Stop Bakalai, Aer Su Makin Jao!

ilustrasi
Oleh Ermi Ndoen  PhD 

Ini cerita dulu . "Kaka, tolong air satu tangki ke rumah". Cukup dengan SMS (short message service).  Satu jam kemudian, mobil tangki dengan kapasitas 5000 liter sudah parkir di depan rumah. Air yang sudah di dasar bak penampung penuh lagi. Itu kondisi di musim hujan atau pada saat volume dan debit air dari sumur-sumur bor milik masyarakat masih normal.

Ini cerita sekarang .. "Kaka, tolong air 1 tangki ke rumah". Masih dengan layanan SMS. 1 Jam kemudian mobil tangki yang ditunggu-tunggu belum datang. Enam jam kemudian, masih belum datang. 24 Jam kemudian . "Thanks God it arrived" .. "Maaf Kaka, antre di sumur pompa lama. Banyak langganan yang tertunda antaran airnya karena antrean yang panjang. Kaka jangan marah, eee". Sopir mobil tangki meminta maaf atas pelayanannya yang lambat disertai penjelasan yang masuk akal tentang keterlambatan mengantar air yang dipesan lewat SMS 24 jam lalu. Akhir yang bahagia, karena walaupun harus menunggu 24 jam tapi mobil tangki air akhir datang. Bak penampung air di rumah yang kosong, terisi penuh kembali. Itu yang terjadi sekarang di Kota Kupang.

Ini cerita dari dulu hingga sekarang . Pipa untuk PDAM terus digali, ditanam, digali dan ditanam lagi. Jalan-jalan hotmix dirusak, diperbaiki, dirusak dan diperbaiki lagi. Di sisi jalan, banyak berserakan pipa PDAM. Ada pipa besi mengkilat, ada pipa yang berwarna hitam "marege". Ada pipa  pendek, ada pipa panjang "lalolak". Ada pipa kecil, ada pipa besar "kaboak". Tapi di manakah air?

Tunggu satu jam? Tunggu 1 hari? Tunggu 1 minggu? Tunggu 1 bulan? Suatu penantian yang tidak pasti, walaupun kadang, akhir air mengalir juga . Jalan satu tetes. Jalan 2 tetes. Mengalir 1 jam . Mengalir 2 jam .  Mengalir 3 jam . akhirnya air mati lagi. Toh kita masih bisa bersyukur. Walaupun sudah tunggu satu minggu, ataupun tunggu satu bulan ,.. akhirnya air masih bisa mengalir ke rumah. Mengalir 2-3 jam saja bukan masalah, yang penting mengalir. Jadi harus tetap harus bersyukur

 Daripada orang lain yang mungkin hanya bayar biaya beban dan angin yang keluar lewat meteran (angin atau air?)   yang dipasang di ujung pipa PDAM yang akan masuk ke dalam sambungan rumah.

Masih seputar cerita tentang mobil tangki air. Mobil tangki dimiliki oleh seorang bos - saudagar mobil. Mempekerjakan 1 sopir. Masih syukur kalau ada tambahan satu kondektur. Tapi, pelayanan air, cukup lewat SMS. Satu jam kemudian mobil tangki sudah tiba dengan air 5000 liter. Kalaupun air sulit seperti sekarang, 24 jam, air pasti terisi kembali di bak-bak air di rumah.

Sekarang cerita tentang PDAM Kota dan PDAM Kabupaten Kupang. Kedua PDAM ini Punya 1 Gubernur. Punya ! Bupati dan 1 Walikota. Punya 1 Direktur Utama setiap PDAM-nya. Punya beberapa Direktur yang lain. Punya staff teknis. Punya staff administrasi..

Lantas, bagaimana pelayanan air ke konsumen? Carut-marut. Kalau dalam lirik lagu Bengawan Solo, "air mengalir sampai jauh" . dalam pipa PDAM kita (kota dan kabupaten) yang ada hanya `omongan kosong yang mengalir sampai jauh'.. Pipa-pipa kebanyakan kosong. Dan kalaupun terisi, mungkin hanya "berisi angin". Bisa dibayangkan nasib para para pensiunan yang harus `mati setengah' menyisakan uang pension untuk beli air tangki.

Kembali ke mobil tangki air. Sopir digaji mungkin hanya Rp 1 juta per bulan (bisa lebih, bisa kurang). Konjak digaji lebih kecil dari sopir. Dapat uang makan, atau kadang makan nasi ayam - lebih enak dari makanan saudagar, pemilik mobil yang hanya makan kangkung rebus di rumah.

Tapi, dengan mobil tangki air kalau antar air terlambat, pasti ada ucapan minta maaf. Kalau bak letaknya jauh, mereka dengan sigap langsung pasang selang, hidupkan motor pompa air dan air mengalir masuk dalam bak air. Semua berjalan alamiah, tidak ada sungut-sungut. Tidak ada marah-marah. Happy ending. PDAM Kita; gaji direkturnya pasti lumayan. Gaji Staf teknis dan administrasi pasti mencukupi. Bonus-bonus lain, kemungkinan ada. Tapi kalau air PDAM tidak jalan, pelanggan complain diterima dengan muka asam. Bahkan jika meteran berisi `angin' pun pelanggan harus membayar, jika tidak ingin meterannya dicabut. Walaupun air tidak jalan, bayaran angin tetap mahal. Tidak happy ending.

Kalau mobil tangki air; pelanggan jauh sampai di udik manapun mau dilayani. Air pasti diantar sampai tujuan. Roda berputar sampai jauh.  Bayar mahal sedikit bukan masalah karena biaya bahan bakar untuk antar ke daerah jauh lebih mahal. Pelanggan tidak kecewa.

Pelanggan PDAM? Ikut PDAM Kabupaten, air tidak lancar. Tinggal di Kota Kupang dan bukan di udik yang jauh di rimbah rayapun tidak ada jaminan dapat pelayan air yang lancar. Ikut PDAM Kota Kupang, sama saja. Tunggu seminggu bukan jaminan air akan mengalir. Walaupun rumah di samping rumah jabatan Walikota bukan jaminan air mengalir sampai rumah. Pelanggan sering kecewa.

Memiliki sebuah mobil tangki; si saudagar tidak perlu berpendidikan tinggi. Cukup ada kemauan, sedikit modal dan sedikit bakat wirausaha, sudah cukup untuk memiliki dan mengelolah sebuah mobil tangki air. Sang sopir; yang penting bisa mengemudi mobil tangki dan punya SIM yang masih berlaku. Konjak, syukur-syukur kalau tamat SD. Tidak ada fit and proper test.

Tapi, berlangganan air lewat mobil tangki lebih gampang.  Cukup dipesan lewat SMS, air diantar. Kalau sopir terlambat antar air, dapat teguran dari saudagar atau complain dari pelanggan sudah biasa. Yang pasti ada kata "maaf" kalau mobil lambat dan kata terima kasih dari pelanggan kalau air sudah terisi. Dan jangan lupa bayar cash saat air terisi penuh.

Di PDAM kita; Investasi milyaran rupiah. Semua pejabat dari Gubernur, Bupati, Walikota, Sekda, Kepala Dinas PU, Bappeda, dan BLUD sampai staf teknis serta staf admimistrasi ikut atur. Direktur-direktur pendididikan tinggi. Staf teknis dan administrasi pasti diseleksi dari orang-orang terpilih. Tapi yang ada hanya bertengkar tentang kepemilikan aset. MoU yang sudah ditandatangani tidak pernah dihargai. Gubernur berteriak sampai "gargantang" mau putus, tidak didengar oleh Bupati, Walikota yang Direktur-direkturnya. Rakyat berteriak tidak ada air, hanya angin lalu kayak angin dari pipa PDAM yang kosong. Pipa yang hanya berisi `omongan', anginnya berbau busuk. Sekedar buang angin. Sekedar menyesakkan nafas lawan bicara, tanpa ada kepedulian nasib orang banyak. Saat ini yang dipertontonkan hanya saling ancam dan berkelahi di koran. Air tidak jalan, bukan urusan. Yang diurus hanya siapa dapat apa. Kota minta bagian. Kabupaten minta bagian. Masyarakat tetap SMS tangki air.

Kalau begini turus, kita lebih butuh PDTA - Perusahan Daerah Tangki Air. Masak saudagar tangki air masih bisa memberikan pelayanan lebih baik dari para pejabat dan direktur yang mengelola PDAM? Hanya Tuhan yang tahu. Stop Bakalai, Aer Su Makin Jao! *

Sumber:  Klik DI SINI

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes