Koro Bhera Butuh Sentuhan

NAMA desa ini sempat menjadi perhatian masyarakat Kabupaten Sikka dan NTT. Desa ini berada di wilayah pantai Selatan Flores atau oleh masyarakat setempat menyebutnya, Panser Sikka dan masuk dalam wilayah Kecamatan Mego. Desa Koro Bhera. Begitulah namanya.
Ada tiga dusun di Desa Koro Bhera yaitu Dusun Magetake, Uba Moru dan Wara. Kehidupan warga desa masih tradisional dan sederhana dan aktivitas warga ke sawah dan laut.

Masyarakat di desa ini yang memilih menjadi petani karena memiliki kebun dan lahan pertanian. Namun, hampir setiap tahun petani di desa ini tidak maksimal dalam mendapat hasil panen karena terserang hama keong.

Sementara warga yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan karena wilayah ni berada di daerah pesisir pantai selatan, meski laut di wilayah ini juga terkenal memilikki gelombang cukup besar dan ganas. Namun hasil tangkapan berupa ikan segar dan selalu diminati pembeli dari Kota Maumere.

Desa Koro Bhera telah menjadi desa mandiri. Namun persoalan dari tahun ke tahun selalu melilit masyarakat setempat.

Apa yang selalu melilit dan terus membelenggu warga Desa Koro Bhera? Ada tiga hal yang membuat desa ini perlu dapat perhatian dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sikka yakni jalan, air dan listrik atau dikenal dengan istilah JALI. Kalau JALI sudah ada warga Desa Koro Bhera pasti sejahtera.

Kades Koro Bhera, Chairul Dou, berkisah tentang desa yang ia pimpinan setahun ini.
Ia mengungkapkan, jalan masuk ke desa sejauh empat kilometer masih berupa bebatuan cadas. Kondisi jalan ini pada musim hujan berlumpur dan berdebu di musim panas. "Musim hujan makan lumpur dan musim panas makan debu," ungkap Chairul Dou.

Jalan masih membuat warga terisolir dan terbelakang di Pantai Selatan Flores-Sikka. Musim hujan warga sengsara jika ingin ke kota dan pasar. Kondisi jalan yang prihatin tersebut telah dikeluhkan dari tahun ke tahun. Warga desa terus berharap ada kemurahan hati dari pemimpin di Sikka guna memperhatikan jalan di Desa Koro Bhera. Desa Koro

Bhera punya potensi pertanian dan perkebunan. Sawah membentang luas dan komoditi tidak bisa dibawa ke kota dan pasar. Lahan persawahan terus dimakan hama dan petani terus menjerit. Hama kakao pun belum teratasi. Hanya satu permintaan warga jalan diperbaiki. Bukan saja masalah jalan, warga Desa Koro Bhera terus menjerit dan menangis karena air bersih yang mereka konsumsi tidak layak.

Dusun Magetake yang sudah menikmati air bersih. Namun saat ini air kembali macet sehingga warga harus minum air kali. Dua dusun lainnya Uba Moru dan Wara apalagi. Di Dusun Wara ada sumur gali tapi sama saja warga terus menderita. Masalah air memang masih terus membelenggu warga Desa Koro Bhera.


Kini warga masih meminta perhatian karena listrik di dua dusun yakni Uba Moru dab Wara belum ada. Di Desa Koro Bhera baru Dusun Magetake yang mendapat pelayanan listrik. Sementara dua dusun lainnya masih menunggu pelayanan yang sama.

Jangan biarkan potensi itu pergi seperti air laut yang sedang diterjang gelombang. Desa Koro Bhera perlu disentuh dan diperhatikan. Perhatian pemerintah dengan memperhatikan jalan, air dan listrik alias JALI. Itulah tanggungjawab pemerintah dalam mensejahterakan warganya. Desa Koro Bhera butuh sentuhan. (Aris Ninu)

Pos Kupang, 28 Agustus 2010 halaman 5
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes