco,” kata Metta.

Aktif di Lingkungan Gereja, ‘Galak’ terhadap Para Imam

Selain jurnalis, Hermien juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial, termasuk dalam lingkungan gereja. 

Ia tercatat sebagai Presidium Hubungan Luar Negeri Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA).

Hargo Mandirahardjo, Ketua Umum Presidium Pusat ISKA periode 2017-2021 menyebut “Hermien memberi peran dan warna di ISKA dengan kepiawaiannya dalam komunikasi, riset dan mengolah data yang sangat dibutuhkan ISKA sebagai Ormas cendekiawan Katolik.”

“ISKA kehilangan sosok yang penuh dedikasi dan total dalam pelayanan untuk organisasi, gereja dan bangsa,” katanya.

Hermien juga merupakan anggota Komisi Kerasulan Awam di Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), lembaga dengan anggota para uskup.

Romo Yohanes Jeharut, sekretaris eksekutif komisi itu menggambarkan Hermien sebagai sosok yang taat dan berkomitmen pada tanggung jawabnya.

“Jika tidak bisa menghadiri rapat karena kesibukan atau alasan lain, Kak Hermien selalu mengirim pesan WhatsApp, nyaris seperti refrain, ‘Ama, kaka mohon maaf tidak bisa hadir,” kenang Romo Hans-sapaanya- dikutip dari artikel panjang di Facebooknya.

“Kalau ada tugas siap dilaksanakan’. Dan benar. Jika ada tugas, dia melaksanakan dengan tuntas. Sempurna,” tambahnya.

Romo Hans berkata, pada tiga tahun terakhir, ia memberi Hermien penugasan baru untuk mendampingi para imam muda yang usia tabisannya antara 5-10 tahun.

Saat Hermien bertanya, “Apa yang bisa saya bantu?” ia menjawab “tak memintanya mengajar keterampilan jurnalistik, teknik wawancara dan sejenisnya.”

“Itu sudah terlalu biasa untuk Hermien Kleden. Saya minta Kaka bicara sebagai seorang awam, perempuan dan saudari seorang imam,’” kata Hans.

Ia memberinya pesan bahwa “kami ini begitu ditahbiskan langsung jadi manajer, bahkan direktur,” tanpa kuliah atau khursus manajemen.

“Tidak semua bisa menghadapi tahapan ini dengan baik. Ada yang gagap, gamang dan gagal,” kata Hans, memberi sinyal soal apa yang mesti Hermien kerjakan.

Pemberian tugas itu juga muncul karena Hans melihat Hermien sebagai sosok perempuan Flores yang peduli dengan kehidupan para imam.

Ia cenderung protektif terhadap para imam, kenang Hans. “Galak! Itu saya rasakan,” kata Hans.

Hans juga mengenang saat Hermien membantu sebagai panitia salah satu sidang para uskup dan diminta mengoreksi pernyaatan akhir.

“Dia melakukan editing seperti layaknya seorang editor senior. Di sela-sela itu saya mengingatkan ‘Kaka Hermien, ini pendapat uskup. Kalau sudah berhadapan dengan uskup, kita hanya bisa taat. Kalau hanya ganti koma ganti titik satu dua, bolehlah. Tapi kalau membuat editing seperti ini, saya takut kita kena kutuk.’ Kami tertawa,” katanya.

“Tapi Hermien tetaplah Hermien. Menurut dia, pesan apapun harus disampaikan dengan jelas, lugas dan jernih sehingga orang bisa menangkap juga dengan jelas dan jernih. Bahkan ketika harus menyatakan secara implisit pun, yang implisit itu bisa dipahami dengan baik,” tambah Hans.

Kontribusi sosial Hermien juga mendapat pengakuan dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).

Dalam ungkapan dukacita di akun Instagram, lembaga itu menyebut Hermien sebagai mitra sekaligus sahabat.

Ia disebut berperan penting “dalam membagikan pengalaman, wawasan kritis, serta etika jurnalisme yang memperkaya perspektif kami dalam menyuarakan isu-isu keadilan dan hak asasi perempuan.”

“Melalui dedikasi dan keterlibatannya, almarhumah turut menguatkan langkah Komnas Perempuan dalam membangun komunikasi publik yang berpihak pada korban, berbasis kebenaran, serta mendorong perubahan sosial yang lebih adil dan setara,” tulis lembaga itu.

“Komnas Perempuan kehilangan seorang sahabat yang tulus, kritis dan penuh kepedulian. Namun, jejak kontribusi beliau akan terus hidup dalam setiap upaya bersama mewujudkan ruang publik yang aman, inklusif dan bebas dari kekerasan terhadap perempuan.”

Merawat Kehidupan Spiritual

Sementara di mata publik dikenal sebagai jurnalis berdedikasi dan aktif dalam kegiatan sosial, Hermien juga merawat kehidupan spiritualnya sebagai orang Katolik.

Cornelius Corniado Ginting, pendiri Center of Economic and Law Studies Indonesia Society (CELSIS) yang juga kolega Hermien di ISKA membagikan pengalaman kala suatu sore sekitar tiga bulan lalu mereka bersama-sama dalam kereta api ke Jakarta.

“Kami duduk berhadapan sekitar tiga puluh menit. Tepat pukul 18.00, Azan Magrib berkumandang dari kejauhan. Di saat itu, wanita tersebut merogoh saku jaketnya, mengeluarkan sebuah salib berwarna hitam, lalu membuat tanda salib dengan khidmat,” tulis Cornelius di Facebooknya.

Ia melihat Hermien “menundukkan kepala, memejamkan mata dan berdoa dalam tradisi Katolik yaitu Doa Angelus.”

“Seusai berdoa, ia kembali menggenggam salib itu erat, melingkarkannya di tangannya seakan menjadi kekuatan batin.”

Sesaat kemudian, ketika kereta itu berhenti di Stasiun Cikini, Jakarta Pusat-tujuan perjalanan Hermien-, Cornelius menyalaminya.

“Ia tersenyum dan menyampaikan sebuah pesan yang hingga kini masih terdengar di telinga saya: ’Teruslah berkarya dan teruslah menulis.’”

Selamat jalan Kak Hermien!

Sumber: Floresa.co 

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes