Dedikasi Albertus untuk Gereja Terpencil

Albertus Gregory Tan
BUNDA Teresa pernah berkata, kebaikan yang dilakukan hari ini mungkin saja besok sudah dilupakan orang. Bagaimanapun, berbuat baiklah. Kalimat ini seolah menjadi dasar langkah seorang mahasiswa yang baru saja menyelesaikan studinya.

Albertus Gregory Tan (21), alumnus Administrasi Publik Universitas Indonesia ini telah membuktikan diri menjadi motor penggerak yang membantu belasan gereja, tepatnya 16 gereja Katolik di lokasi terpencil. Dalam kurun 1,5 tahun bahkan ia berhasil menggalang dana sebesar Rp 1,7 Miliar dan membangun 16 gereja yang awalnya tak layak untuk ibadah menjadi tempat yang nyaman bagi umat untuk berdoa.

Dicaci, dimaki, hingga diancam dilaporkan ke Polisi menjadi makanan sehari-hari, namun ia tetap kukuh berjalan tegap dan membuat sistem pelaporan keuangan yang valid hingga membangun kepercayaan para donatur. Berbekal kejujuran dan kredibilitas, ia berhasil menjadi inspirasi bagi kaum muda, khususnya muda-mudi Katolik untuk memiliki kepekaan dan peduli pada orang lain yang kurang beruntung. Ia mengakui lebih banyak habiskan waktu untuk gereja daripada kuliah, bekerja keras yakinkan donatur.

Pertama kali yang ia lakukan adalah belajar untuk buat aturan keuangan, ada proses dari yang benar-benar sederhana menjadi profesional. Tak semua orang bisa melakukan apa yang dilakukan Abertus, menyelesaikan studi tepat waktu dengan index prestasi kumulatif (IPK) yang bagus. Meski ia harus mengelola penggalangan dana untuk pembangunan gereja-gereja terpencil ia bisa menyelesaikan kuliahnya dalam waktu 4 tahun dengan IPK 3,6.

"Awalnya karena keprihatinan sebagai anak muda yang lahir di kota metropolitan Jakarta. Pertama kali di pelosok dengan kondisi berbeda. Saat itu saya mengunjungi gereja stasi di Keuskupan Sibolga. Kondisinya sangat memprihatinkan, sangat hancur. Dinding gereja dari tambalan-tambalan papan, tak ada atapnya, lantai tanah, dan tak ada toilet," jelasnya pada Tribun Manado, Sabtu (18/8/2012) melalui sambungan telepon.

Gereja Stasi di Rawakolang, Paroki St Hilarius, Keuskupan Sibolga tersebut dalam kondisi yang sangat parah dibanding gereja-gereja lainnya. Menurutnya hampir semua jelek namun gereja tersebut yang paling parah. Paroki St Hilarius tepatnya terletak di Tarutung Bolak, Sorkam, di jalur jalan Sibolga Barus, di pantai barat Sumatera Utara. Kunjungannya pada tahun 2010 tersebut menjadi cikal bakal dan menggerakkan niat Albertus untuk menggalang dana membantu gereja-gereja lain yang memiliki nasib sama. Meski demikian gereja yang menjadi awal mula inisiatif penggalangan dana ini hingga sekarang belum bisa dibantu. Kenapa? Menurutnya, sebuah gereja bisa dibantu bila umat di sekitarnya sudah siap.

"Mau dibantu syaratnya mereka harus mau bergerak. Dana awal harus ada, sementara di pelosok uang tidak ada atau minim, otomatis harus mau gotong royong untuk membangun gereja. Bila di kota besar setelah ada uang tinggal dikerjakan kontraktor kalau di lokasi tersebut sulit. Namun sudah ada rencana untuk membangun gereja tersebut dalam waktu dekat," kata dia

Tak ada motivasi lain selain keinginan untuk membantu. Prinsipnya sederhana, bila bukan dia, siapa yang mau membantu mengingat untuk menjangkau gereja-gereja tersebut saja susah, mulai jalan yang berlumpur hingga sulitnya transportasi.

Awalnya ia memposting bangunan fisik gereja yang akan dibantu. Gereja pertama yang dibantu yaitu Gereja Santa Maria dari Gunung Karmel di Tigalingga, Dairi, Sumatera Utara, Keuskupan Medan. Ia posting bangunan gereja di grup Facebook (FB) miliknya dalam bahasa Inggris, ternyata respon tak begitu baik karena kegiatan sosial di luar negeri menurutnya harus dilakukan secara tatap muka bukan melalui dunia maya karena dianggap ilegal. Akhirnya ia mengajukan ke FB Gereja Katolik yang diposting oleh orang lain, namun seiring berjalan waktu Albertus diundang sebagai admin.

Kini ia dibantu oleh belasan orang yang tergabung di admin FB Gereja Katolik dengan tugas masing-masing. Penggalangan dana pertama kali dapat Rp 270 juta, sistemnya satu bulan dana yang terkumpul berapapun akan disalurkan ke gereja itu, langsung masuk ke rekening di gereja tersebut. Itu berlangsung hingga 6 gereja yang langsung masuk rekening gereja.
"Ternyata banyak upaya dari mereka tak jujur, karena tak bersedia memberikan rincian bantuan yang masuk. Saya berusaha mencari akal, karena bagaimanapun juga donatur ingin tahu apakah uang tersebut sampai atau tidak benar-benar digunakan untuk membangun atau tidak. Akhirnya saya bikin rekening sendiri. Pada awalnya banyak yang tak percaya, saya berusaha meyakinkan mereka. intinya membangun kepercayaan dan sekarang tak masalah, mereka percaya," kata Albertus.

Pelaporan keuangan yang ia lakukan, setiap hari ia posting.Mulai dari uang yang masuk hingga bukti-bukti transfer uang pada rekening gereja yang dibantu, ini membuktikan bahwa uang telah sampai pada gereja tersebut.
Selama ini Albertus tak pernah melakukan survei sebelum membantu gereja yang bersangkutan karena terbentur dana. Setelah mendapat informasi bahwa suatu gereja membutuhkan bantuan, ia kemudian mencari kontak di keuskupan setempat dan bertanya langsung apakah benar gereja tersebut layak dibantu. Kemudian kondisi gereja di posting melalui FB Gereja Katolik dan blog yang beralamat di www.ppgk.blogspot.com. Melalui FB Gereja katolik dan blog tersebut, bisa dilihat gereja-gereja yang sudah dibangun beserta pelaporan keuangannya.

Melalui posting tersebut ada 250 ribu anggota FB Gereja Katolik yang melihat dan akan menentukan sendiri apakah gereja yang diposting layak dibantu atau tidak. Setelah selesai dibangun biasanya pastur di gereja yang dibantu akan mengundangnya untuk melihat hasil pembangunan. "Saya mengecek hasil pembangunan gereja dibiayai oleh gereja yang bersangkutan. Tak sepeserpun saya menggunakan uang bantuan dari donatur," kata dia.

Mencari Pengganti


Tak selamanya Albertus bisa mengelola penggalangan dana ini, karena setelah lulus ia juga harus bekerja. Perjalanannya selama 1,5 tahun untuk membangun kepercayaan umat dalam menggalang dana menurutnya bisa dihancurkan dengan sekejap saja bila nanti penggantinya tak bisa mengemban tugas ini.

Hingga saat ini Albertus mengaku masih mencari partner yang tepat dan bisa mengganti perannya untuk mengelola keuangan. "Yang penting punya kejujuran, selama 1,5 tahun ada 250 ribu orang yang tergabung dalam FB Gereja Katolik mengontrol serta mengawasi usaha penggalangan dana ini. Saya berharap ini akan terus berlanjut agar banyak gereja terpencil menjadi layak untuk beribadah," imbuhnya.

Meski sudah punya forum admin FB Gereja Katolik dengan belasan orang namun masing-masing telah memiliki kesibukan dan tugasnya, hanya saja untuk mengendalikan dana masuk dan pengeluaran dana secara tepat, dibutuhkan sosok yang sesuai. Beberapa uskup seperti di Medan, Sibolga dan Semarang bahkan telah memberikan rekomendasi penggalangan dana yang ia lakukan. Ia ingat pesan para uskup yang menyatakan agar hal ini perlu dilanjutkan, tetap jujur dan rendah hati.

Caci maki dan ancaman dilaporkan ke polisi bukanlah halangan meskipun sering ia jumpai, menurutnya hal tersebut terjadi karena ada donatur yang pernah tertipu. Orang-orang seperti ini bukan hanya mengirimkan SMS ancaman bahkan akan datang ke rumahnya untuk survei. Biasanya Albertus hanya mempersilakan orang tersebut untuk bertanya di forum FB Gereja Katolik dan mengecek langsung ke keuskupan masing-masing gereja yang dibantu, apakah dana yang diberikan benar-benar disalurkan atau tidak.

Halangan yang ia jumpai menurutnya tak seberapa dibandingkan bertemu dengan para umat di gereja yang dibantu. "Melihat senyum kebahagiaan umat yang dibantu, itu hal yang mengharukan. Itu yang paling membahagiakan. Saya tahu gereja sebelumnya begini setelah selesai dibangun begini, kalau di ...... (sebuah stasiun televisi) ada acara bedah rumah, responnya sama. Saya bahagia mereka sudah nyaman ketika misa," ujarnya.

Berdasarkan informasi yang ia dapatkan, banyak sekali gereja-gereja di nusantara yang membutuhkan bantuan. Ia memperkirakan ada sekitar 50 persen yang sebagian besar ada di luar Jawa. "Paling banyak di Pulau Sumatra, lalu di Kalimantan, Flores, Papua, kalau di Sulawesi tak terlalu banyak," jelas dia.


Prosedur

Sesuai data yang diambil dari www.hidupkatolik.com, pada Agustus 2011, FB Gereja Katolik berhasil menyelesaikan pembangunan di Stasi St Yohanes Pembaptis, Paroki Konrad, Martubung, Rengas Pulau, Medan. Selanjutnya, November 2011 menyelesaikan pembangunan Kapel St Paulus, Paroki St Isidorus, Gebangan, Sukorejo, Kab Kendal, Jawa Tengah.

Bagi gereja-gereja yang ingin dibantu harus memenuhi sayarat sebagai berikut, dimulai dari mengirimkan surat ajuan surat permohonan pencarian dana. Data harus lengkap masuk bagian dalam proposal lalu jumlah dana yang dibutuhkan diserta foto-foto. Semua pengajuan wajib menyertakan tanda tangan pastur kepala paroki berstempel bahkan bila diperlukan harus ada tanda tangan uskup setempat. Gereja yang akan diberikan dana sesuai dengan hasil pengkajian Albertus dan rekan-rekan di FB Gereja Katolik setelah melakukan komunikasi dengan pastur setempat serta beberapa anggota FB Gereja Katolik yang berada di lokasi sekitar.

Hal tersebut dilakukan agar sasaran pendanaan tepat yaitu bagi Gereja Katolik dengan umat paroki yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah. Kemudian proioritas utama adalah gereja yang berada di pedalaman dan pinggiran kota. Syarat lain, gereja tersebut memiliki rekening atas nama panitia atau pastur setempat yang nantinya bersedia memberikan pelaporan keuangan pada FB Gereja Katolik, mengirimkan foto hasil pembangunan serta membuat ucapan terima kasih pada anggota FB Gereja Katolik. (Robertus Rimawan)

Sumber: Tribun Manado

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes