ilustrasi |
"Untuk memasukkan air ke dalam lapisan air bawah tanah membutuhkan waktu yang sangat lama. Bisa jadi sesudah dilakukan pengeboran terjadi intrusi sehingga mengakibatkan air menjadi payau karena tercampur air laut," kata Kepala Satuan Kerja Air Tanah dan Air Baku Balai Wilayah Sungai NTT II, Agus Sosiawan di ruang kerjanya, Rabu (27/1/2016).
Pria asal Magetan, Jawa Timur ini mencontohkan peristiwa intrusi di Jakarta Selatan. Akibatnya, banyak air bawah tanah yang rasanya payau. Kondisi itu diperparah lapisan tanah di Kota Kupang banyak karang. "Karang itu memiliki banyak rongga sehingga potensi terjadi intrusi sangat besar," kata Agus.
Agus menegaskan, saat hujan mengguyur wilayah Kota Kupang air yang masuk ke lapisan bawah tanah sedikit sekali. Air itu masuk ke dalam lapisan air permukaan tanah saja. Untuk mengatasi persoalan krisis air bersih di Kota Kupang, Agus mengatakan, tidak bisa dilakukan dengan pembangunan banyak sumur bor. Selain dari aspek lingkungan yang tidak bagus, faktor biaya operasional yang besar juga menjadi pertimbangannya. "Untuk mengangkat satu kubik air dari bawah tanah sampai ke reservoar membutuhkan biaya yang tidak sedikit," kata Agus.
Agus mengungkapkan, suplai air dari sumur bor bisa bertahan 20 hingga 30 tahun. Namun pemenuhan kebutuhan air tanah yang dieksploitasi dengan sumur bor tidak bisa melayani dalam jumlah banyak.
"Kalau untuk lingkungan terbatas atau pedesaan dengan jumlah penduduk yang tidak banyak bisa dipenuhi kebutuhan air bersih dengan teknologi sumur bor," ujar Agus.
Ia menegaskan tidak semua wilayah di Kota Kupang jika dilakukan pengeboran akan keluar air bersihnya. Ia mencontohkan wilayah seputar Polda NTT dan Kayu Putih yang kesulitan mendapatkan air bila dilakukan pengeboran hingga ratusan meter.
"Untuk pengeboran wilayah barat Kota Kupang sangat strategis. Sementara di wilayah utara, selatan dan timur agak susah temukan air bawah tanah," jelas Agus.
Ia menambahkan alur air yang tidak jelas di wilayah Kota Kupang disebabkan kondisi tanahnya yang berkarang. Alur airnya tidak pararel. Bisa jadi di wilayah ini ada alurnya tetapi tidak bisa ditemukan di wilayah terdekat. Lain halnya di wilayah pasir maka alur airnya merata seperti di Naibonat, Kabupaten Kupang.
Ia menjelaskan setidaknya P2AT NTT memiliki 28 titik yang digunakan kelompok masyarakat di Kota Kupang. Namun tidak semuanya dikelola PDAM Kota atau kabupaten. Beberapa sumur bor saja yang dikelola PDAM.
Alternatif yang masuk akal dan murah operasional untuk pemenuhan kebutuhan air bersih warga Kota Kupang adalah Bendungan Kolhua. Untuk pembangunan Bendungan Kolhua, sejatinya Kementerian PU sudah menyiapkan anggaran untuk pembangunan waduk Kolhua. Namun persoalan tanah yang sampai saat ini belum kelar sehingga pembangunan itu belum dimulai. "Perencanaan sudah siap dan tingkat kegagalan sangat kecil. Debit air yang dihasilkan dari waduk itu bisa mencapai 150 liter per detik," demikian Agus. (aly)
Beli Air Tangki Lebih Pasti
MESKI harganya jauh lebih mahal ketimbang milik PDAM, warga Kota Kupang masih banyak memilih membeli air bersih pada jasa mobil tangki. Keberadaan mobil tangki air bersih dianggap lebih pasti dan dijamin kebersihannya. Tak hanya itu, sumur pengisiannya pun juga diperiksa kualitas airnya dari Dinas Kesehatan Kota Kupang dan Dinas Pertambangan.
"Kalau membeli air tangki lebih pasti datangnya ke pelanggan ketimbang air dari PDAM. Selain itu kualitas air dari pengisian juga terjamin lantaran Dinas Kesehatan Kota Kupang melakukan pengecekan setiap tiga bulan sekali," ujar Simon Funay, pemilik sumur bor yang menyuplai air bersih pada mobil tangki di Oebufu kepada Pos Kupang di kediamannya, Senin (25/1/2016).
Selain memiliki usaha penjualan air bersih untuk mengisi tangki-tangki air bersih ia juga memiliki tiga unit mobil tangki. Menurutnya, keberadaan mobil tangki air di Kota Kupang masih sangat diperlukan lantaran banyaknya warga yang belum terlayani air bersih dari pemerintah.
Meski harga lumayan mahal, kata Simon, namun kebutuhan warga akan air bersih harus tercukupi setiap harinya. Hanya saja warga harus memiliki bak penampung air yang cukup besar. "Kalau pas ramai bisa 50 atau 60 mobil tangki mengambil air dari kami. Pasalnya debit airnya tidak terlalu besar. Untuk itu saya membuat bak penampung. Air dari sumur kemudian masuk ke bak. Dari bak baru naik ke mobil. Kalau orang lain bisa membuat dua hingga tiga sumur," jelas Simon.
Ia menceritakan saat membuat sumur untuk pengisian mobil tangki air ia didatangi petugas dari Dinas Pertambangan dan Energi Kota Kupang. Mereka mengecek kedalaman sumur dan meminta agar ia membayar pajak tahunan air bawah tanah sekitar Rp 1.050.000. Dinas Kesehatan Kota Kupang juga melakukan pengecekan air yang disuplai ke mobil tangki. Pengecekan dilakukan untuk mengetahui layak tidaknya sumber air yang dijual.
"Buat sumur harus ada ijin dari pertambangan. Setelah pertambangan menetapkan pajak lalu dinas kesehatan mengambil sampel air kemudian dibawa ke laboratorium. Setiap tiga bulan diambil sampelnya oleh petugas Dinas Kesehatan," jelas Simon.
Ia menambahkan saat ini banyak orang membangun perusahaan air bersih penyuplai mobil tangki. Namun tidak ada perkumpulan untuk penyedia air bersih. Dengan demikian setiap pengusaha menetapkan harga sendiri-sendiri. Di tempatnya, untuk tangki 5.000 liter dipatok harga Rp 15.000, 4.000 Liter, Rp 12.000 dan 3.000 Liter dipatok Rp 9.000.
Meski mematok harga sendiri, Simon mengatakan, harga yang dipatok untuk penjualan kepada mobil tangki tergolong murah. Padahal hitungannya per meter kubik milik PDAM bisa mencapai Rp 4.000. Untuk itu ia berharap pemerintah menetapkan standar harga air bagi pengusaha air di Kota Kupang.
"Hitung-hitung dengan biaya bahan bakar dan oli keuntungan kami tidaklah besar," kata Simon. Tidak beda dengan Simon, Esti petugas yang menunggu sumur pengisi air bersih di Oesapa mengatakan truk tangki yang mengisi di sumurnya berkisar 20 hingga 30 unit. Namun, satu unit mobil bisa mengisi maksimal 10 kali. (aly)
News Analysis
Ir. Benny Sain
Kadis PU Kota Kupang
Untuk Jangka Pendek
PEMBANGUNAN sumur bor tidak akan mampu menyelesaikan persoalan krisis air bersih di Kota Kupang karena hanya mampu mengatasi krisis air dalam jangka pendek. Topografi Kota Kupang yang berbukit-bukit dan berkurangnya lahan peresapan air menjadi salah satu faktor penyebab menurutnya debit air pada sumur bor di Kota Kupang. Apalagi sumur bor hanya bisa melakukan pelayanan terbatas dan biaya operasional tinggi.
Pembuatan sumur bor harus diikuti bangun reservoar, sementara ketersediaan air di dalam sumbur bor belum bisa dijamin jangka waktunya. Bisa jadi airnya akan hilang sehingga belum bisa menjawab kebutuhan air bersih untuk jangka panjang.
Kondisi itu, diperparah dengan kondisi tanah di Kota Kupang yang banyak berongga sehingga tangkapan airnya boros. Untuk memastikan daerah yang memiliki tangkapan air bawah tanah besar membutuhkan kegiatan eksplorasi. Namun pemerintah tidak bisa melakukan eksplorasi berlebihian lantaran takut dianggap pemborosan dan tidak ada manfaatnya. Semestinya ada pemetaan level muka air di bawah tanah, sehingga dapat melakukan eksploitasi.
Untuk eksploitasi banyak kontraktor yang tidak mau karena jika tidak mendapatkan air maka kontraktor itu tidak dibayar. Contohnya, saat dinasnya mengadakan tender pengeboran di Alak banyak yang tidak mau lantaran kontraknya model kontrak debit. Bila kontraktor bor dan mendapatkan air baru dibayar.
Oleh karena persoalan sumur bor seperti itu maka keberadaan waduk sebagai alternatif untuk suplai air di jangka panjang menjadi keharusan. Dengan demikian, kebutuhan pemenuhan air bersih untuk generasi kedepan di Kota Kupang dapat diatasi. Jika tidak ada upaya lain maka sumber air yang sudah dieksploitasi akan terus berkurang. Kondisi itu berbanding lurus dengan laju pertumbuhan penduduk di Kota Kupang yang makin padat.
Apalagi aktivitas manusia makin bertambah. Lahan yang kosong terisi dengan bangunan rumah dan gedung, maka daya resap air ke bawah makin terbatas. Kondisi itu tentu mengganggu peresapan air ke tanah.
Kalau tidak ada upaya mencari sumber air yang bagus, maka perlu menjaga daerah konservasi untuk peresapan air. Pemerintah harus tegas bahwa tidak boleh ada pemukiman di ruang kawasan hijau. Pemerintah harus memperjelas status di kawasan hijau sehingga tidak ada pembangunan di lokasi tersebut. Bila ruang atau tanah itu milik perorangan atau swasta maka tidak boleh diisi bangunan. Untuk itu pengendalain tata ruang harus bagus. Semakin tidak terkendali maka daerah hijau akan terancam habis.
Saat ini pemerintah memiliki sumber air dari Bendungan Tilong, Kali Dendeng, Manutapen. Namun sumber air yang ada berada di daerah rendah. Sumber air di wilayah itu hanya mampu melayani warga yang berada di dataran rendah.
Jadi persoalan topografi menjadikan daya jangkau air belum maksimal sampai ke seluruh titik. Daerah tinggi dilayani dari mata air Oepura, Sikumana yang dikelola PDAM Kabupaten. Sumur itu sudah dieksploitasi puluhan tahun lalu. Debitnya makin lama-makin kurang. Padahal kebutuhan makin hari makin meningkat. Kondisi itu akhirnya menjadikan ketersediaan air baku menurun tetapi jumlah penduduk meningkat dan kebutuhan air meningkat terus.
Ia menegaskan bila Bendungan Kolhua dipercepat maka kebutuhan air bersih di Kota Kupang tidak ada perlu dikhawatirkan lagi. Apalagi kehadiran bendungan itu diprediksikan dapat membantu masyarakat Kota Kupang keluar dari krisis air bersih hingga 30 tahun ke depan. Sumber air ketika hujan pada daerah hulu bisa menampung dan turun ke daerah tampungan Bendungan Kolhua. Dari hasil studi maka suplai air dari Bendungan Kolhua bisa sampai ke Pulau Kera dan Semau lantaran posisi bendungan berada di ketinggian. (aly)
Sumber: Pos Kupang 1 Februari 2016 hal 1