"PERANG media semakin mematikan. Setelah revolusi televisi dan HP, kini datang pesaing baru yaitu facebook dan twitter! Lama-lama profesi jurnalis tidak dibutuhkan lagi. Kita bakal menganggur. Bahaya besar bung."
Demikian komentar seorang wartawan senior dalam suatu diskusi belum lama berselang. "Sekarang media massa cetak dan elektronik mau tidak mau harus mengembangkan citizen journalism atau jurnalisme warga. Warga biasa pun bisa melaporkan suatu peristiwa atau kejadian. Nah, kalau sudah seperti itu untuk apa lagi wartawan sungguhan?" lanjut editor koran terbitan Jakarta tersebut.
Jujur saja tuan dan puan. Di antara sekian banyak profesi, wartawan tergolong yang paling gundah menghadapi kemajuan teknologi informasi dewasa ini. Cemas karena perang media makin terbuka dengan akibat yang pasti hanya satu. Tidak cepat beradaptasi maka akan mati sendiri.
Sejak awal tahun 1990-an media massa konvensional, terutama media cetak (koran dan majalah) telah berulangkali diingatkan tentang 'virus maut' kemajuan teknologi informasi. Peringatan itu sudah terbukti sekarang. Oplah media massa cetak terus menurun dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat dan Eropa, misalnya, sejumlah media besar yang berusia ratusan tahun gulung tikar. Bangkrut! Banyak wartawan dan pekerja media terpaksa menganggur dan harus alih profesi.
Apa yang dikhawatirkan editor senior dalam suatu diskusi itu cukup beralasan. Setelah facebook menjadi primadona dunia maya lewat layanannya yang mempertemukan manusia sejagat, merajut komunikasi interaktif dalam komunitas, kini kehadiran microblogging Twitter (twitter.com) pun kembali mencengangkan. Twitter yang setiap pesan cuma 140 karakter menjadi momok menakutkan industri media massa arus utama, baik media cetak, elektronik maupun online.
Alan Rusbridger, kolumnis teknologi Guardian.co.uk, 19 November 2010 merilis artikel mengenai alasan mengapa Twitter bisa menjadi masalah bagi industri media. Rusbridger tidak bermaksud menakut-nakuti media massa, tetapi mengingatkan. Rusbridger justru menyarankan pengelola media berdamai dan tidak malu mengadopsi kelebihan Twitter dalam mendistribusikan kontennya.
Twitter yang online sejak 15 Juli 2006 kini makin populer. Dalam kesibukan tinggi, penggemar dunia maya mengurangi frekwensi main blog dengan membuat tulisan panjang lebar. Di Twitter, tuan dan puan cukup berkicau seperti burung tentang apa yang terjadi. Pesanmu segera terkirim secara berantai.Twitter yang dikembangkan Jack Dorsey merupakan pesan singkat (SMS). SMS Internet!
Lalu mengapa media arus utama perlu mewaspadai Twitter? Beta kutip sejumlah alasan menurut Rusbridger. Distribusinya mengagumkan. Pesan via Twitter akan mengantarkan siapa pun ke situs yang alamat domainnya sudah dipendekkan. Pesan serentak tersebar luas. Makanya hampir setiap situs yang sadar media sosial melengkapi fitur webnya dengan share on Twitter.
Twitter menempatkan peristiwa lebih dahulu. Banyak berita pertama muncul di Twitter sebelum jurnalis melaporkannya di media arus utama. Breaking news bisa langsung diperoleh dari Twitter. Twitter menjadi rujukan para jurnalis mendapatkan informasi awal tentang suatu peristiwa.
Sebagai mesin pencari, Twitter adalah saingan utama Google. Pengguna Twitter yang jumlahnya 200-an juta tidak lagi mencari informasi via Google, tetapi langsung memperoleh dari jutaan tweet setiap saat. Twitter pun menyajikan model pemasaran yang fantastis. Postingan yang ditulis di web akan lebih cepat tersebar jika dibagi ke Twitter karena memungkinkan sebuah pesan terus bergulir.
Kelebihan Twitter memungkinkan pengguna berinteraksi aktif mengenai topik yang dibicarakan. Pada media tradisional, hanya segelintir pembaca, pemirsa atau pendengar yang bisa memberikan umpan balik. Di Twitter, setiap orang bisa berkicau sehingga diskusi sangat kaya.
Jangan lupa orang mungkin tidak berani menulis di koran, majalah atau bicara di televisi dan radio. Di Twitter keberanian itu terungkap dengan lugas. Orang menjadi aktif menyampaikan gagasannya. Interaksi di Twitter tidak mengenal batas eselon atau hirarki. Orang biasa pun bisa berinteraksi secara intens dengan menteri.
Twitter punya nilai berbeda. Untuk informasi, orang tidak lagi bergantung kepada jurnalis profesional sebab jutaan tweep siap berbagi informasi kapan dan di mana saja. Itulah yang sekarang populer disebut sebagai jurnalis warga (baca http://tekno.kompas.com/read/2010/11/26/09243023/Waspadai. Twitter).
Nah di tempat beta berkarya, Surat Kabar Harian Pos Kupang yang 1 Desember 2010 genap berusia 18 tahun, jurnalis warga bermunculan bak jamur di musim hujan. Sejak ruang itu dibuka pada bulan September 2010, hampir tiap hari selalu ada warga Flobamora entah berdomisili di NTT atau di luar NTT yang melaporkan suatu peristiwa atau kejadian.
Laporan mereka sungguh tidak kalah dengan wartawan yang dididik secara khusus. Mereka paham prinsip 5W + 1 H yang menjadi rumus kunci jurnalistik. Mereka pun menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Just what happen. Itulah inti laporan dengan panjang maksimum 100-150 kata. Memang ada yang masih salah mengerti, misalnya kirim laporan lebih dari 1.500 kata. Ada juga yang kirim artikel opini. He-he-he..
Ya, kami maklum. Keliru kan manusiawi. Yang pasti putra- putri Flobamora punya bakat alam sebagai penulis. Kalau soal tulis-menulis, Flobamora ini gudangnya bung!
Demikian salah satu cara kami beradaptasi menghadapi perang media yang bisa mematikan. Jadi, tuan dan puan di mana saja berada silahkan kirim laporan ke redaksi lewat faksimil (0380- 831801), e-mail: poskpg@yahoo.com atau akun Facebook Pos Kupang. Tentu saja kami akan rilis laporan yang bermanfaat bagi banyak orang di Nusa Tenggara Timur. Bukan caci maki seseorang atau fitnah.
Pesatnya perkembangan jurnalisme warga, apa maknanya bagi jurnalis profesional? Ya tahu dirilah. Kurangi aksi 'kancing badan' atau bagaya seolah-olah kita paling tahu dan mampu dalam segala hal. Jangan lupa kawan, masyarakat di luar sana sudah melek media. Mereka paham dan tahu tentang cara kerja media. Dan, media pilihan kini kian beragam jumlahnya. Celaka sembilan belas kalau jurnalis profesional berhenti belajar. Bisa nganga! Ha-ha-ha... (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang Senin, 29 November 2010 halaman 1