![]() |
Hermien Kleden (tengah) dan Romo Hans (kanan) |
Oleh: Romo Hans Jeharut
Kak Hermien, demikian saya memanggilnya. Empat tahun ini kami bersama sebagai pengurus Komisi Kerasulan Awam KWI. Ketika saya mulai bertugas, dia dan beberapa pengurus lain sudah ada di kepengurusan.
Saya sebagai Sekretaris Eksekutif Komisi, sejak Januari 2022. Dalam banyak kesempatan dia menyebut saya "Bos". You're my Bos!
Dalam kaitan relasi pengurus dan bos ini, Kak Hermien menunjukkan sikap taat. Jika tidak bisa menghadiri rapat karena kesibukan atau alasan lain, Kak Hermien selalu mengirim pesan whatsapp, nyaris seperti refrein, " Ama, kaka mohon maaf tidak bisa hadir. Kalau ada tugas siap dilaksanakan".
Dan benar. Jika ada tugas, dia melaksanakan dengan tuntas. Sempurna.
Tiga tahun terakhir, saya memberinya tugas baru. "Kaka, saya minta kaka terlibat memberi bahan masukan untuk para romo muda. Usia tahbisan lima sampai sepuluh tahun". " Apa yang bisa saya bantu?", tanyanya serius.
"Saya tidak minta Kak Hermien mengajar mereka ketrampilan jurnalistik, teknik wawancara, dan sejenisnya. Itu sudah terlalu biasa untuk Hermien Kleden. Saya minta kaka bicara sebagai seorang awam, perempuan dan saudari seorang imam".
Kaka bayangkan, kami ini begitu ditahbiskan langsung jadi manajer, bahkan direktur, tanpa kuliah di Prasetia Mulia atau khursus manajemen. Tidak semua bisa menghadapi tahapan ini dengan baik. Ada yang gagap, gamang dan gagal.
Dalam persahabatan kami, kak Hermien hadir sebagai mitra kerja, sahabat dan saudari. Sebagai saudari, dia seperti kebanyakan saudari Flores : perhatian, cendrung protektif dan... galak! Itu saya rasakan. Dia sangat mencintai saudara imamnya - Pater Leo Kleden.
Dia tidak bisa menyembunyikan kasih dan perhatiannya yang besar. Juga cintanya pada saudara- saudaranya yang menjadi imam. Dia dengan bangga bercerita perjumpasnnya dengan seorang imam SVD Indonesia di Polandia.
Menurut Kak Hermien, Tuhan memberi berkat istimewa ke lidahnya karena bisa berbicara bahasa Polandia dengan baik dan indah. Saya merasa dia punya empati. Empati yang lahir alamiah karena dia menpunyai saudara kandung yang menjadi pastor.
Sesi-sesi itu seperti biasa dia lalui dengan baik. Apalagi untuk meyakinkan dia saya selalu memberi catatan tambahan, " Kak, acaranya nanti di Harris Resort Batam.
Kompleksnya luas. Kaka bisa jogging dengan puas". Hahaha, ini jadi tawaran yang sangat sulit dia tolak.
Dia berkisah tentang pergumulan spiritualnya. Ada fase ketika Hermien memasuki padang gurun. Ia kecewa. Ia mengembara di padang keraguan.
Tapi keraguannya adalah keraguan seorang peziarah. Ketika sampai pada satu titik tertentu, ia tersentuh dan kembali. "Keragu-raguan adalah sebentuk penghormatan pada kebenaran", kata Ernest Renan.
Di Batam - setelah pertemuan dengan para imam muda se Sumatra - saya mengajaknya ke bekas tempat pengungsi Vietnam di Pulau Galang. Berita buruknya : penjaga tempat itu seorang Adonara. "Kaka e, jao jao ke Batam kita ketemu orang Adonara". Hahaha
Kami berdoa di depan arca Bunda Maria, dengan landasan berbentuk kapal. Ya, ingatan akan manusia-manusia perahu yang lari, pergi dari kampung halaman karena perang.
Si Om Adonara, kami bertiga, arca perahu dan patung Bunda Maria adalah pengingat : kita semua perantau. Perantau bukan hanya dalam dimensi ruang, tapi spiritual. Mendadak dia minta berkat.
" Ama saya minta berkat". Saya masih menanggapinya dengan guyon, " Hae kita sudah sama-sama tiga hari, masih perlu berkat khusus lagi kah?". Hermien bergeming.
Dia menundukan kepala, mengatupkan tangannya dan menanti berkat. Saya menumpangkan tangan, memberkatinya. Entah apa isi doanya di depan Bunda Maria saat itu.
Menjelang akhir 2024, kepengurusan Komisi Kerawam berakhir. Saya sudah bicara dengan Bapa Uskup Ketua dan Presidium KWI, mengusulkan kepengurusan ini diperpanjang.
Sesuai prosedur yang biasa, saya harus menanyakan kesediaan calon pengurus. Kak Hermien mengirim pesan pribadi kepada saya. Isinya kurang lebih,'saya akan butuh waktu lebih banyak untuk urusan kesehatan. Apakah lebih baik saya mundur saja?
Jawaban saya juga singkat. "Bahkan kalau kakak hanya bisa dari rumah, kakak tetap di situ".
Diskusi selesai. Dia tidak membantah. Di akhir tahun itu kami mengadakan rapat kerja. Saya memilih tempat rapat kerja di Pangkalpinang.
Saya berasal dari Keuskupan Pangkalpinang, maka saya tahu tempat-tempat yang baik yang ada di sana. Kami rapat di Tanjung Pesona Resort. Tempat indah di pinggir pantai.
Sebelumnya Kak Hermien mengirim pesan bahwa dia harus berkonsultasi dengan dokternya terlebih dahulu apakah dia diizinkan untuk pergi jauh?
Dokter mengizinkan, dengan beberapa catatan yang saya tahu Kak Hermien akan mematuhinya dengan baik. Saya lagi-lagi menambah catatan : resort ini di pinggir pantai. kakak bisa jogging sepuas-puasnya kapanpun Kakak mau.
Kami - pengurus Komisi Kerawam KWI - melewati hari-hari itu dengan indah ditambah dengan ziarah dan perjalanan ke beberapa tempat rekreasi.
Satu hari awal tahun 2025, Kak Hermin meminta waktu bertemu. Kami bertemu di ruang kerja saya.
Kak Hermien bercerita tentang kondisinya, yang menurutnya butuh perhatian lebih serius, maka dia akan jarang hadir bersama-sama dalam rapat rapat rutin komisi.
Ketika dia cerita kepada saya tentang kondisinya, saya mengusulkan apakah tidak sebaiknya mencari pendapat yang lain, sehingga menemukan cara yang tepat untuk penanganan apa yang sedang dialami?
Bukan Hermien namanya kalau hanya menurut begitu saja. Dia mengeluarkan beberapa literatur yang menurutnya meyakinkan dia bahwa apa yang dia pilih sekarang ini adalah yang terbaik.
Tentu dengan literatur lebih banyak daripada yang saya tahu dan saya baca, saya hanya bisa mengiyakan keputusannya.
Sekitar bulan Mei yang lalu dia menceritakan bahwa dia mengalami pendarahan yang hebat dan itu membuat dia harus masuk rumah sakit.
Sebelumnya melalui beberapa teman - Bu Vero dan Liza sahabatnya yang lain - saya menawarkan memberi Komuni Suci kepadanya dan memberinya Perminyakan Suci.
Entah kenapa selalu ada alasan yang menghalangi rencana itu. Mengantar komuni dan memberinya perminyakan tidak pernah kesampaian. Maka ketika hari Sabtu (27/9/2025) yang lalu Bona Beding - seorang kerabat Hermien - mengirim pesan kepada saya bertanya Romo ada dimana?
Saya mengatakan saya ada di Malang. Rupanya Bona ingin minta saya memberi perminyakan Suci untuk Kak Hermien. Liza juga menelpon saya menyampaikan kabar yang sama.
Saya mengatakan saya sedang di Malang. Dalam hati saya membatin, "waktu saya ada kesempatan, saya menawarkan, Kak Hermien yang selalu tidak bisa. Sekarang saya jauh dan tidak mungkin melayankan sakramen perminyakan, saya dicari".
Setiba kembali ke Jakarta, di berbagai WAG berseliweran informasi soal keadaan sakit Kak Hermien. Saya dikirimi foto kondisinya yang harus berjuang dengan bantuan peralatan medis.
Tanggal 29 September sore - sekitar pukul 17.30 - setelah rapat di KWI saya berencana untuk mengunjungi Kak Hermien.
Ibu Vero mengirim pesan bahwa jalan ke arah Pasar Minggu sangat macet, sementara waktu berkunjung sangat terbatas. Romo cek lalu lintas dari KWI ke Pasar Minggu ya. Saya mengecek di waze dan google map : semua merah.
Saya memutuskan untuk menunggu. Mendadak saya merasa badan saya demam dan meriang.
Saya mencoba bertahan di kantor. Karena situasinya menjadi tidak menyenangkan saya memutuskan pulang.
Dalam keadaan demam saya kembali ke rumah. Saya tiba di rumah kira-kira pukul 21.50 WIB. Saya langsung berbaring.
Tak lama berselang saya mendapat kabar Kak Hermien menghembuskan nafas terakhir pukul 22 08 WIB. Saya menangis mendengar berita itu.
Tapi juga berpikir kenapa dia tidak mengizinkan saya untuk melihatnya dalam keadaan sakit?
Tadi malam saya datang. Saya melihatnya sudah cantik dalam balutan kebaya putih dan tenun Lamaholot. Saya tidak punya memori kerapuhan dan rasa sakit yang dialami Kak Hermien.
Memori yang ada di kepala saya adalah Hermin yang tangguh. Hermien yang sangat detail. Hermin yang selalu tampil prima. Dia tidak mau saya melihat dia dalam keadaan sakit dan tak berdaya.
Tapi di titik itulah saya melihat kerapuhan seorang Hernien. Dengan segala pengetahuan, kekayaan bacaan, keluasan wawasan yang dia miliki pada akhirnya dia tunduk bahwa tidak semua yang dia pikirkan, tidak semua yang dia ketahui, terjadi seperti itu.
Kita tahu Hermien seorang editor hebat. Kami pernah bertugas di sidang para Uskup. Pada akhir sidang harus merumuskan pernyataan sidang. Hermien menjadi ketua tim editor. Dia melakukan editing seperti layaknya seorang editor senior.
Di sela-sela itu saya mengingatkan "Kaka, ini pendapat Uskup. Kalau sudah berhadapan dengan Uskup kita hanya bisa taat. Kalau hanya ganti koma ganti titik satu dua bolehlah. Tapi kalau membuat editing seperti ini saya takut kita kena kutuk". Kami tertawa.
Tapi Hermien tetaplah Hermien. Menurut dia pesan apapun harus disampaikan dengan jelas, lugas dan jernih sehingga orang bisa menangkap juga dengan jelas dan jernih.
Bahkan ketika harus menyatakan secara implisit pun, yang implisit itu pun bisa dipahami dengan baik.
Saking terkenalnya dia sebagai seorang editor handal. Ketika menyiapkan pertemuan untuk para imam itu, dia mengirim kepada saya bahan yang dia siapkan dan memohon untuk dibaca dan dikoreksi.
Saya membalasnya dengan emoticon ketawa. Dia menelpon saya. Kenapa ketawa? Saya menjawab, "saya merasa seperti Goenawan Muhammad atau Fikri Jufri saja harus mengoreksi tulisan kakak".
Mengedit, itu juga yang dia buat untuk sakitnya. Di hari-hari akhir hidup dia ingin mengedit : mengoreksi dan memperbaiki. Tapi ternyata Tuhan - Sang Editor Agung - punya kehendak lain.
Pada Senin malam 29 September 2025, pukul 22.08 WIB, pada hari ketika gereja merayakan pesta Malaikat Agung, setelah berjumpa dengan saudara imam yang dia cintai - Pater Leo, yang menyapanya dan memberi berkat, Hermien pulang dalam tenang.
Kak Hermien, satu lagi yang kakak pernah ceritakan kepada saya. Kakak pernah mengalami insomnia berat.
Bukan hanya tidak bisa tidur berhari-hari tapi tidak bisa tidur berminggu-minggu. Tadi malam saya melihat Kakak begitu lelap dalam tidur panjang. Pagi ini juga. Saya tahu : Tuhan memberimu tidur abadi, tanpa insomnia.
Selamat jalan saudariku. Beristirahatlah dengan tenang dalam tidur Abadi.
Rumah Duka Carolus
Rabu, 1 Oktober 2025
@hansjeharutpr
Sumber: Akun Facebook Romo Hans Jeharut