WAJAH kepolisian kita kembali mengusik perasaan publik. Perasaan yang paling hakiki yakni runtuhnya kepercayaan. Hari Senin 30 Juli 2012 polisi menyandera penyidik hingga jajaran pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menggeledah barang bukti di Gedung Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri terkait dugaan kasus korupsi simulator kemudi motor dan mobil.
Tim KPK tidak diperkenankan membawa dokumen yang menjadi bukti dugaan aliran aliran dana ke pejabat Korps Lalu Lintas (Korlantas). Penyidik KPK ditahan hingga larut malam. Sikap seperti itu jelas sangat mengecewakan. Polri seolah-olah menempatkan dirinya bukan sebagai bagian dari institusi penegakan hukum di negeri ini. Idealnya mereka memberikan dukungan terhadap KPK menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Toh langkah KPK justru mau membersihkan institusi Polri khususnya Divisi Korlantas dari perilaku oknum yang menyimpang, oknum yang membuat wajah Polri rusak di mata masyarakat.
Menarik apa yang dikatakan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar seperti dikutip Kompas.Com, Selasa (31/7/2012). Bambang mengatakan, sikap tidak kooperatif itu tidak mungkin inisiatif anggota di dalam gedung Korlantas.
Dia yakin larangan bagi penyidik KPK keluar gedung dan membawa seluruh dokumen hasil penggeledahan atas perintah atasan. Artinya, unsur pimpinan Polri patut diduga berada di balik penyanderaan tersebut. Suatu sikap yang sangat tidak elok.
Dugaan penyimpangan di Korps Lalu Lintas Polri sudah menjadi rahasia umum. Untuk itulah KPK harus terus mengusut perkara itu sampai tuntas. Dan, KPK agaknya tidak mundur selangkah pun meskipun menghadapi halangan. Dalam jumpa pers di Kantor KPK Jakarta, Selasa kemarin Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, penyidik KPK telah menetapkan Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Pol Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan simulator kemudi motor dan mobil tahun 2011. Tersangka diduga menerima suap Rp 2 miliar dari proyek senilai Rp 196,87 miliar itu.
Sudah sepatutnya KPK bertindak tegas dan tanpa pandang bulu. Pembersihan institusi Polri dari perilaku oknum yang koruptif sejalan dengan tekad dan komitmen pimpinan Polri sendiri tentang transparasi publik demi memperbaiki citra positif kepolisian di mata masyarakat.
Usaha menumbuhkan kepercayaan publik adalah pekerjaan besar bagi Polri mengingat masih saja terjadi tindakan oknum anggota polisi yang jauh dari harapan masyarakat. Misalnya peristiwa penembakan yang menewaskan seorang bocah di Desa Limbang Jaya, Ogan Ilir, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Peristiwa yang sama pun terjadi di Sulawesi Utara ketika Briptu DT melepaskan tembakan yang menewaskan warga Tondano, Kabupaten Minahasa, Gerald Lumowa tanggal 28 Juli 2012. Masyarakat mananti Polri bersikap profesional. Jika Polri membela anggotanya secara membabi-buta maka makin hancurlah citranya.*
Sumber: Tribun Manado 1 Agustus 2012 halaman 10