MESTINYA kita lebih lama dijajah Jepang daripada Belanda. Tiga ratus lima puluh tahun dijajah Belanda bangsa kita hanya dibuai dan dimanja-manja. Jepang mendidik pakai falungku (pukulan) dan sepak tulang kering. Nah itu baru cocok membentuk mental tempe macam bangsa kita. Wow!
Begitu kalimat pembuka seorang kawan saat diskusi sekenanya saja sambil makan jagung bakar di trotoar El Tari-Kupang tentang makna kemerdekaan RI baru-baru ini. Teman berpembawaan nyentrik itu melanjutkan, "Seandainya Jepang menjajah kita lebih dari 25 tahun, saya sangka mereka akan mewariskan etos kerja sekuat baja. Dengan etos kerja seperti itu Indonesia akan lebih cepat maju. Tidak terpuruk rapuh seperti sekarang."
Belanda, menurut temanku tadi, berwatak lembut menghanyutkan. Belanda piawai melemahkan lewat divide et impera. Meninabobokan suku bangsa di Nusantara. "Kalau tidak lembut dan membuai, mana mungkin Belanda bisa bertahan menjajah Indonesia selama tiga setengah abad?" ujarnya.
Baru-baru ini, lanjut si kawan nyentrik, dia mengikuti diskusi informal dengan beberapa tokoh di sebuah hotel di Jakarta. Dalam diskusi itu dia mendengar cerita tentang niat Jepang melakukan tukar guling wilayah dengan Indonesia. Jepang rela melepaskan seluruh wilayahnya kepada Indonesia dengan segenap kekayaan saat ini, kecuali manusia Jepang tentunya.
Kepada Indonesia, Jepang tidak minta Sabang sampai Merauke. Jepang hanya mau tukar guling dengan Pulau Sumatera. Cukup! Aset fisik di Sumatera silakan Indonesia ambil. Jepang rela membangun dari nol pulau itu dengan kondisi apa adanya saat ini. "Jepang yakin dalam waktu 25 tahun mereka akan mencapai kemajuan yang tidak pernah dibayangkan Indonesia," ujarnya.
Beta memilih jadi pendengar setia selama diskusi ngalor-ngidul sambil makan jagung bakar di malam Minggu itu. Tentang pengandaian jika Jepang lebih lama menjajah Indonesia maka Jepang mewariskan etos kerja setangguh baja bisa benar bisa juga tidak. Terbuka ruang untuk diperdebatkan.
Apakah penjajah Belanda lebih buruk daripada Jepang pun dapat memantik diskusi panjang. Yang namanya penjajah selalu mewarisi wajah buruk dan baik. Sisi gelap penjajahan Jepang di Indonesia tidak sedikit. Meski cuma 3,5 tahun menguasai Ibu Pertiwi, kebengisan "saudara tua" itu masih membekas di hati sebagian orang.
Lalu cerita tentang niat Jepang tukar guling wilayah dengan Indonesia, bikin beta ngakak. Rasanya sekadar kisah rekaan si nyentrik. Tapi beta mengambil sisi positifnya saja. Cerita joak alias setengah gombal itu setidaknya membuka labirin otak dan hati agar melihat wajah kampung tercinta dari sisi berbeda.
Jepang, siapa pun tahu betapa negara Matahari Terbit itu mampu bangkit dari keterpurukan. Setelah Hiroshima dan Nagasaki dibumihanguskan bom atom tentara Sekutu 6 dan 9 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat. Jepang berbalik 180 derajat dari negara imperialis menjadi penguasa ekonomi dan teknologi. Kalau dulu Jepang menjajah dunia secara fisik politis, kini Jepang juga menguasai dunia termasuk Indonesia lewat produknya mulai dari bumbu masak sampai pendingin ruangan, dari sepeda motor hingga mobil mewah tunggangan petinggi bangsa Indonesia. Coba tanya diri tuan dan puan, adakah produk Jepang yang tidak melengkapi kehidupan sehari-hari kita? Kekuatan Jepang adalah kesungguhan merajut karakter bangsa yang tangguh. Bangsa yang mampu mengubah tantangan menjadi peluang. Ubah batu menjadi roti.
Mau melihat bukti? Tidak perlu jauh-jauh bertandang ke negeri Matahari Terbit. Tak perlu melanglang buang uang ke bumi Sakura atau ujung dunia seperti hobi pembesar kita selama puluhan tahun. Bukti itu ada di depan hidung. Di beranda Flobamora. Tepatnya di Magepanda, Kabupaten Sikka. Asian People Exchange (APEX), lembaga swadaya masyarakat dari Jepang bekerja sama dengan Yayasan Dian Desa (YDD) telah berhasil memproduksi minyak jatropha atau damar.
Bahan Bakar Minyak (BBM) nabati tersebut dapat menggerakkan mesin pembangkit listrik PLN di Kecamatan Magepanda selama pekan lalu. "Kabar baik, minyak damar diujicoba untuk generator PLN di Magepanda. Hasilnya memadai. Tadi malam telah ditandatangani Memorandum of Understanding (MoU) antara YDD dan PT PLN Wilayah NTT. PLN akan beli minyak damar," kata Direktur APEX, Dr. Nao Tanaka saat peresmian Jatropha Centre Wairita di Desa Waibleler, Kecamatan Waigete, Sikka, Kamis 26 Agustus 2010.
Jujur tuan dan puan. Beta kaget setengah mati membaca warta tersebut. Kok bisa ya? Tanpa banyak omong, tanpa publikasi luas, APEX dan YDD bekerja keras dan sukses membuktikan bahwa pohon damar itu bisa menghasilkan minyak jatropha. Salah satu sumber energi untuk menghidupkan mesin pembangkit listrik.
Kerja keras APEX dan YDD sungguh menampar wajah kita yang selama ini berkoar-koar menanam jatropha dengan hasil nol besar. Mati melulu. Gagal total. Kegagalan itu melemahkan semangat masyarakat menanam damar untuk menopang ekonomi keluarga. Mengunci mulut besar orang-orang yang dulu rajin bicara lewat media massa soal budidaya jatropha puluhan bahkan ratusan ribu hektar.
Kesuksesan APEX-YDD bagaikan pelita di tengah kegelapan Flobamora. Membangun kembali harapan bahwa kalau kita bekerja benar dan sungguh-sungguh, tak ada yang mustahil. Batu karang tandus pun bisa dikelola menjadi lahan subur yang menghasilkan buah damar bermutu dan berlimpah. Program yang dibiayai pemerintah Jepang Rp 6 miliar itu tidak sia-sia. Salut!
Terngiang lagi kisah teman nyentrik di atas tadi. Ini soal etos kerja. Karakter yang tangguh. Adakah yang mau belajar dari keberhasilan APEX-YDD? Siapa mengambil inisiatif? Beta yakin banyak yang sebatas kagum. Selesai!
Kesuksesan di Magepanda telah menghilangkan keragu-raguan bahwa damar adalah tanaman tak berguna di Flobamora. Mestinya kabar baik itu segera menular. Apa resepnya? Tidak usah pakai resep omong-kosong yang sudah terbukti gagal. Jangan percaya lagi mereka yang bermental proyek mengelola jatropha karena yang dia pikir cuma berapa yang wajib masuk ke kantong sendiri. Orang model begini baiknya di-falungku saja. Sepak tulang keringnya pakai sepatu boneng ala Nippon.
Menurut beta yang tidak ahli soal urusan damar, ya tiru saja cara kerja APEX-YDD. Tidak repot kan? Dan satu lagi, untuk kembangkan usaha ini hentikan program pembangunan bernada dasar manja, cengeng, tadah tangan, gaya sinterklas seperti pola raskin, BLT dan lain-lain. Program dengan pendekatan itu tidak merajut karakter tangguh. Hanya membuat rakyat terbuai. Terlena. Saat susah tunggu bantuan. Tidak ada usaha apa-apa. Gampang pasrah diri. Untuk mengubah damar jadi uang, tidak salah sesekali pakai trik falungku! Biar mental tempe tertempa. Jadi baja! He-he-he... (dionbata@gmail.com)
Pos Kupang, Senin 30 Agustus 2010 halaman 1