*Dialog KKP Indonesia-Timor Leste (3)
PERTANYAAN Kapolda NTT, Brigjen Polisi Robertus B Sadarum sungguh menarik. "Apakah Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste bisa menjamin rekomendasi akhir yang mereka hasilkan nanti tidak menimbulkan penuntutan hukum? Atau dalam ungkapan Sadarum, bukankah rekomendasi akhir KKP bisa membangunkan macan tidur?
"Mengungkap kebenaran berarti harus ada proses hukum. Karena itu saya berpendapat lebih baik KKP menjadi Komisi Pengampunan dan Persahabatan, bukan Komisi Kebenaran dan Persahabatan. Mengapa? Karena pengampunan itu bersumber dari hati," demikian Kapolda.
"KKP memang tidak menjamin tak akan membangunkan macan tidur. Tapi pembentukan KKP tidak untuk maksud itu," kata komisioner asal RI, Antonius Sujata. Ditegaskan lagi komisioner asal Timor Leste, Felicidade Guterres, Maria Olandina Alves dan Aniceto Guterres. "Gugatan" dari Kapolda menyentuh persoalan substansial dalam mandat dan peran KKP.
Mgr. Petrus Turang, Pr menjelaskan, pembentukan dan pelaksanaan tugas KKP dilandaskan pada sejumlah prinsip dasar. Pertama, mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam perundangan kedua negara yang berkenaan dengan karya kebenaran dan rekonsiliasi. Kedua, memperhatikan kompleksitas dari situasi transisi tahun 1999 dalam kerangka memperkokoh rekonsiliasi dan persahabatan kedua negara.
Ketiga, berdasarkan pendekatan yang berorientasi ke depan dan rekonsiliatif. "Dengan demikian tidak akan mengarah pada proses penuntutan (hukum) dan akan menekankan tanggung jawab kelembagaan," katanya. Keempat, mendorong peningkatan rekonsiliasi intra dan antarkedua masyarakat guna menyembuhkan luka-luka masa lalu. "Dan terakhir, tidak apriori terhadap proses pengadilan yang sedang berlangsung mengenai kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di Timor Leste tahun 1999 dan tidak merekomendasikan pembentukan badan pengadilan apapun," kata Uskup Turang.
Penjelasan Uskup Agung Kupang itu cukup menggambarkan prinsip dasar KKP Indonesia- Timor Leste. Namun, uskup juga memahami bahwa komisi kebenaran kerap disorot soal impunitas. "Banyak kalangan mengamati bahwa perbedaan mendasar antara peradilan dan komisi kebenaran adalah pada sifat dan lingkup perhatian kepada para korban. Melalui kesempatan untuk memberikan kesaksian atau dengan penerbitan laporan yang menggambarkan pengalaman penderitaan, komisi kebenaran memberi suara kepada korban, dimana hal ini tidak sepenuhnya efektif dalam ruang lingkup proses peradilan," demikian uskup.
Kalau demikian, apakah hasil kerja komisi kebenaran melanggengkan impunitas? Uskup Turang memberi penjelasan lanjut. "Terkait dengan yang diduga pelaku pelanggaran HAM, komisi kebenaran di manapun (termasuk KKP) tidak melanggengkan impunitas -- suatu isu yang kerap menarik perhatian besar dalam pelanggaran HAM berat. Sama halnya dengan komisi kebenaran lain, ketentuan amnesti dalam pengertian KKP tidak otomatis atau bersifat blanket amnesty. Adapun kriteria yang menjadi landasan rekomendasi amnesti, antara lain adanya pengakuan peran dan tanggung jawab dalam peristiwa pelanggaran HAM serta penyampaian rasa penyesalan dan permintaan maaf secara publik. Dengan demikian, persahabatan sejati diharapkan dapat terwujud melalui penciptaan keadilan bagi korban maupun pelaku," ujar Uskup Turang.
PERTANYAAN Kapolda NTT, Brigjen Polisi Robertus B Sadarum sungguh menarik. "Apakah Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia-Timor Leste bisa menjamin rekomendasi akhir yang mereka hasilkan nanti tidak menimbulkan penuntutan hukum? Atau dalam ungkapan Sadarum, bukankah rekomendasi akhir KKP bisa membangunkan macan tidur?
"Mengungkap kebenaran berarti harus ada proses hukum. Karena itu saya berpendapat lebih baik KKP menjadi Komisi Pengampunan dan Persahabatan, bukan Komisi Kebenaran dan Persahabatan. Mengapa? Karena pengampunan itu bersumber dari hati," demikian Kapolda.
"KKP memang tidak menjamin tak akan membangunkan macan tidur. Tapi pembentukan KKP tidak untuk maksud itu," kata komisioner asal RI, Antonius Sujata. Ditegaskan lagi komisioner asal Timor Leste, Felicidade Guterres, Maria Olandina Alves dan Aniceto Guterres. "Gugatan" dari Kapolda menyentuh persoalan substansial dalam mandat dan peran KKP.
Mgr. Petrus Turang, Pr menjelaskan, pembentukan dan pelaksanaan tugas KKP dilandaskan pada sejumlah prinsip dasar. Pertama, mempertimbangkan prinsip-prinsip dasar yang tertuang dalam perundangan kedua negara yang berkenaan dengan karya kebenaran dan rekonsiliasi. Kedua, memperhatikan kompleksitas dari situasi transisi tahun 1999 dalam kerangka memperkokoh rekonsiliasi dan persahabatan kedua negara.
Ketiga, berdasarkan pendekatan yang berorientasi ke depan dan rekonsiliatif. "Dengan demikian tidak akan mengarah pada proses penuntutan (hukum) dan akan menekankan tanggung jawab kelembagaan," katanya. Keempat, mendorong peningkatan rekonsiliasi intra dan antarkedua masyarakat guna menyembuhkan luka-luka masa lalu. "Dan terakhir, tidak apriori terhadap proses pengadilan yang sedang berlangsung mengenai kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di Timor Leste tahun 1999 dan tidak merekomendasikan pembentukan badan pengadilan apapun," kata Uskup Turang.
Penjelasan Uskup Agung Kupang itu cukup menggambarkan prinsip dasar KKP Indonesia- Timor Leste. Namun, uskup juga memahami bahwa komisi kebenaran kerap disorot soal impunitas. "Banyak kalangan mengamati bahwa perbedaan mendasar antara peradilan dan komisi kebenaran adalah pada sifat dan lingkup perhatian kepada para korban. Melalui kesempatan untuk memberikan kesaksian atau dengan penerbitan laporan yang menggambarkan pengalaman penderitaan, komisi kebenaran memberi suara kepada korban, dimana hal ini tidak sepenuhnya efektif dalam ruang lingkup proses peradilan," demikian uskup.
Kalau demikian, apakah hasil kerja komisi kebenaran melanggengkan impunitas? Uskup Turang memberi penjelasan lanjut. "Terkait dengan yang diduga pelaku pelanggaran HAM, komisi kebenaran di manapun (termasuk KKP) tidak melanggengkan impunitas -- suatu isu yang kerap menarik perhatian besar dalam pelanggaran HAM berat. Sama halnya dengan komisi kebenaran lain, ketentuan amnesti dalam pengertian KKP tidak otomatis atau bersifat blanket amnesty. Adapun kriteria yang menjadi landasan rekomendasi amnesti, antara lain adanya pengakuan peran dan tanggung jawab dalam peristiwa pelanggaran HAM serta penyampaian rasa penyesalan dan permintaan maaf secara publik. Dengan demikian, persahabatan sejati diharapkan dapat terwujud melalui penciptaan keadilan bagi korban maupun pelaku," ujar Uskup Turang.
***
DALAM melaksanakan mandatnya, KKP akan melewati tiga tahapan kegiatan ini yaitu tahap pemeriksaan dan analisis dokumen, tahap fact-finding dan verifikasi data serta tahap penyusuhan laporan akhir. Saat ini KKP sedang merampungkan kegiatan tahap pertama. Tahap kedua merupakan pekerjaan tidak ringan. KKP akan menemui banyak orang yang terkait dengan peristiwa menjelang dan segera setelah jajak pendapat 1999. Dalam dialog di Hotel Kristal- Kupang, 4 Januari 2007, muncul sejumlah pertanyaan penting dari peserta dialog. Bagaimana KKP akan menjamin kerahasiaan informasi yang diperoleh? Perlindungan apakah yang akan diberikan kepada para korban, saksi serta mereka yang diduga terlibat (terduga) dalam peristiwa 1999? Pertanyaan ini penting karena korban maupun pihak terduga sulit mengungkap sesuatu yang dilihat dan atau dirasakan jika tidak ada jaminan rasa aman.
"KKP akan memberikan perlindungan berdasarkan pada sistem hukum yang berlaku di Indonesia dan Timor Leste. KKP memastikan bahwa setiap orang yang memberikan informasi tidak akan menghadapi intimidasi, ketakutan atau ancaman fisik," kata Aniceto Guterres. "Melalui pertimbangan KKP, setiap orang diharapkan memberikan informasi berdasarkan pada asas kerahasiaan dan KKP tidak akan mengungkap kepada publik setiap informasi yang diperoleh secara rahasia. Jadi, kami sangat mengharapkan mereka yang diduga terlibat pun jangan takut bersaksi atau memberikan informasi kepada KKP," tambah Antonius Sujata.
Para korban dan terduga merupakan subyek utama dalam upaya KKP mengungkap kebenaran peristiwa tragis 1999. KKP akan mengundang atau menemui mereka untuk memberikan kesaksian dan menceritakan pengalamannya. Korban akan menyampaikan kesaksiannya, sementara pihak terduga akan mendapat kesempatan untuk mengakui kesalahan yang telah diperbuatnya untuk mendapatkan pengampunan. Kerja sama dari para korban dan terduga sungguh merupakan sesuatu yang penting dalam tahap kedua kegiatan KKP. Seperti digariskan dalam mandatnya, KKP akan merekomendasikan pengampunan bagi mereka yang bekerjasama secara penuh dalam mengungkap kebenaran peristiwa 1999. (dion db putra/bersambung)