Menukik dari Pinggir

Hengky Ola Sura
Oleh Hengky Ola Sura


Ketua Buletin Sastra Seniman Kata Uniflor, bergiat pada Sanggar Sastra Sint. Conrad Ende


BETA (Beranda Kita) adalah kolom yang hadir setiap hari Senin pada Pos Kupang. Kolom yang diasuh Pemred Pos Kupang (selanjutnya disebut Beta) ini tak lain adalah ekspresi seorang wartawan yang coba mengulas lebih ringan, bernas dan jenaka akan semua yang telah menjadi pemberitaan Pos Kupang pada hari-hari sebelumnya.

Pilihan topik yang diulas pun hal-hal yang kurang mendapat perhatian publik NTT. Dan di sinilah letak kekuatan dari Beta. Beta, hemat penulis merupakan sebuah ulasan tak bedanya catatan pinggir pada Mingguan Tempo yang diasuh redaktur senior Tempo Goenawan Mohammad.


Mengapa Beta? Pertanyaan sederhana ini menjadi kajian penulis yang selalu setia menekuni Beta pada setiap edisi Senin. Beta tak ubahnya sebuah jurnalisme sastrawi. Ia menukik dari pinggir dan menghantam, mengajak semua pembaca untuk tidak sejenak merenung, tetapi mencoba tercenung dan merenung lebih lama akan hakekat hidup dan kehidupan yang seringkali luput untuk diperhatikan.

Beta menulis tentang Alorawe. Alorawe yang tidak terkenal itu sontak menghentak dan menggugat. Menggugat kebijakan sinterklas yang ditempuh pemerintah dengan rasa bangga selama ini melalui program beras untuk keluarga miskin (raskin) dan bantuan langsung tunai (BLT). Alorawe sekadar berita kecil demikian tulis Beta yang mungkin tak sempat dikecapi isinya oleh tuan dan puan (PK, Beta, Senin, 8 Juni 2009).

Alorawe memang hanya sebuah desa kecil di Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagakeo. Berita tentang Alorawe pun tidak memiliki daya ledak tinggi. Desa yang terpencil dan terisolir ini tidak memiliki jalan. Bayangkan sudah setengah abad lebih kita merdeka dan salah satu aspek infrastruktur berupa jalan raya pun sama sekali tidak ada untuk warga Alorawe. Kisah yang diangkat Beta ini sungguh sebuah kisah dari pinggir, yang mencoba menembus sekat kemapanan sinterklas di lingkup Propinsi NTT dan Kabupaten Nagekeo sendiri untuk mencari alternatif tentang pembangunan.

Kolom Beta adalah sebuah kolom yang menurut penulis adalah sebuah kolom yang tak hanya sekadar menulis kembali semua yang menjadi pemberitaan Pos Kupang, melainkan lebih dari itu kolom Beta adalah sebuah kolom estetika. Estetika artinya ilmu tentang keindahan atau cabang filsafat yang membahas tentang keindahan yang melekat dalam kehidupan sosial masyarakat dan sebuah karya seni.

Beta identik dengan gulma tetapi bukan sembarang gulma. Kalau dalam dunia tanam-tanaman, gulma adalah tanaman pengganggu, maka Beta adalah gulma yang mengikat, menjerat, mencekik dan merasuk rasa nyaman orang-orang terhormat yang memang senang menerima penghormatan dan disapa dengan Yang Terhormat.

Simak ulasan Yth (PK, Beta, 22 Juni 2009). Cincin emas-berlian tanda ucapan terima kasih atas pengabdian yang luar biasa selama lima tahun memperjuangkan aspirasi rakyat Flobamora. Mereka yang selalu disapa Yth meski rumah dinas untuk mereka yang dibangun dengan uang pajak rakyat dibiarkan tanpa penghuni. Persoalannya bukan soal cincin emas karena telah memperjuangkan aspirasi rakyat (yang belum tentu juga benar) tetapi sapaan Yth jangan-jangan mirip talkshow negeri impian di televisi. Bangga karena selalu disapa Yth tetapi sebenarnya kegalauan sedang meliputi seluruh diri (apa sih yang telah diperjuangkan Yth, seperti saya ini?).

Demikian pertanyaan yang senantiasa mengganggu pikiran dan benak si Yth. Kemajuan tidak diukur dengan berdasarkan semakin banyaknya jumlah sapaan Yth. Ulasan Beta tentang Yth adalah sebuah bentuk protes akan kondisi impersonal, kondisi Yth sebagai manusia tanpa kemanusiaanya, tanpa kepribadian.

Para Yth di negeri ini memang harus senantiasa diusik agar jangan sampai mereka lelap. Maka suara Beta sebenarnya adalah seruan yang membangunkan para Yth dari tidur lelap. Yth harus diajak, diberondong dengan pertanyaan-pertanyaan pengganggu tentang kebijakan-kebijakan yang diambil yang menyangkut masalah hidup orang banyak agar Propinsi NTT tidak terus-menerus dicap punya hobi unik yakni mengoleksi MoU (Memorandum of Understanding) yang selalu tidak tepat sasar.

Pos Kupang pada kolom Beta 1 Juni 2009 menulis demikian, coba periksa fakta di beranda Flobamora, adakah MoU yang sungguh menjejak bumi? Mudahkah tuan menemukan penjabaran konkret atau agenda aksi demi merealisasikan nota kesepahaman yang telah ditandatangani? MoU sungguh menebar pesona.. Suatu hari diakhir masa jabatan, terjadilah serah terima jabatan. Pejabat lama maju menyerahkan memori kepada penggantinya. Dia mengucap sepata dua kata. Hadirin yang terhormat, selama masa kepemimpinan saya, lembaga ini membuat sejarah. Saya menandatangani MoU dengan 50 mitra. Tidak ada institusi seperti kita! Pejabat baru menerima memori itu dengan senyum terangguk. Bangga! Tepuk riuh membahana.

MoU seperti yang disuarakan Beta merupakan sebuah pelajaran teramat berharga bahwa MoU harus telak benar mendarat dengan apa yang menjadi harapan rakyat banyak. Beta dalam seruan ini jelas menunjukkan keberpihakan terhadap rakyat sebagai korban dari MoU yang menindas. Beta mengingatkan bahwa MoU yang selalu melingkupi kehidupan rakyat banyak jangan sampai menjadi ironi.

Kolom Beta sesungguhnya adalah sebuah kritik sosial yang senantiasa menukik dari pinggir. Ia harus memulai dari pinggir, mengangkat realitas pinggiran yang sering terlewatkan dan menukiknya dalam-dalam. Tukikan itulah yang diulas dalam kolom Beta. Beta menjadi pengganggu, tukang kritik yang harus senantiasa ada untuk menyatakan bahwa diam-diam dalam keharmonisan itu tidak baik. Sebab keharmonisan kadang menjadi hegemonik yang menciptakan ketimpangan. Maka perlawanan dengan menukik dari pinggir adalah penting.*

Pos Kupang edisi Kamis, 9 Juli 2009 halaman 4
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes