Ironi Kota dengan Puluhan Sumber Mata Air

RUTENG, PK -Puluhan sumber mata air mengelilingi Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai di Pulau Flores,  Nusa Tenggara Timur. Namun, warga kota  dingin tersebut  selalu mengalami krisis air. Sebagian dari mereka harus begadang sampai dinihari demi mendapatkan air untuk masak, mandi dan cuci.

Perjuangan berat mendapatkan air bersih antara lain dialami Donatus Lagu. Udara dingin Kota  Ruteng pada pukul 01.00-02.00 Wita, Kamis (5/11/2015),  tak dihiraukan Donatus. Menenteng jeriken di tangan kanan dan kiri, warga Jalan Satar Tacik, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong  itu masuk ke halaman rumah tetangga di sisi selatan.

Beberapa saat sebelumnya, tetangganya itu memberitahu kalau  air PDAM di rumah itu sedang keluar. Bak air kamar mandi, ember dan jeriken mereka  telah terisi penuh. Kini giliran bagi Donatus mengambilnya.  Mengambil air dari rumah tetangga pada  tengah malam  hingga dinihari dilakoni Donatus sejak  bulan Agustus sampai November 2015.

Itu terjadi  karena air  PDAM di rumahnya tidak  menetes sama sekali.  Tahun silam,  kata Donatus, memang dia kesulitan air, namun  tidak separah tahun 2015. "Dua malam sekali saya  harus  mete (begadang) satu jam untuk isi semua ember, jeriken dan bak  mandi. Ini air khusus masak dan minum. Sekarang  terbantu  air hujan untuk mandi dan cuci," kata Donatus, Jumat (6/11/2015).

Lain pula kisah  keluarga Robertus Mboe, yang domisili di belakang Gudang BGR Kelurahan Satar Tacik. Air PDAM  di rumahnya hanya keluar sekali dalam seminggu dengan debit sangat kecil. Hanya mengisi penuh satu drum.

"Kami masih baik, tinggal dekat Wae Decer sekitar 100-200-an meter dari rumah. Di sekitar  rumah juga  ada beberapa mata air. Kalau  meteran PDAM tidak jalan, kami ke kali. Mata air besar dan bersih untuk minum, masak, mandi dan cuci," ujar Robertus di rumahnya, Jumat  (6/11/2105).  Hujan yang mulai mengguyur Kota Ruteng sejak pekan lalu disyukuri Robertus. Cuci perabot rumah tangga, pakaian dan mandi tak perlu lagi ke kali. Mereka andalkan air hujan.

Krisis air juga dialami warga Pong Ara, Kelurahan Pitak, Ruteng. Tiga  tahun lalu mereka  masih bisa timba air minum dari bak penampung, mandi bahkan gunakan  WC umum yang  dikerjakan Dinas PU Manggarai. Namun, kini bak penampung, WC dan kamar mandi  itu tidak digunakan lagi karena ketiadaan air.

Pada Kamis (5/11/2015) pukul 13.00  Wita, Pos Kupang mendapati Febriyanti Claudia Watar (8) dan Monika Ojing (48), warga  Pong Ara duduk  mengitari  ember bak hitam. Di dalam ember bak itu terdapat cerek plastik ukuran sedang yang mereka pasang ke keran yang airnya  keluar sangat kecil.

Setelah cerek penuh, air dituangkan ke dalam jeriken. Mendapatkan  satu jeriken lima liter  dibutuhkan waktu 9-10 menit. Begitu seturusnya sampai semua jeriken terisi penuh baru dibawa pulang ke rumah masing-masing. Seharian, Monika mengangkat  lima sampai delapan jeriken. Pembatasan jumlah jeriken yang boleh diambil berlaku bagi warga Pong Ara  agar semua bisa kebagian air.

Mengingat faktor usia, Monika mengaku selalu kelelahan setelah mendaki bukit  200-an meter membawa jeriken air ke rumah. Waktunya juga habis menunggu air di keran PDAM. "Ini air khusus masak dan minum. Hampir semua anak sekolah jarang mandi pagi ke sekolah, hanya cuci muka. Untuk mandi dan cuci, kami jalan kaki sekitar satu  kilometer ke selokan di Karot," kata Monika.

Claudia, mengatakan menunggu air di  keran itu merupakan tugas rutin membantu orangtua setelah pulang sekolah  di SDI Karot sekitar 1 km  dari Pong Ara. "Saya bantu mama angkat dua jeriken," kata sulung dari  dua bersaudara ini.

Tua adat Pongara, Primus Neha (65) menuturkan satu keran air ini menjadi sandaran  64 kepala keluarga atau sekitar 350 warga  mendiami RT 15,  diambil mulai pukul 04.00 Wita sampai pukul 23.00 Wita. Supaya semua rumah tangga kebagian, mereka hanya boleh mengambil lima jeriken air ukuran lima  liter.

"Kalau tidak dibagi seperti itu, bisa muncul  perselisihan bahkan perkelahian. Kalau pagi-pagi prioritaskan untuk anak-anak cuci muka ke sekolah. Mereka jarang mandi pagi," ujar Primus.

Sulit  air bersih pada musim kemarau tahun ini  juga diderita  warga  Gang Bintang Timur, Kelurahan Poco Mal. Meski berdomisili  pada  satu gang, penghuni gang  bagian barat  menikmati air PADM dengan baik. Sedangkan penghuni gang sebelah  timur gigit jari, air yang keluar sangat kecil.

"Pas jadwal mengalir kami (di sebelah timur) harus begadang sampai tengah malam supaya bisa isi ke bak mandi. Air kerluar kecil sekali. Kalau tidak tarik selang dari tetangga sebelah jalan yang air keluar besar. Begitu setiap malam selama ini," ujar Yohanes Safrudin, ketua RT 03/RW16,  Kelurahan Poco Mal. Sedangkan warga di ujung gang bagian selatan memanfaatkan pipa pembuangan air  PDAM  untuk mandi, cuci dan air bersih. Setiap waktu, tempat itu ramai dikunjungi warga yang membawa cucian, ember dan jeriken.   (ius)

Sudah Lama Dengar Keluhan

DIREKTUR Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Komodo Manggarai, Klemens Man, S.H tidak menampik krisis air yang mendera sebagian dari 71 ribu warga di Kota  Ruteng. Usaha rehabilitasi  jaringan  distribusi, menjadwal distribusi  dua hari sekali  pada wilayah krisis air seperti Pong Ara, Karot, Kumba, dan  Satar Tacik  pun belum bisa mengatasi kesulitan warga pada musim kemarau. Keadaan ini bertambah  berat karena debit lima sumber  mata air utama  menurun drastis.

"Sudah lama saya  dengar keluhan. Banyak pelanggan  klaim ke sini (PDAM).  Banyak juga  warga terpaksa ke saluran irigasi, ke kali dan tadah air hujan untuk mandi, cuci, masak dan minum," ujar Klemens Man di Ruteng, Jumat (6/11/2015).
Klemens  menyebukan, di Kota Ruteng PDAM Tirta Komodo  mengelola 10 sumber mata air serta belasan mata air milik perorangan dan komunitas adat.  "Memang benar kata banyak orang, Ruteng limpah mata air. Tapi masih banyak yang orang mengeluh sulit air,"  ujar Klemens.

Sejak memimpin PDAM Ruteng tahun lalu, Klemens menemukan banyak masalah yang butuh  upaya besar dan biaya besar. Sebab, akar masalahnya terjadi dari hulu (mata air) sampai ke hilir (konsumen). Gonta ganti  manajemen PDAM belum tentu dapat menjawab semua soal, kalau masalah pokok tidak diselesaikan.

Soal utama di  hulu, kata  Klemens, brond captering (penangkapan) air, usianya  sudah uzur.  Mata air Wae Rowang dikerjakan tahun 1968,  Wae Palo dan  Nggernggok (1980),  Wae Ces dan Wae Pong (1990). Air di sumber tidak seluruhnya masuk ke  brond captering dan ke reservoar. Jaringan transmisi  ke pusat kota Ruteng juga  berusia uzur, yakni   dibangun  pada tahun 1968-1970 bersamaan  dengan pembangunan brondcap di  Wae Rowang.  Sebagian  jaringan ini ditutup  jalan dan bangunan karena pesatnya hunian penduduk.  Pertumbuhan penduduk  dan desakan kebutuhan lahan hunian  dan kebun  menjangkau kawasan sumber mata air. Kawasan
hutan di sekitar hutan dirusak mengurangi wilayah tangkapan air di Kota Ruteng.

"Kami tidak mampu deteksi secara akurat  keadaan jaringan transmisi berada di bawah gedung dan jalan. Usia  teknis tidak layak dipakai, kemungkinan air bocor ke mana-mana. Sama halnya juga  jaringan pipa ke rumah tangga dipasang asal-asalan  tidak dikaji  secara teknis,"kata Klemens Man.

Menurut Klemens, semua  soal ini dapat teratasi dengan  review desain ( tata ulang) jaringan transmisi dan distribusi mengikuti  tata kota. Kewenangan  itu  dimiliki pemerintah (pusat dan daerah) dan membutuhkan dana  besar. PDAM yang mengandalkan penyertaan modal dari APBD tidak mampu atasi kesulitan air.

"Sekian lama, pemda dan PDAM  bukan tidak melakukan upaya.  Ruangnya tidak tersedia dan uangnya tidak ada.  Butuh biaya besar harus dari APBN.  PDAM hanya punya sumber air, tidak punya uang.  Kalau tidak ada upaya besar seperti itu, hanya malaikat  yang bisa.  Soalnya besar dan berat,"  tegas Klemens.

Klemens  mengapresiasi  pemerintah daerah dan DPRD Manggarai  menghasilkan Perda Penyertaan Modal ke PDAM  yang disepakati dua pekan lalu.  Pemda membenamkan sejumlah uang  sebagai  penyertaan modal selama  kurun waktu  2015-2019. Investasi  itu akan dikembalikan pemerintah  pusat sebagai hibah.

Investasi  itu, kata  Klemens,  mensyaratkan  ada  perda, tingkat pelayanan konsumen rendah, potensi sumber daya tercukupi,  kesiapan masyarakat menerima program dan  kesiapan PDAM mengembangkan jaringan rumah tangga.  Dengan ruang  yang diberikan  itu, Klemens optimistis  program hibah APBN 2015-2019 bisa menambah akses  air bersih meski tidak sampai 100 persen seperti target pemerintah pusat.

"Target 100 persen masyarakat terlayani air bersih tentu  berat. PDAM Manggarai pasang target 80 persen dari akses  air bersih saat ini 32 persen," ujar mantan Direktur Teknik PDAM Kupang itu.

Klemens menjelaskan, PDAM Tirta Komodo Manggarai berdiri pada  14 Januari 1991 berdasarkan Perda Manggarai Nomor 2 Tahun 1991. Total sambungan di seluruh Kabupaten Manggarai  13.565. Khusus di Kota  Ruteng, total pelanggan 9.896 (kondisi Juli 2015) meliputi 90 persen pelanggan  rumah tangga, 3 persen pelanggan niaga, 2 persen pelanggan kantor dan 5  persen pelanggan lembaga sosial, MBR, panti asuhan, paroki, masjid dan gereja. Adapun harga jual air per meter kubik, harga terendah Rp 1.150 meter/kubik. Tertinggi Rp 2.600/meter kubik. Ideal harga terendah Rp 2.000/meter kubik. (ius)

News Analysis Paulus So
Anggota Komisi B DPRD Manggarai

Pelihara Hutan

KESULITAN air minum bersih yang dialami  sebagian warga Kota Ruteng akan diselesaikan bertahap.  Selama ini, manajemen PDAM Tirta Komodo tidak bisa melakukan intervensi terlampau jauh karena  terbatasnya investasi.  Merehabilitasi jaringan pipa induk berusia tua  dan jaringan ke rumah tangga butuh biaya besar.

Menjawab keluhan  masyarakat dan  manajemen PDAM Tirta Komodo Manggarai, maka Pemda dan DPRD  bersepakat membuat Perda 2015 tentang Penyertaan Modal Pemda ke PDAM.  Seluruh dana penyertaan dari Pemda itu akan dikembalikan utuh oleh pemerintah  pusat.

Memang  di  2013 sudah  dialokasikan dana  Rp 1 miliar  dan tahun 2014 sebesar Rp 1 miliar untuk rehabilitasi dan perluasan jaringan. Tetapi  tidak cukup kuat  mengatasi masalah di PDAM. Karena  itu mulai tahun  2016 disepakati Rp 4  miliar, sedangkan  alokasi  2017 (Rp 6 miliar), 2018 (Rp 8 miliar) dan 2019  sejumlah Rp 10 miliar.

Dana penyertaan modal  itu unuk perluasan jaringan dari  jaringan induk sampai ke rumah tangga dan perbaikan jaringan tua. Perbaikan manajemen dan sumber daya manusia  pengelola. Saya salut kinerja  direktur,  Pak Klemens Man. Selama ini kita anggap manajemen PDAM sudah bagus.  Ternyata ketika dia mulai  tata ulang muncul masalah  serius. Sudah mulai  tampak hasil pengelolaan internal, keuangan, pembayaran  rekening online. Tenaga teknis lapangan dikirim belajar penataan jaringan di Bali.

Manajemen yang baru  ini memberi harapan perbaikan dan  menjanjikan profesionalitas.Masyarakat diharapkan  bersabar.  DPRD  akan terus memantau perbaikan  oleh PDAM  membuka jaringan baru pelayanan ke rumah tangga.  Prinsipnya,  warga harus menikmati pelayanan air  bersih. Namun, masyarakat juga  berpartisipasi memelihara jarangan,  tidak tempuh jalan pintas  mendapatkan  air dengan cara merusak pipa lewat di depan rumah atau di kebun.


Untuk perlindungan sumber  mata air  dari  intervensi pemukiman dan perusakan  kawasan hutan,  bulan Januari 2015 DPRD  Manggarai  sudah menyelesaikan  Perda Perlindungan Pengelolaan Sumber Mata Air. Teknis pelaksanaanya  belum dihasilkan  pemerintah.

Poin penting  perda perlindungan mata  air menegaskan,  radius 100 meter dari sumber mata air  tidak boleh diganggu dan diklaim oleh siapapun  sebagai miliknya. Pengecualian  terhadap  pemilikan yang sudah  terjadi sebelum dibuat Perda.  Meski pemilik kebun  pada kawasan sumber mata air  diwajibkan  memelihara sumber mata air, tidak menebang pohon dan  mendirikan bangunan.

DPRD akan terus  pantau kinerja PDAM. Targetnya mulai  2016, 2017 dan 2018 terlihat hasilnya. Keluhan kekurangan air  teratasi.  Masyarakat juga harus berperan memelihara kawasan hutan,  tidak menebang pohon, membakar hutan  dan merusak jaringan pipa PDAM.  (ius)

PDAM Tirta Komodo Manggarai
Berdiri;  Tanggal  14 Januari 1991, berdasarkan Perda Manggarai Nomor: 2 Tahun 1991.
Lokasi: Jalan Raya Ulumbu Kota Ruteng, Kecamatan Langke Rembong.

Kondisi Eksisting:
Kabupaten Manggarai;
-Total Manggarai; 32 persen  (108.512 jiwa)  dari jumlah penduduk 337.276 jiwa.
-Cakupan  tujuh Kecamatan; Reo, Cibal, Cancar, Iteng,Langke Rembong, Narang dan Wae Rii.
-Total sambungan; 13.565  sambungan
-Jumlah penduduk  wilayah teknis air bersih; 108.512 Jiwa atau 47 persen dari  total penduduk di wilayah teknis air bersih 231.971 jiwa.
Kota  Ruteng:
-Total Pelanggan:  9.896 (kondisi Juli 2015) meliputi 90 persen pelanggan  Rumah Tangga, 3 Persen pelanggan Niaga, 2 persen pelanggan
kantor dan 5  persen pelanggan lembaga sosial, MBR, Panti asuhan, paroki, masjid, gereja.
Harga jual air meter kubik:
*Harga  PDAM Ruteng;  Harga terendah Rp 1.150 meter/kubik. Tertinggi Rp 2.600/meter kubik.
*Ideal harga terendah:  Rp 2.000/meter kubik.
*PDAM Subsidi  Rp 850/meter kubik  untuk pelenggan tarif terendah Rp 1.150/meter kubik.
*Harga di Kota Kupang;  Terendah Rp 3.000meter kubik, tertinggi Rp 9.000 meter kubik.
Keunggulan  PDAM Ruteng:
Kecuali Wae Decer, semua mata air menggunakan  sistim  gravitasi, sehingga  biaya produksi rendah.
Konsumsi  air bersih/orang/liter/hari di Ruteng;
-Rata-rata nasional: 60 liter/orang/hari
-Rata-rata Ruteng: 100 liter/orang/hari

Grafis  (Data): 10 Mata Air di Ruteng  Dikelola PDAM Ruteng;
1.    Wae Rowang          :30 liter/detik
2.    Wae Reget            : 2,5 liter/detik
3.    Wae Palo                : 2,5 liter/detik
4.    Wae Nggerenggok : 1,5 liter/detik
5.    Wae Lerong            : 8 liter/detik
6.    Wae Mese                : 100 liter/detik
7.    Wae Sosor                : 1 liter/detik
8.    Wae Ces                : 20 liter/detik
9.    Wae  Decer            : 150 liter/detik
10.    Wae Ri'i        : 5 liter/detik
Debit  mata turun di musim kemarau;
1.    Wae Palo; 2,5 liter/detik menjadi 0,5 liter/detik
2.    Wae Nggerengggok:  1,5 liter/detik menjadi 0,5 liter detik
3.    Wae Rii;  5 liter detik menjadi 2 liter/detik
4.    Wae Lerong; 8  liter detik menjadi 1 liter/detik
Potensi;  Tidak  terdata pada  PDAM ada puluhan mata air di Kota Ruteng  dimiliki perorangan dan komunitas adat dan desa dikelola sebagai air swadaya.


Sumber: Pos Kupang 26 November 2015 halaman 1

Tender Obat untuk RSU Johannes Mulai Desember

KUPANG,  PK -Tender obat-obatan di RSUD Johannes Kupang mulai bulan Desember 2015. Dengan demikian, bulan Januari dan seterusnya tidak ada keluhan  soal ketiadaan obat atau kehabisan stok obat-obatan.

"Apalagi DPRD sepakat sudah bisa dilakukan percepatan sehingga Januari 2016 obatnya sudah ada," kata Sekda NTT, Frans Salem, di ruang kerjanya, Selasa (24/11/2015) siang,  seusai memimpin rapat terkait sering habisnya obat di RSUD Johannes  Kupang.

Sekda NTT menggelar rapat dengan menghadirkan Dirut RSU Kupang, drg. Dominikus Mere, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) NTT, dr.  KornelisKodi Mete, Kepala BPJS Kesehatan Kupang, Fransiskus Parera dan beberapa staf di Biro Keuangan Setda NTT.Rapat berlangsung 2,5 jam dimulai pukul 08.00 Wita juga meminta para dokter dan manajemen harus konsisten dan sepakat bersama mengatasi persoalan tersebut. Tak hanya itu, BPJS Kesehatan selaku mitra rumah sakit dituntut konsisten untuk cepat mencairkan klaim yang sudah diajukan rumah sakit.

"Dari rapat bersama itu disepakati beberapa hal untuk mengatasi persoalan sering habisnya obat di rumah sakit. Kesepakatan itu nanti akan ditindaklanjuti dalam bentuk rencana aksi yang akan tertulis dalam beberapa hari ke depan," ujar Salem.

Selain kesepakatan tender obat-obatan, rapat itu juga meminta pihak rumah sakit segera menyusun daftar obat yang diperlukan untuk dibuatkan dalam bentuk buku sesuai formalurium. Obat-obatan yang sudah ditetapkan itu tambah Salem, harus menjadi acuan panitia pengadaan dalam proses tender. Jika ada obat tertentu tidak ada dalam formalurium tetapi dokter dan farmasi menilai obat itu dibutuhkan maka akan dibahas bersama komite medik.

Juga akan dievaluasi resep-resep yang dikeluarkan dokter, apakah sudah konsisten meresepkan obat yang ada dalam daftar obat yang diputuskan. Evaluasi resep dokter itu juga untuk mencaritahu sinyalemen adanya mafia obat. Selain itu dengan mempercepat klaim ke BPJS untuk pembelian obat selanjutnya karena tahap awal pemerintah menyiapkan dana Rp 2 miliar.

"Sudah ada komitmen dari BPJS Kesehatan untuk mengikuti dan mematuhinya.
Saya minta dibuat rencana khusus. Sepuluh hari ke depan sudah selesai dalam bentuk tertulis," tandas Salem. Ditambahkannya, 90 persen pasien di rumah sakit menggunakan BPJS, tetapi ada pasien BPJS yang kurang mampu pasien BPJS yang mampu lantaran mampu membayar iuran yang tinggi.


Menurut Salem, obat tidak bisa dibeli satu kali tetapi secara bertahap. Kalau dilakukan sekaligus obat yang dibeli bisa rusak. "Nanti keberadaan apotek pelengkap juga akan dievaluasi. Kita  harus buka secara jujur sehingga ada ketulusan untuk perbaiki," ungkapnya.

Uskup Agung Kupang, Mgr Petrus Turang meminta Pemerintah Provinsi NTT bertanggung jawab terkait persoalan obat-obatan di RSUD Johannes Kupang.
"Saya doakan dan saya sarankan supaya pemerintah yang memiliki tanggung jawab itu harus membuat reformasi yang baik supaya trisakti dan nawacita yang ada dalam inti pemerintahan di republik saat ini supaya benar-benar dialami masyarakat. Pemerintah harus cepat membenahi," ujar Uskup Turang,  Senin (23/11/2015) sore.

"Manajemen rumah sakit harus membenahi sehingga penata pelayan kesehatan rumah sakit maupun masyarakat yang membutuhkan pelayanan itu mendapatkan pelayanan yang seimbang untuk memulihkan kesehatan," ungkapnya.

Ketua Majelis Ulama Indonesia NTT, Abdul Makarim menegaskan, obat tidak boleh habis di rumah sakit. Kalau obat habis itu berarti alasan yang mengada-ada. Padahal obat itu dianggarkan dalam APBD yang berasal dari uang rakyat.

"Semestinya uang rakyak  itu dibelanjakan untuk kepentingan rakyat. Bukan malah dibelanjakan yang bukan untuk kepentingan rakyat," ujar Makarim kepada Pos Kupang, Senin (23/11/2015) sore. Untuk pembenahan itu, demikian Makarim, manajemen harus menunjuk orang yang benar-benar profesional di bidangnya. Baginya, direktur RSU yang baru harus bisa berbuat banyak dan serius membenahi pelayanan termasuk  pengadaan obat-obatan. (aly)


Alokasikan Rp 27 Miliar


PEMERINTAH pusat melalui APBN tahun 2016 mengalokasikan dana Rp 27 miliar untuk  pengadaan obat-obatan, bahan habis pakai, alat-alat kesehatan dan sarana lainya di RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang.

"Setiap tahun ada bantuan dana dari pemerintah pusat untuk rumah sakit umum Kupang. Tahun depan pemerintah memberikan bantuan dana segar kepada rumah sakit umum Kupang senilai Rp 27 milar," ungkap anggota Komisi IX DPR RI, Charles Mesang yang dihubungi Pos Kupang, Selasa (24/11/2015).

Charles Mesang mengatakan,  bantuan dana segar itu diharapkan dapat mengatasi persoalan obat-obatan yang sering habis di RSU Kupang. "Pemerintah pusat juga membantu Dinas Kesehatan NTT untuk obat-obatan, tapi saya lupa angkanya berapa miliar," katanya.

Terkait pelayanan di rumah sakit, Charles mengatakan, tim Kemenkes sudah dua kali turun ke RSUD WZ Johannes Kupang. Tim Kemenkes merekomendasikan bahwa pegawai di rumah sakit rujukan tersebut terlalu banyak dan ada salah urus
 manajemen. "Saat itu tim meminta pimpinan rumah sakit diganti," katanya.

Charles menilai, gedung RSUD Johannes Kupang sudah tidak layak sehingga perlu dipindahkan ke lokasi lain. Hanya anggarannya belum disetujui pemerintah pusat.
"Untuk pembangunannya pemerintah pusat bantu, tetapi tidak semua. Memang tidak pantas lagi rumah sakit berada di situ. Tenaganya terlalu banyak. Kita malu dengan kondisi rumah sakit saat ini. Untuk pelayanan masyarakat, kami setiap tahun memperjuangkan anggaran di APBN," demikian Charles. (aly)  

Sumber: Pos Kupang 25 November 2015 halaman 1

Jefri Riwu Kore Sinyalir Ada Mafia Obat

KUPANG, PK-Anggota DPR RI, Jefri Riwu Kore mensinyalir ada mafia sehingga ketersediaan stok obat di apotek induk dan apotek pelengkap RSUD WZ Johannes Kupang sering habis. Keluarga pasien terpaksa membeli obat di apotek lain dengan biaya lebih mahal.

"Saya pikir itu tanggung jawab pemerintah. Pemerintah jangan hanya duduk dan lihat masyarakatnya yang susah dan perlu diperhatikan. Jangan sampai ada mafia obat sehingga obat sering habis di rumah sakit," ujar anggota DPR RI dari daerah pemilihan NTT kepada Pos Kupang,  Senin (23/11/2015).

Jefri menegaskan, obat di apotek Rumah Sakit Umum Kupang tidak boleh habis karena pemerintah mengalokasikan dana untuk membelinya. "Kalau pemerintah tahu di sana banyak masyarakat yang susah perhatikan dong dengan sungguh-sungguh. Kalau pemerintahnya tidak ada niat maka akan susah. Pemerintah harus memperbaiki sistem itu," pinta Jefri.

Untuk membantu RSU Kupang terbebas dari persoalan kehabisan obat, kata Jefri, maka anggota DPR RI dapil NTT yang berada di Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan harus bertanggung jawab.  Logikanya, tambah Jefry, pemerintah tidak mungkin kekurangan dana dan tidak miskin.

 "Hal ini harus ditelusuri apakah sistemnya yang lemah, orangnya yang tidak mau kerja atau orangnya yang tidak mau tahu. Kalau orangnya tidak mau tahu maka jangan jadi pimpinan lagi di situ," tandas Jefri.

Ketua DPRD NTT, Anwar Pua Geno menyatakan perlu adanya audit manajemen RSU Kupang terkait persoalan sering habisnya stok  obat-obatan di rumah sakit. Dari audit akan diketahui masalah sekaligus rekomendasi solusinya.

"Perlu ada audit terhadap RSU Kupang sehingga ditemukan apa masalah dan bagaimana solusinya. Dengan demikian kekurangan obat tidak terus terjadi sementara pendapatan selalu melebihi target," ungkap Anwar.

Tak hanya itu, Anwar juga mendesak  manajemen membenahi administrasi keuangan dan pengelolaan pengadaan obat sehingga ketersediaan obat selalu terjamin ada. Bila ada temuan ke arah penyimpangan dan korupsi barulah aparat hukum menyelidiki.  "Saya kira direktur baru perlu kerja keras melakukan pembenahan," ungkapnya.

Semestinya, tambah Pua Geno, manajemen RSUD  Kupang harus menjamin ketersediaan obat. Keluhan pasien selama kepemimpinan direktur sebelumnya hendaknya diperbaiki sehingga tidak terulang lagi di bawah kepemimpinan direktur yang baru drg. Domi Mere.  "Mesti diatasi akar masalahnya, sehingga masalah ketersediaan obat dan buruknya penanganan dan pelayanan tidak terulang kembali.  Apalagi obat menjadi inti pelayanan kepada pasien," kata Anwar.

Ketua Komisi V DPRD NTT, Winston Rondo secara terpisah mengatakan, komisinya merekomendasi manajemen RSU Kupang segera melakukan pemetaan terhadap permasalahan kurangnya stok obat sehingga tidak merugikan pasien. "Termasuk evaluasi sistem e-katalog dalam pengadaan obat, mempercepat proses tender pengadaan obat, alokasi dana obat-obatan sesuai kebutuhan rumah sakit dari pendapatan badan layanan umum daerah," jelas Winston.

Wakil Ketua Komisi V, Moh Ansor menambahkan Komisi V DPRD sangat memprioritaskan alokasi dana untuk belanja obat-obatan. Sehingga tidak ada alasan kekurangan dana untuk pembelian obat. Ke depan  belanja obat dapat dilakukan dengan sistem tahun jamak (multi years).

Branch Manager Kimia Farma (KF) Kupang, Didik Poernomo, Jumat (20/11/2015), meminta agar kekosongan obat di apotek pelengkap jangan dipukul rata tetapi harus dilihat item per item obat mana saja yang tidak tersedia.

Menurutnya, ketiadaan obat di apotek pelengkap bersifat kasuistik dan harus dipastikan dulu apakah hanya tidak ada di apotek pelengkap saja. "Di Kupang kami memiliki delapan outlet apotek yang siap membantu. Bahkan 700 outlet di seluruh Indonesia siap membantu bila di Kupang kehabisan salah satu produk obat tertentu," katanya. 

Ia menjelaskan, apotek pelengkap merupakan apotek yang melengkapi kebutuhan obat Instalasi Farmasi RSUD apabila mengalami kekosongan karena berbagai sebab. Pelayanan yang dilakukan di apotek pelengkap meliputi pelayanan resep umum; resep BPJS Kesehatan khususnya untuk pelayanan obat kronis dan PRB, swalayan farmasi dan alat kesehatan. Ia menambahkan, bila apotek rumah sakit tidak memiliki obat, maka apoteker akan memberikan kopi resep kepada keluarga pasien untuk membeli di apotek pelengkap. Kalau di apotek pelengkap tidak ada juga,  maka dilayani di apotek Kimia Farma yang lain. (aly)

Gubernur: Saya Cek Dulu

GUBERNUR NTT, Drs. Frans Lebu Raya mengatakan akan mengecek terlebih dahulu terkait persoalan obat-obatan di RSUD Prof WZ Johannes  Kupang. Menurutnya manajemen harus segera membenahi dan tidak boleh terulang lagi.

"Nanti saya cek dulu. Kejadian itu harus segera dibenahi dan tidak boleh terjadi lagi. Ini soal di BPJS sehingga kadang-kadang di rumah sakit mengalami kesulitan juga. Ini menjadi perhatian bagi pemerintah," kata Gubernur Frans kepada Pos Kupang, Senin (23/11/2015) sore.

Sekretaris Daerah NTT, Frans Salem menyatakan, Selasa (24/11/2015) hari ini akan menggelar rapat koordinasi terkait kekurangan obat-obatan di RSUD Johannes Kupang. Untuk itu, Sekda telah memanggil Direktur Rumah Sakit Umum Kupang, drg. Domi Mere, Kadinkes NTT, dr. Kodi Mete dan Kepala BPJS Kesehatan Kupang, Fransiskus Parera.

"Mereka sudah saya panggil untuk memperbincangkan masalah obat-obatan yang sering habis di rumah sakit. Besok (hari ini, Red) jam 08.00 di ruang kerja saya rapatnya," ujar Frans Salem, Senin (23/11/2015) malam.

Frans Salem mengatakan untuk pasien BPJS dikonfirmasi dengan pihak manajemen dahulu apakah obat yang diresepkan dokter tidak ada di apotek rumah sakit. Untuk itu harus ditanya kepada pengelola BPJS Kesehatan persoalan sebenarnya, apakah karena obat yang dijamin BPJS tidak ada.

"Saya akan diskusikan dengan BPJS, Dinkes dan RSU untuk mencari jalan keluar. Dari rapat bersama nanti akan terungkap apa sih persoalannya," kata Frans Salem.
Ditanya PAD selalu over target tetapi ironisnya obat tidak ada, Frans mengatakan, dirinya belum bisa komentar banyak sebelum mendengar dari tiga pihak yang berkompeten. "Apa sih persoalan  lalu bagaimana jalan keluarnya. Secepatnya langkah ini harus dilakukan untuk kepentingan masyarakat," kata Frans Salem. (aly)

Sumber: Pos Kupang 24 November 2015 halaman 1

Pasien RS Johannes Beli Obat Lebih Mahal

KUPANG, PK - Lelaki setengah baya  itu keluar tergopoh-gopoh dari halaman RSUD Prof  Dr WZ Johannes Kupang. Berbekal secarik kertas berisi kopi resep ia bergegas menuju arah barat pintu keluar rumah sakit.

Lelaki yang mengaku tinggal di Oebobo, Kota Kupang itu  mencari obat untuk saudarinya yang baru melahirkan. Sebelumnya, dia membawa resep ke apotek rumah sakit namun obat yang diresepkan tidak tersedia.  Tak putus asa, dia menunjukkan resep kepada  petugas di apotek pelengkap yang letaknya hanya sekitar 10 meter dari apotek rumah sakit. Ternyata di apotek pelengkap pun obat itu tidak tersedia.

Ia menanyakan kepada beberapa petugas di apotek itu tempat untuk mendapatkan obat yang diresepkan. Petugas menyebut nama apotek di samping Rumah Sakit Tentara (RST) Wirasakti Kupang yang jaraknya dari RSUD WZ Johannes sekitar 200 meter. Lelaki itu berjalan cepat menuju apotek tersebut.

Betul-betul apes. Di apotek itu juga tidak tersedia stok obat yang diresepkan. Ia menanyakan ke apotek Kimia Farma di depan rumah sakit tipe B tersebut. "Petugas apotek mengatakan obat yang tertera dalam resep tidak ada. Ke mana saya mau cari. Saya bingung karena apotek sebesar Kimia Farma tidak ada," ujar pria yang minta namanya tidak ditulis.

Pemandangan pasien RS Johannes Kupang membeli obat di luar apotik induk merupakan hal yang jamak terjadi saban hari. Beberapa keluarga pasien yang ditemui Pos Kupang, Kamis (19/11/2015) hingga Sabtu (21/11/2015) mengalami hal serupa.  Pos Kupang menjumpai tiga perempuan yang berjalan keluar dari pintu rumah sakit, Jumat (20/11/2015). Mereka beli obat di apotek  luar rumah sakit dengan harga  lebih mahal  lantaran obat yang diresepkan  tidak tersedia di apotek induk rumah sakit itu.

Beberapa sumber di Bagian Farmasi RSUD Prof WZ Johannes  mengaku kekurangan stok obat selalu terjadi karena pihak yang bagian pengadaan obat-obatan tidak memenuhi permintaan obat sesuai rencana. "Kami mintanya seribu malah hanya dikasih 200. Bagaimana cukup untuk bisa melayani kebutuhan obat para pasien," ujar sumber  di RSUD Kupang, Sabtu (21/11/2015) siang. Ia mengatakan perencanaan kebutuhan obat memang selalu ada. Namun antara kebutuhan dan alokasi anggaran tidak seimbang, yang berdampak pada kekosongan obat.

Tak hanya itu, kata sumber tersebut, dulu manajemen rumah sakit acapkali telat dalam mengajukan rencana kebutuhan obat ke Kemenkes. Pengajuan perencanaan kebutuhan obat itu diperlukan agar perusahaan besar farmasi memproduksi obat-obatan sesuai pesanan masing-masing farmasi di seluruh Indonesia.
"Manajemen kerap lambat mengorder item obat-obatan di katalog. Akhirnya jatah RSUD Kupang bisa diambil farmasi rumah sakit daerah lain di NTT," katanya.

Selain itu, lanjutnya, obat kosong bisa terjadi lantaran pembayaran obat yang lambat ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau distributor. Kalau bayar obatnya macet maka PBF enggan mengirim barangnya.

Ditanya kenapa tidak memenuhi kekurangan obat ke apotek pelengkap, menurut sumber itu, bagian farmasi tidak memiliki kewenangan melakukannya kecuali panitia pengadaan. Kalau terjadi kekosongan obat di farmasi, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa karena hanya berperan menerima barang dan menjual.

                Libatkan Dokter

Mantan Direktur RSUD Johannes Kupang, dr.   Yovita Anike Mitak mengatakan, agar tak terjadi kelangkaan obat diperlukan perencanaan yang matang dengan melibatkan para dokter yang selalu memberikan resep obat dan melihat kondisi penyakit yang rutin ada. Perencanaan itu akan mengeliminer kekurangan  stok obat. "Memang kuncinya harus dikelola baik dari perencanaan hingga proses pembelian atau pengadaan," katanya kepada Pos Kupang, Sabtu (21/11/2015)

Ia menambahkan dalam pelayanan rumah sakit ada pelayanan pasien umum dan BPJS. Untuk pasien BPJS, obat-oba sudah ditentukan dalam formularium yang ditetapkan pemerintah dan BPJS. Semestinya rumah sakit fokus pada obat-obatan itu.

"Sering kali obat tidak ada lantaran kondisi obat di distributor yang tidak ada. Untuk itu perlu kerjasama dan komunikasi dengan pihak yang mengadakan obat itu agar bisa membantu dan mendukung kelancaran obat di rumah sakit," katanya.

Ketua Komite Formularium dan Terapi RSU Kupang, dr. Heri Sutrisno, Sp,PD mengharapkan, kekosongan stok obat lantaran kehabisan dana sebelum masa tahun anggaran selesai,  tidak terjadi lagi. Sebab sudah sering terjadi,  baru delapan bulan operasional berjalan, dana pembelian obat di rumah sakit sudah habis.

"Akibat dana obat sudah habis. Akhirnya manajemen menahan dana jasa medik bagi dokter, perawat sehingga menimbulkan persoalan lain hingga berunjuk rasa," ujar Heri saat dihubungi via telepon selulernya, Minggu (22/11/2015) siang.

Ia mengatakan ketersediaan obat di rumah sakit merupakan hal yang ruwet. "Dari farmasi katakan sudah siapkan perencanaan obat tetapi PPK tidak penuhi. Saat PPK ditanya mau beli obat sesuai permintaan tetapi dananya tidak mencukupi. Lalu tanya bendahara,  katanya ada persoalan sehingga dana dialihkan," jelasnya.

Terhadap persoalan itu, kata Heri, langkah pertama yang dilakukan sebagai ketua komite yaitu merevisi formularium obat di rumah sakit dengan mengakomodir obat-obatan yang dibutuhkan para dokter sepanjang obat yang dibutuhkan sesuai katalog yang dikeluarkan Menkes.

Kebutuhan obat semua diakomodir kemudian dimasukkan formularium rumah sakit. Formularium rumah sakit itu nanti menjadikan obat yang diresepkan harus yang ada diformularium. "Jadi tidak ada obat liar dan tidak boleh lagi terjadi permainan obat-obatan," ujarnya.

Selain itu, ujar Heri, setelah dibentuk pejabat pembuat komitmen (PPK) maka  mereka akan mengurus obat formalirum rumah sakit. Degan formularium dapat mengakomodir seluruh kebutuhan obat yang diperlukan pasien dan dokter. Tentunya, panitia pengadaan yang kompeten di bidangnya dengan dasar ilmu farmasi karena akan mudah menyesuaikan dan mengetahui kebutuhan. "Jangan dikasih orang yang ahli listrik malah urus obat-obatan," ungkap Heri.

Ia mengataan tahun ini sudah membuat perencanaan untuk satu tahun anggaran.  Ia sudah memanggil bagian perencanaan namun ternyata masih ada kekurangan dana. Untuk itu diajukan tambahan dana." Kalau sudah klop perencana dan dana maka tidak ada lagi kekurangan obat," imbuhnya.

Ia menambahkan, dahulu memang jumlah item obat yang disediakan sedikit sehingga dokter terpaksa menuliskan resep obat lain lantaran tidak tersedia di rumah sakit. Ke depan kalau ada dokter yang menulis resep di luar obat formularium maka harus dibicarakan dengan komite medik. Kalau sangat vital diperlukan untuk kesembuhan pasien maka akan dimasukkan formularium. Kalau hanya sifatnya vitamin dan tidak menentukan maka akan ditolak. Kalau ada dokter meresepkan obat di luar, demikian Heri, maka semua resep masuk satu pintu di instalasi farmasi. Farmasi rumah sakit berhak mengganti obat sesuai formularium rumah sakit dan tak perlu konfirmasi. (aly)


Ganti Uang Pasien

MANAJEMEN RS Johannes Kupang akan mengganti uang pasien tidak mampu yang
terpaksa membeli obat di luar lantaran stok obat kosong di apotek induk rumah sakit tersebut. Namun, penggantian atau refund uang tidak bisa dilakukan seketika melainkan melalui proses verifikasi.

"Beberapa hari kemarin klaim-klaim itu sudah dibayarkan kepada pasien yang membeli obat di luar apotek rumah sakit. Ada mekanismenya dan ini membutuhkan waktu. Pasien tidak bisa sekonyong-konyong begitu klaim langsung uang pengganti keluar saat itu juga. Butuh evaluasi lagi, apakah item obat itu tidak ada di rumah sakit," ujar Direktur RSUD Kupang, drg. Dominikus Mere, Minggu (22/11/2015) sore.

Untuk menangani proses klaim obat pasien tersebut, Domi berencana  membentuk tim dari bagian farmasi. Sehingga manakala itu terjadi, rumah sakit harus menyediakan budget untuk refund obat-obatan yang dibeli pasien di luar rumah sakit.

Ia mengatakan saat ini yang dirasakan adanya sebagian obat yang diberikan kepada pasien tidak sesuai fomularium sehingga tidak ada di apotek induk. "Kalau terjadi pada pasien tidak mampu  tentu akan menjadi masalah," kata Domi.

Dokter Domi menduga persoalan ketiadaan obat di rumah sakit karena saat perencanaan tidak bisa memprediksi kebutuhan obat beberapa bulan ke depan. Untuk itu dibutuhkan perencanaan obat satu tahun karena hampir sebagian besar obat sudah ada di e-katalog yang dikeluarkan Kemenkes. Manajemen tinggal mencontreng obat yang dibutuhkan dan pabrik sudah menyiapkannya.

Ke depan, bagian instalasi farmasi harus menyusun rencana kebutuhan obat berdasarkan historis penggunaan obat yang lalu maupun berdasarkan jumlah penyakit. Saat ini tim sudah menyusun rencana kebutuhan obat tersebut. Tak hanya itu, pembentukan PPK akan dipercepat dan panitia pengadaan obat sebelum tahun 2016 sehingga proses tender bisa dilakukan sebelum awal tahun anggaran.  

"Kami prioritaskan dari APBD 2016, tidak ada keluhan lagi subsidi silang dari berbagai sumber. Untuk jumlah anggaran yang direncanakan masih sementara disusun," katanya.

Domi menuturkan kekurangan obat di rumah sakit sekitar 20 sampai 30 persen. Kondisi saat ini manajemen tidak memiliki perencanaan obat tahun anggaran 2015 yang dikompilasi dalam satu buku. "Sebetulnya ada tetapi tidak dibukukan sehingga tidak diketahui stok obatnya," ujarnya.

Fungsi apotek pelengkap seperti apa, Domi mengatakan apotek pelengkap harus bisa mendukung apotek rumah sakit. Kalau rumah sakit ada keterbukaan dengan apotek pelengkap maka mereka tentunya bisa optimal.

Ia mengungkapkan keberadaan apotek pelengkap sudah bagus, tetapi keterbukaan supaya dibicarakan tuntas. Terkait resep dokter yang obat-obatnya justru ada di apotek  luar RS Johannes, Dokter Domi menyatakan akan menghidupkan tim pengendali yang dipimpin ketua komite medik. Tim itu  yang  akan mengevaluasi.

"Dokter harus punya hati. Ini dasar fomularium untuk peresepan. Jangan sampai resep yang dibuat item lebih banyak dan tidak ada di apotek," tambahnya. Untuk itu, kata Domi, akan dilakukan audit internal sehingga diketahui siapa dokter yang kerap meresepkan obat di luar fomulariaum dan tidak tersedia di apotek induk rumah sakit. (aly)

News Analasis Husein Pancratius
Mantan Direktur RSUD WZ Johannes Kupang


Sumber Pendapatan

OBAT sebenarnya bisa menjadi sumber pendapatan yang besar bagi rumah sakit jika dihitung selisih harga beli dan harga jual obat. Selisih itu dapat dijadikan sebagai pendapatan untuk menutupi ongkos-ongkos di rumah sakit.

Pembeli obat adalah "pasar" bagi rumah sakit. Kalau manajemen merelakan pasien membeli obat di luar berarti rumah sakit kehilangan pendapatan. Semisal rumah sakit kehabisan stok obat maka manajemen tinggal menghubungi Kimia Farma selaku apotek pelengkap di rumah sakit. Teknisnya manajemen rumah sakit membuat perjanjian dengan Kima Farma sebagai BUMN yang bergerak dalam bidang obat-obatan dan alat-alat kesehatan.

Kalau pasien sampai membeli obat di luar, berarti rumah sakit membuang pendapatan yang seharusnya diterima. Keberadaan apotek pelengkap diperlukan untuk menutupi kekurangan stok obat bila rumah sakit mengalami kehabisan obat. Ini juga berlaku untuk ketersediaan obat-obatan BPJS maupun non BPJS. Tetapi kalau dikasih pihak luar, maka pihak luar yang mengambil untung. Ada apa ini?

Kalau banyak dokter mengeluh sudah menyampaikan kebutuhan obat tetapi tidak dipenuhi manajemen maka perlu dipertanyakan kenapa manajemen tidak memenuhi. Kalau manajemen bilang tidak ada uang, kenapa tidak dikasih ke Kimia Farma yang sudah terikat kerjasama hitam di atas putih?

Saya mengibaratkan manajemen rumah sakit tidak memanfaatkan Kimia Farma sebagai apotek pelengkap seperti waktu hujan tidak dicari tetapi waktu kering baru dicari.  Kalau terjadi pasien membeli obat di luar apotek induk dan pelengkap maka peran apotek pelengkap di RSU Kupang tidak berfungsi.


Untuk kebutuhan obat harus direncanakan berdasarkan surat keputusan direktur. Surat keputusan itu dibuat setelah pembahasan antara direktur dengan para dokter ahli, umum, para medis sehingga menghasilkan daftar esensial obat rumah sakit. Apalagi rumah sakit sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah sehingga tidak perlu menunggu pengesahan APBD.

Akibat ketiadaan obat di apotek rumah sakit, bisa saja menimbulkan dugaan 'permainan' yang dilakukan dokter sehingga pasien terpaksa membeli obat di luar. Modusnya, dokter memberikan resep obat dengan merk tertentu kepada pasien. Tetapi obat tersebut tidak dijual di apotek rumah sakit. Semestinya dalam resep yang ditulis jenis obatnya. Misalnya paracetamol harus ditulis paracetamol bukan menyebut jenis obat bermerk yang di dalamnya terkandung paracetamol.(aly)

Sumber: Pos Kupang 23 November 2015 halaman 1

Layanan Angkot yang Aman, Lancar dan Ramah

Angkot di Kota Kupang
POS KUPANG.COM -  Berikut ini padangan Don Gaspar da Costa, dosen Fakultas Teknik Universitas Widya Mandira Kupang tentang sistem transportasi di Kota Kupang.

Kawasan perkotaan seperti Kampung Bajawa, Kayu Putih, Kelapa Lima, Liliba, Oesapa Selatan, Naioni, Fatukoa, Belo, Naimata, Kolhua dan lainnya yang belum dilayani angkutan umum merupakan kawasan yang  cepat berkembang. Akibat ketiadaan atau minimnya angkutan umum, para penumpang terpaksa berganti moda (angkot) hingga beberapa kali. Mereka  memilih ojek karena tawaran aksesibilitas dan mobilitas lebih tinggi, meski tarifnya relatif lebih mahal.

Sadar atau tidak, ojek yang semula merupakan angkutan alternatif, kini cenderung berubah menjadi jenis angkutan umum utama atau primadona. Realita ini seharusnya menyadarkan kita bahwa esensi pengelolaan sistem angkutan umum harus diperbaiki sedemikian sehingga tujuan pengelolaannya sebagaimana diamanatkan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dapat terpenuhi yaitu selamat, aman, nyaman, lancar dan ramah lingkungan.

Sudah saatnya pemerintah memfasilitasi berbagai upaya pengaturan sistem operasi angkutan umum sehingga tiap elemen terkait bersinergi. Sistem pengelolaan angkutan umum saat ini dikenal dengan model kelembagaan swasta murni. Pemerintah hanya mengeluarkan izin operasi dan trayek serta aspek administratif  lainnya (retribusi), sedangkan seluruh  operasi dipegang swasta.

Bila 10 tahun lalu masalahnya masih sebatas jeleknya kualitas layanan angkutan umum, maka sekarang justru berkembang menuju ambruknya sistem layanan angkutan umum, juga terkait keselamatan pengguna jalan. Pemerintah Kota Kupang memang pernah berupaya mengatur melalui beberapa perangkat hukum operasi namun pola pengaturannya cenderung menyesatkan. Untuk mengakomodir aktivitas angkutan ojek dibangun sejumlah pangkalan ojek. Aneh!!

Sesungguhnya ojek bukan merupakan sarana angkutan umum resmi dan hal tersebut jelas jelas diatur dalam UU 22/2009, tapi kehadirannya malah diakomodir secara berlebihan! Pangkalan ojek pun diletakkan berhimpitan dengan wilayah layanan angkutan umum (pangkalan ojek simpang tiga jalan Timor Raya dan Kelapa Lima, atau pangkalan ojek simpang tiga Oebufu Tofa dan lainnya); bertentangan dengan substansi SK Walikota Kupang sendiri.

Tidak bisa tidak, pemerintah harus mulai melakukan  perbaikan sistem pengelolaanya dengan  mempertimbangkan pengaruh teknis maupun aspek sosial ekonomi, hukum dan lingkungan secara kontekstual. SK Walikota Kupang tentang Penertiban Angkutan Ojek belum menjawab substansi permasalahannya.

Dalam SK Walikota Kupang menyebutkan ojek tidak boleh melayani jasa angkutan melalui rute yang dilayani angkutan umum, namun tidak diikuti kebijakan ikutannya yaitu mekanisme pengawasan dan pengenaan sanksi atas pelanggarannya. Akibatnya, jumlah tukang ojek dan pangkalan ojek semakin banyak. Hal ini menjadi dasar penolakan masuknya angkot ke kawasan strategis dengan jumlah permintaan perjalanan yang tinggi. Dengan demikian, perlu dipikirkan 'model kompensasi' bagi keduanya secara proporsional untuk meredam potensi konflik kepentingan antar tukang ojek dan operator angkutan umum.

Supaya sesuai dengan fungsinya sebagai angkutan alternatif, maka secara legal "kehadiran" ojek perlu diakui sehingga sistem operasinya bisa dikendalikan yaitu meliputi pengaturan 'wilayah operasional dan penjaminan aspek keselamatan dan kenyamanan penumpang'. Ojek sebaiknya hanya melayani perjalanan penduduk dari rumah, tempat kerja, lokasi aktivitas sosial ekonomi lainnya ke tempat tunggu angkutan umum, dan sebaliknya, atau boleh melayani rute angkutan umum secara berimpitan namun hanya setelah selesai masa atau jam operasi angkutan umum.

Kebijakan pengaturan sistem pergerakan di jalan harus didasari konsep perencanaan, pengaturan yang andal, tidak diskriminatif, tidak "meminta korban", tidak menimbulkan un fair competition, tidak menimbulkan persepsi yang salah (stereotip), tidak menimbulkan salah interpretasi (akibat manipulasi data) dan terlebih tidak menimbulkan kebencian bagi kelompok atau pihak tertentu (demagogi). Untuk itu, opsi strategis yang dapat ditempuh antara lain.

Pertama, pemberian kemudahan pengembangan jenis, jumlah, skala dan lokasi aktivitas sosial ekonomi berbasis compact city di kawasan kawasan padat permikiman dan  atau cepat tumbuh dan berkembang yang belum terlayani rute angkutan umum. Hal ini memungkinakn percepatan pertumbuhan aktivitas sosial ekonomi.

Peningkatan tarikan dan bangkitan perjalanan akibat pertumbuhan aktivitas sosial ekonomi tersebut menjadi potensi keuntungan sektor jasa angkutan. Juga bisa mendukung upaya pengaturan aktivitas ojek dan perilaku potong trayek angkot maupun pengaturan jumlah dan rute angkutan umum.

Kedua, pengaturan jumlah atau pangkalan ojek serta rute operasionalnya dimana setiap ojek harus terdaftar, diberi tanda khusus (helm/rompi/plat nomor kendaraan) sehingga mudah dikenali dan dikendalikan kualitas serta wilayah layanannya.
Ketiga, pelibatan peran aktif koordinator pangkalan dan dukungan aparat kepolisian untuk penertiban kualitas dan rute layanan ojek.  Keempat, pengaturan jumlah angkot sesuai jumlah permintaan perjalanan. Penentuan jumlah dan rute angkot tidak saja pada jumlah permintaan minimum perjalanan melainkan juga mempertimbangkan kesesuaiannya dengan pola (waktu dan distribusi) perjalanan. 

Kelima, penertiban perilaku berisiko sopir angkot, termasuk penertiban perilaku potong trayek yang diikuti penindakan (pengenaan sanksi) agar menimbulkan efek jera. Terlihat bahwa keseluruhan opsi tersebut saling kait mengait dan saling memengaruhi. (vel)

Sumber: Pos Kupang 30 November 2015 halaman 1

Janji Dishub Kota Kupang soal Angkot

Angkot di Kota Kupang (2015)
POS KUPANG.COM - Kepala Dinas Perhubungan Kota Kupang, Yogerens Leka, memastikan, adanya pembukaan trayek baru angkutan kota (angkot) ke beberapa wilayah jika hasil kajian tim nanti memungkinkan untuk melakukan hal itu.

"Kemarin waktu sidang fraksi, ada anggota Dewan mengangkat masalah pembukaan trayek baru ke beberapa wilayah di Kota Kupang. Untuk itu awal tahun 2016 kami akan undang Organda dan instansi terkait untuk pengkajian. Jika hasil kajiannya memang sudah seharusnya dibuka trayek ke wiayah dimaksud, maka kami akan buka trayek angkota ke sana," kata Yogerens Leka atau biasa disapa Erens saat dikonfirmasi melalui telepon genggamnya, Jumat (27/11/2015) pagi.

Erens dikonfirmasi mengenai permintaan sejumah masyarakat Kota Kupang untuk bisa membuka trayek angkota baru seperti di Liliba, Naioni, Kampung Bajawa, Kayu Putih, Kelapa Lima, Liliba, Oesapa Selatan,  Fatukoa, Belo dan Naimata.
Menurut Erens, dalam pertemuan itu tentu dikaji mengenai dampak positif dan negatif pembukan trayek ke sejumlah wilayah itu sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan melainkan sama-sama diuntungkan.

"Kami tentu akan melihat dari berbagai aspek, baik untuk masyarakat maupun pengusaha itu sendiri. Paling tidak ada perimbangan pemasukan bagi pengusaha. Jika penumpangnya sedikit tentu pengusaha juga tidak berminat untuk mengoperasikan angkotanya ke wilayah dimaksud. Juga faktor lainnya," kata Erens.

Erens mengatakan, beberapa waktu lalu, pernah ada bus Damri yang dioperasikan di wilayah Naioni untuk mengakomodir permintaan masyarakat di sana. Bus itu hanya beroperasi beberapa waktu  karena ada benturan dengan sopir mobil pick-up. Juga faktor non teknis lain seperti persaingan tidak sehat dimana ada oknum yang memasang paku di jalan sehingga ban bus pecah.

"Ada persaingan tidak sehat. Mobil pick-up yang selama ini melayani masyarakat Naioni dan mengangkut hasil bumi masyarakat menuntut agar barang masyarakat tetap diangkut oleh pick-up," kata Erens.

Erens menambahkan, pernah juga membuka trayek baru untuk wilayah Kelurahan Liliba, namun ada benturan algi dengan para tukang ojek. Hal-hal seperti inilah yang akan dikaji dan dibahas kembali, jika ada rencana pembukaan trayek baru ke depan agar tidak ada benturan. "Semua harus dibicarakan dengan baik," kata Erens.

Mengenai keberadaan ojek, Erens mengatakan, suatu waktu pihaknya juga akan membahas masalah ini  karena ojek bukan angkutan resmi.Ojek seharusnya hanya melayani rute dari gang ke gang saja, tetapi kini sudah beroperasi di ruas jalan besar, seperti membawa penumpang dari Oepura sampai Tarus.

Mengenai trayek angkot lampu 2 yang tidak pernah sampai ke Terminal Belo, Erens mengatakan, hal ini antara lain disebabkan kondisi Terminal Belo yang sudah rusak. "Fasilitas Terminal Belo sudah rusak total sehingga kami sudah usulkan untuk perbaikan sehingga angkota lampu 2 bisa beroperasi samai ke Terminal Belo. Semoga usulan kami bisa diterima," kata Erens. (vel)

Sumber: Pos Kupang 30 November 2015 halaman 1

Sembilan Kelurahan di Kupang Butuh Angkot

Angkot di Kota Kupang
POS KUPANG.COM, KUPANG, PK- Sebagian besar warga yang bermukim di sembilan kelurahan di Kota Kupang membutuhkan transportasi umum angkutan kota (angkot). Kesembilan kelurahan itu yakni Kelurahan Kayu Putih, Liliba, Oesapa Selatan, Naioni, Fatukoa, Belo, Kolhua, Naimata dan Fatufeto.

Akibat ketiadaan angkot, pengguna jasa harus berjalan kaki antara 1 hingga  3 kilometer lebih untuk mendapatkan angkot atau ojek. Masyarakat mengharapkan Walikota Kupang, Jonas Salean memperhatikan hal ini.

Agustina (15), siswi sebuah SMP di Kupang, pekan lalu mengungkapkan, dirinya setiap hari pukul 06.15 Wita harus tinggalkan rumah di Kelurahan Liliba untuk ke sekolah. Agustina mesti berjalan kaki sekitar 1,5 km untuk sampai di jalur angkutan kota (angkot) di Bundaran PU, tak jauh dari Jembatan Liliba. Bukan hanya Agustina, masih banyak  pelajar, mahasiswa dan pegawai yang berjalan kaki ke tempat angkot melintas secara reguler.

Agustina harus `bersaing' dengan banyak orang dengan latar belakang berbeda untuk cepat sampai di jalur angkot setiap pagi.  Pulang sekolah pun, Agustina harus berjalan kaki hingga 1,5 km  di bawah sengatan terik matahari kembali ke rumahnya. 

Sarana tranportasi umum berupa angkot  menjadi kebutuhan prioritas warga Liliba dan warga di sejumlah kelurahan lainnya di Kota Kupang. Hingga tahun 2015, belum ada jalur angkot yang sampai ke sejumlah wilayah seperti Kelurahan Naioni dan Belo berjarak sekitar 3 Km dari perempatan jalur 40. Mereka harus rela berjalan kaki atau menumpang ojek atau mobil bak terbuka pick-up yang dimodifikasi mirip angkot.

Margarita Pellondou-Seran, warga RT 05, RW 2 Kelurahan Belo, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, ditemui di kediamannya, Kamis (26/11/2015), mengaku sebelum memiliki sepeda motor, dia dan keluarganya selalu berjalan kaki sejauh hampir 2 km untuk bisa sampai ke perempatan jalur 40 agar bisa menumpang angkot untuk keperluan belanja dan kegiatan lainnya di Kupang.

Beberapa tahun lalu, dia dan warga Belo lainnya bisa menumpang  mobil pick-up. Terkadang mereka harus menumpang ojek jika tidak `kebagian' pick-up. Namun masih banyak juga warga lain di Belo yang tetap memilih berjalan kaki hingga ke jalur 40 karena biaya transportasi ojek mahal dan sering tak kebagian pick-up.

"Tentunya kami punya kerinduan agar bemo (angkot, Red) bisa masuk sehingga biayanya bisa lebih lebih murah ketimbang pick-up dan ojek. Dulu pernah ada yang masuk sampai ke Terminal Belo namun tidak ada lagi karena lebih senang berputar di jalur 40. Akibatnya warga Belo selalu kesulitan sarana transportasi," kata Margarita yang biasa melakukan pelayanan rohani.

Hal senada disampaikan ketua RT 05 RW 02 Kelurahan Belo, Thobias Pellondou. Menurut dia, masyarakat Belo mengharapkan angkot lampu 2 bisa masuk hingga  Terminal Belo. Usulan tersebut dan permintaan perbaikan jalan ke gang, selalu diusulkan dalam musrenbang namun berlum terealisasikan hingga saat ini. "Kami berharap Terminal Belo difungsikan kembali sehingga bemo (angkot) dari Kupang bisa masuk sampai ke Terminal Belo dan masyarakat bisa terlayani," kata Thobias.

Stefanus, warga Kelurahan Kolhua mengaku kecewa terhadap pemerintah yang tidak membuka  rute angkot Kolhua -Kupang. Padahal wilayah Kolhua sudah berkembang dengan penambahan penduduk dan perumahan di sana.

"Dulu tahun 1980-an ada angkot yang ke Kolhua, namun sudah tidak ada lagi. Harusnya pemerintah membuka rute ke Kolhua lalu mengarahkan pengusaha untuk melayani di sana. Saya yakin, jika angkot rutin masuk ke Kolhua maka masyarakat sangat terbantu. Kalau numpang ojek dari Kupang ke Kolhua biayanya mulai Rp 15.000 sampai Rp 25.000. Kami sangat kesulitan," kata Stefanus.

Kondisi yang sama dialami Benyamin, warga Fatukoa, yang berharap ada rute angkot yang melayani rute jalur 40 -Naioni -Fatukoa -Tenau Bolok. "Saya lihat ruas jalannya sudah bagus, tapi kenapa belum ada rute ke wilayah itu. Tolonglah Pak Walikota, kami butuh angkot," kata Benyamin.

Kesulitan jasa transportasi juga dialami masyarakat di Kelurahan Kayu Putih, Oesapa Selatan, Naioni, Naimata dan lainnya. Padahal jika dilihat dari letak kelurahan- kelurahan tersebut tak jauh dari pusat Kota Kupang.

"Saya lebih baik berjalan kaki ke jalur angkot daripada naik ojek. Selain karena biayanya mahal, saya juga khawatir karena ada pengalaman teman saya diganggu tukang ojek. Memang tidak semua tukang ojek seperti itu namun paling tidak harus ada penertiban dan pendataan sehingga kami pmerasa aman saat menggunakan jasa ojek," kata Lili, warga Kupang.

Warga lainnya berharap Walikota Kupang saat supaya menyelesaikan persoalan angkot ini sebelum Pilkada Kota. Sedangkan Dele, warga Tofa, berharap DPRD bisa mendengar dan menindaklanjuti kebutuhan masyarakat akan jasa tranposrtasi umum.

"DPRD jangan urus masalah politik, ekonomi, hukum, tapi tolong lihat juga kebutuhan transportasi untuk masyarakat Kota yang wilayahnya belum ada rute angkota," kata Dele.

 Transportasi Alternatif

Akibat  ketiadaan rute angkot di sejumlah wilayah Kota Kupang,  muncul jasa transportasi alternatif seperti mobil pick-up dan jasa ojek. Theresia, Is Taibonat, Lazarus Bana, Dikson, warga Baun, Kabupaten Kupang  ditemui di atas mobil pick- up Sabtu (28/11/2015) sore meminta Walikota Kupang menyediakan alat transportasi untuk warga Belo. "Kasihan orang Belo, sering ebutan naik pick-up,"  kata Theresia.

Berto, sopir pick-up Techno mengatakan jumlah pick-up ke Baun memang banyak namun tetap saja kurang karena mobil itu juga mengangkut penumpang asal Belo.
"Pick-up jalan mulai pukul 05.00 Wita sampai pukul 18.00 Wita. Kami juga mengangkut penumpang Belo," kata Berto yang dibenarkan Donal, sopir Reyhan.

Mobil pick-up adalah angkutan umum yang melayani masyarakat Baun, Kabupaten Kupang. Pick-up melayani warga Baun yang hendak ke Kota Kupang. Namun, pick up ini juga digunakan masyarakat Belo, Kota Kupang karena melewati wilayah itu.
Pick-up beroperasi sejak tahun 1990-an. Tarifnya berkisar antara Rp 3.000 hingga 10.000. Di Kota Kupang, mobil mobil pick-up menunggu penumpang di depan kampus lama Undana Kupang di Jalan Soeharto.

Pick-up sebenarnya mobil angkutan barang. Bagian atap belakang dipotong lalu dipasangi terpal hingga terlihat lebih terbuka dibandingkan angkot. Tempat duduk penumpang pun dari kayu dan semua menghadap ke depan. Penumpang naik dari belakang.  Sejumlah aksesoris pick-up pun dibuat menarik seperti tulisan dan stiker di depan dan samping.

Begitu juga dengan hiasan di kaca depan. Bahkan ada yang dilengkapi televisi kecil,  tape serta sound system.Sementara moda transportasi ojek juga sangat banyak. Pangkalan ojek terdapat di sejumlah wilayah kelurahan. Jasa ojek mengantar penumpang ke mana saja sesuai kesepakatan harga antara penumpang dan ojek. Ojek tidak hanya melayani penumpang dari gang ke gang namun masuk ke ruas jalan besar dan jalan utama di Kota Kupang. (vel)

Sumber: Pos Kupang 30 November 2015 hal 1

Catut Nama Presiden dan Wakil Presiden

Setya Novanto (kedua dari kiri)
DALAM sepekan terakhir, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI asal  Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Setya Novanto  menjadi pusat sorotan publik. Politisi asal Partai Golkar yang menjabat ketua DPR tersebut diduga mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika  bicara tentang perpanjangan kontrak karya tambang PT Freeport Indonesia.

Pencatutan nama presiden dan wapres dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),  Sudirman Said  kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Senin (16/11/2015) lalu.

Dalam laporannya ke MKD, Sudirman menyebut Setya Novanto bersama pengusaha bernama Reza Chalid menemui bos PT Freeport sebanyak tiga kali. Pada pertemuan ketiga 6 Juni 2015, Novanto meminta saham sebesar 11 persen untuk presiden dan 9 persen untuk wapres demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport.

Setya  Novanto juga meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang akan dibangun di Timika dan meminta PT Freeport menjadi investor sekaligus off taker (pembeli) tenaga listrik yang dihasilkan dalam proyek tersebut. Sudirman turut menyampaikan bukti berupa transkrip pembicaraan antara Novanto, pengusaha, dan petinggi  Freeport.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Sudirman Said sudah menyerahkan rekaman percakapan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha yang disebut bernama Reza Chalid dan petinggi PT Freeport berinisial MS ke MKD. Dalam rekaman itu, Novanto dan Reza diduga berupaya meminta jatah saham ke PT Freeport dengan menggunakan nama presiden dan wakil presiden. Rekaman itu diserahkan melalui staf khusus Menteri ESDM Said Didu dan Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Hufron Asyrofi di  ruang sekretariat MKD di Senayan, Jakarta, Rabu (18/11/2015). "Ini rekaman asli, orisinal," kata Said Didu.

Publik kini menunggu langkah MKD merespons laporan Sudirman Said. Kredibilitas mahkamah kehormatan itu diuji. Apakah  serius melakukan penyelidikan secara obyektif  serta memberikan rekomendasi yang patut atau justru sebaliknya. Perlu diingat bahwa kasus ini  terang-benderang. Setya Novanto sendiri mengakui pernah bertemu pimpinan PT Freeport Indonesia meskipun dia membantah catut nama presiden dan wapres untuk minta saham.

Kita berharap pengungkapan masalah ini berlangsung secara transparan. MKD tidak boleh menutup-nutupi fakta yang sesungguhnya terjadi. Bila terbukti benar Setya Novanto mencatut nama presiden dan wapres untuk mendapatkan saham, kepadanya perlu diberikan sanksi yang setimpal sesuai ketentuan yang berlaku. Kalau yang terjadi sebaliknya maka nama baik Setya Novanto harus dipulihkan.

Kuncinya adalah kejujuran. Mereka yang ada di Mahkamah Kehormatan Dewan harus jujur. Demikian pula tokoh utama Setya Novanto. Kita harapkan Setya Novanto wajib mengungkapkan fakta apa adanya. Tidak boleh berkelit, menutupi sebagian atau seluruhnya. (*)


Sumber: Pos Kupang 21 November 2015 hal 4

Dua Tahun Terkurung di Rumah

KITA kembali mendengar kabar sedih tentang nasib tenaga kerja asal Provinsi  Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengadu nasib di negeri orang. Impian Yovita Nurtin (40)  mendapatkan gaji sebesar Rp 1,9 juta per bulan di Kelantan, Malaysia tak kesampaian. Dua  tahun lebih merawat wanita jompo, Yovita  tak  dibayar selembar ringgit pun oleh majikannya bahkan dia terkurung saja di dalam di rumah.

Warga Kampung Wongka, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satarmese Barat Kabupaten Manggarai ini merasa beruntung  telah dikeluarkan dari rumah majikan kemudian diantar ke agen di Kelantan. Dari sana dia diberangkatkan ke Kuala Lumpur kemudian diterbangkan ke Jakarta, Kupang, Labuan Bajo. Yovita diantar petugas BP3TKI Kupang sampai  ke Ruteng, Rabu (4/11/2015) lalu.

"Dua tahun lebih sejak Februari 2013, saya ada di dalam rumah majikan saja dengan wanita jompo. Tugas saya sapu, pel, masak dan rawat orangtua itu. Tapi saya juga tidak kenal nama  wanita jompo itu dan majikan saya,"  kisah Yovita kepada Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Manggarai, Drs. Rafael Ogur dan petugas BP3TKI Kupang, Riani Karim serta Sonya Simorangkir di Ruteng, Kamis (5/11/2015).

Yovita mengatakan, selama dua tahun lebih dia dilarang keluar dari rumah. Bahkan sekadar ke jalan raya untuk melihat keadaan sekeliling.  Pintu  dan pagar rumah tinggi. "Gaji saya tidak dibayar," ujarnya.

Tenaga kerja asal NTT mendapat perlakuan buruk oleh majikan  merupakan kabar yang berulang. Yovita boleh merasa beruntung bisa pulang dalam keadaan sehat. Tidak ada kekerasan fisik yang menderanya. Ada yang nasibnya jauh lebih buruk daripada Yovita. Selain tidak mendapatkan gaji, mereka juga dianiaya hingga cacat. Sebut misalnya kasus Nirmala Bonat yang menarik perhatian publik negeri ini beberapa tahun silam.

Setiap kali mendengar masalah tenaga kerja di mancanegara, kita tak bosan-bosan mengingatkan lagi tentang pentingnya  perlindungan bagi para pahlawan devisa tersebut. Negara (pemerintah)  tidak boleh tinggal diam melihat tenaga kerja kita diperlakukan secara tidak adil.

Dalam kasus Yovita Nurtin, perlu segera ditelusuri siapa agen yang merekrut dia dari Kampung Wongka, Manggarai sampai dipekerjakan pada majikan di Kelantan, Malaysia. Agen tidak boleh lepas tangan begitu saja. Bagaimana pun Yovita sudah menjadi korban. Bayangkan, dua tahun lebih bekerja tanpa dibayar sepeser pun! Agen perekrut tenaga kerja yang tidak profesional harus mendapatkan sanksi setimpal.
Dari kasus Yovita, kita  menggarisbawahi pentingnya  peran pengawasan dari pemerintah, DPRD serta kelompok masyarakat sipil  terhadap perusahaan pengerah jasa tenaga kerja yang beroperasi di daerah ini. 

Pengawasan melekat dan berkesinambungan merupakan kebutuhan mengingat tingginya jumlah tenaga kerja asal NTT yang berangkat ke luar negeri, terutama negara tujuan Malaysia. Sudah berulangkali pemerintah daerah ini kecolongan. Pemerintah baru terkejut dan beraksi setelah mengetahui ada kasus TKI asal NTT yang disekap, diperlakukan tidak adil oleh agen perekrut atau majikan mereka.

Kiranya menjadi tekad semua pemangku kepentingan di NTT untuk bekerja lebih baik  terkait  ketenagakerjaan  agar kasus seperti dialami Nirmala Bonat dan Wilfrida Soik tidak terjadi lagi di masa depan. *

Sumber: Pos Kupang 9 November 2015 hal 4

Polda NTT Terburuk dalam Pelayanan STNK

Hasil observasi layanan publik Indeks Tata Kelola Polri tahun 2014 menunjukkan,  Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT) berada di posisi terakhir pada layanan publik lalulintas dan intelkam dengan nilai 1.661.

Dalam pelayanan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Polda NTT berada pada urutan 31 alias nomor buntut  dari seluruh Polda di Indonesia  dengan nilai 500 dan 287.  Sedangkan dalam hal pelayanan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB)  berada di posisi 30 dari 31 Polda dengan nilai 412. Dan, untuk pelayanan SIM, rapor Polda NTT masih jauh dari menggembirakan yaitu nilai 462 atau berada di posisi 29 dari 31 Polda di Indonesia.

Hasil ITK Polri dari bulan Januari-Desember 2014 itu disampaikan Program Manager Security, Justice and Human Rights Kemitraan Partnership Governance Reform in Indonesia, Dr. M. Gaussyah, SH, MH, dalam pertemuan dengan jajaran Polda NTT di Kupang, Kamis (19/11/2015) pagi.

Ditemui Pos Kupang seusai pertemuan itu, Gaussyah menjelaskan, penilaian ITK itu dilakukan Kemitraan Partnership terhadap 31 dari 32 Polda di Indonesia, minus Polda Papau Barat. "Saya sudah sampaikan hasil ITK kepada Kapolda NTT dan jajarannya. Saat itu dihadiri Wakapolda NTT beserta sejumlah direkturnya, termasuk para Kapolres se-NTT. Hadir juga kepala Perwakilan Ombudsman NTT," jelas Gaussyah.

Menurut Gaussyah, untuk keseluruhan ITK Kepolisian, rata-rata nasional seluruh Polda di Indonesia bernilai 5,693 atau kategori sedang. Sedangkan pada rata-rata nasional, Polda NTT juga masuk dalam kategori sedang dengan indeks 5,008.

Menjawab Pos Kupang, Gaussyah mengatakan, berdasarkan hasil indeks ITK, Polda NTT masih kelompok lima terbawah. Dari urutan 27 hingga 31 ditempati Polda Sulawesi Tenggara, Polda NTT, Polda Bangka Belitung, Polda Maluku Utara dan terakhir  Polda Papua. "Indeks ITK ini menyasar sembilan satker di setiap Polda NTT yang meliputi satker reskrimum, reksrimsus, resnarkoba, binmas, lalin, shabara, intelkan, Pol Air dan SDM," kata Gaussyah.

Gaussyah merincikan, dari sembilan satker di Polda NTT itu sebenarnya nilai terendah ada di Reskrimum yakni 2,79 diikuti Intelkam (3,78), Pol Air (4,24), Reskrimsus (4,74), SDM (4,94), Bimas (5,85), Shabara (6,04), Resnarkoba (6,26) dan Lalin (6,43).  Untuk Polda NTT, demikian Gaussyah, nilai terendah ada di Reskrimum dan nilai tertinggi di Lalin.

 "Namun,  dari nilai itu kita tidak bisa mengatakan bahwa Reksrimum terendah atau Lalin tertinggi, karena 9 satker di satu Polda itu tidak bisa dibandingkan karena indikator penilaiannya berbeda. Perbandingan hanya bisa dilakukan antar satker di seluruh Polda di Indonesia. Karenanya perbandingan nasional untuk 31 Polda, satker Polair terendah dengan nilai 5,20 dan nilai tertinggi di satker lalin yakni 6,71," kata Gaussyah.

Apa saja yang dinilai dalam ITK Kepolisian, Gaussyah menyebutkan, ada tiga sumber data. Pertama, data objektif dimana kekuatan bobot pengukurannya 70 persen. Kedua, data persepsi  masyarakat dari hasil pertemuan atau wawancara langsung tim ITK dengan kuisioner. Ketiga, data obeservasi layanan publik.

Menurut Gaussyah, rekomendasi ITK Kepolisian  yakni pertama, harus ada atensi dari pusat atau perhatian serius dari Mabes Polri. "Karena hasil ITK ini tak semata hanya dibebankan kesalahan pada Polda semata. Karena tidak semua kebijakan diambil oleh Polda. Contohnya SDM. Rasio kecukupan polisi ideal dan riil, kurang 50 persen. Artinya, Kapolda minta tambahan tapi tidak dibenuhi maka imbasnya polda dimaksud nilainya akan buruk terus," kata Gaussyah.

Menurut Gaussyah, SDM polisi sangat berkontribusi besar kepada kompetensi seberapa besar anggota yang bertugas dalam satker itu pernah mengikuti pendidikan spesialis. Dan hal ini yang menentukan adalah mabes. selain itu sarana prasarana pun menjadi kendala dan harus jadi perhatian.

Rekomendasi kedua, demikian Gaussyah, harus ada sinergi bukan saja di pucuk pimpinan. Namun sinergi itu harus terjadi antara pimpinan sampai level terbawah di Polda NTT. Gaussyah menambahkan, ada yang tidak fair dari kegiatan ITK itu sendiri khususnya di wilayah Polda NTT. "Ternyata sosialisasi mengenai ITK belum sampai. Harusnya mabes bisa menginformasikan tentang kegiatan ITK yang baru tahap uji coba ini," katanya.

Apakah harus ada ISO untuk bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik di Polda NTT, Gaussyah mengatakan, tidak harus ada ISO 9001:2008 tentang manajemen mutu. "Tidak harus ISO 9001:2008, setidaknya punya standar manajemen mutu sehingga pelayanan bisa berjalan baik," katanya.

Sejak Tahun 2014

Lebih lanjut Gaussyah mengatakan, ITK Kepolisian merupakan tindaklanjut MoU tahun 2014 antara Mabes Polri dengan Kemitraan Partnership Governance Reform in Indonesia. Lembaga kemitraan ini berdiri sejak tahun 2000. ITK sudah disampaikan saat soft launching 12 Agustus 2015 pada apel kasatwil di Jakarta yang dihadiri para Kapolda dan grand launching tanggal 20 Oktober 2015.

Hasil ITK ini, demikian Gaussyah,  akan disampaikan kepada Kapolri untuk menjadi bahan evaluasi dan tindaklanjut. Tidak penting ada tidaknya sanksi bagi Polda yang memiliki nilai rendah. Karena yang penting bagi peneliti kinerja setiap Polda bisa lebih baik dengan indeks naik dan pelayanan naik.

"Paling tidak jika tahu penilaian ITK-nya kurang baik maka pasti ada rasa malu dan bisa segera memperbaikinya. Saya lihat Kapolri dan Wakapolri punya komitmen. Bisa jadi ada teguran ntuk Polda sampai mungkin bisa Kapoldanya dipindahkan ke tempat lain jika tidak bisa meningkatkan kualitasnya. ITK adalah alat evaluasi bagi Kapolri. Hal ini disampaikan Kapolri saat launching," kata Gaussyah. 

"Kapolda NTT ini teman saya waktu di Aceh. Namun dalam penilaian ITK, kami objektif. Tidak ada neko-beko. Mekanisme pengambilan data dilakukan oleh beberapa orang, lalu data diinput dua peneliti lain dan cleaning data pun dilakuakn peneliti lain," ujarnya. (vel)

Sumber: Pos Kupang 20 November 2015 hal 1


Eriadi Sebut Banyak Perubahan Pelayanan STNK

POS KUPANG. COM  -Direktur Lalu Lintas (Dirlantas)  Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Kombes Pol. Dr. Eriadi menyatakan sudah banyak perubahan yang dilakukan jajarannya terkait pelayanan STNK, SIM, TNKB dan BPKB. Perubahan itu dilakukan dengan merombak sistem pelayanan serta meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan.

"Sekarang sudah banyak perubahan yang kami lakukan. Temuan yang disampaikan itu berlangsung saat tahun 2014. Dahulu terkendala lantaran menggunakan sistem manual. Saat ini sudah diubah dengan sistem online. Jadi pelayanan lebih cepat," ujar Eriadi kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat (20/11/2015) sore.

Eriadi mengemukakan hal itu menanggapi hasil observasi layanan publik Indeks Tata Kelola Polri tahun 2014 yang  menunjukkan,  Kepolisian Daerah (Polda) NTT  berada di posisi terakhir pada layanan publik lalulintas dan intelkam dengan nilai 1.661. 

Dalam pelayanan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), Polda NTT berada pada urutan 31 alias nomor buntut  dari seluruh Polda di Indonesia  dengan nilai 500 dan 287.  Sedangkan dalam hal pelayanan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB)  berada di posisi 30 dari 31 Polda dengan nilai 412. Untuk pelayanan SIM, rapor Polda NTT masih jauh dari menggembirakan yaitu nilai 462 atau di posisi 29 dari 31 Polda di Indonesia.

Hasil ITK Polri dari bulan Januari-Desember 2014 itu disampaikan Program Manager Security, Justice and Human Rights Kemitraan Partnership Governance Reform in Indonesia, Dr. M. Gaussyah, SH, MH, dalam pertemuan dengan jajaran Polda NTT di Kupang, Kamis (19/11/2015).

Eriadi menceritakan semenjak menjabat Dirlantas, dia mencanangkan perbaikan sistem agar pelayanan cepat, transparan dan akuntabel. "Selain membenahi sistem saya juga menindaklanjuti berbagai temuan dari tim Mabes Polri. Buktinya, anggota yang terlibat dalam kasus diproses hingga pengadilan," kata Eriadi.

Dijelaskannya, perbaikan pelayanan secara online sangat efektif. Dia memberi contoh, dengan sistem online sebanyak 25 ribu BPKB yang belum diserahkan ke pemilik kendaraan dalam tenggang waktu satu hingga dua tahun,  dapat terselesaikan hanya dalam waktu dua bulan.

Demikian pula tunggakan  STNK yang belum tercetak sebanyak 15 ribu dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB)  sekitar 75 ribu bisa diselesaikan.  Tak hanya sistem yang diubah, sumber daya manusia juga ditingkatkan. Dahulu hanya satu orang untuk pelayanan BPKB dan sekarang 14 orang yang siap melayani  BPKB.

"Faktanya TNKB satu hari mampu cetak 2.000 plat serta STNK sudah bisa online untuk perpanjangan seluruh kabupaten," katanya.  Eriadi mnambahkan, meski Polda NTT berada pada peringkat 28, tetapi nilai kinerja Ditlantas Polda NTT sebesar 6,43 merupakan yang tertinggi di seluruh Indonesia.

Sementara itu, sejumlah pemilik kendaraan yang ditemui secara terpisah, Jumat (20/11/2015), mengungkapkan pengalaman berbeda saat mengurus STNK, BPKB dan lainnya. Ada yang mendapat pelayanan baik, ada pula yang sebaliknya.

"Saya urus STNK sepeda motor tahun 2014, saya bayar sebesar Rp 250 ribu. Saya tidak mendapatkan kesulitan," kata warga SoE, Silas Tefu, S.Pd. Hal senada disampaikan warga Kota Kupang, Yance Bahan dan Ambrosius Laus.

Hal berbeda disampaikan Yohanis Dira, warga Kelurahan Manutapen Kupang. Menurut dia, pelayanan STNK masih relatif lama."Ada alasan dari petugas sehingga lama sekali baru kita peroleh STNK. Alasan itu seperti  masih sibuk dengan urusan lain," kata Dira. Dira mengatakan, pemilik kendaraan mengharapkan pelayanan yang cepat dan biaya sesuai ketentuan. (aly/yen/meo/yel)

Sumber: Pos Kupang 21 November 2015 hal 1

8 Bulan Perawat Cemas Tunggu Uang Jasa

ilustrasi
 Delapan bulan sudah para perawat,  dokter dan pegawai RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang harap-harap cemas menunggu pembagian uang jasa medik yang menjadi haknya. Mereka juga menilai manajemen RS tersebut tidak adil dalam pembagian uang jasa medik.

"Pembagian terakhir itu agak kacau karena ada petugas yang masih sekolah dan tidak bekerja juga dapat uang. Persoalan lainnya adalah pembagian dihitung sesuai masa kerja. Misalnya saya sudah 20 tahun sama seperti orang yang masa kerjanya baru lima tahun masa kerja. Itukan tidak adil. Tahun 2015 ini saja kami baru terima jasa untuk bulan Januari sampai Maret," kata seorang perawat yang ditemui di RSUD W. Z. Johanes Kupang, Rabu (11/11/2015).

Perawat yang enggan ditulis namanya menjelaskan, ada beberapa kelompok di RSUD Kupang yakni, pertama dokter spesialis, kedua dokter umum, perawat, administrasi dan kelompok penunjang lain.  Selain itu terdapat juga karyawan yang bekerja dengan tingkat risiko tinggi misalnya di kamar operasi dan cuci darah, laboratorium, kamar bersalin atau UGD yang pasiennya datang sudah tidak sadarkan diri serta berlumuran darah. Petugas di tempat yang berisiko ini bisa saja ditularkan penyakit dari pasien.

"Nah orang-orang yang  berisiko terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien harus diperhatikan serius, karena itu akan berdampak pada kinerja. Artinya kalau pun ada perbedaan dengan yang lain tetapi perbedaan  itu tidak harus seperti langit dan bumi. Jadi jangan sama rata semua," jelas perawat yang bertugas di salah satu bangsal itu.

Perawat lainnya yang ditemui secara terpisah juga berkisah, manajemen di RSUD Kupang terkesan mengabaikan asas proporsionalitas dalam pembagian jasa.  Pembagian jasa medik dilakukan serampangan tanpa melihat siapa menghasikan apa dan seperti apa risiko yang dialami petugas medis itu.

Proporsionalitas  itu juga diakui seorang dokter yang menilai yang mengerti tentang proses pembagian jasa di RSUD Kupang. Namun, asas proporsionalitas itu ditabrak manajemen "lama" dengan menyimpan SK Gubernur tentang proporsi pembagian jasa di RSUD Kupang. Namun, SK Gubernur itu disimpan di dalam laci kerja dan menerbitkan SK Direktur yang bertentangan sama sekali dengan SK Gubernur.

"Anehnya, kita di RSUD ngotot menggunakan SK Direktur sebagai rujukan, padahal SK tersebut bertentangan dengan SK Gubernur NTT yang posisinya lebih tinggi. Semua orang di RSUD Kupang tahu SK Direktur itu bertentangan dengan SK di atasnya. Hanya tidak mau omong saja," ujar dokter yang minta nama dirahasiakan.

Keluhan lain juga dituturkan seorang dokter umum di RSUD Johannes Kupang. Dikatakannya, pembayaran insentif untuk dokter umum dan spesialis biasanya dilakukan pertiga bulan untuk pembayaran dua bulan. Uang insentif untuk bulan Januari dan Februari dibayarkan bulan Maret atau April 2015.

Untuk dokter umum, uang insentifnya Rp 750.000 per bulan. Sedangkan dokter spesialis menerima insentif sebesar Rp 3 juta dan mulai 1 Oktober 2015 naik menjadi Rp 5 juta per bulan. Untuk insentif jaga dokter umum di UGD dan di ruangan  dibayarkan setiap bulan secara rutin.

"Kami berharap agar insentif dokter umum juga bisa dinaikkan sehingga bisa adil. Tidak harus sama, tapi paling tidak ada kenaikkan. Karena bagaimana pun dokter umum yang pertama menyambut pasien di depan pintu dan menanganinya. Dokter spesialis baru datang jika ditelepon ada pasien," kata dokter umum ini sembari berharap agar uang jasa medis dan insentif bisa dibayarkan secara rutin setiap bulan.

Mengenai persoalan keterlambatan pembayaran uang jasa medik dan insentif itu, dokter umum ini mengatakan, sudah sering dibicarakan dengan manajemen termasuk melakukan aksi. Sepertinya persoalan tidak pernah bisa ditangani.

Dia menduga, manajemen tidak respek terhadap keluhan dokter dan perawat meski seringkali disampaikan secara berulang dalam pertemuan rutin yang biasa dilakukan setiap hari Kamis pukul 07.30 hingga pukul 09.00 Wita di Aula RSUD Kupang.
Sedangkan dokter spesialis mengatakan, besarnya jasa medik tergantung banyaknya dokter menangani pasien dan sesuai kelasnya. Besarnya uang jasa medik, sesuai banyaknya pasien yang dilayani dan di kelas mana dilayani. 

Hingga bulan November 2015 ini, jasa medis dokter spesialis belum dibayarkan sama sekali. "Jasa medis bulan Januari sampai Mei 2015, baru mau dibayarkan saat ini," kata dokter spesialis ini.

Menurutnya, masalah yang dialami para dokter spesialis di rumah sakit ini banyak sekali, seperti keterlambatan pembayaran dana insentif dan jasa medis, juga pemberian fasilitas dan sarana prasana seperti rumah dinas, mobil dan uang bensin. Hal seperti itu membuat para dokter umum atau dokter spesialis menjadi `gerah'. Akhirnya bekerja di rumah sakit lain, karena memang peluang dan kesempatan ada.
Menjadi persoalan besar, jika akhirnya para dokter di RSUD Kupang itu tidak melaksanakan tugas pokoknya di RSUD Kupang, namun lebih banyak menghabiskan waktu melayani pasien RSUD swasta. Akibatnya banyak pasien di RSUD Kupang terlantar seperti vicite pasien rawat inap baru dilakukan di atas jam 10.00 Wita. Hal ini membuat pelayanan pasien di RSUD Kupang tidak maksimal dan terkesan buruk. Pasien harus menunggu berjam-jam setelah mengambil nomor antiran di loket karena dokter masih mencari tambahan uang di rumah sakit lain.

"Pemerintah dan RSUD Kupang harusnya jangan menutup mata terhadap nasib dokter spesialis, dokter umum juga para perawat. Berikanlah jasa yang pantas sehingga akhirnya semua pelayanan di RSUD kepada pasien bisa lebih maksimal dan profesional," kata dokter spesialis ini.

Para dokter spesialis, dokter umum dan perawat di RSU Kupang ini berharap ke depan manajemen RSU Kupang di bawah kepemimpinan dr. Dominggus Minggu Mere bisa lebih profesional, dalam arti lebih transparan soal keuangan. "Saya melihat, direktur yang baru ini, dokter Dominggus cukup terbuka dalam hal manajemen dan keuangan. Semoga Kondisi ini bukan panas-panas tahi ayam," kata dokter spesialis ini lagi. (jet/vel/aly)

Sumber: Pos Kupang 16 November 2015 halaman 1

Direktur RSUD Johannes: Ini Persoalan Hati Saja

Direktur RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang, drg. Dominikus Minggu Mere, M.Kes menegaskan, persoalan kecepatan pembayaran jasa medik dan besaran uang jasa yang diterima 1.300 pegawainya hanya masalah hati saja. Bila seluruh unsur yang terlibat mau bekerja dengan hati maka pembayaran jasa medis di rumah sakit tidak akan bermasalah.

"Ini persoalan hati saja. Dan keringat orang tentu harus dibayar. Besar uang jasa yang diterima lebih besar sekarang dari sebelumnya lantaran pengaturan formulanya yang makin banyak, Sehingga uang jasa yang diterima makin banyak. Dia bekerja berdasarkan tugas dan tanggung jawabnya yang besar sehingga harus menerima sesuai kinerjanya," ujar  Domi kepada Pos Kupang yang ditemui kediamannya, Minggu (15/11/2015) malam.

Ia mengatakan kelambatan pembayaran jasa medik sering terjadi lantaran pengajuan klaim dari rumah sakit  yang terlambat kepada BPJS. Dengan demikian tidak bisa disalahkan semuanya ke BPJS. Pengajuan klaim terlambat lantaran keterlambatan penyetoran status dari ruangan dari rawat inap yang disebabkan oleh terlambatnya resume dari dokter penanggungjawab.

"Mereka sering teriak jasa terus tetapi dalam penyusunan resume status lambat diserahkan. Padahal resume yang dibuat dokter itu sebagai salah satu pengajuan klaim," katanya. Tak hanya itu, persoalan lain yakni proses entri jasa oleh tenaga rekam medis masih dilakukan manual dan  rekapannya tidak menggunakan sistem. Jika menggunakan sistem atau program maka pengentriannya cepat. 

"Ini masih dihitung satu-satu. Dan ini yang buat lambat sehingga membutuhkan waktu tidak sedikit. Dilakukan secara bertahap mulai dari pengisian pembiayaan riil cost sampai proses coding. Setelah data lengkap baru diketahui angkanya," ujar Domi.

Agar tak lemot dalam pembayaran jasa medis ke depannya, Dokter  Domi mengatakan langkah yang dilakukan sekarang harus evaluasi lagi. Selain itu perlu ada penugasan untuk kelengkapan status dengan memberdayakan dokter umum. "Kami juga minta dari pihak mana yang bisa merancang software supaya entrinya otomatis. Dan, tentu kami akan membentuk tim khusus yang urus jasa ini agar bisa diterima 1.300 pegawai di rumah sakit," kata dia.

Apakah sudah disosialisasikan tentang peraturan pembagian jasa, Dokter  Domi mengatakan peraturan itu sudah disosialisasikan kepada seluruh pegawai bahkan simulasi bersama dirinya. "Pegawai bisa komplain langsung ke direktur bila merasa ada kejanggalan dalam pembayaran jasa medik," tandasnya.

Ia menambahkan jumlah pegawai RSU Kupang sekitar 1.300 dengan rincian PNS sekitar 1.100 sisanya 200 tenaga kontrak. Jasa medik  yang dikucurkan setiap tiga bulan untuk 1.300 pegawai bisa mencapai Rp  7 miliar. Sumber pendapatan dari klaim asuransi BPJS, Jamkesda dan pasien umum.

"Sebanyak 90 persen pasien yang dirawat di rumah sakit menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS. Untuk pegawai perorang paling kecil Rp 500 ribu dan paling besar Rp 20 jutaan seperti dokter," jelasnya.

Tentang acuan aturan yang digunakan, Dokter  Domi mengatakan  berdasarkan peraturan Gubernur No 46 tahun 2013 tentang tarif pelayanan di rumah sakit umum Prof Dr. WZ Johannes Kupang dan Peraturan Gubernur 32 tahun 2014 tentang Pembagian Jasa RSU Prof. Dr. WZ Johannes Kupang.  "Dari peraturan gubernur itu disusun peraturan direktur no 2202 tahun 2015 tentang Sistem pembagian jasa pelayanan RSU Prof Dr. WZ Johannes Kupang," demikian Dokter Domi. (aly)

Sumber: Pos Kupang 16 November 2015 halaman 1

Dokter Yudith Sebut Tiga Masalah Terkait Jasa Medik

ilustrasi

POS KUPANG.COM -
Berikut ini news analysis mantan Wadir RSUD Prof Dr WZ Johannes Kupang, dr. Yudith M Kota terkait masalah keterlambatan pembayaran jasa medik.

Saya melihat keterlambatan pembayaran jasa medik kepada dokter dan perawat di RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang karena tiga faktor atau masalah. Pertama, pada awal tahun anggaran selalu saja RSUD Kupang tidak memiliki dana segar untuk membiayai kebutuhan operasional rumah sakit, seperti obat-obatan, bahan makanan pasien, bahan habis pakai dan lainnya.

Masalah kedua, sisa stok akhir tahun selalu tidak mencukupi untuk kebutuhan awal tahun berikutnya. Kedua masalah itu terjadi karena 90 persen pasien RSUD Kupang adalah pasien asuransi (BPJS, Jamkesmas) yang pembayarannya harus diklaim lagi ke BPJS karenanya RSUD tidak punya fresh money.  

Dampak kedua masalah itu menyebabkan manajemen menggunakan anggaran jasa medis untuk membiayai kebutuhan operasional RS agar pelayanan untuk pasien terpenuhi. Akibatnya, pembayaran jasa medis selalu terlambat, karena dipakai untuk beli obat dan lainnya.

Masalah ketiga yakni adanya keterlambatan pengajuan klaim tagihan ke BPJS terhadap pasien BPJS yang dilayani RSUD Kupang. Keterlambatan berawal dari keterlambatan dari para dokter melengkapi berkas rekam medis pasien yang sudah selesai dilayani atau sudah pulang. Juga karena ada keterlambatan petugas melakukan entry klaim BPJS ke BPJS.

Menurut hemat saya, ketiga persoalan itu seharusnya bisa menjadi fokus perhatian manajemen RSUD Kupang untuk segera ditangani. Bagaimana menyelesaikan ketiga masalah itu sebenarnya mudah jika ada komitmen dari manajemen. Jika biaya operasinal RS seperti belanja obat, bahan habis pakai (contohnya jarum suntik ), bahan makanan pasien dan lainnya, belum ada pada awal tahun anggaran maka salah satu strateginya adalah  belanja kebutuhan operasional menggunakan dana bantuan pemda melalui sumber dana APBD I. 

Caranya, cepat melakukan persiapan persyaratan tender sejak bulan Oktober sampai Desember tahun berjalan. Segera tetapkan PPK, panitia pengadaan barang dan jasa. Membuat HPS dan dokumen lainnya serta kebutuhan obat-obatan dan lainnya bisa dipenuhi. Dengan demikian saat masuk awal tahun proses tender sudah bisa dilakukan.  Jika awal tahun kebutuhan operasional sudah terpenuhi dari sumber dana APBD maka tidak ada masalah lagi.

Untuk mengatasi keterlambatan pengajuan dana BPJS pasien ke BPJS, ada beberapa hal yang dapat ditempuh. Yakni mengangkat petugas khusus, tidak boleh merangkap tugas lain. Petugas itu hanya mengerjakan entry klaim BPJS sampai semua dokumen klaim siap diverifikasi petugas BPJS. Buat uraian tugas untuk para petugas disertai target waktu. Selain itu, aktifkan dan berdayakan Tim Kendali Mutu yang sudah ada selama ini lalu kendali biaya RS. Tim ini yang bertugas melakukan monitoring laporan berkaitan dengan pelayanan BPJS dan libatkan unsur terkait. Hal lain yang penting juga yakni menempatkan dokter umum sebagai tenaga verifikator internal RS sebelum dokumen klaim BPJS diserahkan ke tim verifikator BPJS.

Jika semua hal itu bisa dilakukan maka dana kebutuhan operasioal RS direalisasikan awal bulan, begitu juga dana BPJS akan direalisasikan teratur sehingga tidak ada dana yang dikorbankan untuk mencukupi kebutuhan satu sama lainnya. Dan, saya berharap manajemen RSUD Kupang yang baru bisa melakukan hal yang terbaik bagi kesejahteraan dan kemajuan karyawan dan rumah sakit umum itu. (vel)

Sumber: Pos Kupang 16 November 2015 halaman 1

PAD Parkir Kota Kupang Mestinya Rp 3,2 M Lebih

ilustrasi
Diduga Banyak Pengelola  Fiktif

KUPANG, PK - Retribusi perparkiran di Kota Kupang cukup menjanjikan untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tahun 2015, PAD perparkiran umum hanya Rp 750 juta, padahal bila setoran juru parkir kepada pengelola setiap hari Rp 100.000 maka 118 pengelola akan mencapai Rp 337.480.000/bulan atau Rp 4.049.760.000/tahun.

Bila data ini disandingkan dengan PAD Kota Kupang dari parkiran khusus yang hanya Rp 750 juta,  maka terdapat selisih Rp 3.299.760.000/tahun.  Angka lainnya pernah disampaikan Harlan Evan Kapioru,  mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Hukum Undana yang mengutip hasil penelitian yang dilakukan Balitbang Kota Kupang (2013) tentang Potensi PADMelalui Penerimaan Retribusi Parkir Di Kota Kupang.

Dijelaskannya, potensi penerimaan retribusi parkir di tepi jalan Rp  3.117.900.000. Sedangkan potensi penerimaan parkir khusus sebesar Rp 287.000.000. Total potensi retribusi parkir sebesar Rp 3.404.900.000.

Lebih fantastis lagi diungkapkan Sekretaris Komisi III DPRD Kota Kupang, Nithanel Pandie beberapa waktu lalu. Dia menyebutkan, potensi penerimaan dari pengelolaan parkir di Kota Kupang dapat mencapai Rp 6,7 miliar setahun jika dikelola secara baik dan profesional.

Pandie merujuk data jumlah kendaraan dari Kantor Samsat Kupang tahun 2013. Untuk roda empat sebanyak 16.840 unit, terdiri dari kendaraan umum 15.625 unit dan kendaraan dinas 1.215 unit. Jika masing-masing kendaraan dibebankan biaya parkir setahun Rp 96 ribu, dalam setahun penerimaan dari retribusi parkir kendaraan roda empat dapat mencapai Rp 1,6 miliar.

Untuk kendaraan roda dua, sesuai data per 31 Desember 2014 sebanyak 106.210 unit. Kendaraan milik masyarakat 103.317 unit dan kendaraan dinas 2.893 unit. Jika masing-masing dibebankan retribusi parkir per tahun Rp 48 ribu maka dalam setahun menghasilkan Rp 5,098 miliar. Dengan demikian, total penerimaan retribusi parkir untuk kendaraan roda empat dan roda dua Rp 6,7 miliar. "Ini merupakan perhitungan terendah dengan asumsi satu kali parkir dengan perhitungan kendaraan roda dua Rp 1.000 dan roda empat Rp 2.000," kata Pandie.

Apa yang diungkapkan Pandie dan Kapioru di atas bukanlah isapan jempol.  Sebab berdasarkan penelusuran Pos Kupang sejak tanggal 9-21 Oktober 2015,  ditemukan pendapatan juru parkir di Kota Kupang melebihi target yang diberikan pengelola.

Apris Tanesib (27),  warga RT 05, RW 11, Kelurahan Sikumana, Kecamatan Maulafa yang bekerja sebagai juru parkir di Ruko Oebobo Kota Kupang mengungkapkan, setiap hari dia wajib menyetor Rp 100.000 kepada pengelola. Kelebihan dari pendapatan setiap hari merupakan keuntungan baginya. Misalnya, dalam sehari dirinya mendapat pemasukan Rp 150.000. Dari jumlah ini, Rp 100.000 untuk pengelola dan juru parkir Rp 50.000. Ada juga sejumlah tukang parkir yang menyetor Rp 110.000 hingga Rp 275.000 setiap hari.

Untuk satu areal perparkiran bisa ditangani 2 - 3 orang juru parkir yang lokasinya diatur pengelola atau "bosnya". Setiap juru parkir ditetapkan besaran setorannya sama setiap hari kepada pengelola yang sama pula. Artinya, untuk satu areal parkir yang ditangani tiga  juru parkir maka seorang pengelola meraup Rp 300.000/hari.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Kupang, Yogerens Leka yang ditemui Pos Kupang, Senin (19/10/2015), mengakui sistim pembagian hasil retribusi perparkiran selama ini tidak dihitung berdasarkan potensi yang ada pada setiap titik, melainkan dibagi 30 persen untuk PAD dan 70 persen untuk pengelola.

Sistim penyetoran demikian membuka peluang bagi para oknum pengelola untuk menunggak hutang. Modusnya dengan lari dari tanggung jawab sehingga tidak bisa dicari pemerintah. "Jadi ke depan kita ubah sistim, lihat potensi lalu surat kontraknya kita buat tiga bulan sekali. Pertimbangannya karena ada yang dalam perjalanan berhenti, meninggalkan hutang. Jadi tahun 2016 ini, ketika pihak ketiga teken kontrak dia harus setor tiga bulan ke depan.  Dan begitu seterusnya sehingga tidak peluang untuk ingkar," tegasnya.

Namun, Pos Kupang di lapangan menemukan nama pengelola yang disebut juru parkir berbeda dengan data yang dimiliki Dinas Perhubungan Kota Kupang. Padahal pengelola tersebut setiap hari mengambil jatahnya di juru parkir.

Data ini menguatkan dugaan adanya pengelola fiktif dalam sistim perpakiran di  Kupang. Kuat dugaan, nama-nama yang ada di dalam kontrak yang dibuat Dishub Kota Kupang adalah "orang suruhan" oknum di Dishub sendiri (lihat data grafis).
Kadis Leka tidak membenarkan tetapi juga tidak membantah data tersebut. Tetapi bertekad melakukan perbaikan dalam kontrak kerja mendatang. Pada bagian lain Leka mengakui, pemerintah belum menyediakan marka jalan untuk memudahkan pihak pengelola parkir di lapangan dalam mengatur dan mengarahkan kendaraan. Kendala lainnya, juru parkir terkadang kurang tanggap ketika kendaraan milik warga yang hendak parkir, seharusnya diatur dan diarahkan.

Namun faktanya diabaikan dan ketika kendaraan hendak keluar meninggalkan tempat parkiran, baru diminta retribusi. "Itukan salah dan kadang-kadang masih terjadi, dan itu kita masih terus memberikan pembinaan. Jadi setiap tahun selalu kita kasih pembekalan," ujar Kadsihub Kota Kupang.

Dikatakannya, berdasarkan kontrak kerja sama, sudah dicantumkan fasilitas yang harus dilengkapi para juru parkir seperti rompi scothlite,  peluit dan senter untuk kebutuhan jaga malam hari. "Ada sebagian sudah dilengkapi, tapi ada juga yang belum," demikian  Leka. (jet)


Sudah 572 Juta Masuk Kas Daerah

KADISPENDA Kota Kupang, Jefri E. Pelt saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (23/10/2015)  menjelaskan, terdapat dua jenis retribusi jenis parkir yang selama dikelola Perhubungan sebagai dinas teknis.

Selain itu target yang ditentukan untuk kedua jenis parkiran tersebut masing-masing Rp 750.000.000 untuk tepi jalan dan Rp 175.000.000 untuk parkir khusus. "Ada dua jenis parkir yakni khusus dan tepi jalan umum," katanya.

Hingga 30 September 2015, tercatat realisasi yang sudah diperoleh adalah 76, 35 persen untuk tepi jalan umum atau sekitar Rp 572.630.000 dan 47,19 persen parkir khusus sekitar Rp 82.591.000.

"Selama ini retribusi dikelola dinas teknis dan pembayaran ke kas daerah melalui dispenda. Jadi Perhubungan setor ke Dispeda baru disetor ke Kas daerah," jelasnya.
Catatan Dispenda, lanjutnya, berdasarkan setoran ke kas yang masuk setiap akhir bulan. Alasanya, retribusi parkir selalu bergerak dari hari ke hari. Hal ini yang menjadi alasan bagi pihak Dispenda Kota Kupang untuk mengeluarkan catataan per 30/9/2015.  "Setorannya setiap hari jadi nanti pada akhir bulan baru direkap, itu sebabnya kita kasih keluar data per 30 September," tandasnya. Djainudin Lonek,

Anggota Komisi III, DPRD Kota Kupang yang ditemui, Selasa (20/10/2015)
menegaskan, masih banyak tempat di Kota Kupang ini yang menjadi obyek retribusi tapi itu dikelola secara perorangan atau liar.

Untuk itu dia meminta pemerintah menertibkan. "Mereka tidak dilengkapi dengan uniform (seragam) yang baik dan tidak dikasih karcis. Jadi kita tidak tahu bahwa orang ini betul-betul juru parkir atau preman. Kalau polanya masih seperti ini repot dan bisa saja merupakan sumber kebocoran," katanya.

Dinas Perhubungan Kota Kupang diharapkan untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap mitranya yang menjadi pengelola parkiran selama ini. "Pemasukan untuk PAD itu Rp 700 juta lebih per tahun dari 200 lebih titik di Kota Kupang yang ditenderkan kepada pihak ketiga. Kita berharap setelah revisi perda tentang parkir itu pengelolaannya diambil alih pemerintah secara swakelola," katanya. (jet)


News Analysis
Dr. David BW Pandie, MS
Pengamat Kebijakan Publik

Semrawut

PENGELOLAAN parkir oleh Pemkot Kupang belum  prosfesional. Pertama, belum ada penetapan zona parkir dan parkir masih semrawut. Kedua, belum ada batasan umur untuk petugas parkir. Saya lihat anak-anak dipekerjakan sebagai petugas parkir. Anak-anak tidak seharusnya menjadi tukang parkir karena itu membahayakan keselamatan jiwanya, bagaikan menggadaikan nyawa di jalanan. 

Belum ada seragam yang dipakai oleh petugas parkir sehingga masyarakat atau pemilik kendaraan tidak mengetahui dengan jelas, mana petugas parkir yang resmi dan mana petugas parkir yang tidak resmi.

Seringkali petugas parkir hanya menggunakan peluit dan kayu. Kadang saya merasa kasihan dengan petugas parkir seperti itu, namun saya juga kesal karena mereka tidak profesional menjalankan tugasnya. Ada lagi yang tidak mengatur kendaraan saat diparkir. Mereka baru datang menagih ketika kendaraan hendak jalan lagi.

Ke depan saya berharap Pemkot Kupang atau Wali Kota Kupang bisa memperbaiki pengelolaan parkir. Gunakan pengelola parkir atau pihak ketiga yang profesional, sehingga pihak ketiga bisa mempekerjakan petugas parkir yang profesional juga.
Saya berharap Pemkot juga membuat zona parkir sehingga masyarakat bisa tahu tempat parkir mana yang resmi. Bagi saya tarif parkir tidak masalah asalkan pelayanan parkir yang diberikan memadai.

Bahkan jika memungkinkan tarif parkir dikenakan per jam seperti di mall karena ada pemilik kendaraan yang memarkir kendaraannnya dari pagi sampai malam dengan demikian maka bisa meningkatkan pendapatan dari perparkiran. (vel)

APA KATA MEREKA

Marisa Here
Mahasiswi Unwira
PETUGAS parkir di Kota Kupang tidak sopan karena gaya minta retribusi kayak preman. Saran saya pemerintah tegas menindak para tukang parkir liar.

Jeremias Salu
KSP Nasari Kupang
PADA prinsipnya sebagai masyarakat mendukung upaya peningkatan PAD Kota dari sektor parkir. Tapi harus ada transparansi.

Damasus Sasi
Dosen FKIP Undana
Para petugas parkir harus tahu kewajiban mereka sebelum menuntut haknya. Pengalaman selama ini, juru parkir tidak bertanggung jawab. (jet)


Sumber: Pos Kupang 27 Oktober 2015 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes