Semangat Baru, Harapan Baru

Oleh Moldy R Mambu
Wakil Direktur RS Advent Manado

SUDAH sebulan bencana banjir bandang berlalu menyisakan duka dan penderitaan. Keadaan berangsur pulih di Kota Manado. Warga bersama relawan telah membersihkan lumpur sementara korban yang kehilangan tempat tinggal masih menginap di rumah saudara dan pengungsian.

Bencana dapat datang setiap waktu. Indonesia yang bagai zamrud di katulistiwa sekarang berhadapan dengan kekuasaan alam. Sementara negara berupaya untuk menaikkan kemampuan dan taraf hidup masyarakat diberbagai sektor, diluar dugaan menerima bencana. Bukan hanya Manado tapi pada beberapa wilayah di Tanah Air banjir memorak-porandakan permukiman. Air yang biasanya naik hanya sebatas lutut kini meningkat ke plafon rumah. Korban harta tidak terbilang jumlahnya apalagi terdapat korban manusia.

Berada di halaman rumah berlumpur yang telah kosong karena bangunan terbawa banjir tidak ada yang tersisa, sangatlah memiriskan. Tidak mudah menghadapi kenyataan ini apalagi beberapa keluarga yang kehilangan anggota keluarga. Melihat ketinggian air di antara 3-5 meter yang terjadi di setengah Kota Manado dapat dibayangkan tingkat kesulitan serta tegangnya masyarakat ketika hendak menyelamatkan diri. Banyak penduduk yang nanti melarikan diri ketika air yang naiknya begitu cepat telah mencapai pinggang.

Dari tahun ke tahun bencana bukan berkurang tapi malahan bertambah menjadi besar dengan wilayah melebar. Kawasan yang telah menjadi langganan banjir setiap tahun seperti telah menjadi biasa dengan datangnya air tapi kali ini jumlah air tidak sama dengan tahun-tahun kemarin. Sekarang yang datang adalah air bah dengan arus kencang. Air naik begitu cepat hanya dalam hitungan menit sehingga korban tidak sempat menyelamatkan harta bendanya. Bencana belakangan ini tidak sebatas melimpahnya air dan longsor tapi gunung yang meletus perlu diwaspadai. Gunung Sinabung yang pasif sejak tahun 1600 tiba-tiba menunjukkan kegiatan aktif dan meletus setelah tidur sekitar 400 tahun.

Siaga bencana perlu mendapat perhatian seluruh masyarakat. Antisipasi terhadap musibah banjir perlu diperhitungkan dan diwaspadai. Kota Manado yang kian bertambah penduduknya membutuhkan banyak lahan permukiman. Permukiman bertambah jamaknya disusul penyediaan fasilitas umum. Berdirinya area belanja dan hiburan telah menjadi bagian dari kota yang berkembang melengkapi permukiman baru. Kemudian seperti apa yang kita saksikan wilayah gundul tangkapan air hujan menjadi besar.

Air hujan dalam jumlah besar mengalir dari tempat tinggi kewilayah rendah mencari laut. Air di laut tetap lebih rendah dari daratan tapi Manado ternyata kekurangan jalan air yang bernama sungai untuk menjadi pembuangan air menuju pantai. Wilayah tangkapan air hujan di Manado dan sekitarnya menyalurkan airnya ke Sungai Tondano dan sungai di Sario. Kedua sungai ini kekecilan untuk jumlah air yang mem-bah.

Banyak pihak terkait dapat meredam keganasan banjir bandang dan menghindari korban. Di antaranya adalah kesadaran masyarakat dan pengembang permukiman untuk peduli lingkungan. Penanaman rumput dan penataan ruang kosong dengan pohon perlu diperbanyak membuat wilayah resapan air hujan bertambah. Hujan akan terserap oleh tumbuh-tumbuhan. Semua kita tahu tetapi itulah, sering kita abai. Lalu setelah banjir teringat menanam.

Hunian di bantaran sungai dan wilayah longsor sangat berisiko. Itu sebabnya perlu diperhatikan imbauan menjauhi pemukiman pada tempat-tempat berbahaya. Pemerintah tentu akan berusaha mencari solusi dalam mengatasi masalah banjir ini. Namun menangani banjir tentu bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata tetapi perlu mendapat perhatian seluruh masyarakat. Ada hal yang kelihatan kecil tapi penting untuk dibuat oleh masyarakat yakni menanam pohon bukan menebangnya. Menjaga kebersihan selokan dan tidak membuang sampah sembarangan. Hal ini perlu menjadi sikap hidup bermasyarakat. Bencana dapat terjadi di mana dan kapan saja, siap maupun tidak siap.

Pernakah mengamati bila sebuah kentang dan sebutir telur dimasukkan ke dalam belanga dengan air dididihkan? Air mendidih akan mengubah kentang dan telur itu. Tetapi perubahan yang terjadi kepada dua benda ini sangat bertolak belakang. Telur akan berangsur menjadi keras, sedangkan kentang akan berubah menjadi lembut. Mungkin dalam situasi yang paling berat di kehidupan ini, kita seperti berada dalam belanga yang mendidih dengan penderitaan, kesulitan, bencana serta musibah. Bagaimana sikap kita ketika keluar dari kesulitan ini? Menjadi keraskah, lembutkah?

Ada penderitaan yang terjadi karena ulah manusia. Pola hidup yang longgar dan cenderung boros sudah pasti berujung pada masalah kesehatan maupun kesulitan finansial. Ada penderitaan yang sulit diperkirakan serta berada di luar kemampuan manusia yang dikategorikan bencana. Air yang dalam jumlah kecil menjadi berkat namun bila jumlah banyak dan berada bukan pada tempatnya mendatangkan malapetaka. Bagaimana sikap kita menerima keadaan yang tidak terelakkan ini?

Sikap menghadapi suatu keadaan seperti bencana sangat menentukan untuk membangun kembali semangat dan asa manusia. Merasa terpuruk serta meratap berkepanjangan bukanlah solusi. Ungkapan bahwa ketika sebuah pintu dalam kehidupan tertutup pasti ada jendela kesempatan lain terbuka banyak benarnya.

Mengapa? Karena sudah pasti pada setiap peristiwa yang terjadi akan dikembari dengan hikmah. Menjadi korban dalam bencana banjir tentu membawa kesulitan dan duka. Tetapi setiap hari terbuka kesempatan baru. Untuk bangkit kembali, satu hal dominan adalah sikap penerimaan atas musibah yang terjadi. Mempunyai sikap positif akan mendorong semangat untuk bangkit lagi setelah melewati belanga yang mendidih. Memang secara manusia sangat berat menghadapi kerugian ekonomi dan kedukaan. Akankah mengeras seperti telur sehingga yang tampak adalah kegetiran serta kepahitan. Atau keluar dari kemelut bagai kentang, menjadi lebih lembut, bijak dan matang dengan semangat baru.(*)

Sumber: Tribun Manado, 25 Februari 2014 halaman 10

Gagasan Penanggulangan Bencana Banjir Manado

Oleh Seth Albert Lengkong
Pensiunan Pegawai Depdikbud


MULA-mula penulis ingin menyampaikan sungai-sungai yang mengalir ke Kota Manado yang menjadi penyebab banjir. Terdapat lima sungai, namun hanya tiga sungai yang bermuara di pantai Manado.

Kelima sungai dimaksud, yakni pertama Sungai Tondano. Sungai ini hulunya di Danau Tondano, lalu mengalir melalui Desa Tonsea Lama, Tanggari, Sawangan (Minahasa Utara), Kuwil, Maumbi, Kairagi, Kombos, Wenang Permai, Komo Luar, Karame, dan bermuara di jembatan Megawati/Soekarno.

Kedua Sungai Tikala yang berasal dari lereng utara Gunung Mahawu, lalu mengalir melalui Desa Rumengkor, Sampiri, Kaleosan, Sawangan (Kecamatan Tombulu), Tikela, Paal IV, Tikala Baru, Banjer, Tikala Ares, Tikala, kemudian bertemu dengan Sungai Tondano kira-kira 100 meter sesudah jembatan Tikala yang berada dekat dengan kediaman Panglima Kodamar. Tapi, sungai ini tidak bermuara di pantai Manado.

Ketiga sungai Saluhesem yang berasal dari lereng utara Gunung Mahawu lalu mengalir melalui Desa Kembes, Koka, Kamangta, dan bertemu dengan sungai Tikala di sekitar Desa Sawangan. Sungai ini juga tidak bermuara di Pantai Manado.

Keempat sungai Sario juga berasal dari lereng utara Gunung Mahawu lalu mengalir ke desa Koka, perumahan Citraland, kawasan Pasar Karombasan, melewati jembatan Sario dekat patung Sam Ratulangi melewati jembatan dekat Supermarket Hawa Baru, kemudian bermuara di sekitar Mantos.

Sungai Malalayang juga berasal dari lereng utara Gunung Mahawu melalui desa/kelurahan Kali, Lotta melalui jembatan Malalayang (dekat patung Imam Bonjol), Bahu, dan melewati jembatan dekat Pasar Bahu dan bermuara di pantai Manado.

Pengenalan di atas karena penulis sudah banyak kali melaluinya dengan berjalan kaki menuju Desa Tombuluan untuk menjenguk orangtua dan saudara pada masa Permesta. Makanya, duga gagasan yang hendak ditawarkan untuk menangulangi bencana di Manado, yakni mengalihkan aliran Sungai Tikala mulai dari sekita Desa Sawangan (Kecamatan Tombulu) ke aliran Sungai Tondano di sekitar Desa Maumbi Kairagi.

Daerah aliran sungai (DAS) Tikala hanya berjarak 1,5 kilometer dengan DAS Tondano dan tidak melalui perbukitan yang tinggi. Sesudah air yang telah bersatu melalui jembatan Kairagi selanjutnya disesuaikan dengan rencana Kota Manado yang akan membuat Water Front City, maka gagasan ini dapat menghilangkan daerah banjir, seperti Tikela, Paal IV, Tikala Baru, Banjer, Tikala Ares, Tikala, Perkamil, Dendengan Dalam/Kampung Merdeka.  Ditambah dengan rencana pembuatan Water Front City maka akan membebaskan daerah banjir seperti Kombos, Ternate Tanjung, Karame, Komo Luar, Calaca, Wenang Permai.

Kedua, mengalihkan aliran Sungai Sario dari sekitar Koka dan Kali menuju ke aliran Sungai Malalayang dekat Desa Lotta Pineleng. DAS Sario hanya berjarak 2 kilometer dengan DAS Malalayang dan tidak melalui perbukitan tinggi. Sesudah kedua air sungai menjadi satu, air itu mengalir dan bermuara di Bahu. Jika demikian, maka dapat menghilangkan daerah banjir seperti, Citraland, Pakowa, Wanea, Sario, Tanjung Batu, Ranotana, hingga Mantos.

Untuk melaksanakan kedua gagasan diperlukan biaya yang relatif rendah, dibandingkan dengan biaya yang diperlukan untuk merelokasi puluhan ribu penduduk yang mendiami daerah banjir. Gagasan ini hanya sebagai sumbangan pemikiran dari penulis, agar ada pertimbangan dari pemerintah untuk menurukan ahlinya ke lokasi guna melakukan peninjauan soal layak dan tidaknya.(*)

Sumber: Tribun Manado, 24 Februari 2014 halaman 10

Kembalikan Hak Kota

Oleh Henry Roy Somba 
Arsitek, Pemerhati Tata Kota dan Lingkungan

PERISTIWA banjir yang terjadi di beberapa daerah pada awal 2014 ini masih saja menjadi headline surat kabar dan media elektronik dalam negeri. Pemerintah dituntut untuk fokus bekerja keras melakukan upaya-upaya pemulihan kota dari terjangan air yang tiada ampun.

 Belajar dari banyak kasus air di beberapa negara, maka persoalan air dan melimpahnya air sungai Tondano bukanlah 100 persen diakibatkan oleh kondisi alam yang rusak, tetapi juga oleh ulah manusia sendiri. Banyak pakar coba menarik benang merah dari persoalan banjir dan tanah longsor yang menerjang Kota Manado dan sekitarnya.

Rusaknya lingkungan di hulu sungai, kurangnya resapan air di kota, buruknya drainase dan lain sebagainya mungkin adalah masalah teknis yang dapat juga diselesaikan secara teknis. Tetapi ada sebuah masalah besar yang sebenarnya harus diselesaikan oleh pihak berwenang yakni menyadarkan manusia/penduduk untuk menghargai alam sekitar yang notabene adalah anugrah Tuhan Yang Maha Esa, sebagai bagian dari ciptaan Tuhan untuk kelangsungan hidup bersama.
Tuan Castells dalam teorinya menegaskan bahwa orang/masyarakat harus paham soal "the right of the city", hak-hak dari kota itu sendiri. Industri dalam sebuah kota itu penting tetapi jangan sampai merusak alam sekitar.

Kota harus diberi ruang resapan air selain menutupinya dengan aspal dan beton, menumbuhkan pohon selain meninggikan gedung-gedung dan menara, membuka ruang publik selain ruang kapital mal-mal dan bussiness center, memberi tempat bagi kota untuk mengolah polusi dengan memperbanyak hutan kota/ruang hijau, dan lain sebagainya. Kondisi kehidupan kota yang menuntut masyarakat untuk mengeksploitasi lingkungan dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, telah menjadi keharusan penduduk kota untuk bertahan hidup dan bahkan memperkaya diri. Tetapi kita sering tidak mampu memenuhi apa yang menjadi hak kota.

Hak 30 persen ruang terbuka hijau
Menurut S Gunadi (1974) dalam Yoshinobu Ashihara, ruang luar adalah ruang yang terjadi dengan membatasi alam. Ruang luar dipisahkan dengan alam dengan memberi "frame", jadi bukan alam itu sendiri (yang dapat meluas tak terhingga). Elemen ruang terbuka kota meliputi lansekap, jalan, pedestrian, taman, dan ruang-ruang rekreasi.

Ruang terbuka hijau (green openspace) adalah kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana lingkungan/kota, dan atau pengamanan jaringan prasarana, dan atau budidaya pertanian. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota.

Ruang terbuka hijau binaan (RTHB) adalah ruang atau kawasan yang lebih luas, baik dalam bentuk areal memanjang/jalur atau mengelompok, di mana penggunaannya lebih bersifat terbuka/umum, dengan permukaan tanah didominasi oleh perkerasan buatan dan sebagian kecil tanaman.

Kawasan/ruang hijau terbuka binaan sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara ruang terbangun dan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota, peresapan air, pencegahan polusi udara dan perlindungan terhadap flora. Sebagai wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat mempertautkan seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya.

Selain itu, ruang terbuka hijau memiliki fungsi spesifik yaitu: 1) Daya dukung ekosistem. Perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau dilandasi pemikiran bahwa ruang terbuka hijau tersebut merupakan komponen alam yang berperan menjaga keberlanjutan proses di dalam ekosistemnya. Oleh karena itu ruang terbuka hijau dipandang memiliki daya dukung terhadap keberlangsungan lingkungannya. Dalam hal ini ketersediaan ruang terbuka hijau di dalam lingkungan binaan manusia minimal sebesar 30 persen.

2) Pengendalian gas berbahaya dari kendaraan bermotor. Gas-gas yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor sebagai gas buangan bersifat menurunkan kesehatan manusia (dan makhluk hidup lainnya), tertama yang berbahaya sekali adalah dari golongan Nox, CO, dan SO2. Diharapkan ruang terbuka hijau mampu mengendalikan keganasan gas-gas berbahaya tersebut, meskipun ruang terbuka hijau sendiri dapat menjadi sasaran kerusakan oleh gas tersebut. Oleh karena itu, pendekatan yang dilakukan adalah mengadakan dan mengatur susunan ruang terbuka hijau dengan komponen vegetasi di dalamnya yang mampu menjerat maupun menyerap gas-gas berbahaya.

Penelitian yang telah dilakukan di Indonesia (oleh Dr. Nizar Nasrullah) telah menunjukkan keragaman kemampuan berbagai jenis pohon dan tanaman merambat dalam kaitannya dengan kemampuan untuk menjerat dan menyerap gas-gas berbahaya tersebut. Perkiraan kebutuhan akan jenis vegetasi sesuai dengan maksud ini tergantung pada jenis dan jumlah kendaraan, serta susunan jenis dan jumlahnya.

Sifat dari vegetasi di dalam ruang terbuka hijau yang diunggulkan adalah kemampuannya melakukan aktivitas fotosintesis, yaitu proses metabolisme di dalam vegetasi dengan menyerap gas CO2, lalu membentuk gas oksigen. CO2 adalah jenis gas buangan kendaraan bermotor yang berbahaya lainnya, sedangkan gas oksigen adalah gas yang diperlukan bagi kegiatan pernafasan manusia. Dengan demikian ruang terbuka hijau selain mampu mengatasi gas berbahaya dari kendaraan bermotor, sekaligus menambah suplai oksigen yang diperlukan manusia.

Besarnya kebutuhan ruang terbuka hijau dalam mengendalikan gas karbon dioksida ini ditentukan berdasarkan target minimal yang dapat dilakukannya untuk mengatasi gas karbon dioksida dari sejumlah kendaraan dari berbagai jenis kendaraan di kawasan perkotaan tertentu.

3) Pengamanan lingkungan hidrologis. Kemampuan vegetasi dalam ruang terbuka hijau dapat dijadikan alasan akan kebutuhan keberadaan ruang terbuka hijau tersebut. Dengan sistem perakaran yang baik, akan lebih menjamin kemampuan vegetasi mempertahankan dan mengontrol keberadaan air tanah sekaligus memperkuat fungsinya untuk peresapan air.

Dengan semakin meningkatnya areal penutupan oleh bangunan dan perkerasan, akan mempersempit keberadaan dan ruang gerak sistem perakaran yang diharapkan, sehingga berakibat pada semakin terbatasnya ketersediaan air tanah. Dengan semakin tingginya kemampuan vegetasi dalam meningkatkan ketersediaan air  tanah, maka secara tidak langsung dapat mencegah  terjadinya peristiwa intrusi air laut ke dalam sistem hidrologis yang ada, yang dapat menyebabkan kerugian berupa penurunan kualitas air minum dan terjadinya korosi/ penggaraman pada benda-benda tertentu.

4) Pengendalian suhu udara perkotaan. Dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan evapo-transpirasi, maka vegetasi dalam ruang terbuka hijau dapat menurunkan tingkat suhu udara perkotaan. Dalam skala yang lebih luas lagi, ruang terbuka hijau menunjukkan kemampuannya untuk mengatasi permasalahan 'heat island' atau 'pulau panas', yaitu gejala meningkatnya suhu udara di pusat-pusat perkotaan dibandingkan dengan kawasan di sekitarnya.

Tingkat kebutuhan ruang terbuka hijau untuk suatu kawasan perkotaan bergantung pada suatu nilai indeks, yang merupakan fungsi regresi linier dari persentase luas penutupan ruang terbuka hijau terhadap penurunan suhu udara. Jika suhu udara yang  ditargetkan telah ditetapkan, maka melalui  indeks tersebut akan dapat diketahui luas penutupan ruang terbuka hijau minimum yang harus dipenuhi. Namun yang harus dicari terlebih dahulu adalah nilai dari indeks itu sendiri.

5). Pengendalian thermoscape di kawasan perkotaan. Keadaan panas suatu lansekap
(thermoscpe) dapat dijadikan sebagai suatu model untuk perhitungan kebutuhan ruang terbuka hijau. Kondisi thermoscape ini tergantung pada komposisi dari komponen-komponen penyusunnya.

Komponen vegetasi merupakan komponen yang menunjukan struktur panas yang rendah, sedangkan bangunan, permukiman, paving, dan konstruksi bangunan lainnya merupakan komponen dengan struktur panas yang tinggi. Perimbangan antara  komponen-komponen dengan struktur panas rendah dan tinggi tersebut akan menentukan kualitas kenyamanan yang dirasakan oleh manusia. Guna mencapai keadaan yang diinginkan oleh manusia, maka komponen-komponen dengan struktur panas yang rendah (vegetasi dalam ruang terbuka hijau) merupakan kunci utama pengendali kualitas thermoscape yang diharapkan. Keadaan struktur panas komponen-komponen dalam suatu keadaan thermoscape ini dapat diukur dengan mempergunakan kamera infra merah.

Keadaan panas suatu ruang lansekap yang dirasakan oleh manusia merupakan indikator penting dalam menilai suatu struktur panas yang ada. Guna memperoleh keadaan yang ideal, maka diperlukan keadaan struktur panas yang dirasakan nyaman oleh manusia. Dengan demikian, terdapat suatu korelasi antara komponen-komponen penyusun struktur panas dalam suatu keadaan thermoscape tertentu, dan rasa panas oleh manusia. Secara umum dinyatakan bahwa komponen-komponen dengan struktur panas rendah dirasakan lebih nyaman dibandingkan dengan struktur panas yang lebih tinggi.


6) Pengendalian bahaya-bahaya lingkungan. Fungsi ruang terbuka hijau dalam mengendalikan bahaya lingkungan terutama difokuskan pada dua aspek penting, pencegahan bahaya kebakaran dan perlindungan dari keadaan darurat berupa gempa bumi. Ruang terbuka hijau dengan komponen penyusun utamanya berupa vegetasi mampu mencegah menjalarnya luapan api kebakaran secara efektif, dikarenakan vegetasi mengandung air yang menghambat sulutan api dari sekitarnya.

 Ruang terbuka hijau juga sangat efektif sebagai zona peresapan air ketika terjadi hujan dalam waktu yang lama karena kemampuan akar-akar dari tumbuhan untuk meresap air ke dalam tanah sangat baik. Persoalan banjir di kota-kota besar akan bisa diminimalisir oleh ketersediaan ruang terbuka hijau yang cukup. Demikian juga dalam menghadapi risiko gempa bumi yang kuat dan mendadak, ruang terbuka hijau merupakan tempat yang aman dari bahaya runtuhan oleh struktur bangunan. Dengan demikian, ruang terbuka hijau perlu diadakan dan dibangun di tempat-tempat strategis di tengah-tengah lingkungan permukiman.

Nah, dari penjelasan yang sangat rinci di atas kita bisa memahami bahwa betapa pentingnya peranan ruang terbuka hijau dalam suatu kota, yang merupakan hak kota yang harus dipenuhi karena memberi manfaat yang sangat-sangat kompleks terhadap masyarakat dan lingkungan.

Pentingnya penataan ruang kota
Hakikat dari pada penataan ruang kota adalah mengatur pola pemanfaatan dan pengendalian ruang kota. Penataan ruang kota sangat penting untuk mendapat perhatian para pelaku pembangunan karena disadari bahwa adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan ruang dengan kebutuhan terhadap ruang tersebut. Penataan ruang kota bukanlah semata-mata pada penataan bangunan-bangunannya, tapi perlu memperhatikan faktor alam sebagai penyeimbang lingkungan dalam kota. Zona hijau dalam suatu kota harus melalui kajian dan perencanaan yang baik dengan memperhatikan berbagai aspek perencanaannya seperti bentuk, fungsi dan volumenya.

Pada 8 Nopember 2013 telah diadakan peringatan Hari Tata Ruang Nasional dengan tema "Harmoni Ruang dan Air untuk Hidup yang Lebih Baik",  yang diadopsi dari tema World Town Planning Day 2013 International "water and planning: the fluid challence". Peringatan Hari Tata Ruang ini bertujuan meningkatkan kesadaran publik (masyarakat luas) dan para perencana terhadap penataan ruang dalam rangka menciptakan lingkungan yang layak huni.

Ada dua hal yang penting dari peringatan Hari Tata Ruang. Pertama, adanya upaya harmonisasi berbagai kepentingan, misalnya kepentingan ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya agar dapat berdampingan untuk memaksimalkan kemanfaatan ruang secara utuh yang ada di darat, air dan udara, dan bukan sesuatu yang harus dipertentangkan. Upaya harmonisasi tersebut diwujudkan dalam kegiatan penataan ruang. Kedua, memperingati Hari Tata Ruang merupakan momentum untuk menkoreksi penyelenggaraan penataan ruang yang selama ini menjadi domain para teknokrat (dalam konteks ini profesi perencana) dan birokrat menjadi domain publik atau masyarakat luas.

Penataan ruang yang dimaksud di sini adalah mulai dari perencanaan, pemanfaatan ruang, hingga pengendalian pemanfaatan ruang. Momentum peringatan Hari Tata Ruang Nasional yang dilaksanakan pada November 2013 silam seharusnya memperbaharui semangat semua pemangku kepentingan untuk mewujudkan era tertib tata ruang. Persoalan banjir yang kita saksikan dan alami sesungguhnya adalah persoalan ketidaktertiban pemerintah dan masyarakat terhadap penggunaan dan pemanfaatan ruang yang seharusnya ditata sebagaimana mestinya.(*)

Sumber: Tribun Manado, 21-22 Februari 2014 halaman 10

Bencana Alam Salah Siapa?

Oleh Ferol Warouw
Kandidat Doktor Lingkungan Universitas Indonesia


SEBULAN sudah (15 Januari 2014) bencana 'tsunami' menimpa Kota Manado dan sekitarnya. Setelah hujan beberapa hari di berbagai tempat di Sulawesi Utara, khususnya Kota Manado, tanpa prediksi 'tsunami' tiba-tiba menerjang Manado dan beberapa kabupaten sekitar. Sebagian besar wilayah di Kota Manado luluh lantak oleh terjangan 'tsunami' yang datangnya dari wilayah pegunungan dan melewati beberapa sungai besar di Kota Manado.

Tercatat belasan jiwa yang akhirnya harus menjadi korban dan ribuan orang kehilangan harta benda dan tempat tinggal. Di Manado bencana alam ini berdampak di 11 kecamatan yang terdiri atas 56 kelurahan dengan 219 lingkungan. Adapun jumlah jiwa yang terkena dampak terdiri atas 86.335 jiwa serta merusak lebih dari 10.000 rumah. Pusat ekonomi hampir lumpuh dengan kerugian yang ditaksir hingga Rp 2 triliun.

Salah siapakah sehingga bencana ini terjadi? Sebelum mulai saling menuduh, mari kita telusuri berbagai data berikut ini menyangkut kondisi lingkungan kita.

    1.    Perubahan iklim akibat pemanasan global telah menjadi isu lingkungan utama dan menjadi perbincangan hangat tidak hanya di kalangan negara negara maju tetapi juga bagi negara berkembang. Pembicaraan yang dimulai secak era 80-an terus mengemuka hingga saat ini karena dampak yang ditimbulkannya berlaku secara global atau berdampak secara keseluruhan bagi umat manusia. Perubahan lingkungan mampu mengancam eksistensi wilayah suatu negara serta membawa pengaruh pada luas wilayah teritorial suatu negara. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan sistem manajemen negara dan cara pandang dalam manajemen perencanaan tata ruang wilayah.

    2.    Perubahan ekologis lewat pembangunan pada lingkungan telah membawa dampak penurunan kualitas lingkungan berakibat pada terjadinya bencana alam di berbagai tempat dan daerah termasuk di negara kita. Secara nasional, Kementerian Lingkungan Hidup memberikan gambaran bahwa sebanyak 27 (termasuk Sulawesi Utara) dari 33 provinsi terdeteksi rawan banjir dan longsor. Ini baru menyangkut longsor dan banjir, belum gempa bumi dan ancaman gunung berapi.
    3.    Sebuah laporan ilmiah Australia pada 2010 mengemukakan, Asia-Pasifik sedang menghadapi ancaman bencana alam. Kejadian ini akan menyeret Asia-Pasifik memasuki era bencana besar hingga korban berjatuhan. Urbanisasi, perubahan iklim, dan kekurangan makanan turut membuat bencana alam semakin meningkat, satu kali bencana saja akan mencabut jutaan jiwa di mana Indonesia, Filipina dan China memiliki resiko tertinggi.

    4.    Bencana sepertinya sudah menjadi langganan bangsa kita yang berada di garis Khatulistiwa, rentang sepuluh tahun terakhir kita tak pernah lepas dari bencana alam, baik dari skala bencana yang kecil dan tak menimbulkan korban jiwa hingga hingga skala bencana besar yang merengut ribuan nyawa. Data yang dirilis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bahwa selang tahun 2008 - 2009 di Indonesia telah terjadi 359 bencana alam yang terjadi.

Sementara itu survei Environmental Performance Indeks (EPI) yang dilakukan oleh Yale University beberapa waktu yang lalu menempatkan Indonesia berada di urutan 102 dari 149 negara berwawasan lingkungan. Rangking ini sementara Malaysia berada di urutan 26 jauh di atas Indonesia. Survei ini menunjukkan kenyataan bahwa betapa kita sangat tidak peduli akan lingkungan. Akibat kepedulian yang rendah terhadap lingkungan akhirnya bencana tsunami dari gunung menimpa kita di Kota Manado.

Perubahan lingkungan memang telah menjadi keniscayaan dan bencana merupakan bagian yang akan mengikutinya. Jika kita tidak arif dalam mengelola lingkungan maka sudah barang tentu bencana akan terus mengintai kita. Dari keempat data di atas saya coba memilah beberapa hal pokok menyangkut kondisi semakin rentannya kita akan bencana yaitu:
    1.    Manusia vs lingkungan
Perubahan iklim akibat pemanasan global telah menjadi isu lingkungan utama dan menjadi perbincangan hangat tidak hanya di kalangan negara negara maju tetapi juga bagi negara berkembang karena dampak yang ditimbulkannya berlaku secara global atau berdampak secara keseluruhan bagi umat manusia mengancam eksistensi wilayah suatu negara serta membawa pengaruh pada luas wilayah teritorial suatu negara mengakibatkan terjadinya perubahan sistem manajemen negara dan cara pandang dalam manajemen perencanaan tata ruang wilayah. Secara geologis, klimatologis, dan geografis, wilayah Indonesia tergolong rentan terhadap bencana alam sehingga kita tak akan pernah tahu kapan bencana itu akan datang.

Sonny Keraf, mantan Menteri KLH, mengungkapkan bahwa krisis lingkungan terjadi bukan karena bangsa Indonesia tidak menguasai ilmu dan teknologi, melainkan karena kita mengabaikan etika dan moralitas. Hutan rusak, udara dan air tercemar, serta sederet masalah lingkungan terjadi bukan karena bangsa Indonesia tidak pandai dalam ilmu ekonomi dan teknologi, tetapi karena oknum-oknum di Indonesia telah sedemikian tidak bermoral, rakus, dan tamak, serta hanya memikirkan kepentingan sendiri dengan mengabaikan kepentingan orang lain dan generasi mendatang dalam pemanfaatan potensi lingkungan.

    2.    Pemerintah, swasta, dan masyarakat
Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan eksploitasi lingkungan yang berlebihan yang mau tak mau harus dilakukan menyebabkan menurunnya daya dukung lingkungan. Berdasarkan data dari Wahana Lingkungan Hidup yang dirilis 2010 beberapa daerah di Indonesia sementara Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH) menuliskan penduduk di Jawa dan Sumatera paling rentan terkena dampak banjir dan longsor. Kenyataannya bukan hanya Jawa dan Sumatera yang kemudian terkena bencana saat melainkan ini telah meluas hampir ke seluruh wilayah Indonesia.

    3.    Peran partisipatif sebagai kunci penangulangan bencana
Dalam pelatihan manajemen mitigasi bencana yang diselengarakan di Jogjakarta oleh Yayasan Church World Service pada 2008, telah mengemuka bahwa peran partisipatif masyarakat dalam menyelesaikan persoalan lingkungan sangatlah penting dalam menentukan keberlanjutan ekologis lingkungan agar nantinya membawa pengaruh pada berkurangnya bencana alam namun peran partisipatif masyarakat tidak akan berjalan jika tidak digerakkan oleh pemerintah dengan support swasta tentunya.

Bagaimana peran partisipatif ini kita kebangkan? Saya mulai dengan mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Prof Dr Emil Salim yaitu, "Gali, akui, dan kembangkanlah kearifan hidup berkelanjutan berbasis masyarakyat lokal. Perpaduan rakyat dan alam adalah modal pokok yang perlu dikembangkan dengan ekoteknologi dan ekonomi berbasis lingkungan. Bangunlah Tanah Air dan masyarakat dalam siklus pembangunan berkelanjutan yang saling berkaitan dan saling membutuhkan sebagai ciptaan Ilahi."

Dibutuhkan kearifan lokal yang sesuai dengan basis inisiatif masyarakat untuk dapat mengantisipasi bencana di masa mendatang. Kearifan lokal yang pertama adalah "Mapalus". Mapalus sebagai suatu sistem atau teknik kerja sama untuk kepentingan bersama dalam budaya suku Minahasa yang merupakan suku permukim dominan di Kota Manado. Secara fundamental, mapalus adalah suatu bentuk gotong-royong tradisional yang memiliki perbedaan dengan bentuk- bentuk gotong royong moderen.

Melalui mapalus diharapkan peran partisipatif masyarakat dapat terus ditingkatkan guna menopang proses pembangunan berwawasan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri agar masyarakat menunjukkan identitas dirinya berdasarkan what they have bergeser menjadi what they are. Bukti nyata mapalus masih hidup dapat dilihat dengan berbondong-bondongnya masyarakat (yang tak kena dampak bencana) datang bersama membersihkan Kota Manado. Ini menunjukkan bahwa mapalus masih ada dan belumlah mati. Hanya saja perlu diperhatikan adalah mapalus hendaknya dikembangkan dan diterapkan lebih pada rencana strategis antisipasi bencana dan pengelolaan lingkungan. Lebih spesifik dikembangkan dalam kegiatan guna saling membantu dan bersama dalam mengantisipasi keadaan alam dalam pembangunan, bukan membangun kembali keadaan lingkungan pascabencana. 

Kearifan lokal kedua yang perlu dikembangkan mekanisme peran tokoh agama/masyarakat dalam memberikan pencerahan menyangkut manusia sebagai pusat ciptaan melalui paham antoposentris (manusia sebagai pusat) digeser menjadi ekosentris (manusia dan lingkungan harus hidup sejajar dan berdampingan). Hal ini bisa dilakukan dalam berbagai struktur pertemuan komunitas secara intensif, seperti pertemuan di tingkatan wilayah jemaat, kolom jika komunitas gereja dijadikan contoh.

Sementara itu pemerintah harus turut aktif mendorong penemuan kearifan lokal berbasis masyarakat yang kemudian diterjemahkan dalam konsep dan strategi pembangunan utamanya dalam hal penataan ruang. Hal tersebut adalah pertama, mengakomodasi kegiatan partisipasi masyarakat (mapalus) kedalam rencana penataan ruang; kedua, pelibatan peran masyarakat yang sering terabaikan dalam pembangunan dan sering dituduh sebagai 'biang keladi' kerusakan lingkungan harus kemudian dilibatkan dalam program pembangunan lingkungan berbasis lingkungan lokal secara berkelanjutan; dan ketiga perlu diselesaikan secara cepat tumpang tindih pemanfaatan ruang lingkungan dan lahan permukiman.

Mapalus diharapkan mampu membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan rasa bangga antarpenduduk setempat yang tumbuh guna menghindari dampak bencana dimasa akan datang. Hal  diatas perlu dilakukan sebagai bentuk manajemen mengantisipasi bencana sekaligus sebagai dasar (basic conceptual framework) dalam sistem mitigasi dan manajemen ketika bencana alam terjadi. Diharapkan sistem berbasis kearifan lokal ini mampu meminimalisasi bencana.

Bencana yang terjadi dan menimpa dapat  dijawab dalam satu gerakan penyelamatan lingkungan yang berbasis pada pemberdayaan partisipatif masyarakat itu sendiri. Gerakan ini sebagai bentuk gerakan bersama antarelemen masyarakat yang dalam praktiknya gerakan ini harus menjadi inspirator, inisiator, motivator, dan organisator menuju perubahan dalam hal: Pertama, meneruskan komitmen terhadap perjuangan moral bagi lingkungan.

Kedua, melanjutkan dan meningkatkan kualitas reformasi lingkungan. Ketiga, mewujudkan kegemilangan masa depan atas masa lalu (masa lalu bangsa ini ditandai dengan mismanagement sumber daya alam dan manusia). Keempat, mewujudkan apa yang menjadi tuntutan dan keinginan bersama seluruh masyarakat bahwa negara harus mampu menyejahterakan rakyatnya melalui peran masyarakat itu sendiri.

Akhirnya, siapa yang harus disalahkan akibat bencana alam ini? Saya berkesimpulan ini salah kita manusia, artinya salah kita semua yang serakah dan "pandang enteng" memperlakukan alam. Semoga bermanfaat.(*)

Sumber: Tribun Manado edisi 18-19 Februari 2014 halaman 10

Rumah Hijau

Oleh JF Walenta
Peminat Masalah Hukum dan Sosial

UNTUNG tak bisa diraih malang tak bisa ditolak, itulah kata yang dapat melukiskan bencana dasyat yang melanda kota Manado dan sekitarnya pada tanggal 15 Januari 2014. Tidak ada seorang pun dari warga kota ini berpikir bahwa suatu saat kota ini akan hancur lebur.

Wajah kota Manado yang  dulunya cantik bahkan tidak bisa dikenali lagi. Lumpur, sampah, bau busuk menjadi satu dalam aroma pilu di setiap jalan dan sudut kota. Tidak dapat dapat digambarkan bagaimana harapan warga kota ini untuk dapat meraih sukses di tahun yang baru. Warga kota ini telah menggantungkan harapan, cita-cita dan semangat setidak-tidaknya dengan usaha dan kerja keras agar dapat mengambil sedikit keuntungan untuk tetap hidup bersama kota yang penuh warna ini.

Jikalau kita pandai, jauh sebelum bencana melanda kota ini, sudah barang tentu kita dapat mereka-reka bahwa akan tiba saatnya kita disibukan dengan bencana dasyat. Tapi kita adalah masyarakat yang sungguh baik, tidak suka bicara, selalu menurut, tidak cukup pandai, acuh tak acuh dan terlalu sombong menikmati kebaikan alam serta tidak pernah bersyukur. Selebihnya kita betul-betul terpesona oleh pemimpin yang suka bersolek dan membual. Ketika bencana datang sontak kita  berdoa dan memohon belas kasihan, kemudian kita mulai menghitung kerugian akibatnya. Semuanya telah lewat. Namun sebagai warga kota yang baik, marilah kita melihat apa yang telah diperbuat oleh mereka yang telah kita percaya untuk menjadi pemimpin kota ini agar kita tahu bagaimana cara mengingatkan mereka.

Mulai Dari Pijakan Sederhana
Tidak perlu menggukanan kata yang terlalu rumit untuk mendefinisikan apa itu pemimpin.  Rakyat hanya tahu bahwa seorang pemimpin haruslah berada didepan untuk memimpin, selebihnya pemimpin adalah orang yang selalu memberikan contoh, panutan dan teladan yang baik kepada rakyat, tidak menipu dan membual, bicara santun, dapat dipercaya dan paling penting bukan seorang pemimpi, berada di garda terdepan untuk kepentingan rakyatnya sewaktu-waktu dibutuhkan.

Kalau pemimpin hanya untuk sekadar memimpin jadilah kota seperti sekarang ini, bermuka muram, dilanda duka, tidak lagi cantik, kurang bergairah, menguras energi warganya dan manfaat ekonomisnya menurun. Tidaklah baik kalau kita membandingkan kota ini dengan kota sedang dan besar lainnya dalam segi apapun, namun waktu sangatlah berharga bagi rakyat. Kadangkala kita harus menjadi tuan atas waktu kita oleh karenanya sedapat mungkin kita akan menghalau apapun yang menjadi penghalang bagi waktu kita. Akan tetapi kali ini akibat bencana dan kesemrawutan kota telah menghapus waktu dan harapan rakyatnya.


Kenyamanan yang Terganggu
Tengoklah baik-baik seperti apa pengelolaan sarana transportasi di kota ini yang setiap saat menjadi momok bagi waktu kita. Kemacetan bukan saja diciptakan oleh banjir bandang, akan tetapi sekalipun tidak banjir rakyat harus rela merayap. Lalu siapakah yang harus memikirkannya? Para pemimpin di kota ini sudah tahu kalau macet itu karena mobil banyak dan jalan sempit, tetapi untuk mengatasinya tidak semudah yang diucapkan. Kalau rakyat bertanya kepada pemimpin mengapa keadaan seperti ini masih terus terjadi? Adakah di antara mereka yang pintar untuk menjawab?

Alangkah baiknya sebagai rakyat, kita tidak perlu bermimpi untuk menikmati jalan yang nyaman tanpa kemacetan di kota ini. Kalau saja hari ini kita bicara tentang bencana banjir, kita tidak perlu  menyumpahi  alam sebagai penyebabnya. Lihat berapa banyak lubang mengganga di dalam kota. Namun meskipun demikian, faktanya pemimpin tidak pernah tahu kalau banyak jalan berlubang karena mereka menikmati jalanan dengan mobil mewah yang dibeli dengan mencekik rakyat melalui pajak dan berbagai macam kutipan lainnya.

Bagaimana drainase ditata bukan persoalan bagi pemimpin di kota ini. Mengatur sampah kota bukanlah prioritas, mengeluarkan izin untuk investasi konglomerat meski harus membabat hutan kota dan menggerus tanah hingga longsor adalah pekerjaan yang kalau bisa tidak boleh ditunda.

Permasalahan kota ini tidak berhenti pada banjir dan kemacetan semata, tidak bicara drainase yang kotor dan tersumbat, akan tetapi kita semua bicara bukan untuk hari ini saja tetapi besok atau lusa kota ini akan sama menakutnya dengan bencana banjir.

Siapa yang berani menikmati malam di kota ini tanda tanpa di ganggu oleh pemabuk, pembuat onar dan pencinta miras? Semua rakyat di kota ini tahu bahwa faktor utama pencabut nyawa di kota ini adalah miras, bahkan polisi dan serdadu pun mengatakannya demikian. Sudah banyak jargon yang diteriakan tapi tidak satu pun pemimpinnya memberikan contoh, adakah yang berani menutup pabrik miras di kota ini? Sudah barang tentu tidak, alasanya karena pabrik itu berfungsi sebagai mesin uang untuk membangun kota, selebihnya dipertahankan sebagai ciri khas kota yang cantik ini. Maka dibiarkanlah mesin uang itu untuk terus membunuh banyak rakyat dalam kota ini.

Menghormati kebebasan orang mencari nafkah adalah bagian dari cara kita menempatkan hak asasi manusia pada tempat yang baik, namum menghormatinya dengan membiarkan untuk terus menghitung  korban berjatuhan adalah naïf.

Kota yang berkembang pesat seperti kota ini, tidak hanya dapat dipimpin oleh orang yang biasa-biasa saja tetapi harus orang yang luar biasa. Tahu apa yang diinginkan oleh rakyat, tidak mondar mandir tanpa urusan yang jelas, tidak perlu bersolek dan mempercantik diri karena rakyat di kota ini sangat paham bersolek dan suka mempercantik diri demi kota yang memang benar-benar cantik. Kalau pemimpin hanya sebatas pemimpi dan pandai bersolek, angkah baiknya dia tidur lalu bermimpi menjadi pemilik rumah mode, maka kota ini akan ditinggalkan orang.

Menghadirkan Rumah Hijau

Dikota ini, banyak rumah berwarna hijau. Tidak terhitung jumlahnya, akan tetapi setelah bencana banjir bandang yang dasyat semuanya menjadi coklat. Itulah warna lumpur di musim hujan dan warna gersang di musim panas. Kota ini tidak dibangun dengan cerdas, terburu-buru dan manfaatnya sangat sedikit untuk rakyat. Pemimpinnya lebih mementingkan pertumbuhan kota secara ekonomis sementara mengenyampingkan sikap humanis. Dulunya hutan masih kita temukan di pinggiran kota, sebagian menghiasi  tengah kota walau rimbunannya tidak indah.

Tetapi sekarang rakyat bisa melihat akibat dari sebuah kota berkembang yang tidak diatur sedemikian rupa. Pemimpin tidak memiliki konsep pembangunan berbasis lingkungan, mungkin saja ada metoda dan cara semacam itu namun tidak pernah dilakukan untuk mewujudkannya. Kota ini terus saja dibangun dari batu dan besi dengan tidak memadukan konsep alami yang sederhana, akibatnya rakyat tidak lagi melihat pepohonan yang rindang, hutan kecil yang ditata dengan rapi, atau taman untuk sekedar berleha-leha meninikmati indahnya kota. Cobalah nikmati suhu udara yang semakin panas menyengat sekalipun di waktu pagi.

Penggunaan sumber daya untuk mendinginkan kota meningkat, di mana tempat kerja bos-bos pengelola kota ini tidak lagi dapat memanfaatkan udara sejuk, namun selalu menggunakan alat pendingin, inilah yang disebut tidak efisien menggunakan uang rakyat, karena ada harga mahal yang dibayar hanya untuk menikmati kesejukan yang seharusnya bisa didapat jikalau kota ini rindang dengan pepohonan.

Untuk Kota Ini
Sebagian dari kita tidak paham efek rumah kaca, tetapi rakyat tahu kalau banyak pohon rindang pasti akan ada udara yang sejuk. Oleh karenanya  rumah hijau adalah impian bagi setiap rakyat dalam kota ini, warna hijau tidak hanya menjadi corak bagi bangunan kota tetapi lebih jauh dari itu rumah hijau adalah kota tempat kediaman kita yang sejuk dengan pepohonan rindang, sehingga rakyat yang tinggal dan menjadi warga kota ini dapat menikmati kecantikan alami dari kota yang memang benar-benar cantik. Oleh karenanya baiklah mulai hari ini kita mewujudkan cita-cita  akan rumah hijau, tanamlah pohoh sebanyak yang kita mampu, sebagai rakyat dan warga kota ini teruslah berbicara untuk kemajuan kota, teruslah menjaga keamanan dan kenyamanan agar kita tidak digolongkan sebagai warga pembuat onar dalam masyarakat. Tinggalkan perbuatan terbaik kita bagi generasi mendatang dengan memilih pemimpin yang tahu bagaimana membangun kota dengan benar, agar kota yang cantik ini akan tetap dirindukan oleh banyak orang. (*)

Sumber: Tribun Manado, 8 Februari 2014 halaman 10

Konsep Water Front City, Solusi Mengelola Bantaran Sungai

Oleh Henry Roy Somba
Arsitek dan Pemerhati Tata Kota


KONSEP ini berawal dari pemikiran seorang 'urban visioner' Amerika yaitu James Rouse pada 1970-an. Saat itu kota-kota bandar di Amerika mengalami proses pengumuhan yang mengkhawatirkan. Kota Baltimore satu di antaranya. Karena itu penerapan visi James Rouse yang didukung pemerintah setempat akhirnya mampu memulihkan kota dan memulihkan Baltimore dari resesi ekonomi yang dihadapinya. Dari kota inilah konsep pembangunan kota pantai/pesisir dilahirkan.

Water front city adalah konsep pengembangan daerah tepian air baik itu tepi pantai, sungai, ataupun danau. Pengertian "water front" dalam Bahasa Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003). Water front city/development juga dapat diartikan suatu proses dari hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang secara fisik alamnya berada dekat dengan air di mana bentuk pengembangan pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi  ke arah perairan.

Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dalam Pedoman Kota Pesisir (2006) mengemukakan bahwa kota pesisir atau water front city merupakan suatu kawasan yang terletak berbatasan dengan air dan menghadap ke laut, sungai, danau, dan sejenisnya. Pada awalnya water front tumbuh di wilayah yang memiliki tepian (laut, sungai, danau) yang potensial, antara lain: terdapat sumber air yang sangat dibutuhkan untuk minum, terletak di sekitar muara sungai yang memudahkan hubungan transportasi antara dunia luar dan kawasan pedalaman, memiliki kondisi geografis yang terlindung dari hantaman gelombang dan serangan musuh.

Prinsip perancangan water front city adalah dasar-dasar penataan kota atau kawasan yang memasukkan berbagai aspek pertimbangan dan komponen penataan untuk mencapai suatu perancangan kota atau kawasan yang baik. Kawasan tepi air merupakan lahan atau area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap ke laut, sungai, danau atau sejenisnya. Bila dihubungkan dengan pembangunan kota, kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia, yaitu kebutuhan akan ruang publik dan nilai alami.

Aspek yang dipertimbangkan adalah kondisi yang ingin dicapai dalam penataan kawasan. Komponen penataan merupakan unsur yang diatur dalam prinsip perancangan sesuai dengan aspek yang dipetimbangkan. Variabel penataan adalah elemen penataan kawasan yang merupakan bagian dari tiap komponen dan variabel penataan kawasan dihasilkan dari kajian (normatif) kebijakan atau aturan dalam penataan kawasan tepi air baik di dalam maupun luar negeri dan hasil pengamatan di kawasan studi (Sastrawati, 2003).

Penerapan water front city di Indonesia

Penerapan water front city di Indonesia telah dimulai pada zaman penjajahan Kolonial Belanda pada 1620. Pembangunan konsep water front diterapkan para penjajah yang menduduki Jakarta atau Batavia saat itu untuk membangun suatu kota tiruan Belanda yang dijadikan sebagai tempat bertemunya lalu lintas perdagangan. Penataan Sungai Ciliwung saat itu semata-mata hanya untuk kelancaran lalu lintas.

Pada zaman Indonesia merdeka, pembangunan yang berbasis kepada paradigma kelautan sudah didengung-dengungkan sejak terbentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan pada 1999 yang lalu. Pemicunya adalah kesadaran atas besarnya potensi kelautan dan perikanan perairan Indonesia yang secara laten terus menerus mengalami penjarahan oleh negara tetangga. Selain itu mulai berkurangnya pemasukan negara dari sektor hasil hutan dan tambang juga mejadi pemicu.

Fakta menunjukkan, sekitar 60 persen dari populasi dunia berdiam di kawasan selebar 60 kilometer dari pantai dan diperkirakan akan meningkat menjadi 75 persen pada 2025, dan 85 persen pada 2050. Ditjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sendiri menyebutkan bahwa 166 kota di Indonesia berada di tepi air (water front). Banyaknya jumlah kota yang berada di daerah pesisir dapat menimbulkan beberapa permasalahan pada kota itu, jika tidak ditata dengan baik.
Permasalahan yang dapat ditimbulkan yaitu pencemaran, kesemerawutan lingkungan, dan sampah.

Kekumuhan lingkungan tersebut juga dapat menimbulkan masalah kriminalitas di daerah tersebut. Oleh karena itu, pembangunan kota pesisir di Indonesia harus memecahkan permasalahan tersebut. Penerapan water front city di berbagai kota di Indonesia diharapkan mampu untuk memecahkan permasalahan yang timbul akibat tidak tertatanya kota-kota pesisir yang ada.

Dampak bencana banjir di bantaran sungai dan upaya pencegahan dini
Fenomena terkini dalam dua tahun terakhir di awal 2013 dan 2014 ini, Ibu Kota Jakarta tergenang banjir. Tetapi beberapa daerah di Indonesia juga diterjang banjir dan tanah longsor, dan satu di antara daerah bencana yang tergolong parah yaitu Kota Manado dan sekitarnya. Banjir yang beruntun ini berakibat pada kerusakan lingkungan, infrastruktur dan korban jiwa, sehingga menyebabkan terhambatnya berbagai aktivitas perekonomian dan transpotasi, yang berakibat korban dan kerugian sangat besar nilainya.

Bencana tersebut dikarenakan perencanaan dan pembangunan tidak terpadu, akibat tidak seimbangnya kemampuan dan kecepatan pemerintah dalam membangun prasarana kawasan dalam mengembangkan penataan kawasan perkotaan. Ketidakmampuan koordinasi sistem tata air perkotaan dalam mengendalikan banjir, salah satunya dikarenakan kurangnya koordinasi dalam pengelolaan sumber daya air khususnya pada daerah aliran sungai yang kurang ditangani secara holistik dan profesional sehingga berakibat banjir di kawasan perkotaan. Hal ini dipicu oleh perilaku pengguna yang tidak peduli terhadap keberadaan fungsi sungai.

PBB setiap tahun memperingati 22 Maret sebagai World Water Day. Sebuah penelitian dilakukan untuk merumuskan model pengembangan water front city sebagai alternatif penataan kawasan dalam menanggulangi banjir di perkotaan melalui peningkatan peran serta masyarakat, dengan melibatkan keterpaduan antar-stakeholders secara holistik dan berkelanjutan dengan pendekatan partisipatif.

Rumusan model pengembangan water front city didasarkan pada metode panduan antara kajian laboratorium perencanaan dan perancangan tata ruang dan lingkungan perkotaan yang berbasis pada pendekatan mitigasi bencana, serta laboratorium sungai untuk penataan ulang tata air, tata ruang dan lingkungan sebagai perencanaan luapan aliran air dan area resapan yang ramah lingkungan. Konsep ini dimantapkan dengan kajian setting perilaku yang mengidentifikasi aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat dengan pendekatan partisipatif. Penataan ulang tata air, tata ruang dan lingkungan dikaji melalui pemetaan setting kawasan secara fisik empirik dan social mapping terhadap sosekbud masyarakat.

Penataan kawasan dilakukan dengan pendekatan SWOT yang dikaitkan dengan RT/RW setting lokasi kegiatan, sedangkan social mapping melalui partisipatif FGD dan PRA yang dikaitkan dengan kearifan lokal dari potensi sumber daya alam dan masyarakat. Lokasi penelitian pada kawasan daerah aliran sungai Bengawan Solo, Surakarta, sedangkan objek penelitian adalah penataan ulang tata air dan tata ruang yang berkaitan dengan apresiasi perubahan perilaku masyarakat.

Dari hasil penelitian tahun (2009) telah menghasilkan rumusan draft model pengembangan water front city sebagai alternatif penataan kawasan dalam menanggulangi banjir di perkotaan. Diawali dari pengertian akan harfiah Water front city dapat diartikan sebagai kota tepi air; atau kota yang menghadap/berhadapan dengan air. Namun demikian istilah water front city mengandung berbagai arti yang khas yang mengungkapkan sebab dan tujuannya, yaitu dapat diartikan sebagai kota yang memanfaatkan Sungai/saluran drainase sebagai sarana transportasi, rekreasi, dan sumber penghidupan lainnya.

Pengembangan water front city, akan mempunyai dampak Positif terhadap masyarakat sekitar sungai, karena masyarakat sekitar dapat manfaat dari naiknya muka air tanah, sehingga dapat dipergunakan sebagai sarana rekreasi/wisata tirta, olahraga dan alternatif transportasi. Adapun fungsi utama Water front city yaitu adanya kolam yang akan berfungsi sebagai retarding basin, yang akan meredam aliran banjir lokal sehingga berguna sebagai penampungan banjir sementara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam penerapan kebijakan, aturan dan pedoman, khususnya yang berkaitan dengan penataan kawasan yang humanis di daerah maupun perkotan.

Dengan demikian, sebagai langkah awal perlu dilakukan penelitian yang dapat menghasilkan rumusan model pengembangan Water front city sebagai alternatif menanggulangi banjir di perkotaan melalui peningkatan peran masyarakat dan kearifan lokal, sehingga terwujud city without flood

Penerapan Konsep Water Front City di Kota Manado
Kota Manado yang berada di pinggiran pantai sekaligus terletak di kawasan hilir dari sebuah sungai besar yaitu sungai Tondano, dan beberapa sungai kecil lainnya, sangat memungkinkan untuk diterapkannya konsep ini. Bencana diawal tahun ini dapat menjadi pengalaman berharga untuk secepatnya diteliti dan dipikirkan sekaligus dilakukan upaya pencegahan bencana dikemudian hari.

Beberapa masalah diidentikkan dengan banjir Manado. Mulai dari rusaknya lingkungan di wilayah hulu, pembangunan pemukiman yang sembarangan, berkurangnya daerah resapan air, buruknya system drainase adalah beberapa masalah hari ini yang menjadi pemicu terjadinya banjir. Ditambah factor prilaku masyarakat terhadap alam sekitar juga dapat menjadi pemicu. Daerah bantaran sungai yang paling sering merasakan dampak terburuk dari rusaknya lingkungan alam.

Konsep waterfront city dapat menjadi sebuah solusi mengelola salah satu titik rawan banjir yaitu bantaran sungai. Penerapan konsep ini memiliki banyak manfaat selain sebagai upaya pencegahan dari dampak banjir itu sendiri, dapat juga memberi nilai estetika, dimana biasanya daerah sungai menjadi area tersembunyi (belakang pemukiman) yang memungkinkan untuk dijadikan tempat pembuangan akhir dan yang pasti tidak terawat. Kondisi seperti ini harus segera diperbaiki oleh pihak terkait di Bumi Nyiur Melambai ini, Apalagi salah satu grand strategi Pemerintah Kota Manado Periode 2011-2015 ini, "Kawasan boulevard dan DAS Tondano menjadi waterfront city dengan infrastruktur dan fasilitas yang bertaraf internasional". Namun sayangnya point ini belum benar-benar diseriusi sehingga sampai hari ini dua kawasan yang dimaksud menurut saya masih jauh dari penerapan konsep ini.

Daerah bantaran sungai Tondano sebagian besar masih menjadi area belakang pemukiman penduduk yang tidak heran ketika awal tahun ini, intensitas curah hujan yang tinggi mengakibatkan banjir bandang dan memporakporandakan tatanan kehidupan masyarakat dibantaran sungai ini. Disisi lain pemanfaatan kawasan boulevard masih sepenuhnya untuk kegiatan komersil saja. Seperti di pesisir pantai dikawasan megamas dan bahu mall dijadikan pusat kuliner. Penerapan konsep waterfront city ini harus benar-benar dimengerti tujuan dan manfaatnya secara luas terhadap kota dan masyarakat.

Sumber: Tribun Manado, 28-29 Januari 2014 halaman 10

Air Si 'Perambah': Musibah atau Berkah?

Oleh H Suparno, S.Pd.I
Warga Batu Kota, Malalayang
Manado

TERLALU kecil. Jangan, terlalu besar. Jangan, yang sedang-sedang saja. Demikian petikan lagu yang dipopulerkan penyanyi dangdut Vetty Vera di awal 1990-an.

Pada umumnya, segala sesuatu yang bersifat ekstrem cenderung merugikan. Terlalu sedikit pekerjaan membuat orang jadi bermalas-malasan; sebaliknya, terlalu banyak pekerjaan membuat mereka stres. Terlalu banyak panas merugikan para petani karena sawahnya kekeringan dan membuat sumur-sumur warga juga kehabisan air; sebaliknya, terlalu banyak hujan juga merugikan mereka yang bekerja di luar ruangan; bahkan lebih jauh lagi, menyebabkan banjir bandang seperti yang menimpa Manado seminggu lalu dan dampaknya yang luar biasa masih terasa hingga hari ini.

Pagi itu, Rabu (15/1/2014), empat sungai yang melintasi Kota Manado sudah mulai meluap akibat hujan deras sepanjang malam di hulu-hulu sungai, termasuk di Manado. Sebagian masyarakat Manado, terutama di daerah rawan banjir seperti Pakowa, Komo, Dendengan, Ternate, dan Tanjung pun sudah mulai bersiap dan mengangkati barang-barang rumah tangga di atas meja atau tempat lain yang lebih tinggi untuk mengantisipasi banjir yang sering menghampiri rumah-rumah mereka di kala musim hujan deras yang lama. Namun apa lacur, sekitar pukul 11-an (23.00), air sungai bercampur lumpur yang datang menghantam justru meninggi hingga 3 meter.

Malang tak dapat ditolak dan untung tak dapat diraih, habislah semua harta benda yang telah dikumpulkan dengan susah payah selama ini. Bersyukur masih banyak yang bisa menyelamatkan diri dan diselamatkan, meskipun hanya tertinggal baju di badan.

Hari itu, air si 'perambah' yang biasanya menjadi penopang hidup manusia sehari-hari bermetaformosis menjadi monster musibah. Kota Manado bagaikan lautan dalam waktu yang sangat singkat. Semua mata tercengang melihat besarnya kuasa si 'perambah' menenggelamkan kota kebanggaan Provinsi Sulawesi Utara ini. Selama ini, kalau toh ada banjir, tidak sebesar seperti sekarang.

Para tentara berbaju loreng yang biasanya perkasa di medan laga pun terpaksa takluk di hadapan si 'perambah' raksasa. Truk-truk hijau memang meraung-raung di jalan-jalan utama Kota Manado, memuntahkan ratusan serdadu ke titik-titik yang paling parah dihantam banjir bandang. Namun yang bisa mereka perbuat hanyalah menyelamatkan masyarakat yang terjebak di atap-atap rumah dengan menggunakan tali, pelampung, dan perahu karet. Hari itu, si 'perambah' benar-benar menunjukkan kuasanya.

Pascabencana, bantuan segera mengalir dari segala penjuru kota, bahkan dari luar Kota Manado, termasuk dari pusat pemerintahan di Jakarta. Segera, berbagai pihak menggalang dana untuk membantu korban bencana. Namun, tak sedikit pula yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Banyak korban yang mengeluh tak memperoleh bantuan apapun meskipun posko-posko bencana dadakan tersebar rata sampai di pelosok Kota Manado. Mereka yang tak sempat mengantre karena harus membersihkan rumahnya atau tak kuat mengantre di posko-posko bencana karena kondisi badan yang rapuh pun hanya bisa melongo meratapi nasib, sambil melihat wajah-wajah gembira yang membawa berdus-dus, berplastik-plastik bantuan, bahkan meskipun sebagian dari mereka bukanlah korban banjir.

Hampir di setiap ruas jalanan Kota Manado dapat ditemui serombongan pemuda yang membawa karton-karton untuk meminta-minta sumbangan kepada para penumpang/pengemudi kendaraan roda empat yang tidak akan pernah tahu apakah sumbangannya benar-benar diberikan kepada para korban bencana atau justru dipakai untuk berpesta minuman keras di malam harinya. Inilah realita yang harus diterima oleh seluruh warga Manado akibat penanganan bencana alam yang kurang terkoordinasi.

Inilah saatnya si 'perambah' berperan ganda: sebagai musibah sekaligus pembawa "berkah". Penanganan pascabencana yang terpadu dan terkoordinasi dengan baik tentunya sangat membantu para korban bencana; sebaliknya, kesemerawutan penanganan justru hanya membawa "berkah" bagi para oportunis terkutuk, yang menari-nari di atas penderitaan orang banyak.
Yang tampak di lapangan saat ini hanyalah para serdadu yang masih terus bergelut dengan sampah dan lumpur di jalanan-jalanan sempit, para korban dan 'mengaku' korban yang setiap saat mengantre di posko-posko bencana, dan berbagai lembaga yang berbagi bantuan di lokasi-lokasi tertentu yang mereka 'kenal'. Bersyukur bagi mereka yang berada di pinggir jalan sehingga mudah dijangkau kendaraan pembawa bantuan atau dekat posko bencana; sedangkan yang jauh dan tersudut, terimalah nasib ini apa adanya.

Seandainya saja penanganan bencana terkoordinasi secara terpadu, maka setiap korban akan dapat terdeteksi dengan lebih cermat dan tepat sehingga tidak perlu terjadi kecemburuan yang berdampak pada syahwat untuk menyalahkan dan berburuk sangka terhadap pemerintah.
Bagaimanapun juga, terima kasih kepada semua pihak yang telah peduli dan membantu bencana ini. Semoga Allah SWT memberkahi dan menambah rezekinya lebih dari yang telah dikeluarkan. Amin.(*)

Sumber: Tribun Manado, 25 Januari 2014 halaman 10

Belajar dari Burung

Oleh Karolina Augustien Kaunang
Pendeta GMIM, Dekan Fakultas Teologi UKIT Tomohon
MINGGU lalu, tepatnya pada Jumat 10 Januari 2014, saya dan anakku, Lingkan, hendak 'membongkar' pohon Natal dari pohon den asli, yang kami letakkan sejak minggu kedua Desember 2013 di luar, di samping ruang tamu. Pohon den berukuran sedang. Ternyata di pohon ini sudah ada sarang burung. Di dalamnya terdapat 3 butir telur.

Kami saling bertanya, apakah kami akan membongkar pohon ini sekarang atau nanti, sebab kasihan ada sarang dengan butir telur di dalamnya. Tetapi, sepertinya aneh kalau pohon ini tetap berada di sini, sebab Natal sudah lewat, Tahun Baru sudah hari ke-10. Kami putuskan memindahkan sarang burung itu di tempat yang berdekatan yaitu di bunga yang berdaun lebat dan sedikit tinggi.

Tak berapa lama kemudian, datanglah dua ekor burung yang kami duga mereka pasangan yang memiliki sarang tersebut. Mereka berputar-putar sepertinya mencari sarangnya. Lingkan mengatakan pasti mereka akan menemukan sarang itu. Menurutnya mereka punya naluri, penciuman yang tajam atas sarang yang mereka buat itu, dan apalagi ada tiga butir telur di dalamnya.

Benar. Mereka menemukan sarangnya. Satu per satu telur itu mereka ambil, di moncong mereka,
dan memindahkannya di pohon den yang besar di halaman depan rumah. Tertinggallah sarang yang sudah kosong itu. Kami menunggu, apakah sarangnya mereka akan ambil juga. Ternyata mereka tidak kembali lagi.

Luar biasa. Mereka sangat peduli dengan 3 butir telur itu. Apakah telur-telur itu masih bisa menetas atau tidak, itu bukan soal. Mereka hanya ingin menyelamatkan kehidupan keturunannya. Mereka tidak peduli dengan sarangnya, dengan rumahnya, yang mereka telah buat sedemikian rupa.

Kami belajar dua hal. Pertama, dalam keadaan bahaya/terancam, maka yang utama harus diselamatkan adalah makhluk hidup. Tanggung jawab menyelamatkan generasi baru adalah yang utama. Rumah, tempat tinggal dapat dicari, dibangun baru, di tempat yang aman. Seandainya butir-butir telur itu tidak dapat menetas lagi karena sudah bergoyang atau mungkin retak karena diambil pakai moncongnya yang tajam itu, maka tetap substansinya adalah mereka ingin mengambil apa yang menjadi milik mereka dan menyelamatkannya. Mereka bertanggung jawab.

Kedua, kalau benar dugaan kami bahwa mereka adalah pasangan, maka luar biasa tanggung jawab sang 'ayah' mendampingi sang 'ibu' yang akan menengok sang 'jabang bayi' yang berada di sarangnya. Kami pun menduga bahwa yang membuat sarang itu adalah mereka berdua. Luar biasa, kerja bersama 'dua sejoli' mempersiapkan rumah untuk tempat melahirkan kehidupan baru.
Bagaimana dengan kita manusia yang adalah makhluk mahkota ciptaan Tuhan Allah? Paling kurang ada tiga hal. Pertama, terlalu banyak kasus yang menghilangkan nyawa bayi-bayi yang tak berdosa. Contoh dengan sengaja menggugurkan kandungan, melahirkan anak dan langsung meninggalkannya atau membuangnya di tempat sampah, selokan, WC, dalam keadaan bernyawa atau tak bernyawa. Sungguh tidak berprikemanusiaan. Sudah pasti yang selalu dipersalahkan adalah perempuan, sang ibu. Sebab sang jabang bayi ada di dalam perutnya. Lalu, bagaimana dengan laki-laki, sang ayahnya?

Kedua, di saat bencana melanda banyak tempat, termasuk Kota Manado, saya mendapat informasi bahwa ada seorang kakek bertahan di rumahnya, meski anak-cucu sudah memanggilnya untuk keluar dari rumah, sebab jangan-jangan banjir bandang akan menyapu bersih rumah mereka. Tetapi sang kakek tetap bertahan, katanya ia menjaga harta benda di dalam
rumah. Dan...benar, banjir menghanyutkan rumah mereka dan sang kakek. Sang kakek ditemukan tak bernyawa.

Informasi seperti ini sering kita dengar lewat pemberitaaan antara lain melalui televisi. Ternyata masih ada orang yang lebih sayang akan harta bendanya daripada dirinya dan hidupnya. Tanah dan barang-barang/benda-benda dapat kita peroleh, bila kita sehat dan kita bekerja baik. Saya langsung ingat cerita Sodom dan Gomora dimusnahkan, Lot diselamatkan (Kejadian 19: 1-26), tetapi isterinya menjadi tiang garam, hanya karena ia menoleh ke belakang saat mereka berjalan keluar meninggalkan tanah dan harta milik mereka yang sedang ditimpa bencana hebat.

Ketiga, nama baik lebih berharga daripada status sosial, kaya, pendidikan tinggi, jabatan, karier. Nama baik itu akan nyata dari bagaimana kita mengisi hidup ini dengan hal-hal yang benar, adil dan jujur. Apalah artinya  status sosial, kaya, pendidikan tinggi, jabatan, karier, bila orang yang berada di dekat kita, orang yang sehari-hari bekerja dengan kita 'mencibir' kita.

Mari kita berbagi dan menabur kasih setiap hari, apalagi di saat-saat orang memerlukan kita, di saat banyaknya korban bencana banjir bandang di Kota Manado.(*)

Sumber: Tribun Manado, 20 Januari 2014
halaman 10

Pengusaha Hotel di Manado Deg-degan

MANADO, TRIBUN - Banjir bandang yang memorak-porandakan Kota Manado pada 15 Januari lalu benar-benar mengoyak perekonomian Sulawesi Utara.

Aktivitas bisnis hingga kini masih terganggu. Sejumlah agenda nasional dan internasional yang akan digelar di kota ini pun ikut terganggu.

Bahkan ada agenda pertemuan nasional sebuah BUMN yang sedianya digelar di Manado dibatalkan dan dipindahkan ke kota lain di luar Sulawesi Utara.

Angka kunjungan wisawatan turun drastis. Tak pelak, kondisi ini membuat pengusaha dan pengelola hotel dan resort pun mulai waswas.

Salah satu agenda yang membuat deg-degan pengusaha dan pengelola hotel dan resort adalah pelaksanaan World Coral Reef Conference (WCRC) yang akan digelar pada Mei 2014 nanti.

Seorang pengelola hotel, Robert dalam rapat koordinasi WCRC di Ruang WOC Kantor Gubernur Sulut, Selasa (11/2) mengungkapkan, pemerintah menganjurkan hotel menyiapkan tur wisata bagi peserta WCRC, namun Jalan Manado-Tomohon yang jadi akses utama ke sejumlah objek wisata kini masih rusak akibat tanah longsor.

Meski ada Jembatan Bailey, kata dia, tetap tak cukup menolong melancarkan arus lalu lintas.

"Kami diminta bikin tur wisata, lalu bagaimana dengan nasib jalur Manado-Tomohon yang masih putus? Kapan akan diperbaiki? Bagaimana tur bisa lancar jika jalan utamanya rusak," kata Robert dalam forum rapat koordinasi tersebut.

Ia berharap, sebelum WCRC dimulai, jalan tersebut sudah selesai diperbaiki.

Selain itu, pascabanjir, sampah menjadi satu masalah serius. Menurut Rendy Montolalu,  pengelola sebuah resort di Bunaken, itu menjadi tantangan kegiatan WCRC.

Apalagi, lanjut Rendy, Taman Laut Bunaken akan menjadi destinasi utama peserta. Sayangnya, usai banjir, sampah bertebaran di perairan Bunaken, sampai ke dalam laut.

"Banyak sekali sampah. Selain itu, akibat banjir, air juga keruh hingga tingkat visibilty sangat rendah, tidak menguntungkan dalam penyelaman nanti," jelas Rendy.

Belum lagi menurutnya ada masalah sengketa klaim-mengklaim lahan tanah Liang di Pulau Bunaken. Masalah itu makin ruwet, karena sejauh ini pemerintah belum berhasil menyelesaikannya. "Yang mengklaim lahan semakin menjadi-jadi, nanti saat peserta WCRC datang akan menyaksikan pemagaran dalam objek wisata," kata dia.

Ini diperparah dengan fasilitas Information Center yang terbakar beberapa waktu lalu. Belum ada hasil nyata mengungkap kasus tersebut, apa sengaja dibakar atau murni terbakar.

Mendengar keluhan sekaligus kritik tersebut,
Wakil Gubernur Djouhari Kansil berjanji segera menyelesaikan perbaikan secepatnya jalan Manado-Tomohon. Hanya saja ia belum bisa menjanjikan apakah perbaikan itu akan selesai sebelum kegiatan WCRC "Kita usahakan perbaikan-perbaikan itu," katanya.

Sebagai solusi sementara, pemerintah tengah mengupayakan jalan alternatif, seperti melalui jalur Desa Kali dan Warembungan, baik dari segi perbaikan dan pelebaran. Selain itu, untuk menuju Tomohon atau Tondano masih ada jalan alternatif lewat Tanawangko dan Sawangan "Kita upayakan. Mudah-mudahan bisa selesai," katanya.

Menyangkut sampah, Kansil mengakui 7 sungai bermuara di Teluk Manado membawa banyak sampah. Volumenya bahkan meningkat saat banjir bandang 15 Januari lalu. Imbasnya pun bertebaran di Taman Laut Bunaken.

"Sebab itu mulai Kamis (13/2) kami akan bersih-bersih Pantai Bunaken untuk kepentingan bersama, semua elemen dilibatkan," ungkap mantan Kepala Dinas Pendidikan Sulut ini.

Kerja bakti diakuinya sudah cukup ampuh dilakukan di wilayah daratan Kota Manado.

Tak hanya di pesisir pantai dan permukaan, Kansil mengatakan, sampah di bawah laut ikut diangkut dengan metode penyelaman.

"Cuma ini sementara menyelam sulit karena ombak dan angin.  Kita kerja harus  melihat keadaan alam ini," sebutnya.

Menyangkut sengketa lahan, Kansil yakin pemerintah bisa segera menyelesaikannya. Surat-surat kepemilikan lahan sudah disiapkan. Begitu juga dengan kebakaran fasilitas informasi di Liang, penanganannya masih terus dilakukan kepolisian. Namun ia akui belum mengetahui kepastian kebakaran karena kesengajaan atau kecelakaan. (ryo)


Jangan Terulang
Gubernur Turun
Naik Hotel

PENGALAMAN saat kegiatan bertaraf internasional seperti WOC dan CTI 2009 silam, harga kamar hotel naik drastis. Bahkan menurut Panitia Daerah, Desi Mantiri, saat WOC dilangsungkan, harga naik sampai 2 kali lipat.

"Sampai-sampai Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia kala itu komplain ke Gubernur Sulut. Gubernur sampai harus turun naik hotel untuk menyampaikan keluhan ke pengelola hotel," kata Desi menceritakan pengalamannya 2009 silam.

Ia menceritakan pengalamnnya itu saat rapat koordinasi kegiatan WCRC antara pemerintah, pengelola perhotelan dan maskapai penerbangan di Ruang WOC, Kantor Gubernur, Selasa (11/2).

Wakil Gubernur, Djouhari Kansil pun meminta sektor jasa perhotelan dan maskapai penerbangan tidak menaikkan harga berlipat-lipat saat ada kegiatan bertaraf nasional maupun internasional.

Kali ini kegiatannya bertajuk WCRC, digelar Mei 2014 dan akan dihadiri ribuan peserta dari negara-negara tetangga. "Hotel jangan naik harga saat ada event. Artinya, ini masuk promosi di Sulut, kalau boleh turunkan harga," ujarnya.

Meski belum ada jaminan  harga kamar hotel tak akan naik, setidaknya, kata Wagub, pemerintah sudah mengingatkan. Namun ia cukup optimistis harga tak akan naik, karena pengalaman tahun lalu saat kegiatan Asia Pasifik Choir Games, harga kamar hotel relatif tak naik.

Adapun pemerintah mengundang pengeloa hotel dan maskapai bukan hanya berkoordinasi masalah harga. Peran sektor tersebut menentukan  akomodasi dan transportasi, tanpa peran keduanya kegiatan tak akan berjalan lancar. Semisal peran hotel menyiapkan layanan tur wisata bagi peserta WCRC nanti. Selain itu, pelayanan hotel nantinya bisa dikaitkan dengan nuansa Sulawesi Utara

"Misalnya sarapan pagi disajikan makanan khas Sulut seperti tinutuan, dabu-dabu roa, kemudian kue-kue khas Sulut. Begitu juga musik di hotel menampilkan kolintang atau musik bambu," tandasnya. (ryo)


Osbal Siap Injeksi  UKM Korban Banjir

MANADO, TRIBUN - Pengusaha mikro dan retail yang menjadi korban banjir berusaha untuk bangkit.

Bank BRI siap membantu dengan menjadwal ulang pembayaran kredit dan bahkan menyuntikkan dana segar agar mereka segera bisa kembali membangun usahanya.

"Ada beberapa cara untuk membantu usaha kecil dan menengah yang menjadi korban banjir ini segera bangkit. Pertama, menjadwal ulang pembayaran utang dan kedua injeksi kepada mereka," kata Pemimpin BRI Wilayah Manado, Osbal Saragi dalam wawancara khusus dengan Tribun Manado, Selasa (11/2) di Manado. 

Menurut Osbal, pengusaha kecil dan menengah yang menjadi korban banjir tidak termasuk kategori nasabah bermasalah sehingga harus diperlakukan khusus. Sebab, mereka merupakan korban bencana, sehingga tetap bisa diinjeksi. Tentu semua ini ada syarat yang harus dipenuhi.

Dari dua kategori itu dibagi lagi menjadi berat, sedang dan ringan. Ini menyangkut treatment yang akan diberikan kepada nasabah UKM yang terkena bencana, misalnya penjadwalan ulang enam bulan, setahun atau lebih.

Bank yang dipimpin Osbal sudah memiliki data nasabah usaha kecil dan menengah yang menjadi korban banjir. Sembari menunggu petunjuk teknis dari Direksi BRI, Osbal sudah menyiapkan perangkatnya.

"Begitu petunjuk teknis turun, maka kita langsung memberikan fasilitas yang bisa didapat dari para nasabah UKM yang terkena bencana banjir," jelasnya.

Osbal yang juga dikenal sebagai 'dosen' di berbagai seminar ini membuat kategori dua korban banjir yakni yang langsung terkena banjir dan terkena dampak banjir.

"Kalau yang tempat usahanya terkena banjir langsung jelas kelihatan ya, tapi yang terkena dampak seperti pasokan barang terhambat sehingga tak bisa berproduksi, itu juga korban," ungkap pria yang membawahi BRI di empat provinsi ini.


Untuk itu, kata Osbal, perlu dilakukan pengecekan lapangan sehingga data yang didapat benar-benar sahih.

"Ada komite khusus yang membahas hal ini di pusat, untuk diambil keputusan mengenai kredit yang diambil para UKM," katanya.

Bank BRI menurut Osbal sudang sangat berpengalaman menangani nasabah UKM yang terkena bencana seperti tsunami Aceh, gempa di Padang, gempa dan erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta dan erupsi Gunung Sinabung di Sumatera Utara.

Jadi, kata dia, keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai kelonggaran kredit UKM yang terkena bencana itu sudah tepat. "Namun yang harus digarisbawahi, di sini bukan berarti penghapusan kredit," tuturnya.

Untuk sementara, berdasar data yang ada di tangan Osbal, nasabah UKM yang terkena bencana sebanyak 1.460 dengan nilai sekitar Rp 200 miliar. "Kebanyakan mikro dan retail," tuturnya.

Terpisah, Vice President Bank Mandiri Area Manager Manado, Hotman Nainggolan mengatakan, nasabah UKM Bank Mandiri yang terkena banjir diyakini mampu bangkit membangun kembali usahanya.

Hotman sudah melaporkan data ke OJK mengenai UKM yang terkena bencana banjir.

Hotman menyatakan, timnya turun langsung mendata UKM yang terkena bencana banjir dan nantinya akan dilakukan penjadwalan ulang pembayaran kredit dan restrukturisasi mengenai kemampuannya untuk mengembalikan kredit.

Namun untuk kredit usaha berbeda dengan nasabah konsumtif. Jika kredit usaha, tempatnya berusaha terkena banjir, sehingga akan kesulitan dalam mengembalikan pinjamannya. Sedangkan untuk kredit konsumtif, biasanya dipotong dari gajinya sehingga meskipun terkena banjir masih bisa membayar.

Bahkan, kata dia, jika UKM korban banjir itu nantinya berpotensi untuk dikembangkan lagi, tidak tertutup kemungkinan diberikan pinjaman lagi.

Saat ini nasabah usaha mikro yang terkena banjir di Bank Mandiri sekitar 300 dengan nilai Rp 120 miliar. (erv)

Sumber: Tribun Manado 12 Februari 2014 hal 1

SHS Minta Rusun Korban Banjir Gratis

MANADO, TRIBUN -  Sabtu (8/2/2014) menjadi puncak aksi membersihkan sampah dan lumpur banjir bandang yang menghantam Kota Manado.

Ribuan orang dari berbagai institusi dan elemen masyarakat, termasuk TNI Angkatan Darat yang tergabung dalam Gerakan Manado Bangkit turun ke lokasi bencana.

Gubernur Sulawesi Utara, SH Sarundajang dan Wali Kota GS Vicky Lumentut juga hadir dalam aksi itu, Sabtu kemarin. Juga Danrem 131/Santiago, Brigjen TNI Musa Bangun, Wakapolda Sulut, Kombes Charles Ngili dan pengusaha Jemmy Asiku.

Dalam upaya merehabilitasi Kota Manado, Sarundajang mengaku telah melobi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Sosial, Kementerian Perumahan Rakyat, dan Kementerian Pekerjaan Umum.

Satu di antara upaya merehabilitasi itu adalah membangun rumah susun untuk korban banjir yang tinggal di bantaran sungai.

" Waktu berkunjung ke Manado sudah diperintahkan Bapak Wakil Presiden (Boediono) harus relokasi. Untuk itu, pemerintah akan menyiapkan rumah susun. Mudah-mudahan paling lambat bulan depan sudah bisa kita mulai pembangunannya," kata Sarundajang.

Namun, lanjutnya, semua itu tergantung kesiapan Pemerintah Kota Manado menyiapkan lahan. "Warga yang nantinya akan menempati rumah susun tersebut diprioritaskan bagi para korban dan diberikan secara gratis," ujarnya.

Seorang warga, Oma Faridah Alkatiri yang berdialog langsung dengan Sarundajang mengadu jika rumah seisinya hanyut dibawa arus banjir.

"Pak Gubernur so datang bantu torang. So abis kasiang torang pe isi rumah," ungkapnya.

Bantuan kepada para korban banjir bandang masih terus mengalir. Sabtu dan Minggu kemarin, Dana Kemanusiaan Kompas dari Harian Kompas membagikan 500 paket langsung ke korban banjir.

Hari pertama, tim dari DKK Hengky dan Nurcahyanto bersama wartawan Kompas, Rizal Layuck datang ke lokasi banjir di tiga titik Kecamatan Singkil dan Wanea. Masing-masing lokasi bencana mendapat 100 paket bantuan. Satu paket berisi beras 5 kilogram, minyak goreng, gula, handuk, buku tulis, kue kering, dan peralatan mandi.

Kemudian pada Minggu, tim mendatangi dua lokasi yakni di Tikala Baru dan Kampung Komo. "Masih ada satu titik lagi yang akan kami datangi," kata Hengky.

Sedangkan PMI Sulut kini berkonsentrasi untuk pemulihan psikologi korban banjir, khususnya anak-anak, layanan kesehatan dan suplai air bersih. Untuk aksi bersih-bersih sudah dihentikan pada Minggu.

"Kami berharap Dinas Kebersihan Pemko Manado mampu membersihkan sisa-sisa sampah di kota," kata Ketua PMI Sulut, James Karinda. (ryo/def/kev)

Sumber: Tribun Manado 10 Februari 2014 hal 1

Ratusan Dokter Ciumi Dokter Ayu

MANADO, TRIBUN - Usai menandatangani berita acara pembebasan, Sabtu (8/2/2014) dini hari, dokter Dewa Ayu Sasiary SpOG, dokter Hendi Siagian SpOG dan dokter Hendry Simanjuntak SpOG keluar dari Rutan Malendeng.

Namun prosesi keluarnya mereka dari rumah tahanan itu bagian dari eksekusi yang dijalankan Kejaksaan Negeri Manado atas putusan dikabulkannya Peninjauan Kembali atas vonis penjara 10 bulan kepada ketiga dokter tersebut dalam kasus malpraktik hingga menyebabkan meninggalnya pasien melahirkan, Julia Fransiska Makatey pada April 2010 silam.

Usai eksekusi bebas tersebut, ketiganya kembali masuk ke Rutan Malendeng karena harus berkemas-kemas dan pamitan kepada rekan-rekan mereka di dalam penjara.

Sabtu pagi, ratusan dokter mendatangi Rutan Malendeng. Kali ini mereka tidak lagi menggelar demo dengan berorasi karena dokter Ayu Cs sudah dibebaskan. Mereka datang untuk menjemput ketiganya.

Di antara mereka terlihat Direktur Utama RSUP Kandou Maxi Rondonuwu. Kemarin, bertepatan dengan hari ulang tahun RSUP Kandou sehingga para dokter sengaja menjemput ketiga dokter itu yang pernah bekerja di rumah sakit tersebut untuk merayakan bersama-sama.


Sebelum bertemu dokter Ayu Cs, para dokter menggelar ibadah syukur di lantai dua Rutan Malendeng. Suara merdu nyanyian rohani terdengar dan doa bersama memanjatkan puji syukur kepada Tuhan atas terbebasnya ketiga dokter itu mengemuka.

Selanjutnya dokter Ayu kali pertama keluar Rutan Malendeng dan langsung melambaikan tangan kepada para penjemputnya serta menyapa para dokter yang datang.

"Dokter lihat sini dong. Lambaikan tangan dong dok," kata sejumlah rekan sejawatnya yang hendak mengabadikan momen tersebut dengan ponsel mereka.

Kemudian disusul dokter Hendry Simanjuntak dan dokter Hendi Siagian. Suasana haru pun pecah. Dokter Ayu terlihat berkaca- kaca saat melihat sejawatnya datang. Salaman dan peluk cium pun menjadi adegan selanjutnya.

Kemudian Dirut RSUP Kandou Maxi Rondonuwu menyerahkan bunga kepada ketiga dokter itu, dan melakukan peluk cium serta foto bersama. Maxi Rondonuwu mengaku bersyukur atas keputusan PK MA yang membebaskan dokter Ayu Cs.

Maxi Rondonuwu juga menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga almarhumah Julia Fransiska Makatey jika pelayanan pada saat itu dirasakan banyak kekurangan. "Dari lubuk hati yang paling dalam kami menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya," ungkapnya.




Dokter Ayu mengaku lega bisa benar-benar keluar dari penjara dan menghirup udara bebas. "Besok (Minggu) saya pulang ke Balikpapan, naik pesawat Garuda pagi. Hari ini (kemarin) rencananya menggelar acara melepas rindu dengan kawan- kawan," ujar Ayu seraya melempar senyum.

Dia mengaku, satu hari di dalam penjara rasanya seperti setahun. Apalagi sejak ditangkap, dia sudah mendekam selama 3 bulan, sementara dua rekannya masing-masing 2,5 bulan dari vonis 10 bulan.

Hendi Siagian juga mengaku senang telah bisa keluar. Dia pun tak ingin tinggal lama di Manado dan akan pulang ke Kabupaten Sorong Provinsi Papua. Kebetulan, Hendi lahir di kabupaten tersebut dan sanak saudaranya berada di sana. "Saya tidak punya saudara di sini (Manado). Kemungkinan Senin saya akan pulang ke Sorong," katanya.

Mereka kemudian ramai-ramai ke RSUP Kandou. Di rumah sakit itu,  ketiga dokter tersebut juga menyempatkan diri mengecek kesehatannya.

Kemarin, sejak pukul 07.00 Wita, kawasan Rutan Malendeng, terlihat sudah dipenuhi kendaraan pribadi milik sejumlah dokter. Mereka memang ingin menjemput dokter Ayu Cs.

Beberapa dokter pun sempat masuk ke dalam rutan namun sebagain tak diperkenankan karena penuhnya pengunjung. Sekitar pukul 08.00 Wita, dari balik pintu gerbang Rutan Malendeng, terdengar sejumlah dokter mengadakan ibadah. Mereka pun menyanyikan lagu-lagu pujian dan mazmur. Satu di antara lagu yang dinyanyikan yakni berjudul Besar AnugerahMu. 

Ketiga dokter tersebut dan juga ratusan rekan sejawat mereka meninggalkan Rutan Malendeng sekitar pukul 09.00 Wita. Sebelumnya, Sabtu dini hari yakni sekitar pukul 00.30 Wita, ketiga dokter tersebut pun didatangi oleh petugas dari Kejari Manado. Kedatangan mereka membawa berita acara pembebasan ketiga dokter dan juga salinan petikan putusan PK MA.

Ketiga dokter tersebut pun diminta untuk menandatangani surat berita acara yang berwarna merah jambu sebanyak empat rangkap. Mereka mendatanganinya dihadapan Kepala Rutan Malendeng, Julius Paath bersama dua orang jaksa masing-masing Kasi Pidsus Kajari Manado Hotma Hutajulu serta Rommy Johanes yang merupakan jaksa penuntut ketika persoalan tersebut mulai disidangkan di PN Manado empat tahun silam. 

Untuk mengeluarkan ketiga dokter tersebut, Hotma Hutajulu pun mengorbankan waktunya bersama keluarga dan beranjak dari rumahnya di Tomohon menuju kantornya.  Dia pun menanti salinan petikan putusan PK MA sejak pukul 20.00 Wita.

"Karena informasinya salinan putusannya langsung dibawa ke Manado dengan pesawat terakhir. Makanya kami menunggu itu di kantor. Setelah dapat kami pun langsung menuju ke Rutan untuk segera mungkin melepaskan ketiga dokter itu," kata Hutajulu.

Pihak Kejari Manado pun tiba di Rutan Malendeng sekitar pukul 00.20 Wita dan kemudian menemui ketiga dokter tersebut. 

Mahkamah Agung dalam putusan Peninjauan Kembali kasus tersebut juga membebaskan dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian. Tiga dokter ini dinyatakan tidak menyalahi standar operasional prosedur (SOP) saat melakukan operasi terhadap Julia Fransiska Makatey.

Sebelumnya, MA berdasarkan putusan Nomor 365 K/Pid/ 2012 pada 18 September 2012, mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Manado dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/PN.MDO tanggal 22 September 2011.

Selain itu, MA juga menyatakan para terdakwa: dr Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr Hendy Siagian (Terdakwa III) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain'.

Ketiga dokter tersebut dijatuhi hukuman pidana penjara masing-masing selama 10 bulan.

Terkait putusan bebas ini, keluarga Julia Fransiska Maketey berencana akan melayangkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (kev/fer/def/alp)



Dokter Edly Paat: Ringankan Pasien

DIKABULKANNYA Peninjauan Kembali permohonan dokter Dewa Ayu Sasiary SpOG dan kawan-kawan oleh Mahkamah Agung juga disambut suka cita rekan sejawatnya, dokter Edly Paat.

Pengurus Palang Merah Indonesia Sulawesi Utara yang Sabtu (8/2) tengah sibuk menangani pascabencana banjir bandang menyatakan putusan ini menunjukkan bahwa dokter Ayu Cs menangani operasi terhadap pasien melahirkan Julia Fransiska Maketey pada April 2010 silam sudah sesuai prosedur operasional.

"Pada prinsipnya tidak melanggar prosedur. Pembebasan dokter Ayu dan kawan-kawan tentu kami sambut senang karena kebenaran dapat dibuktikan," ujarnya.

Putusan bebas ini, kata dia, oleh sebagian masyarakat dibilang bahwa dokter itu kebal hukum, padahal semua warga sama kedudukannya di mata hukum.

Menurut Direktur Unit Donor Darah PMI ini, banyak juga dokter bila terbukti bersalah tetap masuk penjara juga.

"Istilah kebal hukum itu tidak ada. Dia (dr Ayu) bekerja sesuai dengan SOP dan tidak melanggar kode etiknya," kata istri dokter Royke Rattu SpOG ini.

Dokter Edly menambahkan, kejadian yang menimpa dokter Ayu Cs memberikan hal positif dan juga negatif. Positifnya adalah, para dokter akan menjadi lebih berhati-hati dalam bekerja. Namun negatifnya, bisa saja saking berhati-hati, malah merugikan pasien.

"Kita berusaha meringankan pasien, namun tetap saja bisa muncul risiko," ujar ibu dari Cintami dan Raynaldy ini. (def)

Jemmy Waleleng Pun Tersenyum

KETUA Ikatan Dokter Indonesia Sulawesi Utara, dokter Jemmy Waleleng mengaku tersenyum lega karena permohonan Peninjauan Kembali dokter Dewa Ayu Sasiary dan kawan- kawan dikabulkan Mahkamah Agung.

"Pakar hukum kesehatan serta ahli hukum menyatakan bahwa profesi dokter itu membantu pasien serta melayani masyarakat, bukan untuk mencederai," kata dokter Jemmy, Sabtu (8/2).

Jadi prinsipnya, kata dia, tugas dan fungsi dokter adalah untuk menolong pasien, bukan mencelakakan pasien.

"Dokter menawarkan usaha atau upaya, tapi tidak menjanjikan kesembuhan. Misalnya pada keadaan risiko tertentu dimana dalam situasi 50:50, jelas dokter tidak ingin pasien terkena risiko. Dokter itu sangat senang jika pasien itu sembuh. Jadi tidak ada dokter yang mengingikan pasiennya itu tidak sembuh," jelasnya.

Jemmy pun mengaku bersyukur dan berterima kasih karena apa yang diperjuangkan membuahkan hasil. Ini bukti bahwa apa yang dilakukan dokter Ayu dan kawan-kawan sudah sesuai dengan standar operasional dan prosedur.

"Jika tidak sesuai prosedur dan menyalahi aturan, maka tidak mungkin semua dokter di Indonesia sampai melakukan aksi keperihatinan," tutur dokter Jemmy.

Jemmy melanjutkan, profesi dokter dan masyarakat itu adalah mitra yang memiliki hubungan sangat dekat. Dia mencontohkan bahwa pasien mencari seorang dokter untuk minta tolong, maka pasien tersebut mencari dokter yang ia percaya untuk mengobatinya.

"Ketika dokter menangani pasien dan dalam situasi operasi sudah sesuai dengan prosedur dan sesuai alat ukurnya, jika kemudian tidak sukses, maka bukan berarti dokter itu sengaja. Memang ada hal tertentu yang merupakan risiko medis dalam melakukan tindakan dimana saat tertentu itu jika hasilnya tidak sesuai yang diharapkan maka tidak bisa diterjemahkan sebagai malpraktik," jelasnya.

"Selama ini para dokter melakukan tindakan atau penanganan pasien kadang-kadang jika tidak sukses respons masyarakat mengatakan malpraktik. Tidak mungkin dokter melakukan tindakan tanpa dasar teori dan ukuran. Dengan adanya kejadian ini keuntungan ada pada masyarakat dan pemerintah artinya para dokter bekerja dengan tenang, karena apa yang telah diupayakan telah maksimal dan mendapat perlindungan hukum," tandasnya. (kel)

Sumber: Tribun Manado 9 Februari 2014 hal 1

Foto Badai Tribun Manado Raih Medali IPMA

Saya terima medali IPMA Tribun Manado di Bengkulu 8-2-2014
BENGKULU, TRIBUN- Malam anugerah Indonesia Print Media Award 2014 yang digelar di Hotel Santika Bengkulu, Sabtu (8/2/2014) malam menobatkan front page design foto badai Tribun Manado edisi 8 Januari 2013 sebagai pemenang Bronze.

Tahun sebelumnya, di event yang rutin digelar SPS Indonesia ini, Tribun Manado meraih satu Gold dan satu Silver. Saat itu pelaksaan malam anugerah di Hotel Aryaduta Manado.

Gelaran IPMA 2014 dihadiri oleh ratusan pimpinan media massa di seluruh Indonesia, dan Ketua Umum SPS Indonesia yang juga Menteri Negara BUMN, Dahlan Iskan.

"Media lokal ternyata tidak kalah dengan media nasional," kata seorang juri, Troy Pantouw, malam tadi.

Sementara itu, koran kelompok Tribun yang meraih medali masing-masing untuk Regional Sumatera, Tribun Jambi, Tribun Sumsel dan Sriwijaya Post meraih Bronze. Sedang Tribun Pekanbaru memborong Gold, Silver dan Bronze.

Wilayah Sulawesi, Tribun Timur meraih Silver Winner. Dan Regional Kalimantan, Banjarmasin Post meraih Gold Winner, Tribun Kaltim meraih Silver Winner.

Sedang untuk kategori Koran Nasional, harian Kompas dan Bola meraih Gold Winner. (osi)

Sumber: Tribun Manado 9 Februari 2014 hal 1

Dokter Ayu Loncat-loncat Senang

MANADO, TRIBUN - Jumat (7/2/2014) menjelang sore menjadi hari paling membahagiakan bagi Dokter Ayu Sasiary Prawani SpOG. Terpidana 10 bulan kasus malpraktik operasi terhadap pasien melahirkan Julia Fransiska Makatey hingga meninggal dunia itu akhirnya dibebaskan.

Mahkamah Agung dalam putusan Peninjauan Kembali kasus tersebut juga membebaskan dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian. Tiga dokter ini dinyatakan tidak menyalahi standar operasional prosedur (SOP) saat melakukan operasi terhadap Julia Fransiska Makatey.

"Perkara PK (peninjauan kembali) atas nama terpidana dr Ayu dan kawan-kawan sudah diputus. Pada pokoknya mengabulkan PK para terpidana pemohon PK. Membatalkan putusan judex juris (pengadilan sebelumnya, majelis kasasi MA)," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, di Jakarta, Jumat (7/2).

Ia mengatakan, majelis PK menilai putusan Pengadilan Negeri (PN) Manado yang membebaskan tiga terpidana itu sudah tepat. Dasar pertimbangan yang digunakan majelis, kata Ridwan, tiga dokter spesialis itu tidak menyalahi prosedur dalam penanganan operasi cieto ciseria.

"Pertimbangan judex facti PN sudah tepat dan benar. Karenanya, majelis memerintah segera mengeluarkan para terpidana dari LP, memulihkan nama baik, dan harkat martabat ketiga pemohon PK," kata Ridwan.

Putusan tersebut dibacakan kemarin dengan Hakim M Saleh sebagai ketua majelis. Anggota majelis PK adalah Surya Jaya, Maruap Dohmatiga Pasaribu, Syarifudin, dan Margono. Hakim Agung Surya Jaya mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam perkara itu.

Dokter Ayu kali pertama mendengar kabar ini dari Tribun Manado yang mendatanginya di Rutan Malendeng. Ketika mendengar dia dinyatakan tidak bersalah dan segera dibebaskan, dokter Ayu yang saat itu bertemu Tribun Manado di luar sel langsung loncat-loncat kegirangan.

Dia tak henti-henti bersyukur dan terus mengumbar senyum. Dia memanjatkan doa dan selanjutnya melayani wawancara dengan Tribun Manado.

"Perasaan saya tentu sangat bahagia. Senang bersyukur kepada Tuhan, doa saya dan teman-teman dokter sejawat serta keluarga terkabul," katanya dengan penuh ceria.

Setelah bebas, dia mengaku akan kembali menjalani profesi sebagai dokter kebidanan dan kandungan. Dia juga berharap nama baiknya dipulihkan sehingga masyarakat bisa menerimanya kembali.



"Awalnya saya tidak percaya, setelah mengetahui (putusan dari Tribun Manado), kami memang tidak bersalah dan kami memang bertugas dengan betul. Saya mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena di dunia ini masih ada keadilan," ujarnya.

Dia pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada Mahkamah Agung karena telah mengabulkan permohonan PK. "Saya tetap bertugas sebagai dokter spesialis kandungan di Balikpapan," ujar Ayu.

Sementara itu, dokter Hendi dan dokter Hendry ketika mendengar informasi dari Tribun Manado atas dikabulkannya PK, langsung terisk Yes... yes sambil mengepalkan tangannya.

Dokter Hendry Simanjuntak mengaku sangat bersyukur dan berharap nama baiknya segara dipulihkan karena akan kembali beraktivitas sebagai dokter kebidanan dan kandungan.  Dia sendiri belum memberi tahu keluarga kalau sudah dinyatakan bebas oleh MA.

"Kami tetap akan terus berhati-hati, standar prosedur penanganan pasien kami jalankan, bekerja sesuai keahlian kami. Peristiwa ini tidak akan mengakibatkan saya trauma, karena saya selalu berusaha bekerja lebih baik dari kemarin," ungkapnya.

"Kami berharap bisa segera pulang, karena kami mempunyai keluarga dengan penderitaan dan kami bertanggung jawab kepada pasien-pasien. Mudah-mudahan kami bisa pulang, karena kami rindu keluarga kami," ujarnya lagi.

Jika kita berserah kepada Tuhan, lanjutnya, semua akan baik. Secara ajaib menurut dia, keputusan bisa berubah, kebenaran dan keadilan bisa didapatkan. Walaupun mereka memenjarakan tubuh, kata dia, tapi jiwa kedokteran tidak bisa dipisahkan dari mereka.

Dokter Ayu dan kawan-kawan mengaku, sehari di dalam rutan rasanya seperti setahun. Sejak ditangkap, dokter Ayu sudah merasakan sempitnya penjara selama 3 bulan. Sedang dokter Hendi dan dokter Hendry merasakan 2,5 bulan hidup di penjara.

"Terima kasih kepada dosen kami dan teman-teman sejawat kami. Dengan adanya kejadian ini jangan sampai ada kriminalisasi lagi. Kami tidak kebal hukum, tapi kami taat hukum," tandas dokter Hendry.

Sebelumnya, MA berdasarkan putusan Nomor 365 K/Pid/ 2012 pada 18 September 2012, mengabulkan permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Manado dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/PN.MDO tanggal 22 September 2011.

Selain itu, MA juga menyatakan para terdakwa: dr Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr Hendy Siagian (Terdakwa III) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain'.

Ketiga dokter tersebut dijatuhi hukuman pidana penjara masing-masing selama 10 bulan.

Mereka sebelumnya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), pascaputusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap dari majelis kasasi Mahkamah Agung (MA). Adalah Hakim Agung Artidjo Alkostar, Dudu Duswara dan Sofyan Sitompul yang menjatuhi para dokter itu vonis bersalah.

Penahanan dokter Ayu dan kawan-kawan sempat memantik demonstrasi nasional dan aksi mogok di rumah sakit dan tempat praktik.

Ketiga dokter sebelumnya bertugas di RSUP Kandou Manado dan menangani pasien melahirkan Julia Fransiska Makatey yang kemudian meninggal pada April 2010 silam. (fer)


Keluarga Julia Kaget
PUTUSAN dikabulkannya permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan terpidana 10 bulan penjara kasus malpraktik dokter Ayu Sasiary Prawani SpOG dan kawan-kawan ke Mahkamah Agung mengagetkan keluarga korban, mendiang Julia Fransiska Makatey.

Pendamping keluarga korban, Jull Takaliuang kepada Tribun Manado, Jumat (7/2) mengaku, pihaknya dan keluarga korban kaget atas beredarnya informasi vonis bebas dokter Ayu dan kawan-kawan tersebut.

"Yang pasti kaget. Tapi pihak keluarga akan
menunggu amar putusan resminya (dari MA). Kalau sekarang sudah santer beredar di media, kan itu bukan bukti hukum," ungkap Takaliuang yang juga Ketua Komda Perlindungan Anak Sulawesi Utara ini.

Yang pasti menurut Takaliuang, selama surat resmi belum dikantongi pihak keluarga, maka para terpidana masih menjalani masa hukuman.

"Karena ini menyangkut hukum, semua harus sesuai dengan norma hukum, termasuk soal mengeluarkan para dokter dari (Rutan) Malendeng juga harus sesuai dengan prosedur hukum. Bukan sekonyong-konyong berdasarkan berita online atau TV," katanya.
Sementara itu, Kejaksaan Negeri Manado belum bersedia mengomentari soal Putusan PK Mahkamah Agung tersebut,

Kasi Pidsus Kejari Manado, Hotma Hutajulu yang juga ketua tim penjemput para terpidana itu mengaku masih menunggu petunjuk dari Kepala Kejari Manado. "No comment dulu yah karena kami masih menunggu petunjuk pimpinan," kata Hutajulu kepada kepada Tribun Manado, Jumat (7/2). 

Hutajulu sendiri memang sudah mengetahui kabar mengenai putusan tersebut. Dirinya juga ikut menginformasikan mengenai keluarnya putusan tersebut.

Sementara itu, Jaksa Rommy Johanes SH yang merupakan penuntut saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Manado saat dikonfirmasi juga belum bisa memberikan komentar banyak.

Kata dia, pihaknya hingga saat ini belum juga menerima putusan tersebut. "Kami kan belum terima putusannya. Lihat saja belum salinan putusannya," ungkapnya.

Upaya hukum terakhir yang dilakukan dr Ayu Sasiary SpOG, dr Hendi Siagian SpOG dan dr Hendry Simanjuntak, SpOG dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA), dikabulkan oleh Hakim MA dalam sidang Jumat (7/2).

Dengan demikian, dr Ayu Cs bisa menghirup udara bebas. Putusan MA tersebut menyatakan SOP dalam menangani operasi cieto cisaria terhadap pasien Julia Fransiska Makatey tidak menyalahi aturan, dan memerintahkan agar para terpidana dikeluarkan dari lembaga pemasyarakatan serta memulihkan nama baik terpidana.

Terkait putusan tersebut, pihak Kakanwil Kementrian Hukum dan HAM Sulut, melalui Plt Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadiv Pas) Basuki Wijoyo mengatakan, putusan MA tidak diserahkan ke Kanwilkumham, namun langsung ke Rutan Malendeng.

"Kalau itu bukan wewenang kami, biasanya langsung ke rutan. Tapi setahu kami itu ada prosedurnya," jelasnya. (dit/kev)

Sumber: Tribun Manado 8 Februari 2014 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes