Om Guru Menabur Cinta di Tanah Gersang

Yohanes Lalang (foto Julianus Akoit)
HARI masih pagi. Tepat pukul 10.12 wita, saya sudah berdiri di depan pintu gerbang warna coklat tua. Tampak rumah besar bercat hijau muda berdiri megah di depan. Sebuah toko kelontong berada di samping kanan rumah induk tersebut. Pintunya terbuka.

Seorang wanita paruh baya, mempersilahkan masuk. Dari dalam rumah, seorang pria berkacamata minus bergegas menyambut seraya menjabat erat tangan saya.

"Maaf adik, cuma segini pondok saya," tukasnya merendah. Pria ini adalah Yohanes Lalang (52). Tapi lebih populer disapa dengan sebutan 'Om Guru' oleh para petani dan peternak di Kampung Oetete, Kelurahan Tarus, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.

Saya mengajaknya berbincang-bincang di sebuah bangku kayu, di halaman rumah yang dikepung hijauan anakan mangga, sukun, nangka, jeruk dan sebagainya. Angin kemarau yang kering berhembus kencang, menimpali obrolan dan gelak tawa kami berdua.

"Sebetulnya basic saya bukan guru. Mungkin karena sering diminta memberikan materi pelatihan kepada para petani, peternak, mahasiswa dan anak sekolah, maka saya dipanggil dengan sebutan 'Om Guru'," tukasnya sambil tertawa terkekeh-kekeh.

Ia tidak mempersoalkan sebutan itu. Yang penting ilmu tentang cara beternak unggas dan bercocok tanam, membuat pupuk bokasi, dan sebagainya bisa diserap dengan baik. Ia mengaku, hidupnya selalu diisi dengan fragmen-fragmen lepas yang paradoksal. Belum habis satu peran, ia harus melakoni peran lainnya. Herannya ia melakoni itu dengan pasrah, apa adanya. Tanpa bertanya banyak kepada Tuhan, meski sesungguhnya ia sendiri terkaget-kaget.

Salah satu bukti, papar suami dari Ny. Bibliana Boleng ini, ia cuma kuliah sampai semester V Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang. Dia berhenti kuliah karena ketiadaan uang.

Orang tuanya hanya petani tradisional yang miskin di Lembata. Mereka menghentikan kiriman biaya kuliah. Padahal uang kuliah cuma Rp 45.000 per semester pada tahun 1986. Ya, kemiskinan telah menghentikan mimpinya meraih gelar sarjana peternakan.

"Tapi herannya, anggota DPR RI, staf ahli Menteri Pertanian RI, bupati, dosen, mahasiswa, kelompok tani, mahasiswa, siswa SMA, murid PAUD sudah sampai ke pondok saya hanya untuk sekadar bertanya tentang ilmu bercocok tanam, beternak, membuat pupuk bokasi dan sebagainya," kata ayah dari dua putra ini seraya menunjuk nama-nama pejabat besar yang tercantum dalam buku tamunya.

Dari buku tamu yang kusam itu, terpampang nama Prof. Dr. FX Wagiman dari Pusat Studi Pengelolaan Sumber Daya Hayati, UGM Yogyakarta, Abdul Halim dari Kabid Kelembagaan Kementan RI, Ir. Farry Francis, anggota DPR RI dan sebagainya. Ada juga rombongan mahasiswa dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Peternakan Undana, Universitas Muhammadyah Kupang, Universitas PGRI Kupang, dan Poktan dari beberapa kabupaten/kota se-NTT.

Para tamu itu berdatangan dan bertanya kepadanya tentang keberhasilannya mengembangkan jeruk Kedang, salah satu varietas unggulan yang nyaris punah. Juga bagaimana cara mengembangkan anakan mangga arum manis yang kini telah menembus pasar luar negeri, terutama  Timor Leste. Dan masih banyak lagi.

"Itu semua terjadi sejak saya mendirikan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (Agricultural Training Centers and Rural Selfhelp) Abdi Laboratus. Sebuah lembaga swadaya yang mengembangakan pendidikan dan latihan bagi para petani dan peternak dalam berbagai aspek," paparnya.

Modal Nol Rupiah

Abdi Laboratus mempunyai makna khusus. Abdi berarti hamba, orang bawahan. Orang yang bekerja untuk orang kecil di tengah masyarakat. Labora berarti bekerja keras. Dan kata 'Tus' berarti Tuhan. Jadi LSM yang didirikannya itu mempunyai visi bekerja keras untuk orang kecil seperti petani dan peternak, bekerja untuk melayani sesama dan Tuhan.


"Saya membangun LSM Abdi Laboratus dengan modal nol rupiah. Caranya, saya menjadi gelandangan dan pengemis (gepeng) di dalam Kota Kupang. Saya mencari sisa makanan di bak-bak sampah, kalau-kalau ada biji mangga yang dibuang orang setelah makan mangga. Biji mangga itu saya kumpulkan, saya semaikan jadi anakan mangga. Lalu saya jual. Uangnya saya pakai untuk bangun LSM," kata John Lalong seraya mengenang masa pahitnya dulu di tahun 1996.

Sekarang usahanya sudah berkembang. Ada anakan dan stek mangga, jeruk, sukun, dan lain sebagainya. Ia juga beternak ayam dan ada budidaya ikan lele. Ia juga membuat pupuk bokasi untuk dijual dan dibagi-bagikan kepada para petani. Hampir setiap bulan mengikuti undangan seminar dan memberikan diklat bagi para peternak dan petani.

"Mungkin sekarang orang menilai saya berhasil. Padahal dulu saya sempat putus asa karena kuliah terputus lantaran tidak punya uang. Lalu merantau ke Jakarta menjadi tukang parkir di Pasar Pagi Mangga Dua serta Satpam di sebuah pabrik di Tangerang," katanya dengan mata menerawang, mengenang pahit getirnya melakoni fragmen hidupnya.

Ditanya apa rahasianya bisa bertahan dalam gelombang kehidupan yang keras, John Lalong mengatakan bekerja dengan hati yang penuh cinta. "Dan buktinya, di tanah yang gersang penuh bebatuan ini, tumbuh subur aneka tanaman pertanian. Saya menaburinya dengan cinta, memupuknya dengan keringat dan kerja keras. Dan kini saya mulai memanen hasilnya," pungkasnya. (julianus akoit)

Sumber: Pos Kupang 28 Juni 2015 halaman 4

Prosesi Pembangunan Sa'o Ria Woloara

ilustrasi
SEBAGAIMANA daerah lain di Nusa Tenggara Timur (NTT) atau wilayah Indonesia umumnya yang memiliki kekayaan alam dan budaya, Kabupaten Ende juga memiliki khasanah serupa. Hal ini terlihat di Desa Woloara, Kecamatan Kelimutu.

Pos Kupang mendapat kesempatan langka menyaksikan prosesi pembangunan rumah adat yang dalam bahasa daerah setempat disebut Sa'o Ria Woloara. Mosalaki (tetua adat)  Woloara, Don Watu menuturkan, rumah adat Woloara memiliki kesakralan serta nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh  masyarakat setempat atau dalam bahasa daerah disebut ana kalo fai walu.

Keberadaan Sa'o Ria saat ini sangat membutuhkan perhatian dari ana kalo fai walu karena dipandang sudah tidak layak lagi untuk ditempati dan menjadi tempat pertemuan mosalaki, atalaki, podoria dan seluruh warga suku.

Oleh karena itu, pada tanggal 30 Mei 2015 Mosalaki Pu'u Tanah Mau Gadho Woloara memanggil Atalaki to'o si'i kuni mbana (petugas mosalaki) dalam struktur adat tana Mau Gadho Woloara yang bertugas menyampaikan dan mengundang seluruh atalaki, podoria dan ana kalo fai walo untuk hadir pada tanggal yang telah ditentukan itu.

Puji Tuhan semua pihak yang berkepentingan hadir pada tanggal tersebut guna membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan Sa'o Ria Woloara.
"Sudah merupakan kebiasaan jika mosalaki pu'u mengundang semua komponen adat maka seluruh persiapan ditanggung  mosalaki pu'u," ujar Don Watu.

Adapun perintah  adat yang harus dilaksanakan adalah pertama penebangan kayu untuk rumah adat dilaksanakan pada tanggal 13 Juni 2015. Kedua, pada saat penebangan kayu, semua ana kalo fai walu mengenakan pakaian adat yakni bersarung Lio. Ketiga, wilayah yang menjadi lokasi penebangan adalah hutan rakyat yang ada di Dusun Woloki, Desa Woloara.

Keempat, mengikuti petunjuk atau arahan dari mosalaki pai nggo niu wani terkait pohon yang akan ditebang.

Kelima, yang menandai kayu (neka kaju) untuk bahan bangunan rumah adat adalah mosalaki kili ndolu wangga taka. Semua pihak yang berkepentingan menaati semua perintah tersebut.

Sisi menjadi menarik dari prosesi penebangan kayu tersebut adalah seluruh ana kalo fai walu menyaksikan dengan seksama. Kendati jaraknya cukup jauh dari kampung, namun ana kalo fai walu tetap setia mengikuti prosesi tersebut.  Setelah tiba di lokasi mosalaki pai nggo niu wani langsung menuju ke pohon kayu yang hendak ditebang. Sebelum ditebang,  mosalaki pai nggo niu wani bersama mosalaki kili ndolu wangga taka melakukan seremonial adat yakni memberikan sesajian kepada tana watu dengan membawa seekor ayam dan mota keu oka (sirih pinang). Setelah itu langsung menandai pohon yang akan ditebang.

Pada hari itu berhasil ditandai tiga pohon kayu. Pohon yang ditandai tersebut masing masing dimiliki podoria atas nama Mathias Gadho, Don Watu (mosalaki pa nggo niu wani) satu  batang) dan satu batang oleh mosalaki dari rumah besar Bhoku Ndolu.  Pohon yang ditandai mosalaki kili ndolu wangga taka menunjukkan kesesuaian, rumah adat tersebut menjadi rumah pertemuan yang ramah dan rukun.

Pohon yang ditebang dan kayunya dibawa ke Sao Ria menandakan bahwa wilayah hukum adat Tana Mau Gadho Woloara sampai di perbatasan hutan negara, kawasan Taman Nasional Kelimutu. Hal ini mempunyai kesesuaian dengan tiga warna Danau Kelimutu yang merupakan keajaiban dunia. "Mudah-mudahan rumah adat Sa'o Ria  mempunyai keajaiban dan sangat istimewa," kata Don Watu.

Dia menyatakan, setelah penebangan pohon, semua atalaki, podoria dan ana kalo fai walu duduk bersama membicarakan prosesi untuk kembali ke Sa'o Ria dengan membawa  kayu yang sudah dipotong.  Mereka juga menikmati makanan adat yang telah disediakan oleh podoria yang dipimpin Mathias Gadho dan  ana kalo fai walu Woloki.

Setelah makan adat, mereka sesuai tugas masing-masing berjalan beriringan  menuju kampung sesuai urutan sebagai berikut. Pertama yang memukul gong adalah mosalaki pai nggo niu wani yakni Don Watu, SH;M.H diikuti mosalaki kili ndolu wangga taka dan mosalaki-mosalaki lainnya.

Setiba di Sa'o Ria mosalaki pu'u  Dominikus We,u dan Adrianus Sega  sudah menunggu kedatangan  atalaki, podoria dan ana kalo fai walu. Mereka diterima dengan tarian adat diiringi nggo wani. Sudah menjadi kebisaan dalam masyarakat Lio, selama melaksanakan kegiatan adat nggo wani harus tetap dibunyikan.
Gong merupakan tanda adat yang awalnya diserahkan mosalaki pu'u  kepada mosalaki pai nggo niu wani lalu diserahkan kembali kepada mosalaki pu'u.

 Dengan diserahkan kembali gong adat tersebut maka seluruh kegiatan adat pada saat itu telah usai. Tepat jam 20.00 Wita hari itu, semua duduk dan makan bersama mendengar arahan dari mosalaki pu'u terkait dengan pelaksanaa kegiatan adat selanjutnya. Akhirnya diperintahkan kepada atalaki, podoria dan ana kalo fai walu bahwa kegiatan lanjutan penebangan pohon berlangsung pada tanggal 15 Juni 2015 dengan prosesi yang kurang lebih sama. (romualdus pius)

Sumber: Pos Kupang 28 Juni 2015 halaman 5

Enam Bendungan Raksasa di NTT

Bendungan Tilong di Kabupaten Kupang
KRISIS air bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah warta yang lumrah. Maklumlah kesulitan air merupakan sesuatu yang melekat erat dengan napas kehidupan masyarakat daerah ini, baik yang menghuni Pulau Timor, Sumba, Alor, Flores, Lembata,  Solor, Adonara, Sabu, Rote dan pulau-pulau lainnya.

Jangankan untuk kepentingan irigasi persawahan atau pembangkit tenaga listrik. Untuk kebutuhan sehari-hari seperti minum, mandi dan cuci pun, bagi sebagian besar rakyat NTT merupakan kemewahan. Sampai hari ini mereka masih menjerit kesulitan air. Hampir sepanjang tahun.

Itulah sebabnya berita tentang rencana  pembangunan enam bendungan raksasa di berbagai daerah di  NTT dalam jangka waktu lima tahun ke depan (2014 - 2019) merupakan warta menggembirakan. Seperti diungkapkan Kepala Balai Sungai Nusa Tenggara II, Charisal Manu, Jumat (19/6/2015), untuk membangun enam bendungan tersebut  Provinsi NTT mendapat dana Rp 5,6 triliun dari APBN.

Enam bendungan yang akan dan sedang dibangun di NTT adalah Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang, Bendungan Temef di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Bendungan Notiklot di Kabupaten Belu, Bendungan Lambo (Mbay) di Kabupaten Nagekeo, Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka.

"Ini program terobosan dari Bapak Presiden Joko Widodo demi swasembada beras. Karena itu akan dibangun puluhan bendungan di Indonesia, di antaranya lima atau enam bendungan raksasa  di NTT," kata Charisal Manu seperti dikutip Pos Kupang. Manu  mengatakan, kebutuhan air bagi masyarakat NTT adalah 1,3 miliar kubik per tahun. Sementara potensi air di NTT yang belum dimanfaatkan atau terbuang percuma  sebanyak 16,7 miliar kubik.

"Karena itu sudah menjadi tekad pemerintah pusat dan pemerintah provinsi NTT memanfaatkan sumber daya air yang ada di NTT bagi persediaan air baku, pengairan dan untuk tenaga listrik serta pariwisata," demikian Charisal Manu.
Kita harapkan rencana membangun enam bendungan tersebut sungguh menjadi kenyataan. Pembangunan Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang yang sudah dimulai beberapa waktu lalu  memberi sinyal positif bahwa pemerintah tidak sekadar berjanji. Keseriusan ada di sana. Kini kembali kepada pemerintah daerah dan masyarakat NTT sendiri bagaimana menangkap peluang emas tersebut.

Kerapkali yang menjadi benang kusut adalah pembebasan lahan yang berlarut-larut hingga mengganggu jadwal pelaksanaan proyek yang sudah digariskan. Kita ambil misal kasus Bendungan Kolhua yang hingga kini belum ada titik terang karena persoalan lahan. Semoga pemerintah daerah yang mendapat jatah untuk bangun bendungan seperti disebutkan di atas tidak terjerat pada masalah yang sama.

Hal lain yang perlu disiapkan sejak dini adalah pemanfaatan bendungan. Percuma kita memiliki banyak bendungan raksasa tetapi efeknya tidak tampak pada peri kehidupan masyarakat NTT yang semakin sejahtera. "Kegagalan" proyek irigasi di Mbay, misalnya, hendaknya menjadi pelajaran berharga. Kita hendaknya tidak jatuh lagi pada kesalahan yang sama.*

Sumber: Pos Kupang 23 Juni 2015 halaman 4


Menanti Penerus Oliva Sadi

Oliva Sadi
DI Lintasan Atletik, Oliva Sadi adalah sebuah nama yang bakal menjadi legenda. Dia akan masuk daftar srikandi terkemuka Nusa Tenggara Timur (NTT), mengikuti jejak para pendahulunya seperti Wempy Foenay, Mathilda Fanggidae,  Mace Siahainenia dan Welmince Sonbay. Juga nama atlet legendaris NTT  semisal Theo Rodja, Ruben Ludji, Amos Kamesah, Eduardus Nabunome, Johny Asadoma, Hermensen Ballo dan lainnya.

Oliva Sadi kini masih bersinar. Dia menjadi atlet NTT pertama yang lolos ke PON XIX  tahun 2016 yang akan digelar di Bandung, Provinsi Jawa Barat. Oliva Sadi lolos setelah berhasil membukukan catatan waktu terbaik untuk melewati limit minimal PON XIX dalam Kejurnas Jateng Open 2015 di Surakarta, Jawa Tengah.
Dalam lomba nomor lari 10.000 meter putri, Kamis (21/5/2015), atlet asal Kabupaten Manggarai Timur tersebut mencatat waktu 37.31.19. Oliva Sadi lebih cepat dari limit waktu minimal PON XIX 2015, yakni dua menit. Di nomor lari 10.000 meter putri, selain Oliva Sadi, atlet lain yang lolos ke PON  2016, yakni Septiana Dita dari Jawa Tengah dengan catatan waktu 38.32.36.

"Terima kasih Tuhan atas raihan yang saya peroleh hari ini. Tiket PON sudah ada di tangan. Sekarang tugas saya adalah berlatih lebih keras agar mempertajam catatan waktu yang ada agar bisa meraih medali di PON nanti," kata Oliva. Begitulah Oliva Sadi. Tak pernah mengekspresikan perasaannya secara berlebihan. Dia tahu diri bahwa cabang olahraga yang digelutinya itu terukur. Hasilnya tidak pakai perasaan subyektif. Anda juara karena Anda yang terbaik!

Lolosnya Oliva Sadi sesungguhnya  bukan sesuatu yang mengejutkan. Sekadar ajang PON sudah biasa baginya. Dia mengawali raihan medali bagi NTT di PON XV tahun 2000 di Surabaya, Jawa Timur dengan merebut perak nomor lari 5.000 meter. Empat tahun kemudian, di Palembang, Sumatera Selatan, Oliva Sadi mencatat prestasi spektakuler dengan merebut dua medali emas dan satu  perak. Sempat pindah memperkuat Provinsi Kalimantan Timur di PON XVII 2008, Oliva kembali membela NTT di PON XVIII 2015 di Pekanbaru-Riau dengan merebut medali perak nomor lari 1.500 meter putri.

Kita bangga atas prestasi Oliva Sadi tetapi akan lebih berbangga lagi bila pada hari-hari ke depan segera melihat atlet yunior NTT yang bakal menjadi penerus Oliva Sadi. Jujur mesti  kita katakan bahwa puncak prestasi Oliva Sadi dan atlet seangkatannya akan segera berakhir. Faktor usia sulit dilawan.


Sejauh ini kita belum melihat atlet usia muda yang kelak akan menjadi legendaris seperti para pendahulunya Oliva Sadi, Wempy Foenay Mace Siahainenia atau Welmince Sonbay. Kita yakin Pengprov PASI NTT yang dinahkodai Esthon Foenay menyadari kebutuhan tersebut dan mereka tiada henti bekerja melakukan pembinaan terbaik untuk melahirkan atlet berprestasi. Dari sisi potensi, NTT merupakan gudang atlet atletik Indonesia. Tinggal bagaimana kita merajut pola pembinaan yang sistematis dan berkesinambungan. Kita berharap atlet penerus Oliva Sadi akan hadir tidak lama lagi. Semoga.*


Sumber: Pos Kupang 23 Mei 2015 halaman 4

Sekelumit Kisah Perjuangan Ben Mboi

Ben Mboi
By Sirilus Belen

Setamat SD di Manggarai, Flores, Pak Ben Mboi merantau ke Kupang untuk melanjutkan ke SMP atas dorongan ayahnya seorang mantri kakus (WC). Maksudnya ingin menumpang di keluarga Manggarai, eh terdampar di rumah Om Bentanone, orang Timor asli.. Om dan Tanta Bentanone menerima bocah Ben tinggal di rumahnya dan bersekolah di SMP Negeri Airnona, satu-satunya SMP di Kota Kupang waktu itu.

Di situlah Ben bertemu dengan ayahku, Pak Anton Sinaama Belen sebagai guru Sejarah. Kata mamaku, kalau bapa dan mama bertandang ke rumah Om dan Tanta Bentanone, mereka lihat bocah Ben itu rajin tumbuk jagung untuk bikin jagung bose. Ben juga senang main bola kaki.

Setamat SMP di Kupang, Ben melanjutkan ke SMA Katolik Dempo (SMA Saint Albertus, alma mater Prof Dr Widjojo Nitisastro, Laksamana Sudomo, dan Jenderal Rudini) di Malang. Murid anak orang miskin ini tidak mampu membayar uang sekolah. Pastor Direktur SMA orang Belanda bingung karena menurut aturan tiap siswa harus bayar uang sekolah. Karena Ben siswa yang amat pintar, direktur mencari jalan. Ben ditugaskan menyapu, mengepel lantai, dan membersihkan WC. Dari kerja itu ia seolah digaji dan gajinya ini langsung dicatat sebagai uang sekolah yang dibayar Ben.

Setamat SMA, tetap dengan modal nekat, Ben Mboi mendaftar masuk Fakultas Kedokteran UI. Ia indekos dan tidak bisa bayar juga. Tapi Ben yang miskin menggunakan otaknya dengan rajin membantu kerja rumah tangga ibu kos. Dampaknya ibu kos membebaskan biaya bayar kos. Ben lalu mengajar di SMA Antonius di Matraman untuk mendukung biaya kuliah di UI.

Ia hanya pakai satu baju putih yang sama tiap hari sepanjang tahun. Sekali Profesor orang Ambon bertanya, Ben, saya lihat kamu ini pakai baju putih yang sama ini tiap hari. Baju itu sudah kena bercak dari praktik di lab. Ben tersinggung dan marah. Katanya, kalau UI menerima mahasiswa menurut kekayaan orang tuanya berarti saya salah pilih universitas. Tapi, kalau UI menerima mahasiswa menurut kepintaran otaknya, maka saya akan buktikan bahwa saya yang akan lulus duluan sebagai dokter. Ternyata ia lulus lebih dulu dari teman-temannya.

Sekali Pater Konterius, orang Sikka-Maumere yang memberi baju putih dari luar negeri yang bersejarah itu kepada Ben Mboi bertanya, Ben, kau ini hari minggu ke mana, saya tidak pernah lihat kau di gereja. Ben menjawab, bagaimana saya bisa ke gereja, baju saya hanya satu itu, baju putih yang pater hadiahkan. Hari Minggu pagi saya harus cuci dan jemur agar hari Senin - Sabtu saya pakai lagi. Pater Konterius lalu memberi hadiah satu baju lagi.

Itulah kisah anak cerdas NTT dari keluarga miskin, anak mantri kakus. Prof Widjojo Nitisastro bilang, kalau Indonesia memiliki 10 gubernur saja seperti Ben Mboi, pembangunan Indonesia akan maju pesat, kita akan jadi bangsa maju. Pak Ben Mboi menjadi gubernur kesayangan Pak Harto. Usul-usul Pak Ben Mboi untuk NTT sering disetujui Pak Harto.

Beliau tetap hidup bersajaha, bukti bahwa sebagai gubernur beliau jujur, tidak korupsi, hanya berbakti tanpa pamrih bagi rakyat NTT. Waktu TNI-AD "mengusir" para pensiunan dari rumah dinas di belakang Balai Kartini, Jl Gatot Subroto, Pak Ben tak punya rumah. Pak Ben dan Ibu Nafsiah hanya punya tabungan senilai separuh harga rumah di Cilandak. Teman-teman Pak Ben Mboi urunan membantu dan akhirnya Pak Ben Mboi dan Ibu Nafsiah bisa punya rumah sendiri di Cilandak itu.

Pak Ben, teladanmu amat berharga bagi generasi muda, khususnya dari NTT. Pak Ben, jalan bae-bae oh ke rumah abadi yang baru. Katong iringi Pak dengan katong pung doa sonde putus-putus. Bae-bae sa di sana.


Sumber: S Belen

Ben Mboi, Pahlawan Kita Semua

Keluarga Ben Mboi (ist)
By Sirilus Belen

PAK Ferry Doringin, Pater Jaime Gomes, Pater Very Dau, Pak Ignas Iryanto, dan teman-teman.
Perkenankan menerima sekadar sharing kami dari acara pemakaman Pak Ben Mboi kemarin. Terima kasih.

Selamat jalan Pak Ben Mboi, Pahlawanku, Pahlawan Anda, Pahlawan Kita Semua.

Menurut saya, almarhum Pak Ben Mboi bukan semata manajer pemerintahan, tapi terutama pemimpin, leader masyarakat. Pak Ben Mboi bukan sekadar manusia religius beragama tapi terutama insan spiritual. Pemimpin masyarakat dengan bekal spiritualitas tanpa sekat ini mampu merangkul manusia dari agama apa pun, dari suku apa pun, dari bangsa apa pun.

Persaingan dan konflik politik antara politisi Katolik dan Protestan di NTT sudah berlangsung sejak zaman Belanda, merembes ke bawah sampai akar rumput. Dalam waktu 10 tahun, Ben Mboi membongkar tembok pemisah ini, a.l. dengan memulai tradisi, bila bupati Protestan, maka Sekda harus beragama Katolik atau Islam dari suku lain. Bila bupati Katolik, Sekda harus Protestan atau Islam dari suku lain atau dari kabupaten lain. Dan ini bisa lintas pulau.
Ben Mboi

Lawan-lawan politiknya dirangkul, diberi jabatan. Mengelola pemerintahan bukan dengan competition tapi cooperation. Kerja sama, gotong royong tapi tidak centang perentang, harus ada visi, harus ada ketegasan dalam memimpin.

Pak Leburaya Gubernur NTT dalam sambutan di akhir misa pelepasan mengatakan, Pak Ben Mboi adalah gubernur yang tegas visioner. Sebelum istilah blusukan jadi populer, Pak Ben dan Ibu Nafsiah sudah blusukan ke desa dan kampung di pulau-pulau di NTT.

Dalam ketegasan, tiba-tiba Pak Ben bisa keras. Waktu kunjungi rumah penduduk di kampung, dokter ini meraba dinding gedek/bebak sebuah rumah penduduk. Waduh, debu berguguran.

Beliau bertanya, siapa camatnya? Camat menghadap, tiba-tiba ditempeleng. "Kau buat apa saja untuk orang kampung? Masa' soal kebersihan kau tidak ajarkan. Percuma jadi camat," ujar almarhum.

Tanah keras, pohon keras

Pak Ben Mboi sering mengatakan, di tanah yang keras hanya pohon yang keras yang bertahan hidup. Pak Ben ibarat pohon tuak (lontar) yang keras dalam prinsip, tapi memberi manfaat bagi banyak orang. Daun untuk dijadikan atap rumah, tikar, tas, topi, bahkan alat musik sasando. Bunga, buah dijadikan tuak, gula air, gula lempeng/merah. Batang dijadikan tiang rumah.
Pemakaman di TMP Kalibata Jakarta

Mgr. Datus Lega, Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong yang memimpin misa konselebrasi, dalam kotbah mengatakan, Pak Ben Mboi adalah orang yang tegar dan berani, tapi bisa juga gampang menangis. Setelah ditetapkan Sri Paus di Vatikan menjadi Uskup Keuskupan Manokwari-Sorong, Mgr. Datus Lega menyampaikan keputusan ini kepada Bapak Kardinal dan Pak Ben Mboi & Ibu Nafsiah.

Pak Ben Mboi langsung memeluk romo ini dan menangis besar, terisak-isak. Ibu Nafsiah juga menangis.

Waktu tahbisan uskup di Sorong, Mgr. Datus bertanya, mengapa waktu itu Bapa Ben menangis. Beliau menjawab, "Kau ini jadi pastor saja susah, apalagi jadi uskup di Papua. Saya tahu betul tanah Papua, tanah Merauke dengan masalah-masalah yang berat," ungkapnya.

Almarhum Pak Ben Mboi menjadi bapa rohani bagi Mgr. Datus Lega. Kita bersyukur di belakang Pak Ben Mboi yang isimewa dan perkasa ada Ibu Nafsiah yang hebat. Di belakang Ibu Nafsiah yang istimewa dan perkasa, ada Pak Ben yang hebat.

Teladan untuk kita semua

Benar, mungkin dari para gubernur di era tahun 1978-1988, inilah pasangan suami-istri gubernur yang hebat yang bisa menjadi teladan bagi Indonesia ke masa depan.

Wapres Jusuf Kalla hadir dalam misa arwah pelepasan ini.

Sebagai wakil pribadi dan pemerintah serta keluarga besar Sulawesi Selatan, dalam sambutan Pak Jusuf Kalla mengatakan, "Tadi Pak Gubernur berterima kasih kepada pemerintah, karena mengizinkan Pak Ben Mboi dimakamkan di Kalibata. Terbalik. Pemerintah-lah yang harus berterima kasih kepada Pak Ben Mboi atas pengabdiannya. Pak Ben Mboi adalah dokter yang hebat, tentara yang hebat, gubernur yang hebat. Kita harus menjaga kehormatan beliau dengan melanjutkan apa yang telah dirintis bagi masyarakat," kata JK.
Ben Mboi

Dalam sambutan sebelumnya, Gubernur NTT Leburaya mengatakan, "Pak Ben Mboi sebagai tentara suka pakai istilah operasi. Tiga programnya yang hebat adalah Operasi Nusa Makmur, Operasi Nusa Hijau (melalui lamtoronisasi dan mentenisasi), dan Operasi Nusa Sehat. Kami melanjutkan dan akan melanjutkan usaha-usaha beliau," ujarnya.

Gege sang pilot, anak kedua pasangan Ben-Nafsiah Mboi, dalam sambutan yang mewakili keluarga diselingi isak tangis haru mengatakan, "Bapa kami ini tiap hari berpikir tentang negara ini, bangsa ini untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk memajukan masyarakat. Bahkan, setiap detik tarikan napas kehidupannya terselip pikiran untuk bagaimana memajukan negara ini, bangsa ini," ungkapnya.

Gubernur dan semua bupati dan walikota, ketua DPRD Provinsi dan Kabupaten & Kota se-NTT hadir dalam misa arwah (foto 1), pelepasan jenazah dari keluarga kepada pemerintah (foto 2), sampai ke pemakaman secara militer di Kalibata (foto 3 dan 4).

Pada foto 3 dan 4 tampak Ibu Nafsiah Mboi beserta 3 anak (kami biasa sapa dengan nama Nona yang dokter, Gege sang pilot, dan Ade sang pembalap) bersama suami dan istri serta cucu-curu. Cakep dan ganteng abis.

Nalar jernih

Beberapa waktu lalu, dalam sebuah seminar di STFK Ledalero, Flores menjelang pelaksanaan otonomi daerah, saya tanggapi pernyataan Bupati Sikka bahwa dia akan tikam kepala sampai mati agar terwujud Provinsi Flores. Saya bilang orang Flores ini manusia suka perang. Bagaimana kita bisa menyatukan manusia-manusia suka perang ini. Sudah bagus kita menyatu dengan orang Timor, Sumba, Alor, Sabu, Rote. Bila perlu kita gabung saja dengan Provinsi Bali.

Tokoh-tokoh Flores telah menjadi "misionaris awam" di Timor dan pulau-pulau lain, termasuk bapak saya. Kita harus kenal juga orang dari suku dan agama lain. Lihat itu anak-anak hasil perkawinan pria Flores dengan nona Rote, nona Sabu. Anaknya pintar-pintar, cakep dan ganteng. Bila perlu kita gabung dengan Bali agar lahir anak-anak yang lebih pintar dan cakep, ganteng. Orang Flores jangan hanya kenal agama Katolik, harus kenal juga Protestan, Hindu, Islam.

Karena saya diserang seorang secara sarkatis dengan mengatakan mengapa orang gila ini diundang bicara, panitia menjawab, bahwa justru karena dia orang gila, makanya kami undang.

Pak Ben Mboi yang sering dengan bangga menyebut saya lengkap dengan gelar akademis membela pendapat saya. Kata beliau, menurut biologi, perkawinan antar-suku, antar-ras lebih berpeluang mempertemukan gen-gen yang unggul dari pihak laki-laki dan wanita. "Saya kawin dengan orang Bugis. Anak saya kawin dengan orang Bali tapi ada darah Jerman. Cucu-cucu saya jadinya pintar-pintar, cantik dan ganteng.," ujar almarhum.

Kemarin bukti kebenaran pernyataan Pak Ben itu saya lihat sendiri.

Dalam antrian panjang berjabatan tangan dengan Ibu Nafsiah serta anak-anak dan cucu-cucu, ketika tiba giliran kami, adikku maju duluan dan mengatakan: Beta Nona Belen.

Ibu Naf langsung tersenyum simpul dan mengatakan, ah, kasihan ya mama sudah lama meninggal lalu mengucapkan terima kasih sampai 3 x. Adik langsung menimpali, kita yang harus terima kasih kepada ibu dan pak yang telah banyak membantu kami.

Adikku yang tamat SMP ini kemudian bekerja membantu perawat di rumah sakit tentara. Sering harus pulang malam selepas tugas jaga. Pulang dengan Tanta Bet tetangga.

Pak Ben dan ibu sering ketemu waktu pulang malam, menghentikan jeep, lalu memberi tumpangan kepada mereka. Sekali Ibu Naf bertanya, nona tamat sekolah apa? Dijawab SMP. Ditanya lagi, nona masih mau sekolah? Jawab adik, mau. Mau masuk sekolah perawat? Dijawab mau.

Nah, Ibu Nafsiah-lah yang mengongkosi adik nona sekolah perawat di RSU Kupang.

Selamat jalan Pak Ben Mboi, pahlawanku, pahlawan anda, pahlawan kita. Teladan hidupmu pasti menginspirasi kami dan generasi penerus.



Sumber: Sesawi Net
               S Belen

Sang Mahaguru Kearifan Indonesia dari NTT

Ben Mboi
(Sebuah Noktah Putih yang Ia Torehkan di Hatiku)

Oleh Fary Dj Francis
Anggota DPR RI


TANGGAL 22 Juni yang lalu saya berada di Surabaya dalam rangka kunjungan kerja dan kembali ke Jakarta pada malam harinya. Baru saja tiba di rumah, sebuah pesan pendek dari Pak Esthon Foenay masuk ke handphone saya. "Telah dimuliakan Bapa di Sorga bapak Dr. Ben Mboi jam 00.30. Jenazah disemayamkan di Jalan Muhasyim VII Cilandak Jakarta Selatan. Jenazah akan dimakamkan di TMP Kalibata hariKamis. Mohon diteruskan ke seluruh wargaNTT+Tksh."

Saya menerima berita duka itu pukul 03:25 dini hari dan sejak detik itu tidak bisa tidur sama sekali hingga fajar pagi menjemput. Tiba-tiba saja wajah Pak Ben menjadi begitu nyata di hadapan saya. Senyum khasnya yang penuh wibawa berulang kali mampir dan pergi. Serak suaranya masih terdengar tegas dan mempesona di telinga.

Masih tegas terpandang gurat-gurat perjuangan yang bercampur baur dengan kerut kesepuhan yang sulit disembunyikan. Inilah tokoh yang sebenar-benarnya.Yang disanjung bukan semasa punya kuasa seperti kebanyakan punggawa negeri ini. Ia justru disanjungelukan ketika telah menjadi 'rakyat jelata yang tidak punya apa-apa.' Ya. Pak Ben adalah seorang patriot pejuang yang telah menggadaikan hidup dan menaburkan cinta sejatinya bagi rakyat, bangsa dan negeri ini. Maka tak pelak lagi kalau Pak Ben pun pantas menuai cinta, kerinduan dan kehangatan kemana, dan di manapun kakinya menjejak di seluruh pelosok negeri ini di usia tuanya, teristimewa kampung halamannya Nusa Tenggara Timur. 

Saya adalah salah satu warga NTT yang sangat beruntung. Betapa tidak, sejak saya dilantik menjadi anggota DPR RI, sudah 6 kali saya mendapatkan kesempatan yang istimewa, bisa berdua dengan Pak Ben dalam suasana yang sangat intim, seperti ayah dan anak. Kasih sayangnya begitu tulus sehingga ia tidak pernah kikir menyampaikan pujian bagi siapapun yang ia pandang segaris dengan perjuangan dan patriotismenya. Sebaliknya ia pun tanpa tedeng aling-aling melontarkan teguran dan kritik pedas terhadapa siapapun yang mengkhianati cita-cita perjuangan dan patriotism. Itulah Pak Ben yang saya kenal dari lubuk hati yang paling dalam.


Mendengar bahwa ia telah dimuliakan Bapa di Sorga, saya pun teringat saat pertama kalinya bertemu seorang pribadi dan tokoh istimewa yang fenomenal ini. Pada suatu sore di bulan Mei 2010, saya menyetir sendiri ke rumah Pak Ben di Cilandak, Jakarta. Ia yang saat itu duduk di kursi roda bergegas menyongsong saya di teras rumahnya. Saya sungguh terkesima dengan pesona kebapaan dan kharisma keprajuritannya, lembut tetapi tetap tegas.

"Jadi kau ini Fary. Saya dengar kau punya nama dari orang-orang. Kau anak yang baik. Hanya kau yang sempatkan datang bertemu saya. Mari duduk, saya sudah cukup lama di kursi roda, tetapi semangat dan perjuangan masih seperti di Trikora." Sapaan pembuka yang menghentak nurani dan menggugat kekinian saya yang dilimpahi dengan berbagai berkat dan kemudahan. Kalaupun saya anggap panggilan tugas saat ini adalah perjuangan, tetap tidak sebanding dengan pengorbanan Pak Ben di masa itu.

Kami, lebih tepatnya Pak Ben, bincangkan banyak hal pada sore itu. Saya lebih banyak menyimak dan meresapi pesan-pesan bijaknya. Salah satu pesan yang masih terpahat sangat dalam di hati nurani saya ialah membangun NTT dalam semangat berbangsa dan berani bertanggungjawab terhadap setiap keputusan yang menyangkut rakyat.

Tentang NTT sendiri, Pak Ben tandaskan agar generasi sebaya dan sesudahnya tidak lupa sejarah. Bahwa NTT memutuskan berpisah dari Sunda Kecil guna mengusung 3 visi sekaligus misi yang mulia yakni menguatkan kerja sama Katolik dan Protestan; mensejahterakan masyarakat NTT; dan menyiapkan orang-orang NTT untuk menjadi pemimpin-pemimpin nasional. Untuk membuktikan komitmennya menjaga keutuhan dan kemuliaan perjuangan para pendiri NTT ia bahkan bersumpah kepada mendiang El Tari untuk tidak mau dan tidak pernah akan memberikan dukungan terhadap setiap upaya yang mengakibatkan terpecah belahnya Flobamora dengan alasan apapun, termasuk pemekaran provinsi baru.

Pertemuan berikutnya terjadi di Aula Gereja Katolik Santu Stefanus Cilandak, dalam acara ulang tahunnya yang ke 75. Malam itu ia tampak segar dan raut wajahnya penuh sukacita. Ketika saya menghampirinya memberikan ciuman ulang tahun, ia menyapa dengan menyebut nama saya. Rasanya saya dan dia sudah berkenalan bertahun-tahun lamanya. Ini lagi satu kelebihan yang istimewa pada Pak Ben ialah dalam segala kebesarannya, ia tidak mudah lupa, apalagi melupakan orang yang pernah bertemu dia. "Ingat, layanilah rakyatmu dengan penuh cinta." Tegasnya singkat.

Ketika terpilih menjadi penerima Academia NTT Laureates 2012, kami bertemu untuk ketiga kalinya. Pada saat itu, Forum Academia NTT menganugerahkan kepadanya Lifetime Achievement-NTT Academia Award atas smart leadership yang dijalankannya selama menjadi Gubernur NTT dalam periode 1978-1988. Pada periode itulah, rakyat NTT merasakan benar kehadiran seorang pemimpin dan mereka menjadi saksi bahwa di dalam diri seorang Ben Mboi pemerintah sungguh-sungguh bekerja dan berhasil menciptakan perubahan dalam berbagai sektor termasuk konservasi lingkungan dan hutan yang dari masa ke masa paling sulit dilakukan. Melalui Operasi Nusa Hijau, wajah NTT mulai tampak lebih cerah.

Meski Pak Ben sudah tahu akan menerima Lifetime Achievement Award tersebut ia tidak pernah besar kepala. Sehari sebelum acara tersebut saya sengaja mengundang Pak Ben ke Resto Nekamese dengan niat untuk berguru kearifan yang telah menjadi darah dagingnya. Suasananya sangat santai. Beragam nostalgia selama menjalankan karir kemiliteran dan kedokterannya di Ende sampai dengan sepak terjangnya sebagai Gubernur NTT ia tumpahkan di situ.

Trik kepemimpinannya amat sederhana tetapi efeknya mendunia. Di Resto Nekamese ia berkisah tentang loyalitas yang harus dimiliki seorang pemimpin yang ia temukan dalam ziarah hidupnya. "Kamu tahu, selama ini dalam hierarki kebudayaan maupun etika, di birokrasi atau kemiliteran, orang dituntut bahkan dipaksa menjalankan loyalitas bottom up. Yang mudah menghormati yang tua, murid harus mendewakan guru, staf harus patuh pada atasan dan prajurit harus taat pada perintah komandan. Itulah bottom up loyalty" simpulnya. Itulah mentalitas pejabat.

"Kalau kamu adalah pemimpin, hendaknya jangan lupakan ini, top down loyalty yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang rendah hati dan lembut budi untuk dapat menjalankannya. Dan, kepemimpinanmu menjadi lengkap bila di dalamnya ada horizontal loyalty yang menumbuhkan, merawat dan memperkuat solidaritas dan kesetiakawanan. Sempurnalah sudah bila kamu dapat mempersembahkan 3 watak loyalitasta di dalam melayani rakyatmu. "Untuk yang terakhir ini saya sendiri menamakannya ministry loyalty untuk menyebutkan kepemimpinan yang bercorak pelayanan.

Waktu terus bergulir. Pada bulan April 2013, saya mendapat kesempatan mengunjungi Pak Ben di rumahnya yang terletak di Kelurahan Oetona Kota Kupang, bertetangga dengan rumah almarhumah mertua saya, ibunda dari isteri saya. Saya waktu itu mendampingi Pak Prabowo. Meski kami tidak sempat berbincang secara pribadi, namun aura kearifannya tetap tidak pernah lekang dimakan usia maupun tempat. Dalam pertemuan itu Pak Ben dan Pak Prabowo banyak bertukar keprihatinan dan kepedulian terhadap nasib bangsa dan rakyat Indonesia. Pandangan keduanya sangat selaras hampir dalam setiap agenda perjuangan pembangunan Indonesia. Saya sungguh bangga bisa ada bersama dua tokoh fenomenal tersebut dalam ruang dan waktu yang sama.

Akhirnya dalam acara bedah buku "Koepang Tempo Doeloe" di auditorium Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal pada tanggal 23 September 2013 saya bertemu lagi dengan Pak Ben, dan kali ini kami berbincang akrab tentang berbagai hal termasuk perkembangan pembahasan RUU Provinsi Kepulauan di mana saya menjadi Ketua Pokjanya. Ia sangat antusias dengan perjuangan tersebut dan berharap bisa terealisasi dalam waktu dekat karena itulah salah satu handicap pembangunan di NTT; sebuah provinsi yang berpulau-pulau tetapi kebijakan pembangunannya continental.

Ibarat anak sungai yang telah bersua samudera, Pak Ben pun akhirnya menyudahi ziarah fananya dan kini bergabung dengan keabadian. Raganya sudah tak tampak lagi di batas horizon, namun roh kearifannya akan tetap berkobar dalam hidup dan hati sanubari seluruh pewaris Indonesia di Nusa Tenggara Timur. Selamat jalan Pahlawan. Engkau legenda nusa kita.*

Sumber: Pos Kupang 25 Juni 2015 halaman 4

Ben Mboi: Saya Telah Mencapai Point of No Return

Ben Mboi
"SAYA telah mencapai point of no return. Melihat ke belakang sekarang, saya memilih probabilitas hidup yang 40 persen itu," tulisnya dalam memoar Ben Mboi, Memoar Seorang Dokter, Prajurit, Pamong Praja halaman 146.

Apa yang disampaikan Ben Mboi ini sebagai respon dari briefing terakhir dari Panglima Operasi Mandala Mayor Jenderal Soeharto di Pangkalan Udara Amahai, Pulau Seram, Maluku, tanggal 23 Juni 1962.

"Tugas kalian cukup berat. Saya perkirakan sekitar 60 persen dari kalian tidak akan kembali dan hanya 40 persen yang bisa selamat. Yang merasa ragu-ragu sekarang juga masih dapat mundur...." kata Mayjen Soeharto. Nyatanya, tak seorang pun dari 206 anggota pasukan gabungan yang akan diterjunkan ke belantara Irian Barat yang mengambil tawaran itu.

Dia baru saja lulus dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan secara sukarela ikut dalam operasi militer parakomando. Penerjunan dengan tiga C-130 Hercules itu dipimpin Kapten Benny Moerdani (29 tahun), selaku Komandan Gugus Tugas Operasi Naga, dan Kapten Bambang Soepeno sebagai wakilnya.
Dalam biografi Benny Moerdani, Tragedi Seorang Loyalis, yang ditulis Julius Pour disebutkan, penerjunan di malam itu tak sepenuhnya berlangsung mulus. Sedikitnya delapan orang tewas karena masuk rawa, seorang gugur dibunuh penduduk, seorang lagi meninggal karena sakit, dan tujuh hilang. Sebaliknya, Benny dan pasukannya berhasil mengikat 500 marinir Belanda.

Secara keseluruhan, upaya mengembalikan wilayah Irian Barat dari Belanda itu dinamai Operasi Trikora di bawah komando langsung Presiden Sukarno. Untuk operasi militer itu, Bung Karno membeli banyak persenjataan dari Uni Soviet, di antaranya 24 pengebom Tu-16 yang amat ditakuti Barat serta serombongan pesawat tempur MiG-19 dan MiG-17. Posisi Tu-16 amat strategis karena bisa digunakan untuk mengebom kapal induk Karel Doorman, senjata utama Belanda yang telah lego jangkar di perairan Biak.

Total prajurit TNI-Polri yang diterjunkan ke Irian mencapai 1.419 orang. Dari jumlah itu, 216 orang gugur dan 296 lainnya ditangkap. Atas prestasinya, Benny Moerdani mendapat kenaikan pangkat menjadi mayor dan anugerah Bintang Sakti yang disematkan langsung oleh Bung Karno di Istana Merdeka pada 19 Februari 1963. Ben Mboi pun menerima anugerah serupa. Dalam sejarah Indonesia, hanya beberapa perwira yang mendapatkan penghargaan ini.

Peristiwa tanggal 23 Juni 1962 itu sepertinya kembali terjadi. Betapa tidak pada tanggal 23 Juni 2015, Ben Mboi berada dalam posisi pasrah untuk menerima hari- hari terakhir hidupnya di dunia ini. Sebab, pukul 00.05 WIB tanggal 23 Juni 2015 Ben Mboi menghembuskan nafasnya di Rumah Sakit Pondok Indah setelah keluar masuk rumah sakit sejak tanggal 19 Mei 2015.

Menurut penuturan Ignas Lega yang sempat menjenguk almarhum di RS Pondok Indah, saat di RS almarhum masih bisa berkomunikasi walaupun sejumlah peralatan medis menempel di mulut dan hidungnya.

Bahkan ketika ditanya dokter terkait obat-obat yang dikonsumsinya selama diserang stroke, Ben Mboi masih bisa mengingat dan menulisnya secara jelas jenis obat yang dikonsumsinya. Termasuk tanggal dan tahun diserang stroke.
Perjuangannya selama di RS untuk sembuh masih sangat kuat. Namun, Tuhan memiliki maksud yang tidak dapat dimengerti manusia.  Pada tanggal 23 Juni 2015 itu, kalimat yang sempat diungkapkannya "Saya telah mencapai point of no return"  menjadi titik akhir perjalanannya di dunia ini.

Hari ini almarhum Ben Mboi akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Di tempat ini Ben Mboi berkumpul dan "bersua" teman-teman bahkan komandannya ketika terjun untuk merebut Irian Barat. Selamat Jalan Pa Ben, jasamu terus kami kenang.(fery jahang/dari berbagai sumber)
 
Sumber: Pos Kupang 25 Juni 2015 halaman 1

Pemimpin Pejuang Itu Telah Tiada

Ben Mboi
Oleh Frans X Skera, Warga Kota Kupang

LANGIT mendung kelabu meliputi seluruh Nusa Tenggara Timur karena salah satu putera terbaiknya, mantan Gubernur periode 1978-1988 dr. Ben Mboi, telah dipanggil Tuhan, Selasa subuh, tanggal 23 Juni 2015 di Jakarta.

Ben Mboi tak pelak lagi adalah pemimpin pejuang Nusa Tenggara Timur karena dia adalah sosok pintar dan sukses yang diraihnya dengan cara susah dan miskin. Sejak sekolah rakyat, ia sudah bekerja keras merawat adik-adiknya. Selama 3,5 tahun belajar di Schakel School Ndao Ende diberi tugas membersihkan kakus dan got. Ketika belajar di Middlebare School (SMP) Airnona Kupang, tinggal di rumah keluarga Ben Tanone, dan karena kehabisan uang, Ben Tanone-lah yang membayar uang sekolah dan segala kebutuhan hidupnya sehingga selesai sekolah SMP bagian B.

Penderitaan dan perjuangannya terus berlanjut waktu belajar di SMA Santu Albertus Malang. Karena tidak mampu membayar uang sekolah, terpaksa harus bekerja sambil belajar, dan uang hasil kerja itulah yang dipakai untuk membayar biaya sekolah. Walaupun terus dirundung kesulitan, Ben Mboi tak pernah putus asa dan setelah tamat SMA malah nekat masuk Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kemauan keras untuk menjadi dokter harus dilalui dengan banyak kesulitan, antara lain pernah hanya punya sepasang pakaian sehingga ditegur oleh seorang dosen dari Ambon. Dosen itu mengatakan, "bagaimana  bisa kuliah di sekolah terkenal hanya dengan pakaian seperti itu?". Si mahasiswa yang nekat dan pintar itu justru menantang dengan mengatakan bahwa "di universitas ini bukan tempat pamer pakaian tapi kepandaian."

Karena kemauan kuat untuk menjadi dokter tapi dihadang masalah biaya, maka Ben Mboi terpaksa menjadi guru negeri sambil kuliah dan terus mengusahakan untuk memperoleh beasiswa. Gelar dokter akhirnya diraih walaupun harus bersusah payah. Inilah bukti perjuangan panjang untuk meraih sukses dengan cara miskin dan susah.

Sungguh mengherankan, ketika gelar dokter sudah diraih, Ben Mboi justru tidak menikmati hasilnya tapi malah mau ikut terjun berperang melawan Belanda di Merauke-Papua sebagai dokter tentara. Ben Mboi mau membuktikan bahwa rasa cinta tanah air menembus batas ras dan agama. Walaupun dia beragama Katolik dan berasal dari Manggarai-Flores, tetapi dia juga adalah orang Indonesia 100%. Ben Mboi konsisten karena sebagai Ketua PMKRI Pusat, dia justru mendeklarasikan dukungan perjuangan untuk merebut Irian Barat.

Sukses terjun di Irian Barat melawan Belanda dalam operasi bersandi Naga, bukanlah akhir perjuangannya. Karena untuk mendapatkan jodoh/istripun tidak mudah. Keluarga calon istrinya beragama Islam dan bangsawan Sulawesi Selatan tidak merestui hubungan dengan seorang yang beragama Katolik. Namun bagi Ben Mboi yang sudah akrab dengan kesulitan dan perjuangan, tidak ada yang lebih berat dan berisiko daripada terbang dan terjun di daerah Papua yang tak dikenal, dengan nasib tak tentu entah hidup atau mati. Perjuangan untuk mendapatkan dr. Nafsiah Mboi sebagai istrinya akhirnya berhasil.

Sepertinya kesulitan, susah dan perjuangan selalu menyertai Ben Mboi. Proses dan awal menjadi Gubernur NTT penuh dengan tantangan. Surat kaleng, fitnah, agitasi dan propaganda berbau SARA merupakan santapan sehari-hari di awal pemerintahannya. Namun berbekal pengetahuan dan pengalaman selama di Middlebare School Airnona Kupang tentang pertentangan antara orang Protestan dan Katolik, Ben Mboi berhasil lulus dari ujian tersebut. Sebagai pemimpin yang bijaksana dan pintar, dia mampu meredam berbagai gejolak SARA yang dihadapi.

Tantangan dan hambatan yang dihadapi sebagai Gubernur terbilang kompleks. Hambatan geografis, kultur, aparatur dan finansial harus diatasi untuk mewujudkan cita-cita mensejahterakan rakyat dan memajukan daerah. Sebagai pejuang, Ben Mboi rela berkorban dengan mencurahkan segenap tenaga, pikiran dan waktu untuk membangun di segala bidang dan melayani masyarakat. Salah satu bukti pengorbanannya ialah dengan membiarkan anak-anaknya yang masih kecil hidup terpisah di Jakarta hanya ditemani dengan pembantu, padahal anak-anak seusia itu masih sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian orang tua.

Ben Mboi juga adalah motivator pembangunan. Karena selama 10 tahun memerintah, tak henti-hentinya dia berkeliling NTT mengajak dan mengajarkan rakyat untuk tidak saja berpartisipasi dalam pembangunan tetapi juga untuk membangun diri dan keluarganya. Panas terik, hujan, banjir, naik turun gunung, terpaan ombak dan gelombang tidak menyurutkan semangat dan tekad untuk bertemu dengan rakyat dan pemerintah kabupaten guna menggerakkan mereka agar bekerja keras. Iklim NTT yang kurang bersahabat dan tanah yang gersang hanya bisa dikalahkan dengan kerja keras.

Sebagai penggerak pembangunan, Ben Mboi bertindak juga sebagai guru yang mengajarkan banyak hal bagi rakyat dan jajaran birokrasi pemerintahan.

Pengetahuannya yang luas sangat memungkinkan untuk berbicara dan mengajarkan rakyat tentang berbagai aspek kehidupan. Para siswa, guru, pegawai, dan pejabat pemerintahan sering kali mendapat pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya dadakan sehingga kerepotan untuk menjawab. Bisa dikatakan, bahwa di era kepemimpinannya, suasana pembangunan NTT hidup dan bergelora. Rakyat bergairah untuk bekerja, para bupati, camat, kepala desa selalu sibuk dan bersiap karena tiap kali Ben Mboi berkunjung, selalu saja ada hal-hal baru yang menimbulkan rasa ingin tahu.

Kalau sekarang orang heboh dengan blusukan ala Jokowi, Ben Mboi sudah melaksanakannya puluhan tahun yang lalu. Dia tidak saja turun ke bawah untuk mendapat masukan dan memecahkan masalah, tetapi juga menyampaikan ide, pikiran dan mengajar serta menggerakkan masyarakat.

Kini, pemimpin pejuang itu telah tiada. Ia pergi meninggalkan kita untuk selamanya, tetapi warisan-warisannya tetap ada dan akan selalu dikenang. Ben Mboi boleh pergi, tetapi semangat ONM (Operasi Nusa Makmur), ONH (Operasi Nusa Hijau), dan ONS (Operasi Nusa Sehat) akan tetap hidup dan bergema. Rakyat NTT akan tetap mengingat betapa gencar dan sibuknya Ben Mboi membantu petani miskin dengan meluncurkan Program Tata Niaga Komoditi Rakyat melalui Koperasi Unit Desa (KUD) untuk melawan serangan pengijon dan makelar.
Akhirnya, rakyat NTT tidak akan lupa dengan pemimpinnya yang susah senang bersama rakyat, cerdas, pekerja keras dan kalau berbicara seperti tak pernah kehabisan bahan. Selamat jalan Pemimpin Pejuang, jasamu akan selalu dikenang. *

Sumber: Pos Kupang 24 Juni 2015 halaman 4

Ben Mboi, Pemegang Bintang Sakti

Ben Mboi
KEPALA Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT, Marius Djelamu, mengatakan, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, bersama para asisten akan berangkat ke Jakarta, Rabu (24/6/2015) mengikuti pemakaman Ben Mboi di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata Jakarta, Kamis (25/6/2015).
Djelamu mengatakan, Pemerintah Provinsi NTT sudah bersurat kepada keluarga agar almarhum Brigjen TNI (Purn) Aloysius Benediktus Mboi dimakamkan di TMP Dharma Loka Kupang.

Namun, katanya, karena pertimbangan keluarga dan almarhum adalah salah satu pemegang bintang sakti dari Korps TNI sehingga harus dimakamkan di Jakarta. Karena tidak semua jenderal mendapatkan Bintang Sakti.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi NTT bersama DPRD NTT telah berkomunikasi agar jenazah almarhum Ben Mboi dimakamkan di NTT. "Saya sudah surati Ibu Nafsiah Mboi, meminta kalau bisa jenazah Pak Ben Mboi dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Dharma Loka di Kupang. Biarlah masyarakat yang sangat dekat dengan Pak Ben Mboi, bisa melihat langsung jenazah almarhum. Tapi kita melihat pertimbangan dari keluarga juga," kata Frans.

Ditanya kesannya terhadap Ben Mboi, Gubernur Frans mengatakan, sosok almarhum sangat visioner dan selalu dekat dengan rakyat NTT. Program yang dicanangkannya sangat menyentuh masyarakat dan almarhum memiliki kedekatan yang luar biasa dengan warga di kampung-kampung.

"Programnya seperti Operasi Nusa Makmur (ONM), Operasi Nusa Hijau (ONH), Operasi Nusa Sehat (ONS) sangat menyentuh dengan realitas kebutuhan masyarakat. Semua orang sangat mengenal programnya. Saya sendiri melanjutkan program membangun desa yang saya kemas menjadi program Desa Anggur Merah. Kita kehilangan pemimpin seperti Pak Ben Mboi," kata Gubernur Frans.

Hal senada disampaikan Anwar Pua Geno. Atas DPRD NTT, ia menyatakan turut berduka atas wafatnya Pak Ben Mboi. Ia menilai Ben Mboi adalah tokoh NTT dan tokoh nasional karena jasanya dalam perjuangan pembebasan Irian Barat dalm operasi Trikora.

Heningkan Cipta

Sebagai bentuk penghormatan terhadap almarhum Ben Mboi, kata Anwar, ia menyampaikan kepada gubernur agar jenazah almarhum dimakamkan di NTT. 

"Tadi awal rapat paripurna DPRD NTT, saya memimpin acara mengheningkan cipta untuk mengenang dan sekaligus mendoakan keselamatan arwahnya semoga diterima di sisi Tuhan. Bersama gubernur, anggota dewan dan pimpinan SKPD, kami melakukan upacara mengheningkan cipta selama beberapa menit, sebagai bentuk penghormatan terhadap Pak Ben Mboi," ujarnya.

DPRD NTT meminta kepada Gubernur untuk menyurati keluarga melalui Ibu Nafsiah Mboi, kalau boleh keluarga mengikhlaskan jenazah almarhum dimakamkan di TMP Dharma Loka Kupang atau di pemakaman umum lainnya sesuai keinginan keluarga di Kupang.

Di Kupang bisa bersama almarhum Pak WJ Lalamentik, Pak El Tari, Pak Piet Tallo dan Pak Hendrikus Fernandez.  "Itu permintaan saya kepada Pak Gubernur. Tinggal kita tunggu respons dari keluarga almarhum di Jakarta. Memang kita dapat SMS bahwa pemakaman di TMP Kalibata, Kamis (25/6/2015) karena beliau mendapat Bintang Sakti. Kami tetap berjuang agar almarhum dimakamkan di tanah kelahirannya di NTT," kata Anwar.

Pantauan Pos Kupang di ruang rapat paripurna DPRD NTT, setelah Wakil Ketua DPRD NTT, Nelson Matara membuka rapat paripurna, ada jedah tiga menit memberikan waktu kepada Ketua DPRD NTT, Anwar Pua Geno untuk memimpin upacara mengheningkana cipta mengenang almarhum Ben Mboi, yang meninggal di Jakarta, Selasa (23/6/2015) dini hari. (yon)


Sumber: Pos Kupang 24 Juni 2015 halaman 1

Ben Mboi Seorang Pekerja Keras

Ben Mboi saat pelantikan Nafsiah menjadi Menkes
* Fary Dj Francis (Ketua Komisi V DPR RI)

FARY mendampingi Ketua DPD Partai Gerindra, Prabowo Subianto melayat jenazah Ben Mboi di rumah duka. "Pak Prabowo tidak omong banyak waktu itu. Pak Prabowo hanya mengatakan, selamat jalan pahlawan. Terima kasih untuk pengabdian kepada bangsa dan negara," kata Fary, menirukan pernyataan Prabowo saat dihubungi dari Kupang melalui telepon. Fary mendampingi Prabowo sempat berbincang-bincang dengan istri Ben Mboi, Ny. Nafsiah Mboi. "Yang melayat sangat banyak. Pimpinan negara dan mantan pimpinan negara dari sipil dan militer banyak yang hadir. Ini merupakan penghormatan terakhir kita kepada pahlawan bukan hanya bagi NTT tapi pahlawan Indonesia," kata Fary.   (eko)


* Esthon L Foenay (Mantan Wagub NTT)


SAYA sangat mengenal Ben Mboi. Beliau  sosok yang sangat merakyat. Programnya sangat menyentuh kondisi riil. Saya menilainya sebagai sosok pamong praja sejati. Beliau tokoh pluralis dengan programnya yang terkenal, Operasi Nusa Makmur, Operasi Nusa Hijau, Operasi Nusa Sehat dan Benah Desa. Semboyan yang sering beliau sampaikan ke mana-mana, "Kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi." Ini sesungguhnya memotivasi kita untuk terus berjuang membangun NTT.  (yon)


* IA Medah (Mantan Ketua DPRD NTT)

SOSOK Ben Mboi pekerja keras. Programnya sangat nyata dan sistematis dengan melihat kondisi lokal NTT. Programnya ditunjukkan dengan selalu mengunjungi masyarakat di desa-desa. Beliau sangat peka terhadap persoalan rakyat. Kesan yang saya tangkap, kerja sama dengan kabupaten dalam mendukung program ONM, ONH, ONS dan Benah Desa, sangat konkrit. Ketika ada persoalan yang dialami warga, beliau langsung turun. Selama 10 tahun memimpin NTT, banyak hal yang sudah dibuat Ben Mboi. Kita harus apresiasi terhadap perjuangannya memajukan NTT dan ini patut dicontohi kita semua yang masih ada di tanah Flobamora tercinta. (yon)


* Christian Rotok (Bupati Manggarai)


TAK bisa dilupakan   gerakan pembangunan  semasa Ben Mboi memimpin NTT,  yakni Operasi  Nusa Makmur (ONM) dan Operasi Nusa Hijau (ONH). Dua operasi ini  membawa NTT menjadi swasembada pangan. Dalam pengembangan ekonomi rakyat,  terbitnya SK Gubernur 231 tentang tata niaga  produksi rakyat melalui Koperasi Unit Desa (KUD). Semangatnya  bagus, namun  pelaksanaannya yang tidak sesuai dengan semangat awal dan  akhirnya mati. "Sosok yang  tidak mengenal lelah dalam menjalankan tugas dan aktivitas pribadi.    Membaca buku merupakan  warisan yang  patut ditiru generasi saat ini,  sehingga setiap piodato selalu  ada yang baru dan tidak membosankan didengar," kata Chris, Selasa (23/6/2015). (ius)

* Deno Kamelus (Wakil Bupati Manggarai)


BEN Mboi sosok  pemimpin yang tegas, berani, rasional, bersih, dekat dengan persoalan rakyat dan bersama rakyat berusaha untuk menyelesaikanya.  Ia juga  figur  intelektual yang berani  menyuarakan kebenaran sesuai keyakinan intelektualnya. "Pak Ben,  pemimpin sepanjang hayat karena beliau memiliki kemampuan intelektual  yang mumpuni. Pendirian yang kuat dan tetap menjadi diri sendiri," ujar Kamelus, Selasa (23/5/2015). (ius)

* Paulinus Domi (Mantan Bupati Ende)

BEN Mboi sosok yang disiplin dan tipe  pemimpin yang tidak hanya mendengar laporan, tapi turun langsung ke lapangan memantau hasil pembangunan dan kehidupan masyarakat NTT di desa saat itu.  Ditemui di kediamannya di Kota Ende, Selasa (23/6/2015), Paulinus Domi mengatakan, saat ia menjadi camat di Detusoko, Ben Mboi  melakukan kunjungan ke Detusoko. Saya diminta memberikan laporan pembangunan di Detusoko.  Bukan laporan pembangunan yang ditanya oleh Ben Mboi, tapi  menanyakan satu pohon kayu di Desa Ratenggoji, Kecamatan Detusoko. Pertanyaan yang tidak pernah saya sangka. Untungnya saya tahu tentang pohon itu karena berada di pinggir jalan sehingga saya bisa menjawab," kenang Domi.  Dari pertanyaan  sederhana itu, Domi melihat  Ben Mboi adalah  tipe pemimpin yang tidak hanya mendengar laporan dari staf, tapi langsung turun ke lapangan.   (rom)

* Fred Benu (Rektor Undana Kupang)

BAGI saya, Ben Mboi adalah seorang birokrat tulen yang handal, ilmuwan sekaligus orang tua bagi saya. Saya katakan beliau seorang birokrat karena pengalaman sebagai seorang Gubernur NTT melalui jenjang birokrasi dan jenjang politik yang panjang.  Ben Mboi, gubernur yang dekat dan sekaligus tegas terhadap rakyatnya. Melalui Operasi Nusa Makmur (ONM) dan Operasi Nusa Hijau (ONH) terbukti mampu membawa NTT ke arah swasembada pangan. Beliau gubernur yang pernah membawa NTT berswasembada jagung pada masa kepemimpinannya. Saya katakan ilmuwan, itu karena saya banyak 'mencuri' ilmu dari beliau. Setiap kali beliau mengunjungi Kupang, pasti saya diundang ke rumahnya di Oetona, Kelurahan Bakunase, untuk berdiskusi dengan beliau dalam suasana akademik.  Saya katakan beliau orang tua saya karena beliau sangat dekat dengan saya secara pribadi dan beliau juga sangat sayang pada keluarga saya. (yel)

* Salmun Tabun (Sekda TTS)

SAYA merasakan dampak yang luar biasa selama dua periode era kepemimpinan Pak ben Mboi. Almarhum dikenal sebagai sosok  disiplin dan tegas. Beliau banyak melahirkan program yang membawa dampak kemajuan bagi NTT. Saya memang tidak pernah bekerja sama secara langsung dengan almarhum, namun dua periode kepemimpinan beliau saya merasakan ada perubahan pembangunan di NTT yang luar biasa. Itu tidak lepas dari sikap disiplin dan tegas beliau. Beliau tidak segan-segan menegur dan menindak stafnya jika berbuat salah. (din)

Sumber: Pos Kupang 24 Juni 2015 halaman 1

Ben Mboi: Tokoh yang Jujur dan Berani

Ben Mboi
SESEPUH masyarakat Sikka, Drs. Daniel Woda Pale mengaku orang paling beruntung masih sempat bersama dengan almarhum dr. Ben Mboi, di  hari-hari terakhir hidupnya sebelum dipanggil Tuhan, Selasa (23/6/2015).

"Saya jenguk dia minggu lalu (12 Juni 2015). Anak saya beritahu saya, Bapak, Bapak Ben Mboi masuk rumah sakit di Lantai II Kamar ICU Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta. Kami bertiga, istri dan anak saya jenguk. Saya kaget, ketika dia lihat saya, dia masih kenal saya," cerita Dan Pale, di kediamannya di Kota Maumere, Selasa (23/6/2015).

"Kami berbicara. Ada putra sulungnya, ada ibu Nafsiah Mboi. Saya kaget, aduh pak (Ben Mboi), Pak lebih gagah daripada waktu menjadi gubernur. Wajahnya halus, gemuk dan bercahaya. Saya pikir dia sangat sehat. Satu dua hari mungkin dia sudah pulang rumah. Tadi pagi saya mendapat berita dia meninggal, saya juga heran," tutur Dan Pale, mengenang pertemuan terakhir  dengan almarhum Ben Mboi, 12 Juni 2015  di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta.

Selama 30 menit bersama almarhum, kata Dan Pale, mereka banyak bernostalgia tentang masa lalu ketika almarhum Ben Mboi menjadi Gubernur NTT dan Dan Pale menjadi Bupati Sikka. "Dia sangat senang melihat saya. Kami banyak bercerita masa lalu. Saya dulu kan juga dibilang agak nakal. Ben Mboi itu blusukannya lebih dari Presiden Jokowi. Jokowi itu dengan mobil, tapi Ben Mboi jalan kaki dari desa ke desa, dari kebun ke kebun," kenang Dan Pale.

Dan Pale menceritakan, seringkali mengakali Ben Mboi ketika blusukan ke desa-desa di Sikka. "Saya juga agak nakal waktu itu. Kalau saya tahu gubernur mau turun, saya usahakan pakai pakaian yang agak kotor dan lusuh. Ibu Nafsiah biasanya bisik ke pak Gubernur, tuh pak bupati sudah capek itu. Gubernur pasti bilang, sudah bupati, kita main badminton saja," cerita Dan Pale dengan mata berkaca-kaca.

Di mata Dan Pale, almarhum Ben Mboi adalah  pribadi  tegas, keras hati, berkemauan keras, jujur dan sangat simpatik. "Ada orang keras, tetapi seperti tidak enak. Dia (almarhum Ben Mboi) keras, tetapi membuat enak, senang. Tidak menyusahkan hati orang, malah membuat kita aman di dekatnya," kata Dan Pale.

Dan Pale mengisahkan betapa Ben Mboi suka blusukan berjalan dari kampung ke kampung, kebun ke kebun melewati lembah, bukit, sungai untuk bertemu dengan masyarakatnya.

"Gubernur itu terkenal dengan operasi Nusa Makmur. Saya kira dia ada di Kupang itu tidak lama, lebih banyak waktu beliau langsung ke desa-desa, meski waktu itu belum ada jalan, belum ada hand-phone," kisah Dan Pale.

Operasi Nusa Makmur, kata Dan Pale, adalah cita-cita gubernur Ben Mboi kala itu untuk membebaskan NTT dari kekurangan pangan. Ben Mboi menggalakan gencar tanaman pangan, peternakan sistem paronisasi dan berbagai program lainnya. 

Kepribadian Ben Mboi yang harus menjadi contoh bagi para pemimpin di NTT, kata Dan Pale, adalah sikap jujur, berani. Tidak hanya menginstruksikan, tetapi juga turun langsung cek, mengawas dan tanya apa yang sudah dibuat dan apa yang belum dibuat.
Menurut Dan Pale, filosofi ini harus dimiliki oleh para pemimpin masa kini, yakni belajar dari masa lalu. "Hari ini ada karena ada hari kemarin. Harus lihat apa yang kemarin telah dibuat, supaya kita bisa melanjutkan," imbau Dan Pale.

Dan Pale mengenang Ben Mboi sejak masih duduk di bangku SMP Ndao Ende. "Sejak saya SMP, dr. Ben Mboi dan dr. Hendrik Fernandez (mantan Gubernur NTT) itu menjadi buah bibir di sekolah. Mereka terkenal cerdas, jadi panutan untuk sekolah kami. Sampai saya mengenal almarhum Ben Mboi, setelah dia menjadi gubernur. Selamat jalan dr. Ben Mboi," kata Dan Pale. (lik)

Sumber: Pos Kupang 24 Juni 2015 halaman 1



Selamat Jalan Ben Mboi

Ben Mboi
WAINGAPU, PK--Mantan Bupati Sumba Timur, Drs. Lukas Kaborang, punya kenangan tersendiri terhadap figur dr. Aloysius Benediktus Mboi, MPH, yang lebih dikenal dengan nama Ben Mboi.  Lukas yang selama 10 tahun bersama Ben Mboi, ketika menjadi Gubernur NTT dua periode  tahun 1978-1988 mengatakan, Ben Mboi adalah seorang prajurit pekerja keras.

Pak Ben adalah seorang pamong praja handal. Tidak bisa diikuti siapa saja yang memimpin NTT.  Ben Mboi seorang pemimpin yang mau langsung lihat apa yang terjadi dan dialami masyarakat. Ada ucapannya yang terkenal: Apabila terjadi sesuatu di wilayah saudara, sehelai daun yang jatuh pun harus tahu. Maksudnya, hal sekecil apapun yang terjadi di wilayahnya harus diketahui seorang pemimpin.

NTT kehilangan sosok pemimpin pekerja dan pamong praja handal. Pada masanya memimpin, beliau mampu membangun NTT. Dulu tidak ada uang, tapi beliau mampu menggerakkan masyarakat untuk membangun.  "Saya selama 10 tahun bersama beliau. Saya pembantu terdekat beliau. Saya yang mengatur ke mana beliau pergi. Saya tahu susah dan dukanya. Ada satu kesan yang sampai saat ini tidak saya lupa. Kejadiannya pada tanggal 28 Oktober, kalau tidak salah tahun 1987. Saat itu apel peringatan Hari Sumpah Pemuda. Waktu itu pemimpin upacaranya Letnan Edi," tutur Lukas.

Ia melanjutkan, saat upacara itu ada satu keranjang sampah di tengah lapangan upacara di alun-alun rumah jabatan gubernur. Pak Ben Mboi perintah panggil kepala rumah tangga, tapi tidak ada. Panggil Sekwilda, Pak Drs. Salmon Daud.

"Mengetahui hal itu, saya sebagai Kepala Bagian Protokol dan Perjalanan Kantor Gubernur, lari masuk lapangan lalu berdiri di antara Pak Ben Mboi, dan Pak Salmon Daud. Saya ditempeleng satu kali oleh Pak Ben Mboi. Beliau perintahkan ambil keranjang sampah itu dan makan. Saya jawab siap Pak Gubernur," kenang Lukas.

Setelah selesai upacara, kata Lukas, ada yang memberitahu kepada Ben Mboi bahwa bukan saya yang salah. Selama tiga bulan beliau tidak lihat saya. Ada pengacara temui saya dan bilang laporkan Ben Mboi kepada pengadilan.

Saya jawab, sebagai bapak wajib mengajari jika ada yang salah dilakukan anaknya. Saat perpisahan karena berakhir masa jabatan, Ben Mboi, beserta ibu ucap terima kasih kepada saya. Mereka bilang saya melayani dengan sepenuh hati. (aca)



Karier di Dua Bidang

* Nama : Aloysius Benediktus Mboi
* TTL     : Ruteng, Manggarai, 22 Mei 1935 (80 tahun)
* Agama   : Katolik
* Pendidikan : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
* Istri        : dr. Andi Nafsiah Walinono-Mboi, SpA, MPH.
* Anak       : 1. Maria Josefina Tridia Sudirga
                    2. Maria Angela (+ 14 Juli 1967)
                    3. Gerardus Mayela Mashur
                    4. Hendrikus Alexander Wanggur.
* Gubernur NTT: 1978-1988 (Dua Periode)
* Mengawali karier di dua bidang, bidang kesehatan dan militer

Sumber: Pos Kupang 24 Juni 2015 halaman 1

Cerita tentang Se'i Babi Baun

Se'i Babi Baun
SUATU  hari, di  tahun 1997, Gaspar Tiran alias Om Ba'i, yang baru berusia sekitar 20 tahun, nyaris putus asa dan bingung karena puluhan kilogram daging babi se'i dagangannya tidak laku terjual. Saat itu, Om Ba'i  hanyalah penjual daging babi keliling dan penjual se'i babi yang dibakar.

Kondisi itu membuat suami dari Latvini Tiran-Timuneno ini hanya terbaring lemah  di balai-balai kayu dan melamun sambil menatap daging babi yang digantungnya di kayu rumahnya.  Yang ada di pikirannya hanya bagaimana cara membuat daging se'i babi ini laku terjual sehingga modalnya bisa kembali. Selang beberapa saat termenung, Om Ba'i, melihat ada sebuah lampu kristal tepat di atas kepalanya. Lalu terdengar suara halus berbisik di telinganya mengenai cara yang harus dilakukan terhadap puluhan kilogram daging babi yang tidak laku itu.

"Saya tidak bisa berkata apa-apa saat melihat lampu kristal itu. Lalu saya dikasih tahu bagaimana cara yang bagus untuk membuat se'i babi. Pakai bahan apa, bagaimana cara bakar dan proses seperti apa. Lalu suara itu mengatakan, buat seperti itu dan kamu akan berhasil setelah melewati 99 tantangan ke depan. Suara itu bilang tunggu saja kejutan besok pagi," tutur Om Ba'i mengenang.

Setelah itu  Om Ba'i kaget dan langsung mengingat kembali apa yang dilihatnya itu lalu dan mulai mempraktekannya. Keesokan harinya, pada hari Minggu, Om Ba'i  mulai meracik se'i babi seperti dalam petunjuk. Dan, ia terkejut setengah mati. Karena saat waktu keluar gereja, Om Ba'i kedatangan begitu banyak orang dari luar Baun untuk membeli se'i babi. Hari itu, daging babi yang dibuat se'i laku terjual semua.
Sejak saat itu, usaha se'i babi Om Ba'i mulai berkembang pesat hingga saat ini. Itulah asal mula bagaimana Om Ba'i mulai memproduksi se'i babi yang saat ini terkenal dengan nama Se'i Babi Baun Om Ba'i, yang berada di Baun, Kabupaten Kupang, sekitar satu jam perjalanan dari Kota Kupang.

Saat ini produksi 'Sei Babi  Baun Om Ba'i sudah 'melanglang buana' hingga ke sejumlah daerah di NTT. Bahkan hingga Jakarta, Surabaya, Malang.  Se'i Babi Baun Om Ba'i, juga diimpor hingga ke Singapura, Hongkong, Australia dan Timor Leste.  "Saya punya pelanggan di sana. Dan, mereka order, saya kirim," kata Om Ba'i, ditemui di tempat usahanya, Rabu (17/6/2015).
                                                
Ambil di RPH
Om Ba'i mengambil bahan daging babi di  Rumah Potong Hewan (RPH) di Kota Kupang dan sesekali juga dagingnya berasal dari babi peliharaannya. Itu hanya untuk cadangan bahan daging saja. Sebab, ia tidak ingin 'menutup' rezeki para peternak babi di Kupang dan sekitarnya. "Kasihan kan kalau saya juga pelihara  ternak babi, bagaimana dengan peternak yang lain. Jadi, sampai saat ini saya hanya fokus pada pembuatan se'i babi saja," kata lelaki kelahiran, 28 Februari 1971 itu.

"Cara pengolahan sesuai petunjuk suara itu yang saya pakai dari dulu sampai sekarang ini. Saya tidak khawatir meski sekarang banyak orang yang membuat se'i babi, namun cita rasanya tidak sama dengan  se'i babi yang kami produksi di Baun," kata ayah dari Ovi Hauwila Tiran, Yesi Tiran, Sherly Malena Tiran, dan Danar Tiran ini.
Ya, benar.  Produk Se'i Babi Baun, Om Ba'i memang sangat terkenal di Kota Kupang, bahkan di daratan Timor. Jika bisa dikatakan bahwa Baun merupakan daerah pencetus kuliner tradisional khas Kupang, se'i babi. Awal tahun 1999, jika ingin makan se'i babi, warga Kota Kupang atau wisatawan harus rela menyusuri Jalan HR Koroh sekitar satu jam dari Kupang.

Tepatnya di Kampung Nunraen, Kelurahan Teunbaun, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang. Mau tidak mau, suka tidak suka, demi se'i babi, penggemar se'i babi akan melewati jalan yang kondisinya sangat memrihatinkan itu. Namun sekarang kondisi jalannya sudah cukup baik. Karena memang dulu tidak ada pilihan lain selain Sei Babi Baun, Om Ba'i.

Kini, sudah 18 rumah makan (RM) dan restoran di Kota Kupang menyajikan menu se'i babi yang diolah dengan caranya masing-masing. Se'i babi di setiap rumah makan itu memiliki ciri khas dan citra rasa tersendiri.

Ada perbedaan mencolok antara RM Se'i Babi Baun Om Ba'i dengan di Kota Kupang. RM Se'i Babi Baun Om Ba'i, hanya menyediakan se'i babi, rusuk babi, sayur rumpu rampe dan sambal. Sedangkan RM se'i babi di Kota Kupang, selain se'i babi, rusuk babi, plus sayur rumpu rampe, sambal, juga tersedia sup brenebon babi dan sate babi. Harga per paket murah meriah seperti nasi se'i babi Rp 25.000, sudah termasuk sayur rumpu rame dan sup. Sedangkan paket nasi rusuk Rp 20.000. Paket nasi sate babi Rp 20.000. Sedangkan satu kilogram se'i babi sekitar Rp 140.000, dan satu kilogram rusuk babi sekitar Rp 300.000.

Umumnya RM se'i babi itu berada di wilayah Kecamatan Oebobo (7), Kota Raja (2), Maulafa (4), Kelapa Lima (3), dan Kota Lama (2). RM se'i babi di wilayah Kecamatan Oebobo, yakni RM Bambu Kuning di Kayu Putih, RM Milan di Oebufu, Depot Se'i Babi Anika di Oetete; RM Aroma di Oetete;  RM Dua Dirham di Oebobo;  RM Se'i King Rasa di Oebobo; RM Petra di Oebufu.

Empat RM di Kecamatan Maulafa yakni  Pondok Sawah di Oepura, Green Garden di Maulafa, RM Sedap di Sikumana dan RM Se'i Babi Kolhua. Di Kecamatan Kelapa lima ada tiga, RM Dua Dirham, RM Bali dan RM Sagaf.

Sedangkan RM Bambu Kuning di Kuanino dan RM Se'i Babi Bakunase berada di wilayah Kecamatan Kota Raja. Di wilayah Kecamatan Kota Lama ada RM Gloria II di Nefonaek serta RM Sari Pitaka di Fatubesi. ((novemy leo/aplonia mathilde dhiu)


Se'i Sapi Tergeser


DAGING  Se'i sebenarnya adalah daging (sapi atau babi) yang setelah dibumbui lalu diasapi dengan api agar dapat disimpan lebih lama. Kata Se'i sebenarnya berasal dari bahasa Rote yang berarti daging tipis yang diiris memanjang.

Pasalnya, dahulu kala, se'i itu dibuat dari bahan daging sapi. Sekarang keberadaan se'i sapi sudah 'tergeser'  oleh se'i babi. "Sekarang penggemar se'i babi lebih banyak dari se'i sapi," kata Yuli Chandra, pemilik RM Se'i Babi Kolhua, Kupang, Kamis (18/5/2015) siang.

Cara pengolahan se'i babi sebenarnya sederhana. Daging babi dipilih yang berkualitas lalu dipotong memanjang dan potongan mulai 50 centimeter hingga satu meter lalu dibumbui dengan garam dan bumbu yang menjadi khas dari pengelolanya. Kemudian didiamkan selama beberapa saat lalu diasapi. Umumnya di Kota Kupang  tempat panggangnya dibuat semacam bak setinggi  satu meter lalu di bagian atasnya diletakkan besi panggangan permanen. Dan, di bawah bak itulah diletakkan kayu bakar untuk membantu pengasapan daging babi yang ada di atas tempat panggang.
Khusus di Se'i Babi Baun Om Ba'i, kayu bakarnya menggunakan kayu lamtoro, kusambi, dan kuswari. Biasanya di atas daging babi yang diasapi itu ditutupi daun kusambi muda. Konon, daun kusambi bermanfaat sebagai penyaring panas dan 
membuat aroma dan warna daging tetap terjaga.

"Itu adalah salah satu ciri khas Se'i Baun Om Ba'i. Daun kusambi bikin daging jadi harum dan manis, gurih dan enak," kata Om Ba'i, yang selalu mengawasi proses pembuatan se'i babi.

Namun sebagian pengusaha se'i babi di Kota Kupang tidak menggunakan cara itu. "Mungkin semua tergantung selera. Kalau ditutupi pakai daun nanti dagingnya bau asap sehingga kami di sini tidak pakai cara itu. Pelanggan kami sudah lumayan. Kami juga menerima pesanan dari luar NTT. Kami kirim dengan cara divakum sehingga bisa bertahan lama," kata Yuli.

Ia  juga mengaku selalu terlibat dalam proses pengolahan se'i babi di rumah makannya agar bisa menghasilkan kuliner se'i babi yang bercita rasa khas dan nikmat.
Daniel Lulu, mengatakan, ia sudah menjadi pelanggan Se'i Babi Baun Om Ba'i sejak 10 tahun lalu. "Tidak ada yang lawan. Cara masaknya bagus dan saya suka cita rasanya. Hampir tiap minggu saya membeli se'i babi di sini," kata Daniel, yang ditemui di Se'i Babi Baun Om Ba'i, Rabu (17/6/2015) pagi. (vel/nia)

Ikon Kuliner Kota Kupang

Populasi Ternak Babi di Kota Kupang
------------------------------------------------
* Kecamatan Kelapa Lima  9.086 Ekor
* Kecamatan Alak                4.727 Ekor
* Kecamatan Oebobo           7.170 Ekor
* Kecamatan Kota Raja           666 Ekor
* Kecamatan Kota Lama         300 Ekor
* Kecamatan Maulafa           5.841 Ekor
---------------------------------------------
Total                                        : 27.787 ekor
------------------------------------------------

MENJAMURNYA rumah makan dan restoran di Kota Kupang yang khusus menyediakan menu Se'i babi menggerakkan Dinas Pertanian, Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kota Kupang dan Dinas Pariwisata Kota Kupang ikut terlibat. Mereka memberi pendampingan kepada peternak babi, pengawasan dan promosi kuliner khas NTT tersebut.

Kepala Dinas Pertanian, Peternakan Perkebunan dan Kehutanan (Distanakbunhut) Kota Kupang, E John Pelt, didampingi Kepala Bidang (Kabid) Peternakan, drh. Hembang Murni Pancasilawati, Selasa (16/6/2015), mengatakan, populasi ternak babi di Kota Kupang sejak tahun 2013-2105 sebanyak 27.787 ekor (Lihat Tabel).
Sementara jumlah peternak babi, perorangan dan kelompok yang sudah mendapat izin 42 orang. Peternak berada di daerah permukiman atau di tempat tertentu yang jauh dari permukiman.  "Untuk mendapat izin beternak harus ada persetujuan dari tetangga. Karenanya, tak menutup kemungkinan masih banyak peternak yang belum mengurus izin beternak babi," kata John.

Ia berharap masyarakat membantu mengontrol pemeliharaan ternak. Jika  'terganggu' karena aroma tak sedap dari kotoran ternak babi, harus dilaporkan kepada RT, lurah dan ke Distanakbunhut.  "Kami akan berkoordinasi dengan Polisi Pamong Praja (Pol PP) untuk menertibkannya. Pemeliharaan babi harus  sehat, kotorannya harus ditangani dengan baik sehingga tidak menganggu masyarakat yang berada di lingkungan sekitarnya," kata John.

Dengan memiliki izin, peternak bisa memperoleh keuntungan, yakni mendapatkan kunjungan rutin vaksinasi ternak babi dan peternak bisa berkonsultasi terkait masalah kesehatan ternak.

John mengatakan, pendampingan dilakukan secara pasif dan aktif. Pasif jika ada kasus tertentu dan peternak meminta dilakukan vaksinasi. Sedangkan aktif karena sekali setahun melalui kelurahan, pihaknya akan mendatangi peternak untuk memvaksinasi ternak babi secara gratis.

"Biasanya vaksinasi dilakukan bulan Januari hingga Februari. Belum lama ini sudah ada vaksinasi untuk mencegah hog cholera. Kalau peternak yang profesional pasti akan mengurus izin dan bersedia jika ternak babinya divaksin. Sedangkan yang tidak bersedia menerima vaksinasi itu berbahaya karena bisa saja ternak babinya terkena penyakit lalu mati dan dagingnya dijual kepada masyarakat," kata John.
                                                  
Kepala Dinas Pariwisata Kota Kupang, Ester B Muhu,   mengatakan, saat ini wisata kuliner di Kota Kupang sangat berkembang dan menjadi bisnis sangat menjanjikan. Begitu juga wisata kuliner se'i babi yang sudah menjadi ikon kuliner khas Kota Kupang.

Hingga kini ada 18 rumah makan dan restoran yang menyajikan kuliner khas NTT, Se'i Babi. "Yang suka makan Se'i Babi sangat banyak sehingga kuliner ini selalu berkembang. dan wisatawan yang ke Kupang juga pasti membawa pulang oleh-oleh Se'i Babi. Bahkan beberapa waktu lalu saat datang ke Kupang, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, secara khusus memesan Se'i Babi," kata Ester.

Menurut Ester, beberapa waktu lalu, Dispar Kupang menerima kedatangan tim dari Balai Pelestarian Budaya Denpasar untuk membuat film dokumenter pembuatan Se'i Babi. "Saya mengajak mereka ke Baun karena di sana pertama kali Se'i Babi dibuat," kata Ester.

Ester menambahkan, dulu yang tenar adalah Se'i Sapi, namun sekarang pelan-pelan sudah 'digeser' oleh Se'i Babi. "Saya kira Se'i Sapi dan Se'i Babi harus terus dilestarikan sehingga tidak punah.  Ke depan, masyarakat Kota Kupang harus tetap menjaga dan melestarikan kuliner khas Kupang ini sehingga bisa terus menarik wisatawan masuk ke Kota Kupang," kata Ester. (nia/vel)

Sumber: Pos Kupang edisi Minggu 21 Juni 2015 halaman 1

Marcel Gobang: Disiplin dan Tidak Banyak Bicara

Doa untuk Om Marcel Gogang (foto Novemy Leo)
KUPANG, PK -  Delapan hari yang lalu, tepatnya Sabtu (13/6/2015), mantan Pemimpin Redaksi Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang, Marcel Weter  Gobang meninggal dunia di kediamannya di Jakarta. Banyak kenangan serta keutamaan nilai yang ditinggalkan almarhum bagi Pos Kupang.

Pemimpin Umum SKH Pos Kupang, Damyan  Godho bersama seluruh karyawan Pos Kupang menggelar  doa untuk arwah almarhum Marcel  Gobang di ruang rapat redaksi surat kabar ini, Jumat (19/6/2015) sore. Ibadat sabda dipimpin  Diakon Januario Gonzaga, Pr dari Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui Kupang.

Sebelum ibadat sabda, Damyan Godho menyampaikan kesan-kesannya selama bersama almarhum Marcel W Gobang membangun surat kabar yang dicintai masyarakat NTT ini. Menurut Damyan, sebelum ke Kupang Marcel W Gobang bekerja pada Surat Kabar Harian Surya di Surabaya.

Pada tahun 1996, ketika SKH Pos Kupang sedang berusaha mengembangkan usaha,  dirinya mendapat telepon dari pimpinan grup koran daerah Kompas Gramedia di Jakarta tentang rencana kehadiran Marcel W Gobang di Kupang.
"Saya jawab, datang secepatnya. Tahun 1996, Marcel datang ke Kupang," cerita Damyan. "Marcel bersama Pos Kupang kurang lebih selama sembilan tahun. Tahun 2005 dia pensiun dan memilih kembali ke Jakarta," tambah Damyan.

Menurut Damyan, Marcel Weter Gobang sangat memberi warna dalam perjalanan hidup SKH Pos Kupang, khususnya di bidang redaksi. Marcel Gobang pun berperan besar dalam  mendidik wartawan koran harian ini.  "Marcel itu cerdas. Tidak banyak bicara. Dia bicara seperlunya saja. Dia juga disiplin. Dalam keseharian, teman-teman di redaksi Pos Kupang yang pernah bersamanya pasti mengenal betul karakternya," kata Damyan.

Pada Jumat (12/6/2015) pekan lalu, tambah Damyan, tiba-tiba ia dan istrinya mendengar ada suara laki-laki memanggil-manggil di teras rumahnya. Halo-Halo.. Setelah dilihat ternyata tidak ada tamu yang datang. Sapaan itu seperti pertanda. Pada Sabtu siang, Damyan mendapat informasi dari Dion DB Putra bahwa Marcel W Gobang telah meninggal dunia di Jakarta.  "Kita mendoakan semoga almarhum Marcel Gobang mendapat tempat yang layak di sisi Tuhan," kata Damyan.

Damyan juga menyampaikan permohonan maafnya kepada almarhum Marcel Gobang atas semua kesalahpahaman dan tutur kata yang mungkin membuat almarhum tersinggung atau sakit hati selama kerja di Pos Kupang atau dalam keseharian selama ini.


Kesan mendalam tentang almarhum pun disampaikan  Dion DB Putra. Menurut Dion, Marcel  Gobang adalah sosok pemimpin yang mampu meneguhkan hari wartawan dan seluruh karyawan Pos Kupang saat menghadapi masalah berat.
"Om Marcel katakan, dengan jumlah wartawan empat atau lima orang pun besok Pos Kupang harus tetap terbit. Dia selalu menguatkan kami di saat yang sulit," kata Dion.

Bagi Dion, Marcel  Gobang adalah figur seorang guru. "Om Marcel itu orangnya teliti dan penuh pertimbangan. Almarhum juga memiliki jiwa kebapaan. Kalau hendak menegur atau memarahi bawahan, almarhum biasanya putar-putar dulu. Ya kurang lebih seperti gaya penulisan feature," kata Dion.

Setelah Dion DB Putra, dilanjutkan dengan kesan-kesan dari Plh Pemred Pos Kupang, Benny Dasman, Pemimpin Perusahaan Daud Sutikno, Setya MR, Sekretaris Redaksi, Marsel Ali, Fery Jahang dan Manajer Iklan, Mariana Dohu.
Benny Dasman mengatakan, saat Marcel  Gobang menjadi pemimpin redaksi, ia menjabat manajer produksi surat kabar ini. Suatu saat, ia dimarahi Marcel Gobang karena suatu kesalahan. Ia merasa sakit hati dan sempat tidak masuk kerja selama dua hari. Tapi di luar dugaan, Marcel W Gobang menemui Benny rumahnya dan memberi penjelasan mengapa ia marah dan apa yang ia lakukan sebagai bentuk teguran dari seorang bapak kepada anak atau adiknya.

"Saya sangat tersentuh dengan cara beliau. Besoknya saya langsung masuk kerja kembali," kata Benny. Kesan lain diceritakan Pemimpin Perusahaan Daud Sutikno yang pernah tinggal bersama serumah dengan Marcel Gobang di Kupang. "Om Marcel orang baik," demikian Daud Sutikno. (mar)


Sumber: Pos Kupang edisi Sabtu 20 Juni 2015 halaman 6

Mukjizat dari Bukit Cinta Lembata

Bukit Cinta Lembata
PAGI itu alam Lembata sungguh indah. Birunya laut melingkar dari kaki Gunung Ile Ape sampai di kaki Gunung Ile Boleng, merambat jauh ke kaki gunung Lewotobi nun jauh Flores Timur sana.    Hijaunya ilalang juga memeluk erat deretan bukit  yang sedang memancarkan kemilau emas melalui pucuk-pucuk rerumputan yang mulai berubah warna lantaran dipanggang teriknya mentari.

Ada lagi butir-butir pasir putih memanjang sepanjang pantai mulai dari Tanjung SGB Bungsu hingga di Tanjung Mingar, Kecamatan Nagawutun. Sementara di kejauhan sana, samar-samar terlihat bayang-bayang putih yang juga membentuk garis panjang membingkai pantai Ile Ape.

Panorama alam itu hanya ada di tanah Lomblen dan hanya dapat disaksikan dari puncak Bukti Cinta, "bukit teletabis" yang baru ditemukan beberapa tahun terakhir.  Bukit yang satu ini memang sungguh luar biasa.

Selain didekorasi oleh bukit yang berderet-derat di belakangnya, dari bukit ini pula kita merasakan seolah ada "mukjizat" yang sedang terjadi. Bayangkan, arus maut di Selat Watowoko seketika berubah tenang tatkala ditatap dari Bukit Cinta.

Hilir mudik kapal-kapal nelayan, lalulalang bus-bus laut, juga kapal-kapal barang dan kapal penumpang lainnya, seolah-olah sedang melukisi permukaan laut. Belum lagi deburan ombak berbuih putih tak henti-hentinya membingkai daratan, memagari hijaunya pepohonan dan melingkari mutiara-mutiara putih yang terhampar manja  di depan mata.

Mungkin karena "mukjizat" itulah, orang-orang Lembata selalu menyebutkan, bahwa bila Anda berkunjung ke kabupaten ini, tidaklah lengkap bila Anda melewatkan Bukit Cinta. Sebab dari bukit inilah Anda akan menyaksikan hebatnya ciptaan Tuhan.

Bukit Cinta tak jauh dari Lewoleba. Bisa dengan mengendarai sepeda motor, bisa pula dengan kendaraan lain. Hanya butuh waktu beberapa saat, Anda sudah tiba di tempat tersebut.Memang, ruas jalan ke lokasi ini masih dihiasi aneka kekurangan. Pertama, di sisi kiri dan kanan jalan beraspal, sudah penuh dengan rerumputan yang tinggi-tinggi. Rerumputan yang tumbuh liar tersebut membuat badan jalan semakin sempit.

Kedua, kondisi jalan ke Bukti Cinta juga berlubang-lubang. Bahkan pada beberapa titik, kerusakannya sudah sangat parah. Lubang-lubang itu semakin lebar, semakin dalam dan semakin memrihatinkan. Bila tubuh Anda kurang fit, misalnya, maka Anda bisa mabuk gara-gara kondisi jalan tersebut. Bila kurang istirahat pun Anda so pasti akan mabuk, karena keadaan jalan itu cukup mengganggu kenyamanan selama berkendara.

Tapi Anda jangan risau. Nasib jalan ini akan segera diakhiri oleh keseriusan Pemerintah Kabupaten Lembata. Terbetik kabar, Komisi V DPR RI telah menyetujui permintaan Bupati Lembata, Eliaser Yentji Sunur agar ruas jalan dari Wulandoni-Lamalera-Puor-Boto-Labalimut-Bukit Cinta hingga di Balauring, ditingkatkan statusnya menjadi jalan negara.

Jikalau benar kabar ini, maka ruas jalan itu nantinya berubah menjadi jalan negara. Bila telah menjadi jalan negara, berarti keadaannya pasti akan membaik. Kalau begitu, maka sungguh pantas dan layak bila mulai saat ini kita harus melakukan yang terbaik untuk Bukit Cinta.Bukit Cinta tak menuntut sesuatu yang luar biasa. Bukit Cinta juga tak mengharuskan terobosan yang hebat. Yang didambakan hanyalah hal-hal mudah dan sederhana. Misalnya, tak boleh membakar rerumputan di tempat itu. Sebab membakar rerumputan sama artinya dengan mencampakkan keindahan Bukit Cinta.

Berikutnya, Bukit Cinta perlu dijamah lebih serius. Menata Bukit Cinta tak harus dengan mendirikan banyak bangunan. Memoles Bukit Cinta tak selamanya dengan menjadikan lokasi itu sebagai obyek untuk diproyekkan. Yang paling penting untuk dilakukan, adalah memangkas rerumputan secara teratur. Memangkas rerumputan merupakan kunci utama melestarikan kemolekan Bukit Cinta. Mengapa? Karena daya tarik utama tempat itu adalah padangnya yang hijau oleh rerumputan liar.

Memangkas rerumputan itu bukan untuk semua bukit dan lereng di tempat itu. Memangkas rerumputan itu hanya pada area yang saat ini sedang dibangun. Bila rerumputan dipangkas secara baik dan teratur, maka Bukit Cinta itu akan semakin menampilkan keindahan yang tiada duanya. 

"Tidak ditata saja Bukit Cinta sudah indah, apalagi kalau ditata secara lebih serius. Saya yakin Bukit Cinta akan menarik semakin banyak orang untuk datang dan menghabiskan waktu di tempat ini," ujar James salah seorang wisatawan mancanegara asal Inggris, yang mendatangi Bukit Cinta, baru-baru ini.
Ungkapan wisatawan tersebut memang benar adanya. Yang jadi pertanyaan, adalah mampukah kita merawat Bukit Cinta dengan hal-hal yang sederhana tadi?

Sanggupkah kita untuk tidak membakar rerumputan sebagaimana yang terjadi selama ini? Sanggupkah kita memangkas rerumputan secara teratur pada area yang biasa ditapaki untuk menyaksikan panorama alam tanah Lomblen dan sekitarnya? Bila dua pertanyaan ini dapat kita jawab bersama-sama dengan kemauan dan komitmen yang tinggi, maka  suatu hari nanti Bukit Cinta akan menjadi ikon baru pariwisata Kabupaten Lembata, bahkan Nusa Tenggara Timur (NTT) pada umumnya. Dan, keindahan Bukit Cinta itu akan membawa semakin banyak cinta untuk Lembata yang lebih baik.  (frans krowin)

Sumber: Pos Kupang 7 Juni 2015 halaman 2
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes