Bombardom Jadi Mulok di Ngada

Alat musik bombardom di Ngada (2015)
Alat musik bombardom saat ini semakin digandrungi masyarakat Kabupaten Ngada, terutama di Kecamatan Jerebu'u, Bajawa dan Kecamatan Golewa. Bahkan beberapa sekolah di Ngada menjadikan alat musik bombardom sebagai kurikulum muatan lokal (mulok).

Kenyataan itu membuat Ketua Sanggar Seni dari Kampung Tololela, Kecamatan Jerebu'u, Kabupaten Ngada, Pelipus Dama merasa bangga. Kepada Pos Kupang belum lama ini. Dama mengatakan, alat musik yang populer di Ngada sejak tahun 1960 itu sempat dilupakan masyarakat Ngada belasan tahun. Selain bombardom, masyarakat Ngada mengenal alat musik tradisional lainnya seperti okalele, benyo dan strend bass.

Pada tahun 2014 melalui lembaga seni PT Indocon, alat musik tiup bombardom dihidupkan lagi serta dipromosikan secara besar-besaran. Bersamaan dengan itu dibentuk Sanggar Seni dan Musik 'Lina Wae Lengi' yang artinya 'Air Bersih yang Beraroma' di Kampung Tololela, Kecamatan Jerebu'u.

Menurut Dama, saat ini pelajar SD, SMP hingga SMA di wilayah Kecamatan Jerebu'u umumnya sudah terampil meniup bombardom.  Dijelaskannya, alat musik tiup ini digunakan saat menerima tamu atau pembesar pemerintah ketika berkunjung ke desa, acara perkawinan maupun festival budaya.

Pada bulan September 2015, Pemerintah Kabupaten (Pemkab)   Ngada menyelenggarakan Festival Musik Tiup Bombardom yang melibatkan peserta mencapai 510 orang mulai dari pelajar, penjabat bupati, para pejabat eseolan II dan III di Pemkab Ngada,  masyarakat  Kecamatan Jerebu'u hingga wisatawan asing. Festival bombardom saat itu berhasil mencetak rekor MURI dengan Nomor 7091/R.MURI/IX/2015. "Rekor MURI menjadi motivasi bagi setiap orang Bajawa untuk tetap melestarikan alat musik ini," katanya.

Ia berharap pemerintah Kabupaten Ngada konsisten melakukan berbagai terobosan agar alat musik tiup ini tetap eksis dan dikenal dunia. "Selama ini sudah banyak wisatawan yang datang dan mencoba alat musik ini. Jangan sampai orang luar malah lebih tahu meniup bombardom daripada orang Bajawa," ujar Dama yang didampingi istrinya Slokastika Dhone.

Alat musik bombardom terbuat dari bambu  ukuran besar yang dalam bahasa Ngada disebut peri dan bambu berukuran kecil (ila). Menurut Dama, peri berfungsi menampung udara sedangkan ila berfungsi peniup udara.  Bambu penampung suara dibuat dalam dua bentuk, yaitu ukuran panjang 75 centimeter dan yang pendek 53 centimenter. Sedangkan bambu peniup suara (ila) lebih panjang tujuh centimeter dari ukuran bambu besar. Diameter lubang pada bambu besar sekitar lima centimeter. Bombardom menghasilkan dua jenis suara yakni bariton dan sopran.

Menurutnya, alat musik tiup ini diwariskan orangtua mereka sebagai alat musik pendamping untuk alat musik lain seperti suling. "Dulu bombardom  selalu digunakan masyarakat untuk mengiringi lagu-lagu di setiap event, misalnya, saat kunjungan pejabat pemerintah ke desa-desa. Bombardom juga dipakai sebagai alat musik penghantar pasangan calon nikah sebelum menuju gereja dan menyambut mereka  sepulang dari gereja," katanya.

Ia mengatakan, bambu peri dan ila ini masih banyak banyak di wilayah Jerebu'u dan beberapa wilayah lain seperti Golewa dan Kecamatan Bajawa. Saat ini warga Kampung Tololela sudah memproduksi sekitar 500-an buah alat musik bombardom. "Kami sendiri yang membuat alat musik ini dan memang harus mencari jenis bambu yang bagus dan mulus sehingga menghasilkan suara yang bagus juga," katanya. (jen)

Sumber: Pos Kupang 17 Januari 2015 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes