SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Oleh Wisnu Nugroho/Kompas

Di antara tiga calon presiden yang maju bertarung dalam Pemilu Presiden 2009, Susilo Bambang Yudhoyono adalah contoh kegigihan anak desa tanpa modal nama besar keluarga meraih mimpinya.

Muhammad Jusuf Kalla menyandang nama besar ayahnya, Hadji Kalla, saudagar sukses. Megawati Soekarnoputri menyandang nama besar ayahnya, Soekarno, Presiden RI pertama.

Nasib baik selalu menyertai Yudhoyono, setidaknya sampai Pemilu Presiden 2004 putaran kedua. Berangkat meninggalkan Desa Tremas, Pacitan, Jawa Timur, setelah kedua orangtuanya bercerai, Yudhoyono menapaki jalan hidupnya dan menyusun mimpinya.

Baca juga

Nyaris sendiri, anak tunggal ini menyongsong mimpinya keluar dari Pacitan yang gersang dan terpencil. Seperti ayahnya, Soekotjo, seorang tentara, Yudhoyono bercita-cita menjadi tentara. Karena terlambat mendaftar, Yudhoyono ”terasing” nyaris dua tahun sebelum masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri).

Lulus dari Sekolah Menengah Atas 1 Pacitan tahun 1968, Yudhoyono pergi ke Surabaya, Jawa Timur. Di Surabaya, Yudhoyono diterima sebagai mahasiswa Teknik Mesin Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS). Tak sampai setahun di ITS, Yudhoyono ke Malang, Jawa Timur, masuk pendidikan guru sekolah lanjutan pertama.

Sambil menempuh pendidikan guru, Yudhoyono menyiapkan diri masuk Akabri. Cita-cita masa kecilnya menjadi tentara terus memanggil. Dari Malang, cita-cita menjadi tentara itu dirintis dan dibukakan pintunya di Bandung, Jawa Barat. Setelah dinyatakan lulus ujian akhir penerimaan di Bandung, Yudhoyono menuju Megelang, Jawa Tengah.

Berawal dari Magelang

Dari Magelang yang sejuk dan tenang, jalan hidup Yudhoyono ditata. Dengan latar belakang keluarga yang biasa-biasa saja, Yudhoyono justru memiliki motivasi ganda di antara temannya yang punya ”nama keluarga”. Yudhoyono masuk Akabri satu angkatan dengan Prabowo Subianto, Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Yudi M Yusuf.

Pada akhir tahun pendidikannya di Akabri, Yudhoyono, yang dijuluki Jerapah karena postur tubuhnya, mendapat dua anugerah. Pertama, predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan mendapat lencana Adhi Makayasa. Presiden Soeharto yang menyematkan lencana itu di dada Yudhoyono. Kedua, Kristiani Herawati yang tersemat erat di dadanya sampai kini.

Saat pertemuan pertama di Magelang, Kristiani adalah putri Gubernur Akabri Mayjen Sarwo Edhie Wibowo. Sebagai Komandan Divisi Korps Taruna, Yudhoyono melapor kepada Gubernur Akabri. Saat laporan diberikan, Kristiani tengah berlibur di Magelang.

Tersematnya dua lencana di dada, yaitu Adhi Makayasa dan Kristiani, dikabarkan kepada orangtuanya yang telah berpisah. Soekotjo, Komandan Komando Rayon Militer Pacitan berpangkat Pembantu Letnan Satu (Peltu), terperangah.

Strata sosial yang jauh berbeda antara Yudhoyono dan Kristiani membuat Soekotjo menilai anaknya salah bergaul. Namun, Yudhoyono yang telah melabuhkan hatinya kepada Kristiani mampu meyakinkan ayahnya. Hubungan Yudhoyono dengan Kristiani tak terkendala karena ”lampu hijau” juga telah diberikan Ny Sarwo Edhie, penentu utama.

Kendala satu-satunya untuk meresmikan hubungan Yudhoyono dan Kristiani adalah jarak. Yudhoyono bersiap-siap dan berangkat ke Amerika Serikat untuk pendidikan Airborne dan Ranger. Sementara Kristiani ikut Sarwo Edhie yang ditugaskan sebagai Duta Besar RI di Korea Selatan. Yudhoyono dan Kristiani kemudian dinikahkan pada 30 Juli 1976.

Dua putri Sarwo Edhie juga dinikahkan bersama-sama. Pesta pernikahan tiga putri Sarwo Edhie yang bersuamikan tentara ini dilakukan di Hotel Indonesia. Pernikahan ini menjadi labuhan bagi Yudhoyono yang merindukan keluarga.

Dengan pernikahan ini, Yudhoyono tergabung dan terhitung dalam keluarga Sarwo Edhie yang terkenal nama dan perannya. Keluarga baru didapatkan Yudhoyono setelah keluarganya terpecah kerena perceraian orangtuanya semasa remaja.

Kembali ke Bandung

Diawali dengan lencana Adhi Makayasa dan Kristiani Herawati di dada, Yudhoyono mendapati kecemerlangan karier militernya tapak demi tapak. Bandung, Jawa Barat, menjadi kota yang paling lama disinggahi dalam karier militernya. Lebih dari separuh karier militer Yudhoyono sepanjang 25 tahun ditapaki di Bandung.

Selama 11 tahun pertama di Bandung, pangkat Yudhoyono merangkak naik dari letnan dua infanteri menuju mayor infanteri. Diselingi dua tahun bertugas sebagai Komandan Batalyon Infanteri 744, Dili, Timor Timur, dan menjadi Paban Madya Latihan Staf Operasi Kodam IX/Udayana, Denpasar, Bali, Yudhoyono kembali ke Bandung. Tiga tahun (1989-1992), Yudhoyono menjadi dosen di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat.

Setelah itu, Yudhoyono yang berpangkat letnan kolonel (1992) berkiprah di Jakarta atau masuk dalam ”Ring Pusat”. Gejolak politik dan keamanan menjelang tumbangnya Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto menjadi masalah hariannya. Masa enam tahun penuh gejolak menempa dan mempersiapkan Yudhoyono untuk karier politiknya.

Di Yogyakarta, misalnya. Menjadi Komandan Korem 073 Kodam IV/DIP Yogyakarta (1995) membuat Yudhoyono dekat dengan aktivis mahasiswa yang saat itu lantang menentang pemerintahan Soeharto. Kedekatan Yudhoyono dengan aktivis mahasiswa ini berperan pada Pemilu 2004 dan Pilpres 2004.

Saat terjadi penyerbuan Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta (1996), Yudhoyono menjadi Kepala Staf Kodam Jaya. Tak lama setelah serbuan brutal itu, Yudhoyono ”diungsikan” ke Palembang menjadi Panglima Kodam II/Sriwijaya. Setahun kemudian, Yudhoyono kembali ke Jakarta menjadi Asisten Sosial Politik ABRI dan kemudian menjadi Kepala Staf Sosial Politik ABRI.

Karier militer Yudhoyono berakhir sesaat setelah ABRI direformasi dan diubah menjadi TNI. Saat itu Yudhoyono menjadi Kepala Staf Teritorial TNI (1999). Presiden Abdurrahman Wahid meminta Yudhoyono menjadi Menteri Pertambangan dan Energi Kabinet Persatuan Nasional.

Ketika tawaran itu datang, Yudhoyono menghadapi dilema. Yudhoyono tidak ingin mengecewakan Presiden, tetapi ingin juga menyempurnakan karier militernya dengan bintang empat di pundaknya. Setelah membuat pertimbangan dan berkomunikasi dengan istrinya, tawaran Presiden diterima.

Yudhoyono ke SBY

Lepas dari karier militer, Yudhoyono mulai menatapi karier politiknya. Di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, Yudhoyono melihat peluang menjadi wakil presiden dan presiden. Untuk karier politik itu, anak desa yang sudah tinggal di Puri Cikeas Indah, Bogor, Jawa Barat, itu mengubah nama panggilannya menjadi SBY.

Pengalaman kalah dalam pemilihan wakil presiden mendampingi Presiden Megawati dalam Sidang Istimewa MPR (2001) menjadi titik awal karier politik SBY. Setelah mengakui kekalahan dan mendukung Hamzah Haz sebagai wapres, SBY menyusun langkah menuju Istana. Langkah awal yang dibuatnya adalah mendirikan Partai Demokrat.

Bersama Sudi Silalahi yang saat ini menjadi Sekretaris Kabinet, Demokrat dibentuk dan dimatangkan. Sejumlah tokoh nasional diajak, salah satunya Jimly Asshiddiqie meskipun ketika itu menolak. Kedekatan SBY dengan pengusaha Hartati Murdaya Poo juga mulai terjalin erat di sini.

Di Demokrat yang didirikan bersamaan dengan ulang tahun ke-52 SBY, Subur Budhisantoso menjadi ketua umum. Keberadaan SBY yang masih menjabat sebagai pembantu Presiden Megawati diwakili istrinya, Kristiani Herawati, yang menjadi wakil ketua umum.

Menjelang kampanye Pemilu 2004, SBY mundur dari kabinet dengan drama yang membuat penonton televisi memihak kepadanya. Demokrat meraih 7,4 persen suara. Modal suara ini dipakai untuk Pilpres 2004 bersama Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

Berpasangan dengan Jusuf Kalla yang keluar dari konvensi capres Partai Golkar, SBY berhasil lolos ke putaran kedua Pilpres 2004. Saat berhadap-hadapan dengan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, SBY-JK berhasil memenanginya.

Sejarah tercipta di Indonesia. Pilpres langsung pertama dimenangkan capres-cawapres bukan dari partai utama. Rakyat langsung memilih pemimpinnya tanpa perantara dan tanpa huru-hara. Semua berjalan damai bersamaan dengan mekarnya demokrasi di Indonesia.

SBY jilid dua

Setelah dilantik dan diambil sumpahnya sebagai Presiden, SBY tinggal di Istana Kepresidenan, Jakarta. Didampingi istri, dua putra, ibu, dan ibu mertuanya, SBY mencapai puncak kariernya di Istana Merdeka. Doa pagi hari semua anggota keluarga mengawali pergerakannya dari Cikeas ke Istana.

Sukacita muncul di antara para pendukung SBY. Para pendukung sejati mengekspresikannya dengan berbagai cara. Saksi mata pernikahan Yudhoyono-Kristiani, Cho Yong-joon (67), rela mengubah namanya menjadi Djoko Yudhoyono. ”Ini sudah menjadi tekad saat berdoa di pernikahan Yudhoyono-Kristiani di Cijantung,” ujar Djoko.

Djoko adalah contoh dari lahirnya Yudhoyono ideologis di Indonesia. Yudhoyono ideologis itu kini tersebar luas di seluruh Indonesia. Capaian suara Demokrat dalam Pemilu 2009 yang mencapai 20,85 salah satu buktinya.

Diakui atau tidak, jalan hidup dan karier SBY menginspirasi banyak orang. Dari Desa Tremas, Pacitan, yang tandus penuh bebatuan, SBY bisa meraih mimpi tertingginya di Indonesia. Dari keluarga biasa saja dan bercerai pula, SBY bisa menjadi inspirasi keluarga-keluarga di Indonesia.

Berbekal inspirasi itu, SBY mengambil Boediono sebagai calon wapresnya dalam Pilpres 2009. Kepada seluruh rakyat Indonesia yang beragam strata sosialnya, SBY ingin sekali lagi menunjukkan, siapa pun bisa meraih mimpi tertingginya di Indonesia.

Jika mimpi itu terwujud sekali lagi, SBY yang lebih pasti menjamin peralihan generasi kepemimpinan di Indonesia pada tahun 2014. Jika terpilih, karena konstitusi, SBY tidak lagi akan mempertahankan kekuasaannya. Peluang kepemimpinan ke depan terbuka untuk generasi muda dari desa mana saja.

Demokrasi telah terbukti mampu menjadi jembatan dari mimpi seorang anak desa yang kini sudah tinggal di kota dan hidup berkecukupan. Apakah demokrasi yang sama akan membukakan kembali peluangnya? Rakyat Indonesia pemilik hak suara yang akan menentukannya. Bagaimanapun, demokrasi di Indonesia mahal harganya. *

Sumber: Kompas

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Wanita yang lahir di Yogyakarta pada 23 Januari 1947 dengan nama Dyah Permata Megawati Setiyawati Soekarnoputri ini menghabiskan masa sekolah dasar hingga menengah atas di Yayasan Perguruan Cikini. Dia pernah kuliah di Universitas Padjadjaran dan Universitas Indonesia, tetapi tekanan politik saat itu mengakibatkan dia tidak dapat menyelesaikan studinya.

Lebih Jauh Mengenal Capres-Cawapres RI

Putri Proklamator RI Soekarno dengan Fatmawati ini merintis karier politiknya dengan menjadi Ketua PDI Cabang Jakarta Pusat tahun 1987. Meskipun telah menjadi ibu dari tiga orang anak, Megawati terlibat penuh dalam aktivitas partai hingga dia meraih dukungan yang luas dari sejumlah daerah.


Baca juga

Semasa Orde Baru kerinduan akan sosok Soekarno seolah ditumpahkan pada Megawati. Maka, tak ayal Megawati menjadi sosok yang kuat di PDI, meruntuhkan kekuatan Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI saat itu. Naiknya pamor Megawati bahkan dinilai berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan Orde Baru saat itu sehingga ketika Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya memilih Megawati sebagai Ketua Umum Partai, intrik politik pun mulai bergentayangan.

Peristiwa yang fenomenal adalah Kerusuhan 27 Juli 1996 sebagai bentuk tirani kekuasaan saat itu yang mencoba mengusir massa pendukung Megawati dari Kantor Pusat PDI Jalan Diponegoro. Penyerangan kantor DPP PDI tersebut bukannya menyurutkan semangat para banteng muda, tetapi justru makin mengukuhkan eksistensi Megawati sebagai simbol perlawanan Orde Baru.

Nama Presiden Soekarno tentu saja melekat pada sosok wanita yang akrab dipanggil ”Mba Ega” atau ”Adis” pada masa kecilnya ini. Asal-usul Megawati berpengaruh secara langsung pada simpati masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum keturunan Soekarno sulit bergerak atau akses mereka terbatas. Tampilnya sosok Megawati seolah menjadi simbol bangkitnya semangat rakyat yang terpinggirkan oleh Orde Baru, seolah kini rakyat menjadi pemenang.

Pemilu 1999 menjadi pemilu paling fenomenal sejak masa Orde Baru dimulai karena saat itu rezim lama telah tumbang dan PDI Perjuangan telah memberikan sosok baru menjadi harapan rakyat Indonesia. Kejenuhan akan represi politik Orde Baru menjadikan PDI Perjuangan menjadi pilihan pertama rakyat Indonesia hingga meraih suara 33,36 persen dari total suara pada tahun 1999.

Meski Megawati dipilih oleh rakyat, tetapi di parlemen dia kalah oleh KH Abdurrahman Wahid yang akhirnya menjadi Presiden dan Megawati menjadi wakilnya saat itu. Situasi politik yang terus berubah akhirnya menjatuhkan Gus Dur dari jabatannya dan mengangkat Megawati sebagai Presiden sejak pertengahan 2001 hingga 2004.

Menjadi Presiden RI dalam situasi krisis ekonomi sosial dan politik bukanlah jalan yang mudah bagi Megawati. Warisan utang dan kemampuan keuangan negara yang sangat berat saat itu membuat presiden ke-5 RI ini mengambil jalan yang sangat tidak populer, yaitu melego saham BUMN, menguras simpanan pemerintah, dan menjual aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

Dengan berbagai langkah itu, Mega yang dipuja pada Pemilu 1999 akhirnya harus menerima kenyataan bahwa dia tidak mampu memenuhi harapan bangsa Indonesia hingga akhirnya PDI Perjuangan tidak lagi populer pada Pemilu 2004. Dan kini, Megawati harus berusaha keras untuk dapat meyakinkan dan meraih simpati rakyat dalam pemilihan presiden nanti.
(Umi Kulsum/Litbang Kompas)

KIPRAH MEGAWATI

Masuk Ke Parlemen

Pada 17 Juni 1987 Megawati dilantik bersama beberapa kader PDI sebagai calon anggota DPR dari PDI. Perolehan kursi PDI di DPR sebanyak 40 kursi. Pada tanggal 1 Oktober 1987 Megawati dilantik sebagai anggota DPR/MPR dari Fraksi PDI periode 1987-1992. Dia mengulang masa jabatan di DPR pada periode 1992-1997.

Kerusuhan 27 Juli 1996

Peristiwa yang memakan korban ini bermula dari perpecahan Partai Demokrasi Indonesia karena Megawati yang terpilih sebagai ketua partai melalui Munas 1993 tidak diakui oleh PDI kelompok Soerjadi yang didukung oleh rezim Orde Baru.

Rasa kecewa karena intervensi penguasa saat itu membuat banyak pendukung dan simpatisan Megawati menduduki kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro dan melakukan orasi dukungan pada Megawati. Tiba-tiba saja pagi hari tanggal 27 Juli 1996 sekitar 1.000 orang yang diangkut oleh beberapa truk menyerbu kantor yang sudah beberapa hari diduduki oleh massa pendukung Megawati.

Kekerasan fisik tidak terhindarkan, massa pendukung Soerjadi memukuli massa pendukung Megawati hingga mengakibatkan 5 orang meninggal, 149 luka-luka, 23 hilang, dan 136 orang ditahan. Peristiwa itu menjadi simbol perlawanan atas penindasan rezim Orde Baru yang memupuk simpati kepada Megawati.

Terkooptasinya wadah legal PDI oleh kepengurusan Soerjadi menyebabkan sebagian pendukung Megawati pada Pemilu 1997 mengalihkan suaranya pada PPP yang saat itu terkenal dengan istilah ”Mega Bintang”.

Putus Hubungan Dengan IMF

Saat menjalankan pemerintahan, Megawati mengeluarkan kebijakan yang cukup mengejutkan yang disebut ”White Paper”. Pada pertengahan tahun 2003 Megawati mengakhiri hubungan kerja sama pemulihan krisis ekonomi dengan Dana Moneter Internasional (IMF).
(Umi Kulsum/Litbang Kompas)

Sumber: Kompas 29 Juni 2009

Energi


SECUIL kerepotan menghampiri beta dan bung Wilson Therik, moderator Forum Academia NTT (FAN) pada sepenggal waktu di pekan silam. Ternyata tidak enteng mengajak kawan-kawan wakil rakyat menjadi narasumber diskusi (informal) tentang kemandirian energi di beranda Nusa Tenggara Timur.

Total ada lima anggota Dewan yang kami hubungi dan mereka semua dengan sangat menyesal tak dapat memenuhi undangan FAN guna memberi pencerahan dari sudut pandang wakil rakyat. Dua di antaranya sempat mengatakan siap hadir namun pada detik-detik akhir mengonfirmasikan tak bisa datang.


Tuan dan puan sebaiknya tidak berburuk sangka dulu! Buang jauh vonis prematur bahwa ketidakhadiran wakil rakyat itu karena diskusi yang digagas FAN berlangsung pada masa akhir pengabdian sehingga mereka cuek bebek alias ogah. Akhir masa pengabdian memang tak sepenuhnya indah. Ada sebagian kolega mulai menghitung hari menuju akhir "kehormatan" sebagai pejabat negara.

Alasan sesungguhnya demikian. Para sahabat anggota Dewan tidak bisa hadir karena umumnya mereka tidak berada di Kupang. Ada yang sedang di Jakarta dan ada yang di kampung halaman. Ada pula yang jujur mengaku mendadak diminta pimpinan partai menyukseskan kampanye pilpres.

Beta mengenal betul komitmen para kolega itu sebagai wakil rakyat. Mereka tidak sedang "mengkadali" beta, bung Wilson serta para anggota FAN yang sudah mentradisikan diskusi bulanan tentang berbagai masalah sosial Flobamora.

Bukan cuma wakil rakyat yang diundang FAN. Diskusi energi di akhir pekan lalu menyisakan kisah unik. Narasumber dari universitas ternama Flobamora tidak bisa hadir gara-gara salah disposisi. Surat permintaan FAN untuk diskusi kemandirian energi disposisinya ditujukan kepada ahli komputer. Ketika kekeliruan itu terkuak, waktu tak lagi cukup bagi ahli energi menyiapkan bekal diskusi.

Insiden ini menjelaskan tentang cara membaca surat. Kerapkali kita cuma baca judul dan aliena pertama. Lupa menyingkap isi pesan terdalam. Bagi FAN tak ada masalah. Manusia toh bisa keliru dan salah.

Diskusi hari Sabtu itu tetap bergulir meskipun cuma dua dari enam narasumber yang hadir. Disamping DPRD dan pakar energi, narasumber lain yang juga tidak hadir adalah pihak berwenang mengelola energi serta wakil masyarakat.

Energi memang bukan isu yang seksi hingga selalu rindu menarik ingin. Salah FAN sendiri, mengapa bukan diskusi tentang calon presiden yang sedang hot? Kalau pilih topik politik, niscaya banyak yang datang berbondong-bondong. Tak diundang pun minta ikut. Bukankah politik lebih seksi, cenderung lebih memikat hati?

Tapi diskusi di luar prediksi kami. Dua panelis yang kompeten di bidangnya sungguh menghidupkan jalannya diskusi. Waktu dua setengah jam tak terasa berlalu. Kalau tidak dibatasi bung Winston N Rondo selaku moderator, barangkali diskusi berlanjut hingga agak larut karena peserta sungguh penasaran dengan krisis energi di propinsi banyak pulau ini.

Bayangkan tuan dan puan, rekan-rekan jurnalis yang meliput diskusi itu tak beringsut seinci pun dari tempat duduk. Padahal wartawan lazimnya tidak betah duduk berlama-lama mendengar ocehan. Kalau tidak menarik dan tidak penting, mana mungkin mereka mau bertahan dan terlibat aktif dalam diskusi?

Salah satu fakta menarik yang tersingkap adalah energi di beranda Flobamora ini belum dipandang sebagai kebutuhan harian rakyat meski mereka tiada henti meringis soal listrik mati kaget dan minyak tanah (selalu) langka. Energi yang dibutuhkan setiap detik itu belum diposisikan sama dengan makanan pokok semisal jagung katemak, jagung titi, ubi kayu, gula air, nasi, air bersih dan lainnya.

Mengingat energi bukan sembako rakyat NTT, masuk akal bila pemda yang telah sewindu menjalankan otonomi daerah belum menjadikan energi sebagai kebijakan prioritas. Energi sekadar pilihan, bukan kebijakan wajib. Namanya juga pilihan,bisa ya bisa tidak. Tergantung kebaikan hati pengatur rumah tangga daerah. Tak apa- apa. Kue buat bangun energi pun seadanya saja. Dibandingkan nilai uang triliunan rupiah yang masuk ke NTT saban tahun, jatah bagi energi membuat beta urut dada. Sebagus apapun rencana mengembangkan energi terbarukan seperti PLTS, PLTA, Panas Bumi, Tenaga Mikrohidro dan lain-lain, tetapi dengan komitmen anggaran sekecil itu, perubahan apa yang diharapkan? Cuma mimpi perubahan!

Energi memang tidak semata soal listrik. Cakupan energi itu luas. Tapi izinkan beta kembali menunjuk data elektrifikasi sekadar memberi gambaran wajah 4,4 juta rakyat Flobamora. Dari total 2.836 desa/kelurahan di NTT sebanyak 1.351 atau 47,64 persen belum berlistrik. Dari jumlah rumah tangga sebanyak 914.521 KK, yang sudah berlistrik baru sebanyak 209.688 KK atau rasio elektrifikasi Flobamora baru 22,92 persen. Bisa juga diformulasikan begini: Baru sekitar 1 juta rakyat NTT yang menikmati listrik. Sisanya 3,4 juta jiwa hidup dalam kegelapan. Bagaimana menjelaskan "malapetaka" ini dalam terang NTT hampir berusia 51 tahun dan NKRI segera genap 64 tahun? Apakah NTT telah merdeka?

Keterlaluan kalau Sadar Energi tidak dipompa lewat terobosan konkret! Keterlaluan bila tuan masih menganut pola lama. Terus saja berharap perusahaan listrik negara merambah sampai pelosok Flobamora. Kita sudah lelah menanti!

Membangun Kemandirian Energi mesti dimulai. Potensi energi terbarukan di NTT dashyat. Berlimpah ruah, tak bakal habis disedot berabad-abad. Potensi yang bikin dunia terpesona seperti kekaguman Walikota Tynaarlo-Belanda yang baru saja pamit dari Kupang. Pekerjaan siapa? Beta tidak setuju frase tanggung jawab bersama. Frase itu telah melahirkan kawanan "pelari" berbakat lari dari tanggung jawab. Kita butuh yang berani bertanggung jawab. Siapa? (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 29 Juni 2009 halaman 1

Energi Belum Ditempatkan Sebagai Kebutuhan Pokok

KUPANG, PK -- Pemerintah maupun masyarakat NTT belum menempatkan energi sebagai kebutuhan pokok Mestinya, energi harus dijadikan sebagai kebutuhan pokok harian, sama halnya kebutuhan akan sembako (sembilan bahan kebutuhan pokok).

Demikian salah satu resume diskusi terbatas yang digelar Forum Akademia NTT (FAN) di Balai PWI Cabang NTT, Jalan Veteran-Kupang, Sabtu (27/6/2009). Diskusi terbatas itu bertajuk "Kebijakan Pengembangan Energi Alternatif Terbarukan".

Hadir pada diskusi ini, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Propinsi NTT, Bria Yohanes dan para anggota FAN, yakni Dion DB Putra (Pemimpin Redaksi SKH Pos Kupang), Wilson Rondo, Wilson Therik, Candra Dethan, Paul Sinlaeloe, Noverius Nggili, Gusti Brewon, Hiro Bifel, Kiky Radja dan Sandro. Hadir pula aktivis LSM PIKUL, Tori Kuswardono sebagai salah satu pembicara dan Silvya Fanggidae.

Diskusi tersebut membahas beberapa persoalan penting seputar pengembangan energi alternatif guna mengatasi krisis energi.

Bria Yohanes yang tampil sebagai salah satu pembicara dalam diskusi itu, mengatakan, NTT sangat potensial bagi pengembangan energi alternatif seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga angin (PLTA), panas bumi, air (mikro hidro) dan uap sebagai pengganti pembangkit listrik tenaga diesel.

PLTS, katanya, sudah dikembangkan di NTT sejak 1997 dan hingga tahun 2007 diperkirakan kurang lebih 18.690 unit PLTS sudah dinikmati masyarakat NTT.

Begitu pula dengan energi air, uap dan angin yang potensial di NTT.

Bagi daerah, lanjutnya, pengembangan energi alternatif itu belum diposisikan sebagai "urusan wajib" melainkan "urusan pilihan". Tak heran jika energi belum dijadikan sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat.

Menurut dia, tahun anggaran 2009, NTT kebagian 100 unit fasilitas energi terbarukan berupa PLTS. Sementara dalam tahun anggaran 2009 ini Pemprop NTT lewat persetujuan DPRD NTT mengalokasikan dana Rp 1,5 miliar dari APBD NTT untuk kebutuhan pengembangan energi.

"Kita harapkan DPRD melihat kebutuhan yang prioritas seperti energi listrik dalam membagi alokasi anggaran. Sebab, pemenuhan energi listrik dengan memanfaatkan sumber energi baru terbarukan merupakan suatu keharusan saat ini mengingat keterbatasan sumber energi konvensional," katanya.

Sampai saat ini, lanjutnya, sebanyak 1,1 juta dari 4,4 juta penduduk NTT yang belum menikmati penerangan listrik karena keterbatasan anggaran baik yang bersumber dari pemerintah pusat maupun daerah.

"Persoalan sumber daya energi listrik sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Namun masih sekitar 23 persen masyarakat di NTT belum menikmati fasilitas penerangan tersebut," katanya.

Diskusi tersebut melahirkan beberapa pikiran penting diantaranya, pertama, yakni agar energi harus dijadikan sebagai salah satu kebutuhan pokok.

Kedua, masih banyak regulasi politik nasional tentang energi yang tidak berpihak pada mandat layanan sosial masyarakat tetapi hanya fokus pada usaha mencari profit.

Ketiga, usaha pemenuhan kebutuhan energi listrik harus diusahakan sebesar-besarnya untuk meminimalisasi dampak kerusakan sosial ekologis pada wilayah pembangkit maupun pada wilayah sumber asal energi fosil bahan bakarnya.

Keempat, pemahaman masyarakat masih sangat "energi fosil sentris" dan belum berpikir tentang "kesadaran ekologis dan keberlanjutan energi" dalam wilayah lebih luas. Karena itu perlu digagas kampanye, advokasi, gerakan sosial sadar energi dalam skala luas dan bentuk-bentuk lebih kreatif.

Kelima, urusan energi harus menjadi bagian dari kebijakan perencanaan dan program pembangunan serta anggaran daerah. Tidak bisa hanya wacana. Ini bukan pilihan, melainkan urusan wajib dan prioritas.

Keenam, pengembangan energi alternatif menjadi prioritas penting hari ini dan masa depan, karena itu perlu diperkuat skema tata kelola, kemudahan teknologi, aksesibilitas masyarakat dan sinergi kerjasama lintas stakeholder sehingga dapat mendorong percepatan implementasi di NTT. (yel/nia)

Pos Kupang edisi Senin, 29 Juni 2009 halaman 1

NTT Potensial Kembangkan Energi Terbarukan

Kupang, POS KUPANG.Com -- Nusa Tenggara Timur, cukup potensial untuk pengembangan energi alternatif terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA), Pembangkit Listrik Panas Bumi, Tenaga Mikrohidro sebagai pengganti pembangkit listrik tenaga diesel.

"Daerah ini memiliki potensi PLTS dan PLTA untuk dikembangkan sebagai solusi mengatasi krisis listrik tenaga diesel yang selama ini dikelola PLN," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben), NTT, Bria Yohanes, ketika tampil dalam diskusi bertajuk "Kebijakan Pengembangan Energi Alternatif Terbarukan" yang digelar Forum Academia NTT (FAN) di gedung PWI Cabang NTT, Jl. Veteran Kupang, Sabtu (27/6/2009) malam.

Menurut dia, pemanfaatan tenaga surya sebagai sumber energi listrik untuk penerangan di Nusa Tenggara Timur (NTT) telah dilaksanakan sejak beberapa tahun yang lalu oleh Pemerintah maupun oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam bentuk pemanfaatan SHS (Solar Home System).

Dikatakan, pengembangan PLTS di NTT yang dilakukan oleh lembaga lain, sejak tahun 1997 dan hingga tahun 2007, diperkirakan kurang lebih 18.690 unit PLTS dengan kapasitas daya terbangkit kurang lebih 934,5 Kw telah terinstalasi di masyarakat dan menyebar pada seluruh kabupaten di NTT.

"Seluruh wilayah NTT potensial untuk dikembangkan pemanfaatan tenaga surya karena lama penyinaran harian yang baik (> 50%) selama 8 jam/hari," katanya.

Bria Yohanes yang saat itu, didampingi, Kabid Energi dan Kelistrikan Distamben NTT, Adi Dharma, mengatakan, untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dilakukan dengan memanfaatkan potensi air terjun atau saluran irigasi yang memiliki beda tinggi serta debit yang cukup untuk menggerakkan turbin air.

Selain pertimbangan aspek teknis, penentuan prioritas pengembangan PLTMH diutamakan lokasi potensial yang belum terlayani oleh jaringan listrik PLN. Hal ini dimaksudkan untuk memperluas jangkauan layanan energi listrik bagi masyarakat khususnya masyarakat di perdesaan. "Hingga saat ini tercatat 11 unit PLTMH di NTT, dimana prakarsa pembangunan Enam unit diantaranya oleh Dinas Pertambangan dan Energi," katanya.

Ia menyebut daerah-daerah yang potensial untuk pengembangan PLTMH, Air Terjun Oehalak, Ds. Oelbubuk, Kab. TTS : 18 Kw, Air Terjun Kawangwae, Ds. Kelaisi Timur, Kab. Alor: 20 Kw, Air Terjun Detubela, Ds. Detubela, Kab. Ende: 15 Kw, Saluran Irigasi Zaa, Ds. Were II, Kab. Ngada: 30 Kw, Air Terjun Laiputi, Ds. Praingkareha, Kab.Sumba Timur 35 Kw, Saluran Irigasi Mamba, Ds. Wangkar weli, Kab.Manggarai: 32 Kw.

Ia berharap ada investor yang tertarik dengan potensi ini untuk pengembangan energi terbarukan yang menghasilkan nilai tambah yang tinggi, untuk kegiatan produktif, menambah pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. (ANTARA)

1,1 Juta Penduduk NTT Belum Nikmati Listrik

Kupang, POS KUPANG.Com -- Sebanyak 1,1 juta dari 4,4 juta penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) atau sekitar 23 persen, belum menikmati penerangan listrik karena keterbatasan anggaran baik yang bersumber dari pemerintah pusat maupun daerah.

"Persoalan sumber daya energi listrik sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Namun masih sekitar 23 persen masyarakat di NTT belum menikmati fasilitas penerangan tersebut," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi NTT, Bria Yohanes dalam diskusi Forum Academia NTT di Kupang, Sabtu (27/62009)

Dia mengatakan, keterbatasan daya listrik yang disediakan oleh PT PLN tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di NTT tetapi juga daerah lain. "Krisis energi listrik saat ini tidak terhindarkan, karena kebutuhan konsumen yang menggunakan listrik tidak sebanding dengan persediaan daya,"katanya.

Untuk mengatasi kesulitan warga NTT yang belum memperoleh pelayanan penerangan listrik yang disiapkan PT PLN, maka pemerintah berusaha mencari jalan keluar atas sumber energi alternatif yang terbarukan.

"Tawaran dari Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) NTT ini, sangat tepat dengan wilayah NTT yang terdiri atas pulau-pulau sehingga sulit dijangkau fasilitas listrik negara. Yang paling tepat adalah pembangkit listrik alternatif," kata Bria.

Menurut dia, tahun anggaran 2009, NTT kebagian 100 unit fasilitas energi terbarukan berupa Pembangkit Listrik Teanga Surya (PLTS). Sementara dalam tahun anggaran 2009 ini pemerintah provinsi lewat persetujuan DPRD NTT, mengalokasikan dana Rp 1,5 miliar dari APBD I NTT.

"Kita harapkan DPRD melihat kebutuhan yang prioritas seperti energi listrik dalam membagi kue anggaran untuk satuan perangkat kerja daerah (SKPD) yang ada di wilayah provinsi dan kabupaten/kota di NTT," katanya.

Dia mengatakan, potensi sumber energi terbarukan di NTT cukup tersedia, baik tenaga angin, matahari atau surya dan air atau mikrohidro dan panas bumi, hanya terkendala sumber dana dan sumber daya manusia untuk memanfaatkannya.

"Pemenuhan energi listrik dengan memanfaatkan sumber energi baru terbarukan merupakan suatu keharusan saat ini mengingat keterbatasan sumber energi konvensional," katanya.

Mantan Wakil Bupati Belu ini menyarankan jalan keluar lain mengatasi kendala tersebut, yakni kerja sama atau kemitraan dengan lembaga pendidikan tinggi untuk mengembangkan energi listrik alternatif, seperti tenaga angin, matahari, air dan panas bumi.

"Lembaga perguruan tinggi lokal diharapkan dapat berperan aktif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan energi listrik dengan melakukan penelitian dan kajian pengembangan energi baru terbarukan, sebagaimana yang telah dilakukan perguruan tinggi nasional lain," katanya

Dikatakan, perguruan tinggi diharapkan dapat mengembangkan program-program dan melatih sumber daya manusia yang dapat mendukung pengembangan energi baru terbarukan di NTT, sebagai solusi menagatasi krisis listrik di NTT. (ANTARA)

Aset BPR di NTT Rp 82 Miliar

KUPANG, PK -- Aset Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai posisi Mei 2009 mencapai Rp 82.787.210.000 (Rp 82 M lebih). Total aset ini merupakan akumulasi aset delapan BPR dari sembilan BPR yang beroperasi di NTT.

Hal ini disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Perbarindo NTT, Ketut Surahardja dalam sambutannya pada acara pelantikan pengurus DPD Perbarindo NTT periode 2009-2013, di kantor BPR Tanaoba Lais Manekat di Jalan A Yani Kupang, Jumat (26/6/2009).

Hadir pada acara pelantikan ini, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Said Hartono, Deputy Pemimpin Bank Indonesia, Ocky Ganesia, para pimpinan bank se-kota Kupang dan TTS serta sejumlah undangan lainnya.

Menurut Surahadja, sampai sekarang di NTT terdapat sembilan BPR yang beroperasi, salah satunya yang baru beroperasi pada Juni 2009 ini adalah BPR Tanjung Pratama di Kabupaten Belu. "Jadi aset Rp 82 miliar lebih itu merupakan akumulasi dari delapan BPR, di luar BPR Tanjung Pratama. Selain aset ini terdapat pula total tabungan pada delapan BPR yang mencapai Rp 24.050.640.000," kata Surahardja.

Lebih lanjut dia mengatakan, aset yang dimiliki BPR itu mencakup kredit yang mencapai Rp 64156.999.000 dan deposito Rp 27.760.324.000.

Surahardja yang juga baru dilantik itu menjelaskan, DPD Perbarindo NTT memiliki visi yaitu mendukung pembangunan ekonomi di NTT dengan mengedepankan pemberdayaan masyarakat berlandaskan hati nurani. "Tentunya dalam implementasi Perbarindo tetap mengacu pada aturan perbankan yang berlaku," katanya. (yel)

Jangan Saling 'Mencakar'

KETUA Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), Said Hartono meminta Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada di NTT jangan saling "mencakar" dan saling menjatuhkan antara satu BPR dengan BPR lainnya yang ada di NTT. BPR harus saling mendukung dan menjalin kebersamaan yang baik serta harmonis sehingga BPR yang ada dalam wadah Perbarindo bisa eksis dan berkembang.

Hartono menyampaikan hal ini ketika melantik pengurus Dewan Pimpinan daerah (DPD) Perbarindo NTT periode 2009-2013 di kantor Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tanaoba Lais Manekat, Jalan A Yani 43-Kupang, Jumat (26/6/2009).

Dia menjelaskan di NTT saat ini baru terdapat sembilan BPR dan terbanyak ada di Kota Kupang. Yang lainnya ada di Flores, Sumba dan Belu. Semua BPR di NTT itu diharapkan menjalin kebersamaan dan kemitraan yang baik dalam menjalankan visi Perbarindo di NTT.

"Saya minta pengurus BPR jangan satu 'mencakar' yang lain, tetapi marilah saling menjaga satu sama lainnya karena kebersamaan itu sangat penting," kata Hartono.
Hartono mengatakan, dengan jumlah BPR di NTT yang masih sembilan ini perlu dibangun suatu komunikasi yang baik sehingga apabila ada penambahan BPR maka jalinan kerja sama itu sudah terpupuk. (yel)


BPR di NTT
1. BPR Bina Usaha Dana di Larantuka (Flotim)
2. BPR Talenta Raya di Waingapu (Sumtim)
3. BPR Lugas Ganda di Ruteng (Manggarai)
4. BPR Tanjung Pratama di Atambua (Belu)
5. BPR Sari Dinar Kencana di Kupang
6. BPR Central Pitoby di Kupang
7. BPR Citra Putra Fatuleu di Kupang
8. BPR Tanaoba Lais Manekat di Kupang
9. BPR Crista Jaya Perdana di Kupang.

Pos Kupang 27 Juni 2009 halaman 2

Makna Kehadiran Walikota Tynaarlo

SELAMA pekan ini pemerintah dan masyarakat Kota Kupang menerima tamu istimewa dari negeri seberang yaitu Walikota Tynaarlo-Belanda, Frank Van Zuilen.
Mengikuti laporan media massa segera tertangkap pesan betapa kunjungan tersebut disambut dengan sangat baik oleh pemerintah Kota Kupang.

Memang sudah seharusnya demikian cara kita menyambut tamu dari jauh. Apalagi kehadiran Walikota Tynaarlo tidak sekadar jalan-jalan. Walikota Zuilen dan rombongan dari Belanda membawa sejumlah misi penting yang berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat Kota Kupang.

Beberapa bisa disebut kembali di ruangan ini. Pemerintah Tynaarlo akan membantu membangun kincir angin untuk energi listrik, sentral sanitasi dan sumur bor di Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak. Fasilitas itu mendukung keberadaan rumah murah yang telah dibangun Pemerintah Kota Kupang.

Pemerintah Tynaarlo juga akan membangun sanitasi dan sumur bor di Kelurahan Batuplat dan Lasiana. Bantuan tersebut diusahakan terealisir dalam tahun ini juga. Selain sanitasi dan air bersih, Tynaarlo dan Kota Kupang juga membangun kerja sama di bidang pendidikan abadi, kredit ekonomi mikro serta kelistrikan.

Pada acara temu pisah di Restoran Nelayan, Kamis (25/6/2009), Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe menegaskan, Pemkot Kupang berencana membangun kerja sama Sister City (Kota Kembar) antara Kota Kupang dengan salah satu kota di Belanda. Walikota menyebut rencana tersebut sebagai tindak lanjut kerja sama dengan Tynaarlo.

Kita memberi apresiasi tinggi terhadap pemerintah Kota Kupang di bawah kepemimpinan Daniel Adoe dan Daniel Hurek atas apa yang telah mereka kerjakan. Memenuhi kebutuhan dasar masyarakat di bidang air bersih, sanitasi dan daya listrik merupakan tema kampanye duet tersebut ketika mereka maju berkompetisi dalam pilkada yang lalu. Kini duet walikota dan wakil walikota Kupang mulai merealisasikan apa yang telah mereka janjikan kepada warga Kota Kupang. Memang masih jauh dari harapan ideal warga Kupang namun tidak ada kata terlambat untuk suatu persembahan yang baik bagi rakyat.

Tentu saja kerja keras masih menanti pimpinan wilayah ini. Kerja keras pemerintah Kota Kupang tidak berakhir dengan kehadiran Walikota Tynaarlo di Kupang. Justru sebaliknya kerja keras itu mesti dipacu lagi agar semua rencana yang telah dibahas dapat diwujudkan pada waktunya. Sudah terlalu lama warga Kupang mengalami krisis air bersih, krisis daya listrik serta pelayanan publik yang jauh dari memuaskan. Kini saatnya pemerintah memenuhi kewajibannya.Tidak asal omong.

Belajar dari pengalaman kita memandang perlu untuk mengingatkan hal ini. Biasanya kita terlihat super sibuk dan habis-habisan menyukseskan acara seremonial. Misalnya peletakan batu pertama proyek ini dan itu. Kelanjutan proyek tidak dikawal dengan baik. Dan, hasilnya entah positif atau negatif jarang disampaikan kepada publik dengan cara yang sama, yakni transparan dan bertanggung jawab.

Masyarakat Kota Kupang butuh pembuktian bahwa bantuan kincir angin untuk energi listrik, sentral sanitasi dan sumur bor sungguh mereka rasakan manfaatnya dalam waktu yang telah digariskan. Lebih cepat terealisir tentu lebih baik.

Kita percaya duet pemimpin Kota Kupang sanggup dan mampu menggerakkan seluruh jajarannya untuk segera mewujudkan janji dan rencana mulia tersebut. Dengan demikian kehadiran tamu dari negeri seberang yaitu Walikota Tynaarlo, Frank Van Zuilen sungguh meninggalkan kesan mendalam bagi Kupang dan bagi Tynaarlo sendiri. Kehadiran itu akan bermakna.*

Pos Kupang edisi Sabtu, 27 Juni 2009 halaman 4

Pesta Kacang di Ile Ape

RITUAL pesta kacang Lewohala di Desa Jontona, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, dilaksanakan rutin setiap tahun. Secara turun-temurun, warga Lewohala meliputi Desa Jontona (pusat budaya pesta kacang), Desa Todanara, Watodiri, Muruona, Laranwutun, Kolontobo, Petuntawa dan desa-desa lainnya di kawasan Ile Ape.

Ritual makan kacang (utan belai) dilakukan bersama-sama di rumah besar (uma belen) dan di panggung upacara (koke bale). Tempat ini ditetapkan melalui musyawarah adat yang telah berlaku turun-temurun.

Upacara ini diselenggarakan untuk mensyukuri rezeki dan kegagalan yang diterima dari Yang Maha Kuasa atau Lera Wulan Tana Ekan kepada warga Lewohala selama setahun itu.

"Panen banyak atau sedikit, pesta kacang wajib dilaksanakan setiap tahun. Hanya sebutannya saja makan kacang, karena pada waktu makan di rumah adat didominasi kacang panjang yang dicampur beras merah dengan lauk ikan putih," kata Elias Geroda, Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) Desa Jontona, kepada Pos Kupang, Jumat (26/6/2009).

Menurut Elias, seremoni ini dilaksanakan sederhana, berpedoman pada ketentuan budaya yang sudah berlaku turun- temurun dari leluhur. Upacara ini dilaksanakan pada minggu ketiga atau minggu keempat bulan September atau pada minggu pertama dan kedua bulan Oktober.


Penetapan jadwal pesta kacang, kata Elias, berdasarkan kalender musim yang dihitung pada saat bulan kabisat atau `wulan lein tou'. Dasar penghitungan ini menjadi kalender penanggalan pesta kacang yang berlaku terhadap suku-suku di Lewohala. Di dalamnya tergabung suku Wungu Belen meliputi suku Gesi Making, Do Gesi Making, Laba Making, dan suku Beni Making. Suku Wungu Belumer meliputi suku Hali Making, Sero Making, Lewo Kedang, Langodai, Balawangak, Purek Lolon, Matarau, Lamablolu, dan Lamawalang.

Pemberitahuan oleh Belen Raya dipegang suku Halimaking sebagai otoritas kekuasaan akan mengawali pesta kacang. Delapan tahapan sebelum puncak pesta kacang dimulai dengan `sewa nuku' yakni menaikkan daun lontar di namang/lapangan yang dilaksanakan suku Purek Lolon.

Tahap kedua dalam upacara ini, `tuka kiwan lua watan,' yakni perjalanan turun gunung ke pantai yang dilaksanakan suku Pureklolon dan Lamawalang. Dalam perjalanannya, mereka melempar sebungkus kecil daun lontar di dalamnya berisi wua malu dan wako (siri pinang dan tembakau). Lemparan yang dilakukan suku Lamawalang harus melewati pohon bakau disertai pukulan gong dan gendang menandai pesta kacang sedang berlangsung.

Tahap ketiga, doro dope yakni memanah ayam dan kelope (sejenis ikan melata yang menempel di dahan bakau). Ayam yang dipanah akan digunakan untuk makan bersama.
Tahap keempat, pelu belai (makan nasi tumpeng adat).Makanan ini terbuat dari kacang panjang dan nasi merah yang dilaksanakan serentak anak-anak gadis dari suku Wungu Belumer yang dilaksanakan menjelang fajar menyingsing.

Tahap kelima, hodi elu (kesepakatan atau janji pesta). Mereka membuat kesepakatan melaksanakan puncak pesta kacang.

Puncak pesta kacang terjadi pada tahap keenam yakni utan wungu belen yang dilaksanakan serempak oleh suku Wungu Belen yang dihadiri para pria. Apabila turunan dari warga Lewohala merantau keluar kampung, maka jatah makannya diantar ke rumah besar (uma belen) suku Laba Making Langobelen. Malam menjelang puncak pesta kacang dilaksanakan seremoni tunu muku manu di setiap rumah adat.

Masih dalam rangkaian pesta kecang, dilaksanakan penu koke bale yakni makan kacang di balai-balai secara serentak oleh suku Wungu Belen dan Wungu Belumer.

Ritual di bagian ini penting karena para sesepuh Lewohala menasihati putra-putrinya. Tahap pamungkas dari seluruh rangkaian seremoni adat menggelar neba belen-neba uelen, yakni atrakasi budaya atau hiburan dengan tari-tarian daerah setempat seperti soka sihkan, soka neba dan tarian rotan melibatkan tokoh adat dan masyarakat setempat. (Eugenius Moa)

Pos Kupang edisi Sabtu, 27 Juni 2009 halaman 15

Inilah Anggota DPRD NTT Terpilih

KUPANG, PK -- Dari hasil rapat pleno terbuka penetapan perolehan kursi Partai Politik (Parpol) dan calon terpilih anggota DPRD Propinsi NTT di Sekretariat KPUD NTT, Jumat (26/6/2009), perolehan kursi DPRD NTT terbanyak diraih Partai Golkar dengan 11 kursi dari tujuh daerah pemilihan (dapil).

Disaksikan Pos Kupang, Jumat (26/6/2009), rapat pleno tersebut dibuka oleh Ketua KPU Propinsi NTT, Drs. Yohanes Depa, M.Si. Depa menyampaikan tata cara pleno berdasarkan peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2009 tentang pedoman dan pengumuman hasil pemilihan umum, tata cara penetapan perolehan kursi, penetapan calon terpilih DPRD Propinsi dan DPRD kabupaten/kota.

Setelah itu dibacakan perolehan kursi parpol dan nama calon terpilih per dapil, mulai dari dapil I sampai dapil tujuh Propinsi NTT. Turut hadir dalam rapat tersebut, Wakil Gubernur NTT, Ir. Esthon Foenay, Muspida, jajaran SKPD, pimpinan parpol, panwaslu, saksi, dan sejumlah calon terpilih. Hingga acara selesai, tidak ada parpol atau saksi yang berkeberatan terhadap hasil penetapan perolehan kursi dan calon terpilih.

Berdasarkan data KPU NTT, Golkar berhasil mendapatkan tiga kursi di dapil I, dua kursi masing-masing di dapil IV dan VI, sedangkan dapil lainnya mendapatkan jatah satu kursi saja. Peraih kursi terbanyak kedua ditempati Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan perolehan sebanyak sembilan kursi. Raihan kursi terbanyak berasal dari dapil IV dan VI masing-masing mengumpulkan dua kursi, sedangkan lima dapil lainnya hanya mendapatkan satu kursi.

Sementara posisi ketiga ditempati Partai Demokrat dengan perolehan tujuh kursi, setiap dapil hanya meraih satu kursi dari tujuh dapil yang ada. Dua parpol pendatang baru peraih kursi terbanyak berturut-turut adalah Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mendapatkan enam kursi dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) hanya berhasil mendapatkan jatah lima kursi dari tujuh dapil yang ada.

Posisi Partai Damai Sejahtera (PDS) harus berdampingan dengan Partai Karya Peduli Bangsa karena dalam perolehan kursi, keduanya sama-sama mendapatkan jatah tiga kursi dari tujuh dapil yang menempatkan keduanya pada posisi keenam.
Sementara Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai lama harus puas menduduki posisi ketujuh dengan raihan masing-masing satu kursi saja dari tujuh dapil. Partai pendatang baru yang juga hanya meraih satu kursi dari tujuh dapil adalah Partai Karya Perjuangan, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Pelopor, Partai Penegak Demokrasi, Partai Pemuda Indonesia, dan Partai Peduli Rakyat Nasional. (aa/gem)

Nama Anggota DPRD NTT Terpilih
1. Drs. Ibrahim Agustinus Medah
2. Nixon P.Y.A. Messakh, SH
3. Semuel Victor Nitti,M.Th
4. Nelson O.Matara, S.IP (Lama)
5. Marten Kaseh, BE
6. Drs. Libert Semuel Foenay,MS
7. Somie Anugrah Pandie, M.Div
8. Markus Imanuel Nubatonis, A.Md
9. Daud Saleh Ludji, S.Pd
10. Jimmi W.B.Sianto,SE
11. Alfridus Bria Seran,ST
12. Anselmus Tallo, SE (Lama)
13. Hironimus Tanesib Banafanu, S.IP
14. Ferry Kase, SH
15. Armindo Soares Mariano (Lama)
16. Drs. Antonius Timo
17. Stanis Tefa Mathaus, SH
18. Alexander Kase, S.Th
19. Willem Nope, SH
20. Drs. Herman Hendrik Banoet, M.Si
21. Alfred Baun
22. Ir. Emilia Juliana Nomleni (Lama)
23. Drs.Hendrik Rawambaku, M.Pd (Lama)
24. Drs.Hugo Rehi Kalembu
25. Drs.John Umbu Deta (Lama)
26. Antonius Landi
27. Rambu Asana Marisi
28. Abraham Litinau
29. Robertus Li, SH
30. Drs.Agus NG. B.Dapadeda
31. Emilianus Charles Lalung, SS
32. Pata Vinsensius, SH (Lama)
33. Stanislaus Ngawang, MM
34. Servatius Lawang, SH
35. Drs. G.Fransiskus Nahas
36.Yohanes Halut, S.Tp
37. Drs. Tobias Wanus
38. Drs. Antonius Ugak, M.Si
39. Drs. Syukur Yosef
40. Drs. Paulus Moa (Lama)
41. Drs. Paulinus Domi
42. Drs. Blasin Kristoforus (Lama)
43. Kornelis Soi, SH (Lama)
44. Drs. Benyamin Mulla Wodon
45. Drs. Kasintus Proklamasi Ebu Tho
46. Drs. Petrus Rego Sole
47. Ir.Oswaldus, Msi
48. Anggela Merci Piwung, SH
49. H.Zainal Abidin Thayib, SE
50. Drs. John Thomas Blegur
51. Viktor Mado Watun, SH (Lama)
52. Suku Kotan, SH
53. Trisna Liliyani Dano, SS (Lama)
54. Drs. Syahlan Kamahi, MM
55. Gabriel Abdi Kesuma Beri Binna

Catatan
* Golkar terbanyak, 11 kursi
* PDIP 9 kursi, Demokrat 7 kursi

Pos Kupang 27 Juni 2009 halaman 6

DPRD NTT Tolak Usulan Dana Pilpres

KUPANG, PK -- DPRD NTT tetap menolak usulan KPU setempat soal dana pendamping Pemilu Presiden (Pilpres) sebesar Rp 600 juta, dengan alasan masih harus menunggu penetapan perubahan APBD NTT 2009.

"Usulan dana pendamping Pilpres dari KPU NTT sudah dipercakapkan di tingkat gabungan komisi, namun belum ada kata sepakat, karena masih harus menunggu penetapan perubahan APBD NTT 2009," kata Ketua Komisi C DPRD NTT dari Fraksi Partai Golkar, Marthen Asbanu di Kupang, Rabu (24/6/2009).

Menurut dia, jika dana pendamping Pilpres itu sifatnya mendesak, maka harus dikoordinasikan dengan pimpinan dewan, sehingga ada keputusan di tingkat pimpinan sebagai dasar pertanggungjawaban lembaga.

"Siapa yang bertanggung jawab jika kemudian terjadi masalah? Atas dasar itu, gabungan komisi DPRD NTT masih menolak usulan KPU soal dana pendamping Pilpres dari APBD NTT sebesar Rp 600 juta," kata Asbanu.

Ketua DPRD NTT, Melkianus Adoe yang ditemui terpisah mengatakan, pimpinan dewan akan segera menindaklanjuti usulan dan saran dari anggota berdasarkan tata tertib dewan.
"Dalam waktu dekat ini, kita akan tindaklanjuti. Selama ini pimpinan komisi dan fraksi melakukan kunjungan kerja ke daerah-daerah, sehingga belum ada koordinasi untuk membahas usul dana pendamping Pilpres itu," ujarnya.

Ketua KPU NTT, Yohanes Depa yang dihubungi secara terpisah mengatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan Gubernur NTT selaku wakil kepala pemerintah pusat di daerah.

"Kita harapkan dengan kewenangan yang ada, gubernur dapat memberikan solusi terhadap usulan dimaksud," katanya.(gem/ant)

Pos Kupang 26 Juni 2009 halaman 14

Pemkab Ende Pinjamkan Pengusaha Rp 2 M

ENDE, PK---Pemkab Ende pada tahun 2008 diduga memberikan pinjaman dana Rp 2 miliar kepada pengusaha tertentu di daerah itu tanpa sepengetahuan DPRD setempat. Tahun 2005, Pemkab Ende juga memberikan pinjaman p 1,5 miliar kepada pihak ketiga. Sampai saat ini, semua pinjaman itu belum dikembalikan.

Hal ini terungkap dalam rapat tim anggaran DPRD Ende dengan tim anggaran Pemkab Ende dengan agenda pembahasan perhitungan anggaran tahun 2008. Rapat berlangsung di Ruang Rapat Komisi DPRD Ende, Jumat (19/6/2009).

Anggota DPRD Ende, Heribertus Gani, S.Pd, yang juga anggota panitia anggaran Dewan mengatakan, pinjaman dana kepada pihak ketiga yang mencapai Rp 3,5 miliar itu patut dipertanyakan. "Terhadap persoalan ini, kami mengharapkan kepada pemerintah dapat memberikan data-data terkait pinjaman, karena kami ingin melihat apakah pinjaman tersebut sesuai aturan atau tidak," kata Heribertus.

Dia mengatakan, peminjaman dana itu adalah kebijakan sepihak pemerintah karena DPRD Ende secara kelembagaan tidak pernah tahu. "DPRD tidak pernah membahas persoalan pinjaman, mungkin pemerintah membicarakan secara tersendri dengan komisi B atau dengan unsur pimpinan Dewan," kata Heribertus.

Menurut dia, dana yang dipinjamkan kepada pihak ketiga itu harus dimaksukkan ke dalam pos sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) tahun anggaran (TA) 2008.

Heri juga mempertanyakan pengggunaan dana Silpa senilai Rp 21 miliar karena ia menilai penggunaan dana itu tanpa diketahui panitia anggaran. Dia meminta pemerintah memberikan data-data terkait dengan penggunaan dana Silpa dimaksud dengan tujuan dapat diketahui sejauhmana penggunaannya.
Informasi yang dikumpulkan menyebutkan bahwa terungkapnya pinjaman kepada pihak ketiga oleh pemerintah didasari dari hasil temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Wilayah Denpasar. Hingga saat ini pemberian pinjaman itu belum dikembalikan oleh pihak ketiga kepada pemerintah. (rom)

Pos Kupang 23 Juni 2009 halaman 18

Mantan Kadis Nakertrans Ditahan

MANTAN Kepala Dinas (Kadis) Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Kabupaten Sumba Timur (Sumtim), Yohanes Ola Samon, bersama konsultan pengawas, Marthen Namudala, ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Waingapu mulai pukul 18.00 Wita, Kamis (25/6/2009).

Samon dan Namudala yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyimpangan dana proyek pembangunan 75 unit rumah di Translok Papuu, Kelurahan Watumbaka, Kecamatan Pandawai tahun anggaran 2007 lalu. Mereka ditahan setelah seharian menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Waingapu.

Sesuai audit investigasi yang dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT, pelaksanaan proyek tersebut merugikan negara Rp 88 juta.

Kajari Waingapu, Nasril, S.H yang dihubungi melalui telepon genggamnya, Kamis (25/6/2009) malam, membenarkan penahanan kedua tersangka tersebut.
Nasril mengatakan, tersangka dalam kasus tersebut ada tiga orang, yakni mantan Kadis Nakertrans Sumtim, Yohanes Ola Samon, S.H, Konsultan Pengawas, Marthen Namudala dan kontraktor pelaksana proyek, Yanuar Untono (Direktur Tunas Berdikari).


Namun, kata Nasril, yang ditahan hanya dua orang tersangka, yakni Marthen Namudala dan Yohanes Ola Samon. Sementara Yanuar Untono ditangguhkan penahanannya karena sakit.

Meski demikian, kata Nasril, berkas perkara Yanuar Untono tetap dilimpahkan ke pengadilan. "Yanuar Untono tidak kita tahan karena alasan kemanusiaan. Yang bersangkutan sudah lanjut usia dan sakit-sakitan yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter," kata Nasril.

Dia mengatakan, meski tidak ditahan Yanuar hadir di Kejari Waingapu pada Kamis sore. Yanuar hadir ditemani salah seorang puteranya, Ridwan Untono dan dua pengacaranya, Matius K Remijawa, S.H dan Sahrony, S.H dari Rawi Sahrony and Partner Advocate Legal Consultans Receiver and Administrasi Jakarta.

Nasril mengungkapkan, ketiga tersangka diperiksa sejak pukul 09.00 Wita sampai pukul 18.00 Wita hingga penyidik kejaksaan memutuskan menahan kedua tersangka. Dijelaskan Nasril, para tersangka akan ditahan selama 20 hari dan dapat diperpanjang kalau dibutuhkan. Informasi yang diperoleh Pos Kupang dari Waingapu, proses penahanan para tersangka ini sempat diwarnai keributan antara Ridwan Untono, putera dari Yanuar Untono, salah satu tersangka dalam kasus tersebut dengan Kontributor MNC Group di Sumba, Dionisius Umbu Ana Lodu. Keributan itu juga dibenarkan salah satu jaksa di Kejari Waingapu, Feby Dwiyandospendy, S.H. Feby mengatakan, keributan itu dipicu oleh ketidaksenangan Ridwan ketika kontributor MNC Group mengambil gambar Yanuar Untono.

"Sebenarnya Dion (wartawan MNC, Red) hendak mengambil gambar papan nama Kasie Jampidsus, Herman R D, S.H. Kebetulan di tempat yang sama ada tersangka Yanuar Untono bersama pengacara dan putranya, Ridwan Untono. Mungkin karena kaget ada kamera, Ridwan emosi melarang wartawan mengambil gambar ayahnya dan sempat mengeluarkan ancaman pemukulan. Tetapi peristiwa ini bisa dilerai. Kedua pihak yang bertikai juga sudah berdamai," kata Feby.

Dionisius yang dihubungi Kamis malam juga mengaku tindakan Ridwan yang berupaya menyerangnya dan mengancam akan mumukulnya merupakan bentuk kekerasan dan ancaman terhadap kebebasan pers karena kehadirannya di tempat itu dalam rangka melaksanakan tugas jurnalistik.

Meski demikian, Dion mengakui bahwa kasus tersebut sudah diselesaikan secara kekeluargaan karena yang bersangkutan sudah mengakui kesalahan dan meminta maaf.

Kasus ini mencuat ke permukaan setelah pada Mei 2007 lalu masyarakat penghuni translok tersebut mengeluhkan kondisi rumah di lokasi tersebut. Sebagian rumah bahkan sudah roboh sebelum ditempati para penghuninya. Kejari Waingapu langsung menanggapi informasi dugaan penyimpangan proyek senilai Rp 1,2 miliar yang bersumber dari dana APBN tersebut dengan memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait hingga akhirnya menetapkan tiga orang tersangka yang dianggap paling bertanggung jawab. (dea)

Pos Kupang edisi Jumat, 26 Juni 2009 halaman 1

DPRD Ende Ungkit Dana Rp 11,5 M

ENDE, PK -- Pemanfaatan dana hibah Rp 11.563.608.300 untuk kepentingan pemekaran Kabupaten Ende, diungkit oleh DPRD setempat. Sebab, sampai sekarang belum ada kabupaten baru yang mekar dari Kabupaten Ende namun dana tersebut sudah tidak ada lagi.

Masalah pemanfaatan dana hibah itu diungkit dalam pemandangan umum Fraksi PDIP DPRD Ende terhadap nota keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan angaran pendapatan dan belanja daerah/APBD Kabupaten Ende tahun anggaran 2008.

Dalam pemandangan umum yang diperoleh Pos Kupang dari anggota Fraksi PDIP DPRD Ende, Justinus Sani, S.E, Kamis (25/6/2009) di Ende, dinyatakan bahwa sejauh ini Kabupaten Ende belum dimekarkan.

Namun dalam dokumen laporan nota keuangan pemerintah terdapat pos belanja dana hibah pemekaran kabupaten baru. Oleh karena itu, Fraksi PDIP meminta penjelasan pemerintah atas pemanfaatan dana hibah sebesar Rp 11.563.608.300 tersebut.

Fraksi PDIP meminta pemerintah menjelaskan pemanfaatan dana tersebut agar masyarakat Ende tahu. Sebab, sampai saat ini hanya ada satu Kabupaten Ende, belum ada kabupaten baru yang mekar dari Kabupaten Ende.

Fraksi PDI Perjuangan juga mengkritisi pemanfaatan anggaran berupa pinjaman kepada pihak ketiga Rp 4.435.391.675. Fraksi menilai pengeluaran dana tersebut tidak prosedural dan dinilai tidak memenuhi prinsip-prinsip pengelolaan keuangan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akutansi Pemerintah.

Menjadi pertanyaan fraksi, ujar Justinus, sanggupkah pemerintah mengembalikan atau menyelamatkan anggaran yang telah dikeluarkan untuk dipergunakan kembali bagi kepentingan rakyat dan daerah serta bagaimanakah strategi dan langkah-langkah yang akan ditempuh.

Fraksi Gabungan dalam pandangan umum fraksi juga menyatakan pinjaman Pemda Ende senilai Rp 4.435.391.675,00 kepada pihak ketiga sarat kepentingan dan tidak prosedural. Hal ini karena tidak didukung aturan yang memadai serta tidak memenuhi prinsip akutansi pemerintah sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang standar akutansi pemerintah. (rom)

Pos Kupang edisi Jumat, 26 Juni 2009 halaman 1

99 Sekolah di NTT Lulus 100 persen

KUPANG, PK--Sebanyak 10 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Nusa Tenggara Timur (NTT) memperoleh kelulusan nol persen dalan Ujian Nasional (UN) tahun 2009. Sedangkan 99 sekolah lainnya berhasil meraih kelulusan 100 persen. Total jumlah SMP peserta UN tahun 2009 sebanyak 691.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) Propinsi NTT, Ir. Thobias Uly, M.Si, kepada Pos Kupang di ruang kerjanya, Senin (22/6/2009). Menurut Uly, sekolah dengan kelulusan nol persen merupakan sekolah yang berada di daerah terpencil dan SMP terbuka yang jumlah gurunya tidak memadai.

Sekolah tersebut adalah SMP Terbuka Amfoang Utara, SMP Tri Sakti-Kabupaten Kupang, SMP Terbuka Fatule'u, SMP Ki Hajar Dewantoro, SMP Satu Atap (Satap) Hanga, SMP Terbuka Solor Barat, SMP Satu Atap Oelamasi, SMP Terbuka Negeri 1 Bajawa Utara, SMP Satap Katawel dan sebuah SMP swasta.

Meski ada kelulusan nol persen, menurut Uly, persentase kelulusan tahun ini mengalami kenaikan yang signifikan dari 46,36 persen tahun lalu menjadi 70,25 persen tahun 2009. Padahal standar kelulusan UN pun meningkat dari 5,25 menjadi 5,50.

Menurutnya, meningkatnya persentase kelulusan tahun ini merupakan hasil kerja keras dan kerja sama semua pihak, mulai dari pemerintah propinsi, tokoh masyarakat, tokoh agama, orangtua, guru, sekolah dan media massa, baik yang bersifat teknis maupun non-teknis.

Secara non-teknis, katanya, Dinas PPO Propinsi NTT sudah berupaya semaksimal mungkin dengan semua elemen masyarakat. Sedangkan secara teknis berupa supervisi, try out dan sebagainya.

Dikatakannya, di balik kegagalan sekolah-sekolah penyelenggara yang mendapatkan kelulusan UN nol persen, ada pula sekolah yang sangat baik dalam perolehan nilai.
Ranking satu diduduki oleh SMP Kristen Mercusuar dengan nilai rata-rata 34,11, kedua, SMP Negeri 1 Rote Barat Daya dengan nilai rata-rata 33,18 persen, ketiga, SMP Seminari Pius XII Kisol dengan nilai rata-rata 32,53 persen, keempat, SMP St. Yohanes Berchmans Mataloko dengan nilai rata-rata, 32,92 dan di urutan kelima, SMP Sinar Pancasila Betun dengan nilai rata- rata 31,78.

Selanjutnya, kata Uly, siswa yang memiliki nilai tertinggi berasal dari SMP Negeri 2 Kupang atas nama Dita Maulidia Anggrani dan Irwan Yosua Blegur. Kedua anak ini memiliki nilai yang sama, antara lain bahasa Inggris 8,98, Matematika 10, bahasa Indonesia 9,81 dan IPA 9,49. Sedangkan di urutan tiga oleh Roby Gunawan dari SMP Katolik Immaculata Ruteng dengan nilai Matematika 10, bahasa Inggris 8,98, Bahasa Indonesia 9,18, IPA 9,74.


Menurutnya, persentase kelulusan yang diperoleh tahun ini belum memuaskan. Karena itu, pihaknya akan terus mendongkrak dengan pola-pola yang ada sekarang dengan sentuhan perbaikan ke depan.

Untuk sekolah-sekolah yang nol persen, katanya, diserahkan kepada pemerintah daerah setempat. Dinas PPO akan memberikan perhatian yang serius kepada sekolah-sekolah tersebut. Ia berharap ke depan semua pihak bisa bekerja sama lebih baik lagi kelulusan UN di NTT terus terdongkrak.

Menjawab pertanyaan wartawan soal pengumuman UN yang terlambat, Uly menjelaskan, sebenarnya pengumuman UN tingkat SMP diumumkan Sabtu (20/6/2009). Namun, karena hasilnya baru diterima panitia, Minggu (21/6/2009) malam, dan baru diserahkan kepada panitia kabupaten/kota hari Senin (22/6/2009), sehingga kemungkinan setiap kabupaten/kota akan mengumumkan sendiri-sendiri. (nia)

Sekolah Swasta Lebih Tinggi

SECARA nasional tingkat kelulusan siswa baik dari SMP, MTS, SMA, SMK hingga MA tahun 2009 mengalami kenaikan sekitar 2 persen. Persentase kelulusan siswa sekolah swasta lebih tinggi dibanding sekolah negeri.

Demikian disampaikan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) Mungin Eddy Prabowo, Ketua Pelaksana UN yang juga anggota BNSP Djemari Mardapi dan Ketua Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Burhanudin Tola dalam jumpa pers di kantor Departemen Pendidikan Nasional, Senin (22/6/2009). "Secara nasional, persentase kelulusan UN mengalami kenaikan," tegas Mungin.

Dijelaskan Mungin, persentase kelulusan UN SMP/MTs, mengalami kenaikan sebesar 2,06 persen. Pada tahun 2008 sebesar 92,76 persen menjadi 98,82 pada tahun 2009. Rerata nilai juga naik sebesar 0,46 persen sehingga menjadi 7,33.
Di tingkat SMA/MA, terjadi peningkatan kelulusan 2,42 persen dari 92,76 persen pada tahun 2008 menjadi 93,74 persen pada 2009.Rerata nilai UN sebesar 0,04 persen sehingga menjadi 7,25. Sedangkan di SMK, kenaikan tingkat kelulusan sebesar 1,27 persen Yakni dari 92,58 persen tahun 2008 menjadi 93,85 persen pada tahun 2009. Dan rerata nilai naik 0,34 persen menjadi 7,44.

Dijelaskan Mungin, pada tahun 2009 ini BNSP merubah sistem kelulusan UN. Peserta UN dinyatakan lulus memenuhi standar kelulusan jika memiliki rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang diujikan, dengan nilai 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya. Dan khusus untuk SMK, nilai uji kompetensi minimum 7,00.

Dijelaskan Mungin, tingkat kelulusan SMA sebesar 94,04 persen dan MA sebesar 91,71 persen. Untuk mata uji Bahasa Indonesia, kelulusannya 89,3 persen, IPA (96,42 persen), IPS (91,78 persen) dan Agama (93,67 persen)

Mungin menjelaskan, tingkat kelulusan siswa sekolah swasta lebih tingi dari sekolah negeri. "Untuk SMA Negeri sebesar 91,36 persen dan swasta 95,14 persen," tegas Mungin. Sedangkan SMP negeri 94,66 persen dan SMP swasta 95,32 persen. "Kita tidak tahu penyebabnya apa," urai Mungin.

Burhanudin Tola menjelaskan, meningkatnya kelulusan UN lantaran peserta didik menjadi rajin belajar, guru juga lebih rajin mengajar dan sekolah makin bertanggung jawab. "Dengan demikian, kita akan rekomendasikan kepada Depdiknas agar UN tetap dijalankan," tegas Burhanudin Tola.

Selain harus lulus UN, ada tiga komponen lagi yang harus dipenuhi peserta didik yang penilaiannya dilakukan oleh guru atau sekolah masing-masing. Yakni menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai baik pada seluruh mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, estetika dan jasmani, olahraga dan kesehatan. Serta lulus ujian sekolah untuk mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tekhnologi.

Terhadap siswa yang tidak lulus UN, Mungin menjelaskan ada dua cara yang bisa dilakukan. Yakni mengulang ujian nasional pada tahun depan. Atau menjadi peserta program kesetaraan yang ujian nasionalnya akan dilakukan pada akhir Juni ini. (persda network/yls)

Pos Kupang edisi Selasa, 23 Juni 2009 halaman 1

Yth

Si miskin itu tak punya apa-apa.
Modalnya dua ribu rupiah


PEKAN yang baru lewat beta kembali mendengar suara berulang di beranda Flobamora. Pekan yang baru lewat beta juga terkenang nama Yth. Nama-nama yang indah, unik dan sarat makna. Nama mengagumkan sekaligus menyayat hati.
Suara-suara itu, suara yang terdengar kesekian kalinya. Nada dasarnya sama. Irama sama. Syairnya pun masih yang itu-itu juga.

Begitulah tuan dan puan. Izinkan beta menyuarakan suara-suara berulang itu. Mungkin membosankan dan terasa menjengkelkan tetapi lebih baik bersuara ketimbang diam berpangku tangan.


Di sebuah gedung megah masih terdengar lirih suara paramedis. Suara gundah- gulana menghadapi dilema. Menolak pasien? Menyandera mereka yang tak sanggup bayar? Ataukah memulangkan begitu saja setelah mereka sembuh dengan risiko rumah sakit tidak mendapatkan pemasukan apa-apa?

Menghadapi sang papa yang tak terjamah negara, seorang perawat senantiasa serba salah. Bagaikan makan buah simalakama. Sudah banyak kisah nyata seperti itu dan kisah itu terulang lagi untuk kesekian kalinya.

Pasien miskin tak pegang kartu Jamkesmas datang dengan wajah iba memelas. Sesuai ketentuan mestinya sang perawat menolak pasien tanpa kartu jaminan negara. Tapi nuraninya berontak. Dia tak sanggup berkata tidak. Kalau ditolak, orang miskin papa yang sedang sekarat itu berpeluang kehilangan nyawa.

Dia mengabaikan syarat administratif. Mengangkangi aturan. Buru-buru si sakit dilayani dengan baik. Dimasukkan ke ruang rawat inap kelas III. Sepekan lewat pasien papa itu sembuh dari sakitnya. Sang perawat tersenyum ceria. Satu lagi sesama manusia yang bisa ditolongnya. Puji Tuhan!

Namun, apa daya keceriaan tersebut berlangsung tak lama. Pasien miskin ini tak diizinkan pulang oleh yang berwenang. Dia bisa pulang ke rumah apabila telah membayar seluruh biaya rumah sakit selama sepekan. Si sakit lalu diberi kesempatan mencari sanak famili, kerabat atau kenalan yang sudi membantu. Sepekan lewat tak ada tanda-tanda bantuan datang.

Si miskin itu masih menghuni ruangan kelas III. Dia diberi waktu seminggu lagi. Lagi-lagi mengalami kenyataan yang sama. Tiga pekan "tersandera" di ruangan berdinding putih. Bukan karena sakit tetapi semata karena tak sanggup membayar.
Apa mungkin si miskin dipaksa membayar biaya sedemikian besar? Perawat itu bergumam sendiri. Dia kemudian bertindak nekat. Pasien itu diizinkan pulang tanpa membayar sepeser pun.

Si miskin itu memang tidak punya apa-apa. Uang di dalam dompetnya yang lusuh cuma dua ribu rupiah. Oh Tuhan, bagaimana mungkin dia bisa pulang ke rumah yang berjarak lebih dari 40 km dengan modal senilai itu? Perawat itu urunan bersama sejawatnya. Ada juga dokter yang membantu. Mereka memberi modal pulang uang sebesar Rp 100 ribu. Si miskin tersenyum riang. Berulang-ulang kata terima kasih meluncur dari mulutnya.

Masalah si miskin tuntas. Tapi tidak bagi si perawat. Hari-hari ini hatinya galau. Dia paham risiko yang harus diterima karena melanggar ketentuan. Dia mesti siap dimarahi atasan. Bahkan risiko yang lebih buruk dari itu.

Begitulah tuan dan puan suara berulang yang beta rekam. Suara riuh rendah di beranda rumah Flobamora yang cuma sedikit orang mau mendengar, peduli dan berani bertindak. Gampang nian pemimpin kita cakapkan pemerintahan pro rakyat. Biaya sebesar-besarnya untuk rakyat. Ketimpangan di depan mata dibiarkan berjingkrak-jingkrak. Yang kerja setengah hati, yang suka jalan-jalan dipelihara! Yang susah payah bahkan makan buah simalakama tak dilirik dan dijamah.

Di saat-saat seperti ini beta teringat Yth. Teringat teman, sahabat, saudara, keluarga yang mendapat sapaan Yang Terhormat. Mereka yang segera mendapatkan cincin kenangan. Cincin emas-berlian tanda ucapan terima kasih atas pengabdian yang luar biasa selama lima tahun memperjuangkan aspirasi rakyat Flobamora. Mereka yang selalu disapa Yth meski rumah dinas untuk mereka yang dibangun dengan uang dari pajak rakyat dibiarkan tanpa penghuni. Bahkan yang menghuni justru kambing- kambing. Begitulah tuan dan puan, suara yang berulang! (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 22 Juni 2009 halaman 1

Tagu Dedo Ditetapkan Jadi Dirut Bank NTT

KUPANG, PK--Menurut rencana, Sabtu (20/6/2009) hari ini, Daniel Tagu Dedo ditetapkan menjadi Direktur Utama (Dirut) Bank NTT. Penetapan Tagu Dedo dilakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa Bank NTT.
Dalam RUPS hari ini juga diagendakan penyampaian laporan pertanggungjawaban (LPJ) direksi tahun 2008, dan penyampaian program tahun anggaran 2009.

Penetapan komisaris dan Direksi Bank NTT, penyampaian LPJ dan program tahun anggaran 2009 tersebut disampaikan Bupati Sumba Timur, Drs. Gidion Mbilijora, M.Si, ketika ditemui Pos Kupang di Sasando International Hotel, Jumat (19/6/2009) malam.

Gidion mengatakan, untuk sementara yang sudah diketahui baru pejabat direktur utama. Sementara untuk jabatan komisaris utama, komisaris independen, dan direksi yang lain baru akan diketahui dalam RUPS besok. "Yang sudah pasti baru direktur utama, karena hanya satu orang yang diajukan. Sedangkan komisaris utama, komisaris independen, dan direksi yang lain baru akan diketahui dalam RUPS. Alasannya, karena masing-masing jabatan selain direktur utama diajukan dua orang untuk ikut fit and proper test," kata Gidion.

Gidion mengatakan, sebagai pemegang saham terbesar ketiga di Bank NTT setelah Kabupaten Kupang dan Propinsi NTT, pihaknya wajib mempertanyakan berbagai persoalan yang terjadi di Bank NTT selama ini. Penjelasan Direksi Bank NTT diperlukan sebagai pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada rakyat, karena uang yang disertakan dalam Bank NTT merupakan uang rakyat.

Selama ini, kata Gidion, penjelasan dari Bank NTT hanya diperoleh melalui media massa. "Soal penjualan saham seri B, misalnya, memang dibenarkan oleh aturan Bank Indonesia. Namun tetap kita minta penjelasan biar rakyat juga mengetahuinya. Juga masalah pembangunan gedung enam Kantor Cabang Bank NTT yang belakangan menuai masalah, soal dana pensiun karyawan Bank NTT," demikian Gidion.

Ia mengatakan, pembangunan gedung enam Kantor Cabang Bank NTT memang disepakati oleh seluruh pemegang saham dalam RUPS tahun 2007 dengan tujuan untuk ekspansi pasar. Namun karena dalam perjalanan diduga ada masalah, maka direksi wajib memberikan penjelasan dalam RUPS.

"Soal dana dari pos mana yang digunakan untuk pembangunan gedung dan berapa plafon anggaran itu diserahkan ke Bank NTT karena sangat teknis. Nanti dalam laporan pertanggungjawaban direksi baru diketahui. Jika ada yang janggal pasti kita akan minta penjelasan dari direksi," tambah Gidion.

Gidion mengungkapkan, Kabupaten Sumba Timur memegang saham Bank NTT sebesar 10,5 persen atau Rp 34 miliar dari total modal Bank NTT. (dea)

Pos Kupang edisi Sabtu, 20 Juni 2009 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes