KITA kembali mendengar kabar sedih tentang nasib tenaga kerja asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengadu nasib di negeri orang. Impian Yovita Nurtin (40) mendapatkan gaji sebesar Rp 1,9 juta per bulan di Kelantan, Malaysia tak kesampaian. Dua tahun lebih merawat wanita jompo, Yovita tak dibayar selembar ringgit pun oleh majikannya bahkan dia terkurung saja di dalam di rumah.
Warga Kampung Wongka, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat Kabupaten Manggarai ini merasa beruntung telah dikeluarkan dari rumah majikan kemudian diantar ke agen di Kelantan. Dari sana dia diberangkatkan ke Kuala Lumpur kemudian diterbangkan ke Jakarta, Kupang, Labuan Bajo. Yovita diantar petugas BP3TKI Kupang sampai ke Ruteng, Rabu (4/11/2015) lalu.
"Dua tahun lebih sejak Februari 2013, saya ada di dalam rumah majikan saja dengan wanita jompo. Tugas saya sapu, pel, masak dan rawat orangtua itu. Tapi saya juga tidak kenal nama wanita jompo itu dan majikan saya," kisah Yovita kepada Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Manggarai, Drs. Rafael Ogur dan petugas BP3TKI Kupang, Riani Karim serta Sonya Simorangkir di Ruteng, Kamis (5/11/2015).
Yovita mengatakan, selama dua tahun lebih dia dilarang keluar dari rumah. Bahkan sekadar ke jalan raya untuk melihat keadaan sekeliling. Pintu dan pagar rumah tinggi. "Gaji saya tidak dibayar," ujarnya.
Tenaga kerja asal NTT mendapat perlakuan buruk oleh majikan merupakan kabar yang berulang. Yovita boleh merasa beruntung bisa pulang dalam keadaan sehat. Tidak ada kekerasan fisik yang menderanya. Ada yang nasibnya jauh lebih buruk daripada Yovita. Selain tidak mendapatkan gaji, mereka juga dianiaya hingga cacat. Sebut misalnya kasus Nirmala Bonat yang menarik perhatian publik negeri ini beberapa tahun silam.
Setiap kali mendengar masalah tenaga kerja di mancanegara, kita tak bosan-bosan mengingatkan lagi tentang pentingnya perlindungan bagi para pahlawan devisa tersebut. Negara (pemerintah) tidak boleh tinggal diam melihat tenaga kerja kita diperlakukan secara tidak adil.
Dalam kasus Yovita Nurtin, perlu segera ditelusuri siapa agen yang merekrut dia dari Kampung Wongka, Manggarai sampai dipekerjakan pada majikan di Kelantan, Malaysia. Agen tidak boleh lepas tangan begitu saja. Bagaimana pun Yovita sudah menjadi korban. Bayangkan, dua tahun lebih bekerja tanpa dibayar sepeser pun! Agen perekrut tenaga kerja yang tidak profesional harus mendapatkan sanksi setimpal.
Dari kasus Yovita, kita menggarisbawahi pentingnya peran pengawasan dari pemerintah, DPRD serta kelompok masyarakat sipil terhadap perusahaan pengerah jasa tenaga kerja yang beroperasi di daerah ini.
Pengawasan melekat dan berkesinambungan merupakan kebutuhan mengingat tingginya jumlah tenaga kerja asal NTT yang berangkat ke luar negeri, terutama negara tujuan Malaysia. Sudah berulangkali pemerintah daerah ini kecolongan. Pemerintah baru terkejut dan beraksi setelah mengetahui ada kasus TKI asal NTT yang disekap, diperlakukan tidak adil oleh agen perekrut atau majikan mereka.
Kiranya menjadi tekad semua pemangku kepentingan di NTT untuk bekerja lebih baik terkait ketenagakerjaan agar kasus seperti dialami Nirmala Bonat dan Wilfrida Soik tidak terjadi lagi di masa depan. *
Sumber: Pos Kupang 9 November 2015 hal 4
0 komentar:
Posting Komentar