Polisi


JEFRI Lay agak terburu-buru keluar dari rumah Senin pagi itu. Setelah hidupkan mesin sepeda motor, dia menjemput sobat karib sekaligus teman sekelasnya, Kristovel Taebenu. Kedua remaja yang tinggal bertetangga itu pun melaju dari kediaman mereka di Kelurahan Sikumana menuju Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Cahaya Putra-Kupang.

Hari Senin 12 Oktober 2009 ada ujian tengah semester di sekolah mereka. Jefri dan Kris berusaha sampai di sekolah tepat waktu. Keduanya melewati ruas Jalan HR Koroh, Jl. Soeharto, Jl. Soedirman dan Jl. Mohammad Hatta-Kupang. Pada pagi hari, arus lalu lintas di jalan protokol tersebut memang padat.


Awal "tragedi" menimpa kedua remaja itu ketika memasuki Jl. Mohammad Hatta atau sekitar satu kilometer dari SMK Cahaya Putra. Jefri dan Kris yang tanpa mengenakan helm dilihat anggota Satlantas Polresta Kupang yang sedang patroli.

Anggota Satlantas di dalam mobil berteriak menggunakan mikrofon, "Tangkap itu, tangkap itu!" Jefri tetap memacu kendaraannya ke arah sekolah. Teriakan itu rupanya didengar anggota Samapta Polda NTT yang sedang bertugas di depan toko Barata yang berhadapan dengan Rumah Sakit Umum (RSU) Prof. Dr. WZ Johannes Kupang.

Nah, menurut saksi mata, saat Jefri dan Kris melaju di depan Barata Swalayan, anggota Polda NTT menendang sepeda motor mereka. Kedua remaja hilang keseimbangan, terjatuh dan terlempar sekitar empat meter. Kristovel terseret ke arah kanan jalan, dan pada saat bersamaan dari arah berlawan melaju bemo (angkot) Genesis DH 2067 EA yang dikemudikan Marthen Daniel Ndolu. Tubuh Kris masuk kolong angkot dan digilas ban depan sebelah kanan. Kepalanya cedera berat dan Kris menghembuskan nafas terakhir. Sedangkan Jefri terseret ke sisi kiri jalan dan kepalanya terluka parah. Jefri sempat dirawat di RSU Kupang. Namun, sekitar pukul 17.30 Wita Senin (12/10/2009), Jefri Lay meninggal dunia.

Demikian kisah Jefri dan Kris yang beta rangkum kembali. Tuan dan puan yang setia mengikuti laporan media massa sepekan terakhir tentunya telah mengetahui beragam informasi tentang peristiwa itu. Warga masyarakat agaknya memaklumi bahwa kedua remaja itu salah karena tidak mengenakan helm. Mereka melanggar aturan berkendara di jalan umum.

Dan, polisi tidak salah menegur mereka. Polisi menjalankan tugasnya. Namun, penyebab kematian yang diduga akibat tendangan polisi perlu pembuktian lewat proses hukum yang transparan. Orang tak akan mudah menerima begitu saja jika pada akhirnya "tragedi" itu dibiarkan mengambang atau mengorbankan orang lain sebagai kambing hitam. Toh lebih dari satu orang saksi yang melihat peristiwa itu di TKP. Bahkan sebelum dipanggil penyidik para saksi dengan kesadaran sendiri telah memberikan keterangan kepada polisi.

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT, Brigjen Polisi Drs. Antonius Bambang Suedi, M.M sudah menyampaikan janji melegakan. Kapolda tidak akan melindungi oknum polisi yang menendang sepeda motor Jefri dan Kristovel. Kapolda pun telah memerintahkan penyidik memroses kasus tersebut.

Gayung bersambut! Tanggal 16 Oktober 2009, penyidik Provost Polda NTT melakukan olah TKP di Jalan Mohammad Hatta. Penyidik menghadirkan dua saksi mata, Ny. Salomi Nenogasu dan Leo Manuk serta Marthen Daniel Ndolu, sopir Genesis. Dihadirkan pula tiga anggota Samapta Polda NTT, Brigpol Salahudin, Bripda Hangri S Raja Tuka, dan Bripda Wiliam Trisna sebagai saksi. Keseriusan polisi patut diapresiasi. Semoga segera datang titik terang tentang penyebab kematian Kristovel dan Jefri.

Kematian mereka menyembulkan fakta menarik: Polisi periksa polisi! Beta percaya, tuan dan puan sedang harap-harap cemas menanti akhir kisahnya. Apakah akan berakhir sebagai sinetron berjudul jeruk makan jeruk? Huss! Jangan berburuk sangka dulu. Polisi sedang bekerja serius dan profesional. Tugas tuan dan puan cukup mengawal dan lihat hasilnya nanti.

Tuan dan puan pasti sayang polisi, tetapi lebih sayang diri sendiri bukan? Kalau jawab ya, maka beta sarankan untuk ikut menunaikan tugas ini. Tugas mulia yang tidak berat. Mulai detik ini ingatkan selalu anak, istri, suami, om, tanta, kakak, adik, sepupu jauh atau sepupu dekat, kekasih, pacar, teman, opa, oma, mertua, menantu atau ipar agar sayang nyawa saat berada di jalan raya. Kalau naik motor, entah sepeda motor sendiri atau ojek, jangan lupa pakai helm. Jangan lupa periksa kelengkapan kendaraan mulai dari kaca spion, plat nomor sampai SIM. Kalau anakmu belum cukup umur, ya tunda dulu beri dia kesempatan beraksi dengan sepeda motor tanpa SIM dan helm.

Mengapa beta sarankan hal yang mungkin dianggap sepele? Soalnya simpel, kawan! Orang kita betul-betul kepala batu kalau melintas di jalan umum. Hebat benar orang kita karena senang bermain-main dengan nyawa sendiri. Sikap malas tahu untuk menaati aturan lalu lintas sungguh "mengerikan" di beranda Flobamora. Sekarang UU Lalu Lintas No. 22/2009 wajibkan pengendara sepeda motor nyalakan lampu siang hari. Pasal UU itu kalah hebat! Kenapa? Asal tahu saja (mungkin) hanya di Kupang atau kota-kota NTT, sebagian orang lebih percaya ketajaman mata menembus kegelapan malam dengan sepeda motor.

Dan, mungkin cuma di kampung kita, 'kepala batu' tak kunjung melunak meski sudah berjuta kejadian sepeda motor tabrak sepeda motor atau sepeda motor bakucium dengan moncong oto. Beribu kali polisi dan pegawai Dinas Perhubungan menegur. Berulang jua peristiwa yang sama. Mengubah tabiat memang tak gampang. Jadi, baiklah bila kampanye sayang nyawa mulai dari diri sendiri, dari lingkungan terkecil; keluarga, tetangga, tempat kerja! Mudah to? (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 19 Oktober 2009 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes