Jangan Halalkan Segala Cara

Kontingen atlet dan ofisial Provinsi   Nusa Tenggara Timur (NTT) yang akan berlaga di  PON XIX 2016 di Jawa Barat 17-29 September 2016 sudah dilepas secara resmi oleh Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya di Kupang, Selasa (13/9/2016). Menurut rencana para atlet dan ofisial akan berangkat ke Bandung hari Kamis (15/9/2016).

Kita bersyukur  kontingen  NTT berangkat ke PON Bandung dengan kekuatan yang lumayan besar. Melalui perjuangan berat sebanyak 76 atlet NTT dari 12 cabang olahraga (cabor) berhak tampil pada pesta olahraga tertinggi di Indonesia tersebut.
Dari 12 cabor itu, ada tiga cabang permainan atau perlombaan dan sembilan cabang pertandingan.

Tiga cabang perlombaan yakni atletik, berkuda dan binaraga. Sejak puluhan tahun lalu NTT sudah  dikenal sebagai gudang atlet atletik. Cabang olahraga terukur  ini biasanya menjadi lumbung medali bagi kontingen Flobamora. NTT juga mengandalkan cabang pertandingan seperti tinju, kempo, karate, pencak silat, taekwondo dan tarung derajat. 

KONI NTT mematok target yang realistis yaitu menyamai  menyamai prestasi PON XVIII 2012 di Pekanbaru, Riau, yakni tiga medali emas, sembilan perak dan lima perunggu. Target itu tidak muluk-muluk karena KONI NTT tentu menyadari persaingan di arena PON Jabar 2016  tidaklah mudah. Semua daerah telah mempersiapkan atletnya dengan baik setidaknya dalam waktu satu tahun terakhir.

Secara khusus kita beri acungan jempol untuk KONI NTT. Guna memotivasi atlet meraih prestasi terbaik,  KONI sudah menyiapkan bonus.  Semua peraih medali, entah medali emas, perak maupun perunggu bakal  mendapat bonus rumah dan uang. Untuk peraih medali emas Rp 100 juta dan rumah tipe 36. Medali perak Rp 75 juta dan rumah tipe 36 dan medali perunggu Rp 50 juta dan rumah tipe 36.

Mantan Ketua Harian KONI NTT, Ir. Esthon L Foenay, M.Si melukiskan  kebijakan pemberian hadiah dan penghargaan ini sangat spektakuler, luar biasa. "Resonansi dan gaung pemberian penghargaan kepada atlet oleh Ketua Umum KONI NTT, Bapak Frans Lebu Raya dengan lokomotifnya Ketua Harian KONI NTT, Ir. Andre W Koreh, MT, perlu diapresiasi secara positif. Mengapa? Perjuangan memperoleh dana, tidak saja bersumber dari APBD sebagai anggaran pemerintah, tetapi juga sumbangan dari berbagai pihak, komunitas dan bantuan perorangan," kata Esthon.

Atlet NTT yang bertanding di PON 2016 tentu  bersyukur mendapat perhatian yang demikian besar dari KONI dan masyarakat olahraga NTT. Tetapi kita perlu mengingatkan bahwa bonus bukan tujuan. Dia sekadar stimulan agar patriot olahraga NTT  mempersembahkan prestasi terbaik demi keharuman nama Flobamora. Kalau bonus menjadi tujuan atlet, sangat   dikhawatirkan mereka akan menghalalkan segala cara demi meraih medali emas, perak atau perunggu.  Dia mengabaikan sportivitas yang menjadi roh patriot olahraga. 

Sebut misalnya menggunakan doping agar stamina tetap oke atau mencurangi lawan tanding.  Hal-hal seperti ini sangat tidak dianjurkan bagi atlet NTT. Kita mengharapkan mereka tetap bertanding dengan sportif. Meraih medali karena memang dialah yang terbaik. Selamat berjuang!*

Sumber: Pos Kupang 14 September 2016 hal 4

Tim WVI Kunjungi Pos Kupang

Tim WVI di Pos Kupang 29-8-2016
KUPANG, PK - Kepala Desa (Kades) Wolomotong, Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Romanus Rabu mengatakan, kehadiran Wahana Vivi Indonesia (WVI) di Kabupaten Sikka telah banyak membantu masyarakat dan pemerintah untuk memberi  perhatian terhadap anak. Keterlibatan anak dalam pembangunan pun mulai nyata, bahkan anak-anak berani mengkritik pemerintah.

"Di bidang kesehatan, misalnya, masih banyak warga yang tidak memiliki MCK, dan anak-anak berani teriak minta diadakan diadakan MCK. Ini karena dalam musyawarah anak-anak kita libatkan. Lebih baik kita belajar dari anak," kata Romanus saat bersama tim WVI berkunjung ke Redaksi Pos Kupang, Senin (29/8/2016).

Menurutnya, ketika menjadi kepala desa, semua program yang dilakukan berfokus pada anak. Itu dilakukan dalam keterbatasan. Namun, dalam keterbatasan itu, dia terbantu oleh kehadiran WVI yang juga memberi fokus pada anak.

"Fakta di masyarakat lain, mereka lupa soal anak dan anak dianggap nomor sekian. Karena itu, kami pemerintah desa melihat, alangkah baiknya kita libatkan anak-anak dalam musywarah mulai dari dalam rumah," katanya.

Kepala Desa Nita, Antonius B Luju mengatakan, ketika memulai tugas sebagai kepala desa dia mengalami kesulitan karena partisipasi masyarakat sangat minim. Namun setelah dilakukan diskusi terus menerus dengan masyarakat dan sosialisasi sampai di RT/RW, akhirnya bisa mendapatkan hasil yang baik.

Operational Director WVI, Irene Marbun, Zonal Manager Timor, Sumba dan Alor, Enifora Rambe, mengatakan, apa yang mereka lakukan, termasuk mengunjungi Pos Kupang, adalah langkah awal untuk mengabarkan apa yang mereka lakukan bersama masyarakat.  Dalam waktu dekat lembaga ini akan menggelar Festival Praktik Cerdas Pembangunan di Neo Hotel Kupang, yang akan melibatkan masyarakat yang mereka dampingi. Dalam festival itu, masyarakat akan menceritakan berbagai praktik cerdas yang mereka miliki dan mereka lakukan di tempat mereka.

"Investasi sosial jauh lebih dahsyat karena kia bertemu dengan tokoh-tokoh yang punya visi untuk membangun masyarakatnya," kata Enifora.

Pemred Pos Kupang, Dion DB Putra, meminta agar WVI jangan terkesan bekerja diam-diam. WVI juga perlu menyatakan karyanya kepada publik agar masyarakat tahu dan belajar dari karya tersebut.

Kunjungan ini diikuti Operational Director WVI, Irene Marbun, Zonal Manager Timor, Sumba dan Alor, Enifora Rambe, Zonal Manager Flores, Eben Sembiring, Project Manager, Andreas Sihotang dan Advocacy Coordinator, Rikardus Wawo. (yel)

   
Sumber: Pos Kupang 30 Agustus 2016 hal 2

Janes: Terima Kasih Sudah Membantu

Panitia Jelajah Sepeda Kompas
KUPANG, PK - "Terima kasih buat Pos Kupang, karena teman-teman sudah banyak membantu kami dalam event ini sejak awal persiapan dan survei tahun lalu hingga pelaksanaan. Kami sadari tanpa teman-teman kegiatan ini tidak bisa kami lakukan dengan lancar dan aman."
Hal ini disampaikan Ketua Panitia Jelajah Sepeda Flores -Timor, Janes Eudes Wawa saat acara syukuran di Kantor Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (24/8/2016) malam.

Menurut Janes, Pos Kupang turut memberi kontribusi dalam event Jelajah Fores-Timor mulai dari Labuan Bajo-Atambua dan semua bisa berjalan lancar dan aman. "Tanpa bantuan teman- teman kami tidak bisa laksanakan kegiatan ini dengan lancar dan aman," kata Janes.

Dia menjelaskan, mereka akan kembali ke Jakarta pada Kamis (25/8/2016), namun sebagai induk perusahaan, dirinya bersama teman-teman harus menyambangi Pos Kupang. "Sebagai kapal induk, tidak mungkin kami datang dan pergi begitu saja, karena itu kami datang untuk sampaikan berterima kasih serta makan malam bersama. Kami sepakat sebelum pulang harus makan bersama dan makan malam tidak boleh di tempat lain, harus di Pos Kupang," katanya.

Dikatakannya, ada tiga event yang digelar Kompas, yakni Dana Kemanusaian Kompas (DKK ) melalui pengobatan gratis dengan operasi katarak di Maumere dan Atambua. Kemudian jelajah yang telah selesai digelar.

"Dengan even ini kami juga banyak belajar dari apa yang ada di NTT, meski saya dan beberapa panita berasala dari sini, tapi tidak tahu selera dari warga NTT," ujarnya.

Janes mengatakan, kegiatan yang dilakukan itu, masih dilihat sama seperti Tour de Flores (TdF), terutama oleh aparat. Meski  sudah diberi pengertian bahwa event ini hanya sebagai ruang untuk orang bersenang-senang, namun ada juga yang melihat sebagai kejuaraan.

"Kami juga akan buat Festival Kopi Flores yang akan berlangsung pada 15-17 September 2016 di Jakarta. Kami akan mengundang Pos Kupang untuk turut meliput dan Kompas akan menanggung biaya transportasi dan penginapan," kata Janes .  

Pemred Harian Pagi Pos Kupang, Dion DB Putra mengatakan, momen Jalajah Flores-Timor turut mengangkat Pos Kupang. "Kita diangkat oleh Kompas sehingga  kita juga ikut melanbung, karena itu kita  berterima kasih kepada Kompas. Melalui panitia tolong sampaikan terima kasih kami kepada pimpinan di Jakarta. Branding Kompas ini turut mengangkat Pos Kupang," kata Dion. (yel)

Sumber: Pos Kupang 25 Agustus 2016 hal 2

Diskusi Forum Media di Kupang

Suasana diskusi Forum Media 19 Sept 2016
KUPANG, PK --Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTT mengingatkan  para pengelola keuangan desa agar mengelola dana yang begitu besar sesuai aturan yang berlaku.

Kepala BPK Perwakilan NTT, Dewi Ciantrini menyampaikan itu ketika membuka kegiatan dialog Forum Media tentang Permasalahan dan Harapan Dalam Pengelolaan Keuangan Desa di Kantor BPK Perwakilan NTT, Senin (19/9/2016).

Dialog yang dimoderator I Gede Putra Wijaya ini menghadirkan empat orang nara sumber yakni, Dosen UKAW Kupang  Frits Fanggidae, Kepala Desa Manusak, Kupang Timur,  Arthur Ximenes,  Kepala LPP RRI Kupang, Enderiman Butar Butar dan Pemimpin Redaksi Harian Pagi Pos Kupang, Dion DB Putra.

Menurut Dewi, tahun 2015 seluruh desa di NTT memperoleh dana desa dengan nilai total  sebesar Rp 0,8 triliun. Angka ini meningkat tahun 2016 dimana semua desa mendapat Rp 1,8 triliun. Kabupaten TTS memperoleh porsi tertinggi yaitu Rp 73 miliar tahun 2015 dan tahun 2016 mendapat Rp 165 miliar. Sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Sabu Raijua yaitu Rp 17 miliar (2015) dan Rp 38 miliar (2016).

Saat ini, beber Dewi,  pemeriksaan BPK terhadap keuangan desa dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota, namun hanya berdasarkan laporan yang diterima oleh Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa.

"Fokus pemeriksaan BPK tahun 2016-2010  adalah pembangunan kewilayahan desa dan kawasan pedesaan sehingga BPK juga berperan untuk mendorong pengelolaan dana desa secara transparan dan akuntabel. Untuk itu BPK merencanakan pemeriksaan yang lebih intensif pada masa mendatang termasuk melalui pemeriksaan kinerja atau pemeriksaan dengan tujuan tertentu atas dana desa," ujar Dewi.

Dewi berharap media forum ini memberikan gambaran permasalahan dan harapan atas pengelolaan keuangan desa. Selain sebagai masukan kepada BPK, juga sebagai momentum bersama untuk mencegah terjadinya  penyimpangan dalam pengelolaan dana desa.

Pakar ekonomi dari Universitas Kristen Artha Wacana Kupang (UKAW), Dr. Frits O Fanggidae membeberkan bahwa hasil kajian dan observasi mahasiswa UKAW saat melakukan KKN yang baru kembali dua pekan lalu diketahui adanya keterbatasan kemampuan aparatur desa dalam menetapkan perencanaan sehingga belanja desa kehilangan fokus atau prioritas.

Keterbatasan aparatur ini diakui Kepala Desa Manusak, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Arthur Ximenes. "Kendala kapasitas aparatur muncul sejak pengaturan syarat seorang Kepala Desa minimal lulusan SMP, sedangkan Sekretaris Desa minimal SMA. Perbedaan ini tentu menimbulkan beban psikologis hubungan Kades dan Sekdes, serta menjadi gap kapasitas antara keduanya," tegas Ximenes.

Kepala LPP RRI Kupang, Enderiman Butar Butar dan Pemred Harian Pagi Pos Kupang, Dion DB Putra sepakat agar perlu dilakukan sosialisasi secara masif terkait pengelolaan dana desa. Dengan demikian, masyarakat dan aparat pelaksana di desa dapat menjalankan program untuk kesejahteraan masyarakat dan meminimalisir terjadinya penyimpangan. (yon/ery)

Sumber: Pos Kupang 20 September 2016 hal 1

Film Karya Anak NTT Ikut Festival di Kazakhstan

Salah satu adegan dalam film NOKAS
POS KUPANG.COM, KUPANG - Sebuah film dokumenter karya Manuel Alberto Maia dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT)   akan mengikuti Eurasia International Film Festival 2016 di Almaty, Kazakhstan, 27 September 2016. Dalam festival ini, Film NOKAS akan diputar untuk pertama kalinya.

Demikian siaran pers tim humas produksi film yang diterima Pos Kupang, Selasa (20/9/2016). 

Film ini berkisah mengenai seorang pemuda yang bernama Nokas yang ingin menikahi kekasihnya, seorang gadis Timor bernama Ci. Tidak mudah menikahi gadis Timor. Pihak lelaki biasanya diminta untuk membayar mahar kepada orangtua dan saudara pihak perempuan. Jumlahnya tidak tentu, tetapi seringkali memberatkan.

Film ini berawal dari pertemuan pertama Abe, sapaan akrab Manuel Alberto Maia, dengan Nokas pada bulan April 2013. Abe tertarik dengan Nokas ketika mengetahui dirinya adalah seorang petani muda dan belum menikah.

"Ini tentu saja menarik karena saat ini jarang menjumpai anak muda Kupang yang mau berkebun. Kebanyakan anak muda Kupang lebih memilih menjadi perantau ataupun nongkrong di tempat biliard yang bersebaran hampir di setiap gang," ujar Abe.

Setelah melakukan proses riset selama 8 bulan, akhirnya Abe memulai produksi film dengan merekam keseharian keluarga Nokas. "Awalnya saya yang ingin merekam kehidupan seorang anak muda yang bertani di tengah ancaman perampasan lahan. Namun dalam proses syuting, saya dibawa ke dalam kompleksitas kehidupan keluarga Nokas dalam mempersiapkan pernikahan Nokas. Akhirnya diputuskan film ini berfokus pada usaha Nokas untuk menikahi pacarnya di tengah budaya Timor yang mengharuskan Nokas membayar mahar kawin yang ditetapkan oleh keluarga perempuan," ujar Abe.

Dalam proses produksi film ini, Manuel Alberto Maia mendapat dukungan Shalahuddin Siregar sebagai produser dan editor. Shalahuddin Siregar sendiri dikenal sebagai seorang pembuat film dokumenter yang merupakan alumni Eagle Awards serta sutradara film Negeri di Bawah Kabut.

"Banyak film yang diproduksi di luar Jawa, tetapi oleh pembuat film dari Jawa dengan sudut pandang Jawa. Sedikit sekali pembuat film dari luar Jawa yang 'suaranya' bisa terdengar di tingkat nasional, apalagi internasional. Persoalannya adalah perkembangan produksi film ini masih membutuhkan dukungan infrastruktur lain selain teknologi, yaitu dana, jaringan dan keahlian. Adalah penting untuk pembuat film lokal mewakili diri mereka sendiri, dengan sudut pandang mereka dan kultur mereka sendiri," ungkap Shalahuddin Siregar mengenai alasan keterlibatan dirinya dalam mendukung produksi film NOKAS.

Setelah melalui proses produksi selama kurang lebih tiga tahun, akhirnya film NOKAS diselesaikan. Film ini akan diputar dalam festival pada program Eurasia Docs. Program Eurasia Docs adalah sesi program pemutaran film-film dokumenter dari wilayah Eropa dan Asia.  Dalam program ini, NOKAS bergabung dengan film-film dokumenter seperti Where To Invade Next karya Michael Moore, Fire at Sea karya Gianfranco Rossi, serta Under the Sun karya Vitaly Mansky.

Abe berharap dengan diputarnya NOKAS di Eurasia International Film Festival dapat memberikan gambaran kecil mengenai kondisi budaya Timor hari ini kepada masyarakat Kazakhstan. Setelah pemutaran di Eurasia International Film Festival, film NOKAS rencananya akan diputar di beberapa kota di Indonesia pada awal tahun depan. (*/eko)


Sumber: Pos Kupang.Com

Potong Uang Makan PNS

TENTU ada yang merasa terkejut mendengar kebijakan Bupati Kabupaten Kupang, Ayub Titu Eki memotong uang makan Rp 600 ribu per bulan per orang terhadap 6.400 lebih Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerah itu.  Pemotongan uang makan mulai dilaksanakan bulan September hingga Desember 2016.

Bupati Ayub Titu Eki menyadari kebijakan tersebut  tidak populer. Langkah ini dengan terpaksa diambil guna mengantisipasi pemotongan DAU (Dana Alokasi Umum) senilai Rp 25,4 miliar oleh pemerintah pusat sebagai implikasi diterapkannya  Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 125/PMK.07/2016.

Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), selain Kabupaten Kupang,  ada tiga  kabupaten lainnya yang juga bernasib sama terkait pemotongan DAU yaitu Kabupaten Ende, Kabupaten Sumba Timur dan Kabupaten Manggarai Barat.
"Terpaksa kita potong uang makan Rp 600 ribu per bulan dari masing-masing PNS.  Ini perintah dari Bupati Kupang," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten  Kupang, Drs. Hendrikus Paut, M.Pd kepada wartawan di Oelamasi, Selasa (30/8/2016) pagi.

Selain memotong uang makan, kata Sekda,  pihaknya  sedang mengidentifikasi beberapa program dan kegiatan pemerintahan termasuk beberapa proyek yang tidak strategis dan tidak mendesak untuk ditunda pelaksanaannya tahun ini. "Meski demikian, kami tetap optimistis  dan tetap berpikir positif. Sebab pada bulan Desember nanti usai evaluasi ulang dari pemerintah pusat, kemungkinan penundaan pencairan DAU itu bisa dihentikan," kata Paut.

Rencana pemotongan uang makan tersebut mendapat tanggapan beragam dari PNS. Sejumlah PNS terutama pegawai golongan II umumnya keberatan. "Ini terlalu berat bagi kami," kata seorang pegawai. "Dalam kondisi normal saja, saya dan suami sudah kewalahan atur pengeluaran uang. Saya harus buat kue untuk dititipkan di warung-warung sekolah," kata pegawai lainnya.

Wakil Ketua 2 DPRD Kabupaten Kupang, Jerry Manafe memberikan saran yang patut dipertimbangkan yaitu pemotongan uang makan sebaiknya hanya berlaku untuk pejabat eselon II dan III. Manafe tidak sependapat jika pemotongan uang makan Rp 600 ribu per bulan diberlakukan bagi PNS golongan kecil.

"Pegawai kecil itu tinggalnya di Kota Kupang. Setiap hari harus keluarkan uang untuk ongkos bus atau mikrolet ke Oelamasi. Dan harus beli makan. Pulang kantor sudah jam lima sore. Sampai rumah hampir malam. Mereka tidak punya kesempatan untuk cari kerja sampingan sebab sudah lelah," jelas Manafe.


Menurutnya, masih banyak opsi yang bisa diambil pemerintah agar keluar dari kemelut itu. Misalnya, mengurangi perjalanan dinas.

Kita berharap pimpinan pemerintah Kabupaten Kupang mendengar usul saran serta suara hati para pegawai negeri yang uang makannya bakal dipotong selama empat bulan ke depan. Jika masih ada opsi lain yang bisa diambil untuk mengantisipasi pemotongan DAU tersebut kiranya bisa dipilih agar tidak mengambil hak ribuan pegawai negeri sipil di daerah tersebut. *


Sumber: Pos Kupang 1 September 2016 hal 4

Kita Beri Apresiasi untuk Polisi

PELARIAN Bripka Januarius Tahu sejak kematian istrinya Yustina Beci Matelda Saleh pada 28 Juli 2016 di kediaman mereka di Jalur 40, Sikumana Kupang berakhir sudah. Oknum anggota Sabhara Polres Sumba Barat itu ditangkap polisi saat berada di kebun milik warga  Desa Tunfeu, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang, Rabu (17/8/2016) pagi.

Kisah pelariannya menarik nian. Selama kurang lebih tiga pekan menjadi buronan polisi, Januarius terus berpindah-pindah lokasi persembunyian di wilayah Kolbano, Boking di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) hingga ke wilayah Kabupaten Malaka. Dia bahkan sempat berniat masuk ke negara tetangga Timor Leste.

Agar tidak ketahuan selama pelarian itu dia tidak pernah tidur di rumah penduduk. Januarius memilih tidur di pinggir pantai atau di dalam hutan agar tak terlacak jejaknya.  Untuk bertahan hidup, dia berbekal biskuit dan jeriken berisi  bahan bakar kendaraan yang membantunya terus bergerak menjauh dari incaran polisi.

Tidak semata kisah pelarian Januarius  yang menarik perhatian. Publik justru menunggu pengakuannya. Apakah benar dia merupakan tersangka utama yang membunuh istrinya Yustina Beci Matelda? Seperti diungkapkan Kapolres Kupang Kota, AKBP Johanes Bangun saat jumpa pers, Rabu (17/8/2016) siang, Januarius mengakui membunuh Yustina Beci karena menduga istrinya itu selingkuh dengan pria idaman lain hingga hamil satu bulan.

"Faktor pemicu tersangka membunuh istrinya lantaran cemburu dan emosi. Tersangka menuduh istrinya berselingkuh dengan pria lain hingga hamil. Dari hasil otopsi dan keterangan dokter menyatakan korban memang sementara hamil satu bulan," ungkap Johanes Bangun. Sebelum menghabisi nyawa korban, kata Johanes, korban sempat adu mulut dengan Januarius. Pertengkaran itu terjadi lantaran Yustina tidak mau diajak suaminya Januarius pindah domisili ke Sumba Barat,  tempat tugas tersangka.

Kita patut memberikan apresiasi positif atas keberhasilan aparat Polres Kupang Kota menangkap Bripka Januarius Tahu. Kasus pembunuhan yang menarik perhatian publik NTT ini sempat melahirkan sejumlah pertanyaan. Misalnya, mengapa polisi seolah kesulitan membekuk tersangka? Apa mungkin karena dia anggota Polri sehingga mendapat perlakuan istimewa? Keraguan itu sirna sudah dengan penangkapan Januarius dua hari lalu. Terungkap jelas polisi memang tidak mudah mencari keberadaan Januarius. Berbagai cara telah mereka tempuh untuk menangkapnya. Polisi tidak tebang pilih dalam menegakkan hukum.

Kini masyarakat menunggu proses hukum yang adil bagi Januarius Tahu. Aparat penegak hukum kita pastilah  sudah tahu apa yang mesti mereka kerjakan dalam menangani kasus pembunuhan ini.

Namun, yang tidak kalah penting adalah  nasib ketiga anak pasangan Januarius- Yustina Beci. Anak-anak yang masih polos itu sontak menjadi yatim piatu. Ibu sudah meninggal dunia, sementara sang ayah menghadapi proses hukum. Kita berharap keluarga tetap memberikan kasih sayang yang utuh kepada anak-anak itu agar mereka tumbuh sehat baik fisik maupun mentalnya. Semoga tragedi keluarga semacam ini tidak terulang.*

Sumber: Pos Kupang 19 September 2016 hal 4

Mereka Lari dalam Kepanikan

ilustrasi
KEPANIKAN melanda warga Dusun Tikang dan Ililewa, Desa Watutedang, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, Rabu (3/8/2016) pagi hingga siang. Pagi itu sekitar pukul 09.00 Wita mereka dikejutkan oleh datangnya gelombang laut setinggi empat meter.

Gelombang pasang itu menerjang rumah, menyapu sebagian besar isinya. Penghuni rumah lari pontang-pontang menyelamatkan diri ke rumah tetangga yang dianggap lebih aman. Sebanyak 11 rumah penduduk mengalami  rusak berat.  Barang yang rusak antara lain bangunan dapur, kamar  tidur, WC, kamar mandi.

Kepala Desa Watutedang, Rovinus Reko menyebut peristiwa itu baru pertama kali terjadi. "Ini baru pertama kali gelombang merusak rumah penduduk. Warga memindahkan barang ke rumah tetangga yang agak jauh dari pesisir pantai. Bahkan ada yang bongkar atap  rumahnya dari genteng. Mereka takut gelombang datang lagi dan rumah mereka roboh. Makanya bongkar genteng biar  aman," kata Rovinus Reko.

Selain menerjang dua dusun di Desa Watutedang, Kecamatan Lela, Kabupaten Sikka, gelombang pasang juga menerjang 45 unit rumah di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Ende Selatan, Kabupaten Ende, Rabu (3/8/2016). Akibat terjangan gelombang pasang itu, dua unit rumah rusak berat dan sisanya rusak ringan. Sementara 54 keluarga mengungsi ke rumah tetangga maupun tenda darurat yang dibangun Pemkab Ende.

Nurmin, warga Tanjung  yang saat itu berada di dapur menyiapkan makan siang untuk keluarganya,  kaget ketika mendengar bunyi besar dari balik dinding rumah. Dia makin terperangah melihat air laut sudah masuk ke dalam rumah. Nurmin berusaha menyelamatkan diri dan barang-barang semampunya ke rumah tetangga yang aman dari gelombang pasang. Siang itu Nurmin sekeluarga batal makan siang bersama. Total 56 rumah penduduk di Kabupaten Sikka dan Ende yang mengalami kerusakan akibat gelombang pasang kali ini.

Kita sesungguhnya tidak terkejut mendengar kabar tentang bencana alam yang terjadi di pesisir selatan Pulau Flores tersebut. Menurut catatan Pos Kupang, dalam sepuluh tahun terakhir gelombang pasang makin kerap menerjang pesisir pantai selatan Nusa Bunga. Sebaran wilayah yang terkena sapuan gelombang pasang pun semakin luas dan sporadis, sesuatu yang jarang terjadi sekitar 20-an tahun lalu.

Pesannya cukup tegas dan jelas yakni sudah terjadi degradasi lingkungan yang luar biasa sehingga gelombang pasang begitu mudah masuk rumah. Dia berubah menjadi monster yang menakutkan. Tidak ada lagi penahan gelombang  di pesisir pantai, sebut misalnya tanaman bakau. Semuanya sudah habis ditebas untuk kebutuhan jangka pendek manusia sendiri. Abrasi pantai di Pulau Flores serta pulau-pulau lainnya di Provinsi NTT sudah sangat serius. Tidak lagi sekadar ancaman.

Jadi agenda aksi kita hari ini mestinya tidak cukup hanya menyiapkan makanan siap saji, selimut atau terpal bagi korban gelombang pasang. Agenda aksi harusnya lebih fokus dan konkret pada upaya memulihkan ekosistem lingkungan yang sudah rusak. Harus ada peta jalan yang terukur demi menyelamatkan pantai-pantai di NTT dalam kurun waktu 10 sampai 15 tahun ke depan bahkan lebih dari itu. (*)

Sumber: Pos Kupang 5 Agustus 2016 hal 4
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes