Yolanda Pello |
Asalkan halal, pekerjaan apa pun bisa dilakukan perempuan. Dan bukan sekadar mencari uang tapi juga mencari tantangan, memperkaya pengetahuan dan pengalaman. Prinsip inilah yang dipegang teguh Yolanda Geertruida Pello, perempuan berlatar belakang pendidikan Managing Hospitality bidang perhotelan dari sebuah universitas swasta di Bogor, yang kini memilih bekerja sebagai pengemudi taksi.
Perempuan kelahiran Jakarta, 29 Juni 1980 ini bersemangat menjalani pekerjaan barunya sebagai pengemudi. Ini bukan pekerjaan pertamanya. Sebelumnya, Yolanda bekerja sebagai resepsionis di hotel bintang lima Jakarta, pernah menjadi staf administrasi di perusahaan kontraktor, dan 4,5 tahun pernah memilih menjadi ibu rumah tangga.
"Saya mencari pekerjaan yang sesuai dengan jiwa, saya lebih suka pekerjaan outdoor. Saya bukan tipe pekerja kantoran meski saya bisa mengoperasikan komputer, mengerti perpajakan. Di taksi, saya bertemu dengan banyak orang yang berbeda-beda, bisa belajar banyak karakter, saya belajar psikologi di sini karena sering mendengar cerita dan saran dari penumpang tentang keluarga, anak, rumah tangga, pekerjaan. Menjadi supir taksi itu menantang, dan saya senang bisa menaklukkan tantangan," ungkap Yolanda, saat berbincang bersama Kompas Female di Jakarta.
Bagi Yolanda, bekerja sebagai pengemudi taksi memberikan fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan pekerjaan lain. Ia mengemudi taksi per tiga hari, mengantar jemput penumpang paling banyak 20 orang dalam sehari. Waktu yang fleksibel ini dibutuhkannya agar dapat memberikan perhatian bagi putrinya, Febriella Cahyanti (9) dan putranya, Handre Dermawan Tripa (5).
Namun, dapat membagi waktu untuk keluarga bukan satu-satunya pertimbangan untuk memilih pekerjaan sebagai pengemudi taksi. Istri dari Muntarso (46), seorang doorman hotel bintang lima di Jakarta ini, memang menyukai tantangan dan selalu ingin mandiri.
Yolanda berbagi cerita, ia ingin membuktikan bahwa perempuan juga bisa. Bisa melakukan pekerjaan apa saja, mampu memberdayakan diri, dan berkontribusi untuk keluarga. Lebih dari itu, menjadi pengemudi taksi perempuan baginya adalah cara yang dipilihnya untuk menyuarakan perempuan.
Mengubah cara pandang
"Banyak yang memandang rendah pengemudi taksi perempuan, menganggap pengemudi perempuan bisa diperlakukan seenaknya, bahkan bisa dikatakan perlakuan tersebut melecehkan. Saya sendiri pernah menemui penumpang yang mengajak kencan. Saya tidak menanggapinya, berusaha memberikan penjelasan, dan berusaha bersabar. Pernah, saya terpaksa harus menurunkan penumpang karena sudah merasa tidak aman dan nyaman, sebab penumpang selalu membicarakan kencan sepanjang perjalanan," jelasnya.
Meski pernah mengalami pelecehan secara verbal, Yolanda tak lantas berhenti jadi pengemudi. Ia tetap melihatnya sebagai tantangan. Justru, katanya, dengan adanya pengemudi perempuan orang lain bisa belajar untuk lebih menghargai pekerjaan ini. Termasuk bagi perempuan itu sendiri, lanjutnya.
"Kalau saya bisa, perempuan lain juga bisa menjalani pekerjaan ini. Asalkan bisa mengemudi, mau belajar, mau bersabar melayani penumpang dan kondisi jalan Jakarta yang sering macet. Tak harus hafal jalan, karena itu bisa dipelajari dengan sendirinya. Setiap perempuan apalagi yang tidak punya keterampilan untuk bekerja di bidang lain, bisa menjalani pekerjaan ini," tutur satu-satunya pengemudi taksi perempuan di Taxiku ini. Ia melanjutkan, "Awalnya saya tidak punya gambaran seperti apa pekerjaan pengemudi taksi. Namun saya ingin mencoba dan saya menyukainya. Saya ingin tetap menjadi pengemudi taksi."
Memberikan rasa aman dan kenyamanan
Pilihan Yolanda untuk bekerja sebagai pengemudi taksi sempat membuat orangtuanya bertanya-tanya. Ayah dan ibunya adalah pensiunan pegawai negeri sipil dari perusahaan BUMN ternama. Ayah yang berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur, dan ibu asal Tulung Agung Jawa Timur, mempertanyakan pilihan Yolanda.
"Mereka kaget dengan pekerjaan saya. Karena bagi mereka saya punya keterampilan, punya background pendidikan tinggi, dan masih ada pekerjaan lain yang sebenarnya bisa saya pilih. Namun saya suka menjadi pengemudi taksi, tidak terikat dan bebas mengatur waktu," tuturnya.
Baginya, pandangan dari orang lain boleh didengar dan dipertimbangkan, namun keputusan selalu kembali ke diri sendiri. Termasuk dalam pekerjaan. Meski orangtua sempat bertanya-tanya, tak demikian dengan sang suami. "Suami saya mendukung sepenuhnya, justru pemikiran bahwa kita harus memilih keputusan sendiri berasal darinya," ujarnya.
Meski pilihannya dipertanyakan, Yolanda tetap bersemangat dengan pekerjaannya. Selain fleksibilitas waktu, tantangan bertemu orang baru dan belajar berbagai hal dari penumpang yang senang berbincang dengannya membuat pekerjaan ini jadi punya makna.
Yolanda banyak menerima respons positif dari penumpang taksi perempuan yang kerap terkesima ketika mendapati pengemudinya adalah seorang perempuan. Banyak juga yang menganggapnya sebagai perempuan berani, yang mau dan bisa menjalani pekerjaan tersebut.
Bagi Yolanda, menghabiskan waktu dalam perjalanan mengendarai taksi dengan pengemudi perempuan, memberikan rasa aman dan nyaman, terutama untuk penumpang perempuan.
"Karena sama-sama perempuan, penumpang merasa lebih leluasa di dalam taksi. Kalau perempuan kan sering mengandalkan perasaan dan mudah berempati, jadi bisa saling mengerti. Rasanya kalau sesama perempuan inginnya melindungi. Saya ingin memberikan rasa aman dan nyaman seperti itu kepada penumpang perempuan," jelasnya.
Bekerja dengan misi tanpa gengsi
Bagaimana Yolanda memaknai pekerjaannya sebagai pengemudi taksi menunjukkan bahwa ia bekerja dengan misi, mengalahkan gengsi. Ia pun berharap akan semakin banyak pengemudi taksi perempuan, yang sebenarnya memang dibutuhkan.
Ia mengerti mengapa masih ada orang yang memandang sebelah mata atas pekerjaannya. Tak semua orang bisa memandang positif pengemudi taksi perempuan karena persoalan pencitraan. "Saya tidak pedulikan kata orang tentang pekerjaan. Buat apa gengsi, apalagi kalau tinggal di Jakarta tak bisa hidup kalau gengsi," ujar anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Anggapan orang lain tak ada artinya, apalagi Yolanda mendapatkan penghargaan tinggi dari anak-anaknya. "Mama keren jadi supir taksi," kata Yolanda menyontohkan komentar anaknya. Yolanda mengaku sering bercerita kepada kedua anaknya, mengenai pekerjaannya. "Saya cerita, pekerjaan saya mengantar jemput penumpang, tahu banyak soal jalan di Jakarta, bisa bertemu banyak orang, entah mengapa cerita itu justru membuat anak-anak membanggakan mamanya di depan teman-temannya," tuturnya seraya tertawa.
Kepercayaan diri Yolanda pun semakin tinggi dengan dukungan anak dan suami. Ia mengaku akan tetap menjalani pekerjaan sebagai pengemudi taksi dengan berbagai hal positif yang didapatkan darinya. Terutama dengan bekerja, ia merasa lebih berdaya.
"Saya tidak mau bergantung kepada suami, rasanya tidak puas kalau mendapat uang bukan jerih payah sendiri. Saya punya banyak keinginan lain dan merasa perlu mencari uang sendiri," ungkapnya.
Keinginan mandiri, termasuk secara finansial, menjadi sumber semangat bagi Yolanda dalam bekerja. Sejak remaja, Yolanda memiliki karakter ini. Ia seringkali mencari uang tambahan dengan berjualan, bukan karena orangtua membatasi keuangan tapi lebih karena ia ingin mandiri, tak mau selalu bergantung pada orangtua apalagi menggantungkan hidup kepada orang lain.
Sumber: Kompas.Com