SEORANG teman dari Manado, Sulawesi Utara bercerita tentang pemilu kada yang baru saja berlangsung di daerah nyiur melambai itu. Menurut dia, praktik bagi-bagi duit untuk meraih dukungan suara rakyat tersaji secara telanjang.
Acara menebar uang bahkan diperagakan sejumlah kandidat tanpa risih di depan rumah ibadah -- memanfaatkan kerumuman massa yang sedang menunaikan ritual keagamaan mereka. "Seorang calon konon menghabiskan sekitar tiga miliar rupiah untuk proyek bagi-bagi uang itu," kata kawan yang berprofesi sebagai jurnalis.
Bagi-bagi uang untuk meraih kursi kepala daerah dan wakil kepala daerah kiranya bukan hanya terjadi di Sulawesi Utara. Di beranda Flobamora ini praktik serupa pun telah berlangsung lama. Kekuatan uang demi kuasa merupakan modus primitif yang masih aktual sampai detik ini.
Jika bukan uang cash yang dibagi-bagi, ada calon yang menempuh cara lain misalnya membungkus lewat bantuan sembako, bantuan untuk rumah ibadah dan macam-macam aksi berciri sinterklas. Jadi yang berbeda hanya kemasan. Isi dan tujuan sama. Mereka berusaha mendapatkan dukungan rakyat lewat kekuatan uang.
Para kandidat rupanya paham betul psikologi massa yang hidup di era pragmatis ini. Orang kita - entah hidupnya makmur atau miskin papa, sejahtera atau lapar dan haus saban hari, menerima begitu saja tanpa mempertimbangkan apakah uang yang dia terima itu halal atau tidak. Bodoh amat menghitung faktor ini. Yang penting uang, uang dan uang. Dengan uang seseorang memenuhi hasrat tubuhnya. Keinginan-keinginannya. Dengan uang dia dapat membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Titik!
Selain menganut pola hidup pragmatis, kiranya tuan dan puan sependapat bahwa orang kita terserang penyakit amnesia akut. Kehilangan daya ingat. Otak mudah sekali melupakan kejadian yang belum lama berlalu. Di zaman Orde Baru hidup kita sengsara di bawah genggaman penguasa yang represif sekaligus korup. Sudah beribu bahkan berjuta-juta kali suara menggelegar di padang Nusantara tentang perang melawan KKN, tentang aksi menggempur keserakahan dan kelobaan atas nama negara dan kepentingan marhaen (rakyat).
Tapi bersamaan dengan itu praktik KKN justru semakin menggila. Para pelaku kian cerdas dan piawai membungkus kemunafikan mereka lewat sikap dan perilaku populis. Semakin canggih modus operandinya. Mereka yang munafik itu mendapatkan tempat terhormat karena banyak orang amnesia.
Contoh nyata bisa dikutip dari data Indonesian Corruption Watch (ICW) yang disampaikan kepada pers di Jakarta 4 Agustus 2010 lalu. ICW mencatat dalam pemilu kada baru-baru ini lima kandidat berstatus tersangka kasus korupsi terpilih dengan suara signifikan menjadi kepala daerah. Bayangkan tuan dan puan jika para tersangka kasus korupsi memimpin wilayah.
Dengan enteng mereka berdalih tersangka belum tentu bersalah sesuai prinsip hukum praduga tak bersalah. Sikap kritis masyarakat dalam pemilihan umum kepala daerah (pemilu kada) di Indonesia sungguh menyedihkan.
Data ICW juga menunjukkan tren kasus korupsi makin meningkat tahun ini. Kasus korupsi yang terungkap dan kerugian negara pada semester I tahun 2010 meningkat dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun 2009. Keuangan daerah tercatat sebagai sektor yang paling rentan dikorupsi.
Perkara korupsi yang terungkap dalam semestes I-2010 sebanyak 176 kasus. Sebanyak 441 orang ditetapkan sebagai tersangka dan kerugian negara akibat korupsi itu sekitar Rp 2,1 triliun. Pada periode yang sama tahun 2009 hanya 86 kasus korupsi yang disidik, 217 tersangka dan kerugian negara Rp 1,17 triliun (Kompas, 5 Agustus 2010 halaman 1).
ICW menyimpulkan salah satu akar masalah korupsi yang terus meningkat tersebut adalah pemilu kada. Nah? Kiranya benar sinyalemen ICW. Anak kecil pun tahu pemilu kada menelan ongkos sangat besar. Dari mana para kandidat mendapatkan uang dalam jumlah besar? Tidak selalu melewati jalan halal.
Dalam pesta pemilu kada di salah satu daerah di NTT belum lama berselang, rakyat memuja-muji kandidat yang terkenal royal uang dan umbar janji manis. Dan, kandidat itu terpilih dengan koleksi suara sangat meyakinkan.
Seorang kawan mencurahkan isi hati. Dia sedih karena sebagian rakyat Flobamora gampang tergiur janji manis. Mudah terpedaya oleh uang. Rakyat lupa seorang kandidat boleh jadi main kelingking dengan calon investor dalam membiayai pemilu kada. "Coba simak pertambangan di NTT. Begitu mudah pemerintah daerah mengeluarkan izin kuasa pertambangan. Izin mengalir bagaikan air bah," katanya.
Banyak jalan ke Roma, beragam cara mengumpulkan dana politik pemilu kada. Main mata dengan investor di bidang pertambangan kiranya bukan mustahil bukan? Banyak suara menyebut ada penguasa daerah memiliki izin kuasa pertambangan dalam jumlah belasan. Dia pakai nama orang lain sehingga tidak terendus publik. Dia getol bicara tentang kesejahteraan rakyat. Di belakang layar, dia terbahak riang melihat rakyat kehilangan daya ingat. Amnesia! (dionbata@gmail.com)
Pos Kupang edisi Senin, 9 Agustus 2010 halaman 1