Matahari


TUGAS paling berat bagi kami sekarang adalah mencari matahari. Tutur seorang petani asal Mangulewa, Kabupaten Ngada, NTT medio pekan lalu. Mencari matahari, ah mana mungkin? Bukankah matahari tak perlu dicari karena salah satu tanda kemahakuasaan Tuhan itu selalu datang secara alamiah setiap hari hingga kita mengenal siang dan malam?

Tapi begitulah yang sedang terjadi di sejumlah tempat di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) belakangan ini termasuk di wilayah Mangulewa. Hampir sepanjang tahun 2010 matahari merupakan kemewahan bagi petani Mangulewa, Mataloko dan sekitarnya. Meskipun dataran tinggi di Ngada itu selalu berkabut tetapi pada bulan Juni, Juli hingga Oktober biasanya selalu diterangi sinar matahari yang cukup. "Nah tahun ini hanya ada hujan sepanjang waktu. Jadi repot sekali," kata Gerardus, nama petani tersebut.


Gerardus dan para petani lainnya di sana membutuhkan sumber energi matahari untuk mengeringkan kopi, vanili, kakao dan cengkeh. Hujan yang terus mengguyur hingga bulan Juli sekarang membuat hasil komoditi perkebunan mereka membusuk. Maka satu-satunya jalan adalah mencari sinar matahari pada sejumlah lokasi di Ngada yang curah hujannya tidak setinggi dan sesering Mangulewa. "Masih untung hujan tidak merata di seluruh Ngada. Kawasan pesisir pantai lebih sering panas daripada hujan," ujarnya.


Untuk menjemur kopi, vanili dan cengkeh, Gerardus dan petani lainnya memilih lokasi terdekat yaitu Maumbawa - sekitar 20-an km selatan Mangulewa. Maumbawa terletak di pantai selatan Pulau Flores. Hujan tidak setiap hari turun di wilayah pesisir tersebut sehingga memungkinkan Gerardus mengeringkan hasil kebunnya.

Menurut Gerardus, mencari matahari sungguh merepotkan, makan ongkos, peras keringat dan butuh kesabaran tinggi. Para petani mesti mengeluarkan biaya ekstra untuk ongkos transport pulang-pergi. Mereka harus tinggal di Maumbawa selama beberapa hari menunggu sampai hasil kebunnya benar-benar kering dan siap dijual kepada pedagang pengumpul komoditi.

"Kita juga harus sabar karena saat tiba di Maumbawa tiba-tiba hujan turun di sana. Sekarang sudah tidak jelas lagi kapan musim panas, kapan musim hujan," katanya.

Kiranya pengalaman Gerardus dialami pula petani lainnya di beranda Flobamora yang kondisinya sama seperti di Mangulewa. Merekalah kelompok masyarakat yang sangat menderita akibat dampak anomali iklim. Air hujan dan sinar matahari yang datang tak menentu merusak hasil kebun yang merupakan sumber utama kehidupan para petani.

Kerinduan para petani di NTT saat ini adalah hujan dan matahari hadir seperti dulu. Dalam kondisi normal, hujan selama tiga hingga empat bulan cukup bagi mereka mengatur pola tanam. Anomali iklim justru membingungkan karena hujan dan panas tidak menentu. Petani mengira musim hujan telah tiba. Mendadak hujan berhenti ketika mereka telanjur menanam. Gagal panen akibat kegilaan iklim telah menjadi warta biasa selama beberapa tahun terakhir.

Tahun 2010 hujan cenderung over dosis. Tuan dan puan tentu telah merasakannya. Kota Kupang, misalnya, di bulan Juli biasanya terpanggang terik matahari. Kini meski tidak rutin setiap hari, hujan masih saja membasahi bumi karang Kupang.
Tidak mesti menjadi ahli pertanian untuk mengerti bahwa hujan dalam skala over dosis merupakan bencana bagi petani.

Tanaman palawija tidak bakal tumbuh sehat dan menghasilkan panen berlimpah jika hujan tiada henti turun dari langit.
Petani Rote Ndao dan Eban kini menjerit karena panenan bawang putih dan bawang merah menurun drastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jeritan petani Rote Ndao dan Eban dirasakan para ibu rumah tangga yang harus mengeluarkan dana lebih untuk mendapatkan bawang merah dan putih.

Bayangkan saja harga bawang di pasar Kota Kupang yang biasanya Rp 7.500 per kg kini melonjak hingga Rp 30.000 sampai 40.000 per kg. Meniadakan bawang sebagai bumbu dapur tidaklah mungkin. Masakan tanpa bawang sama seperti makan tanpa garam, cabe, lombok dan jenis bumbu lainnya.

Jangan lupa, pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim tidak hanya berdampak pada bidang pertanian, perkebunan dan kelautan. Secara tidak langsung anomali iklim berdampak pada kesehatan manusia. Kasus penyakit menular cenderung meningkat hari-hari ini. Demikian pula dengan penyakit infeksi, noninfeksi dan malnutrisi. Salah satu jenis penyakit infeksi yang berpotensi meningkat adalah demam berdarah dengue (DBD). Hujan meningkat, genangan air berlimpah di banyak tempat. Di situlah sarang nyamuk aedes aegypti. Makin banyak sarang semakin banyak jentik nyamuk. Untuk hidup nyamuk perlu darah manusia. Maka ramai- ramailah mereka menyerang tubuh kita. Mengerikan!

Beberapa fakta di atas menegaskan betapa pemanasan global bukan isu bualan atau kampanye tanpa tujuan. Kerusakan lingkungan akibat keserakahan manusia telah mengorbankan manusia sendiri. Bagi putra-putri NTT yang kini getol mengeruk rahim bumi guna menambang mangan dan lain-lain, silahkan saja. Lanjutkan kerakusan demi uang semata! Toh dampaknya kita sendiri yang menikmati. Seperti menggali kuburan sendiri. Kalau bukan kita, pastilah anak cucu kelak.

Oh ya, mungkin gara-gara anomali iklim pejabat kita bicara tanpa pikir baru-baru ini. Harga cabe mahal, pejabat berwenang sarankan masyarakat berhenti konsumsi cabe. Kalau pakai logika ini, TDL (Tarif Dasar Listrik) naik berarti rakyat tidak usah pakai listrik. Harga beras naik tidak perlu lagi makan nasi.

Seorang kawan dalam status di akun facebooknya menyentil marah. Misalkan harga baju, celana dalam, celana luar, beha dan lain-lain naik semua, berarti rakyat tidak perlu lagi pakai busana. Telanjang bulat? Aih...keterlaluan, kawan!

Begitulah tuan dan puan. Anomali iklim rupanya tak sekejam anomali perhatian dan kepedulian dari mereka yang mendapat mandat rakyat untuk bertanggung jawab. Jenis anomali yang satu ini kerap terjadi di depan mata. (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang Senin, 26 Juli 2010 halaman 1

Hutan untuk Madu

HUTAN bagi masyarakat Desa Fatumnasin, Kecamatan Fatumnasi, Kabupaten TTS memiliki nilai sosial dan ekonomi yang sangat tinggi. Warisan leluhur tersebut pun dijaga dan dilindungi dari tangan-tangan jahil.

Bagi masyarakat di lereng sebelah barat Gunung Mutis ini, hutan bukan dengan cara merambah, melainkan memanfaatkan kekayaan hayati yang ada dalam hutan tersebut tanpa harus merusak kawasan yang dilindungi tersebut. Salah satunya adalah memanfaatkan sarang lebah yang ada dalam kawasan hutan itu untuk diambil madunya.

Bagi masyarakat Desa Fatumnasin, menjaga kekayaan hutan sama artinya dengan menjaga kelangsungan hidup mereka. Sehingga proses pengambilan madu juga dilakukan dengan beberapa syarat diantaranya tidak harus menebang dahan dan ranting, apalagi menebang pohon.

Pengelolaan madu di kawasan mutis dilakukan masyarakat desa setempat dalam beberapa kelompok. Tiap-tiap kelompok terdiri rata-rata antara 10 hingga 15 orang.

Para pengumpul madu bisanya mengambil madu pada antara Bulan Juni-Juli, Januari-Maret. Saat itu, sarang lebah dianggap sudah cukup banyak menyimpan sehingga bisa di ambil. Hanya pohon tertentu saja yang biasa menjadi tempat bersarang lebah antara lain kapuk hutan, beringin, pinus dan kayu putih, yang dikenal oleh warga setempat dengan nama pohon bonak.


Biasanya lebah mulai bersarang pada bulan Desember hingga Maret dan bulan Mei Maret-April.

Salah seorang warga Fatumnasin, Novemris Tefa, menjelaskan, bila saatnya panen, proses panen biasanya dilakukan pada malam hari. Bahkan, tidak boleh ada cahaya meski cahaya bulan. Sebab, yang dipanen adalah sarang lebah hutan. Lebah hutan di kawasan tersebut cukup ganas dan bisa menyerang dengan sengatan yang menimbulkan efek perih dan bengkak pada kulit. Meski tidak terlalu berbahaya, namun sengatan lebah ini tentu akan mengganggu proses pengambulan madu tersebut.

Panen pada gelap malam relatf lebih aman apalagi ketinggian sarang lebah berada sekitar 30 meter dari permukaan tanah. "Panen biasanya dilakukan secara tradisional, tapi harus malam gelap," jelas Novemris.

Sarang lebah yang diambilpun tidak semua, warga biasanya menyisahkan sedikit agar lebah bisa bersarang dan mengumpulkan lagi madu di tempat tersebut guna dipanen pada waktu berikut. Setelah panen, madu yang masih ada dalam sarang dibawa ke tempat penyaringan untuk di proses lebih lanjut menjadi madu yang siap di jual.

Menjaga hutan merupakan upaya masyarakat Desa Fatumnasin . Hutan yang lestari akan menjadi sumber hidup bagi mereka, untuk itulah mereka terus menjaga kelestarian hutan. (Alfred Dama)

Pos Kupang, Sabtu 24 Juli 2010 halaman 5

Rimbunan Pisang di Nunmafo

MENJAGA alam tetap lestari sambil memanfaatkan kekayaan alam merupakan hal yang biasa dilakukan masyarakat desa. Demikian juga warga di Desa Nunmafo, Kecamatan Amabi Oefeto Timur. Kabupaten Kupang.

Warga desa di ini juga selalu menjaga kelestarian hutan dengan tujuan menjaga agar debit air tetap mengalir di wilayah ini. Namun belakangan ini ada saja oknum tidak bertanggung jawab yang membabat hutan.

Desa Nunmafo berjarak sekitar 75 dari Kota Kupang, masuk dalam wilayah Kecamatan Amabi Oefeto Timur yang merupakan pemekaran dari Kecamatan Kupang Timur. Menuju ke desa ini melintas jalan Timor Raya (jalan negara) dan masuk ke jalan kabupaten melalui Kecamatan Fatuleu (setelah Camplong). Untuk mencapai desa ini, harus melewati jalan aspal, jalan berbatu dan jalan tanah yang berlumpur saat musim hujan.

Sebagian besar masyarakat Desa Nunmafo adalah petani, namun desa ini hingga tahun 2003 hampir tidak memiliki tanaman unggulan yang bisa mendongkrak ekonomi rakyat. Infrastruktur jalan yang belum memadai menjadikan wilayah ini jauh dari akses pembangunan.

Hingga tahun 2003, sebuua yayasan sosoal mulai membuka isolasi kemiskinan di wilayah ini. Pola pendampingan yang dilakukan lembaga tersebut dengan mengajak menanam sambil menjaga lingkungan membuat masyarakat mulai mengerti cara bercocok tanam yang baik.
Salah satu yang dikembangka masyarakat adalah pisang seperti kafendi, ambon, beranga dan aneka tanaman lainnya "Pada tahun 2005, para petani menanam 446 anakan pisang dari berbagai jenis di kebunnya masing-masing," ungkap Olis Isa salah satu petani di desa tersebut.

Dengan menanam pisang, ada tiga manfaat sekaligus yang diperoleh, yaitu daun pisang dapat menahan asap terutama asap yang berasal dari api liar (aifui), akar pisang sebagai bahan dasar obat lokal, sedangkan tanaman pisang bisa dimanfaatkan untuk menahan erosi.

Pengembangan tanaman pisang sejak tahun 2005 tersebut sedikit merubawa wajah desa khususnya di kebun-kebun petani. Hutan pisang menjadi hal yang biasa bagi warga desa. Bahkan kini mereka sudah menikmati pisang hasil jerih parah mereka.

Bila berkunjung ke desa tersebut, tidak heran bila menyusuri pedalaman maka kita akan melewati rimbunan pohon pisang. Tanaman pisang pun kini sudah dinikmati warga" Saat ini, kami tidak perlu menjual pisang ke pasar. Banyak pedagang yang masuk mencari pisang di sini," tutur Simon, salah satu warga desa tersebut.

Menurutnya, hasil penjualan pisang tersebut sudah sangat membantu ekonomi keluarga. Hasil penjualan pisang, selain memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga sudah digunakan untuk membiayai sekolah anak-anaknya, bahkan sudah bisa membeli sejumlah peralatan elektronik. (Alfred Dama)

Pos Kupang, 17 Juli 2010 halaman 5

Palsu



Paul kesal dan sewot. Sebab gara-gara sakit perut itu dia kehilangan konsentrasi mengikuti pelatihan yang sangat penting di Kota Pahlawan Surabaya. Paul coba mencari tahu musababnya. Dia menduga kemungkinan makanan atau minuman yang disiapkan hotel tempat pelatihan berlangsung kurang higienis sehingga ususnya menjerit. Tapi dugaan itu mendadak sirna karena peserta lain tidak mengalami serangan serupa. Apalagi agak mustahil hotel kelas bintang tiga menyajikan makanan yang membuat tamu sakit perut. Kalaupun ada tentu sangat langka terjadi. Hotel berbintang sangat menjaga kualitas pelayanan mereka.

Setelah minum obat sakit perut dan kondisinya mulai pulih, ingatan Paul segar kembali. Dia ingat pada malam sebelumnya, saat kehausan selepas jalan-jalan dengan seorang teman, dia beli dua botol air mineral merk tertentu di sebuah kios kecil. Letak kios itu tak seberapa jauh dari mall terkenal di Surabaya.


Paul bergegas ke kamar melihat sebotol air mineral yang belum habis diminum. Dia bolak-balik melihat botol kemasan air itu. Tidak ada yang janggal. Kemasan asli. Cap kadaluarsa pun meyakinkan. Penasaran, Paul menuju restoran hotel untuk membuat perbandingan dengan air mineral yang dijual restoran tersebut sekaligus mengecek keaslian. Ketika melihat botol di tangan Paul, petugas restoran segera memastikan bahwa Paul telah menjadi korban air mineral palsu. Ada beberapa tanda khusus pada kemasan botol yang bisa membedakan air mineral asli atau palsu. Menurut petugas itu, salah satu modus kepalsuan adalah ubah masa kadaluarsa. Jika konsumen kurang jeli bisa tertipu karena capnya mirip yang asli.

"Kalau Bapak tidak percaya air ini palsu, silahkan bandingkan rasanya dengan air yang kami siapkan di sini dari merk yang sama," kata petugas itu kepada Paul. Tak butuh waktu lama bagi Paul untuk merasakan perbedaan. "Aih, pantas perut saya sakit sekali. Saya minum air kotor. Setelah uang palsu, ijasah palsu, sekarang air minum juga palsu!" kata Paul sambil menggerutu.

Mudah-mudahan tuan dan puan tidak mengalami nasib seperti temanku Paul yang sakit perut karena minum air mineral palsu di Surabaya medio pekan lalu. Sebagai konsumen tuan mesti waspada membeli produk makanan dan minuman.


Meskipun praktek kepalsuan begitu tebal menghiasi langit Indonesia, sebagai konsumen kita kerapkali lupa. Saat membeli obat, makanan atau minuman kita menyimak kemasan sekadarnya. Tidak sungguh-sungguh memastikan apakah produk yang kita beli masih baik dikonsumsi atau tidak. Psikologi orang haus dan lapar adalah ingin segera memasukkan makanan dan minuman ke dalam mulut. Demikian pula dengan orang sakit. Cepat-cepat minum obat agar sembuh.

Itu tentang produk makanan, minuman atau obat. Sekarang ada kepalsuan yang bergulir terang-terangan yaitu "kepalsuan" tabung elpiji ukuran 3 kg yang meledak hampir saban hari. Ledakan tabung gas itu telah menimbulkan kepanikan yang luar biasa di tengah masyarakat. Orang jadi takut menggunakan tabung gas sebagai pengganti minyak tanah sebagaimana dikampanyekan pemerintah. Beberapa kolega bahkan berjanji tidak akan menggunakan elpiji selama belum ada jaminan sumber energi untuk kebutuhan rumah tangga tersebut aman.

Ledakan tabung gas ukuran 3 kg benar-benar sudah kelewatan. Hampir tiada hari tanpa ledakan yang menghanguskan rumah dan melukai manusia. Ratusan orang telah menjadi korban, mulai dari balita, ibu hamil hingga kakek dan nenek.

Dari fakta ledakan gas elpiji ukuran 3 kg yang terjadi sejauh ini sudah jelas bahwa tabung gas yang dilempar ke masyarakat dikerjakan asal-asalan. Bisa disebut tabung gas palsu! Orientasi produsen cuma ingin mereguk keuntungan sebesar- besarnya tanpa memastikan jaminan keamanan bagi konsumen.

Warga masyarakat Indonesia telah berulangkali mengajukan protes kepada pemerintah, namun peristiwa ledakan tak kunjung mereda. Protes paling baru terjadi di Jakarta, Minggu (18/7/2010). Aktivis Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) memprotes kualitas tabung gas isi 3 kg dengan cara melempar puluhan tabung ke jalan raja. "Ini bentuk kekecewaan kami terhadap pemerintah. Tabung gas sengaja kami lempar ke jalan sebagai bentuk simbolis mengembalikan produk bobrok tersebut kepada pemerintah," ujar Acil Lagoa, salah seorang anggota Bendera.

Tidak hanya aksi melemparkan puluhan tabung gas ke jalan, aktivis Bendera juga menggalang aksi pengumpulan tabung gas dari warga yang merasa terancam dengan kehadiran benda itu di rumahnya. Bendera akan mengumpulkan 1.000 tabung gas untuk dikembalikan ke pemerintah. Caranya? Tabung gas akan dilempar di depan kantor Pertamina. Wah! Pesannya jelas. Kepalsuan membuat rakyat marah. Negara sebesar ini dengan usia pemerintahan lebih dari setengah abad gagal mengurus hal remeh-temeh seperti tabung gas ukuran 3 kilogram.
Bagaimana dengan kita di beranda Flobamora? Jika omong soal tabung gas, gaung korban memang terdengar jauh di luar teritori Nusa Tenggara Timur. Maklum sebagian besar penghuni Flobamora masih menggunakan minyak tanah dan kayu bakar. Minyak tanah palsu jarang terngiang. Yang riuh rendah adalah minyak tanah langka atau harga minyak tanah berlipat ganda dari patokan dasar pemerintah. Demi dapur tetap mengepulkan asap banyak orang rela membeli minyak tanah dengan harga mahal. Patokan harga dari pemerintah seperti macan ompong. Tak bergigi dalam praktek sehari-hari. Keadaan semacam ini apakah bukan kepalsuan?

Medio pekan lalu harian ini merilis warta kecil. Survai Public Finance Management (PFM) membuktikan manfaat yang dirasakan masyarakat dari dana APBD kabupaten/kota dan APBD Propinsi NTT masih sangat kecil. Belanja per kapita yang dinikmati masyarakat setiap bulan hanya Rp 66.678. Dari gambaran tentang penerimaan per kapita dan belanja per kapita per bulannya yang retalif rendah, menunjukkan kondisi ketergantungan fiskal tinggi, kapasitas fiskal yang kecil serta pertumbuhan ekonomi relatif rendah.

Apa artinya hasil survai ini? Sederhana sekali. Lagi-lagi bercerita tentang "kepalsuan" kebijakan pro rakyat. "Ketahuilah bung. Alokasi dana APBD NTT serta APBD kabupaten/kota di propinsi ini untuk belanja pembangunan persentasenya rata-rata tidak lebih dari 5 persen," kata seorang kolega yang paham tentang seluk-beluk APBD. Bayangkan tuan dan puan! Anggaran untuk rakyat hanya 5 persen. Yang 95 persen ke mana? Lalu siapa yang lebih sejahtera? Duhai dewi kepalsuan ... sosokmu ada di depan mata. (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang edisi Senin, 19 Juli 2010 halaman 1

Guru Tomi


GURU Tomi kesal sekali. Pada bulan April 1979 itu untuk kesekian kalinya dia mendapatkan jatah beras kotor penuh butir-butir pasir hitam dan debu gudang Dolog. Sesuai jumlah anggota keluarga yang diakui negara kala itu, selain gaji sebagai PNS, Guru Tomi dapat jatah beras 50 kg per bulan.

Setelah dibersihkan dengan telaten oleh istri, anak dan para keponakannya, beras bersih yang bisa dikonsumsi keluarga Guru Tomi sekitar 35 kg. Sisanya pasir dan debu. Guru Tomi tak lupa meminta sang istri menyimpan beras kotor sekitar 2 kg. "Pokoknya mama simpan saja di tempat aman, jauh dari jangkauan anak-anak," jawab Guru Tomi saat istrinya bertanya untuk apa simpan beras kotor itu.

Tomi, seorang guru SD di pedalaman Lio Kabupaten Ende, Flores, NTT yang punya kebiasaan membuat catatan harian lalu menulis demikian. "Tahun 1979 ini sudah tiga kali kami guru-guru di kampung dapat beras kotor yang hanya cocok untuk ayam. Tahun lalu empat bulan kami terima beras kotor, yaitu bulan Maret, Juni, Agustus dan September. Guru-guru tidak boleh diam saja. Bupati harus tahu!"


Sekitar tiga pekan menjelang peringatan HUT ke-34 Kemerdekaan RI, bupati melakukan kunjungan kerja ke wilayah pedalaman Lio. Bupati kala itu memang rajin turun ke kampung-kampung untuk berdialog dengan masyarakat. Mendengar rencana kunjungan kerja bupati lewat radiogram, Guru Tomi senang bukan main. Inilah kesempatan untuk bicara langsung dengan bupati soal beras kotor.

Hari yang ditunggu pun tiba. Pertemuan dengan bupati berlangsung di kantor perwakilan kecamatan (waktu itu wilayah administrasi pemerintahan masih mengenal kecamatan dan perwakilan kecamatan). Guru Tomi ambil posisi duduk paling depan, langsung berhadapan dengan bupati, ketua DPRD, camat, kepala perwakilan kecamatan dan pejabat lainnya dari kota yang ikut rombongan bupati.

Setelah bupati omong panjang lebar tentang pembangunan dan motivasi masyarakat kampung dalam membangun, tibalah sesi dialog. Guru Tomi tunjuk jari tangan dan mendapat kesempatan pertama. Sudah menjadi kebiasaannya, Guru Tomi tidak basa-basi. Dia suka to the point. "Bapak bupati yang saya hormati. Kami guru-guru di kampung diperlakukan seperti ayam. Sudah berulangkali negara beri kami jatah beras kotor. Saya bawa ini biar bapak bupati lihat sendiri bagaimana perlakuan terhadap kami," kata Guru Tomi disambut tepuk tangan guru-guru yang hadir dalam acara dialog itu. Guru Tomi lalu menyerahkan beras kotor 2 kg kepada bupati.
Beras itu disimpannya dalam wati, wadah anyaman dari daun lontar.

Melihat beras penuh pasir dan debu, wajah dan telinga bupati sontak memerah. Bupati sewot. "Ini keterlaluan. Saya minta maaf kepada bapak dan ibu guru semua yang dapat beras jelek macam ini. Saya akan tindak pegawai yang urus beras guru-guru," kata bupati. Tak lama setelah bupati kembali ke Kota Ende terdengar kabar pejabat yang mengurus beras jatah para guru kena sanksi. Dia juga dipindahkan bupati ke unit kerja yang lain. Guru Tomi, mungkin karena kata-katanya benar serta didukung bukti tidak diapa-apakan. Dia tidak mendapat sanksi, misalnya mendadak dimutasi ke sekolah yang lain.

Begitulah nasib guru di zaman itu. Kisah di atas tadi bukaan rekaan beta, tapi sungguh-sungguh terjadi. Memori masa kecilku masih merekam dengan baik. Selain menerima jatah beras kotor atau terlambat terima gaji bulanan, seringkali gaji mereka juga dipotong secara sepihak oleh pembesar di kabupaten atau kecamatan untuk kepentingan macam-macam yang nihil pertanggungjawaban rasional.

Kebanyakan guru apalagi yang bertugas di udik tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka cenderung pasrah menerima perlakukan kurang adil. Manakala mereka protes atau membangkang sanksi sudah pasti mereka dapatkan. Misalnya tahan gaji atau dimutasikan ke tempat yang lebih terpencil lagi. Rezim orde baru yang demikian otoriter rupanya merasuk sampai ke unit atau level organisasi terkecil di daerah.
Dalam banyak kasus ketika itu mutasi guru bukan dimaknai sebagai promosi atau memenuhi prinsip manajemen pendidikan the right person on the right place.

Mutasi cukup sering menjadi bahasa hukuman atau sanksi yang menjadi momok menakutkan para guru. Nah, daripada cerewet memperjuangkan hak lebih baik memilih diam. Apa kata dan tindakan pembesar ikuti saja. Guru Tomi yang beta kenal merupakan pengecualian. Dia termasuk guru yang berani memperjuangkan kebenaran dan keadilan sehingga di kalangan mereka yang pernah mengenalnya, mendiang Guru Tomi dianggap guru pejuang.

Masa pengabdian Guru Tomi dan guru-guru seangkatannya sudah lama berlalu. Sebagian besar dari mereka sudah meninggal dunia. Tugas dan tanggung jawab sebagai guru dan pendidik kini telah diambil alih generasi baru guru-guru di seantero Nusa Tenggara Timur (NTT). Apakah nasib guru di zaman milenium baru ini lebih baik? Tuan dan puan silakan renung sejenak lalu memberi jawaban sendiri-sendiri.

Benar bahwa guru kini telah hidup di alam yang lebih maju. Kalau di masa Guru Tomi dkk biasa jalan kaki, tunggang kuda atau paling mewah naik sepeda, guru sekarang sangat biasa berseliweran ke mana-mana dengan sepeda motor bahkan sebagian sudah naik oto (mobil). Ijasah Guru Tomi dulu paling tinggi SGA (Sekolah Guru Atas) atau SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Sekarang rata-rata S1, S2 atau paling rendah diploma. SGA dan SPG sudah lama arlmarhum. Kemewahan bagi Guru Tomi dulu adalah batu kalam, kapur tulis dan papan hitam. Kini para guru sudah biasa pegang spidol, white board dan tenteng laptop. Malah sudah pakai sertifikasi.

Itu soal kemajuan. Bagaimana dengan perlakuan yang adil? Jarum waktu keadilan bagi guru tidak selalu berputar teratur. Lebih kerap malah onar berputar di beranda Flobamora. Kita bangga hidup di zaman reformasi. Riang gembira menikmati pemilu kada langsung sebagai tanda kehidupan berbangsa dan bernegara semakin demokratis.

Betul semakin demokratis. Tapi asal tuan dan puan tahu, yang sering kena getah saat pemilu kada adalah para guru jua. Pada saat pemilu kada mutasi kepala sekolah ramai nian. Nada ancaman yang kerap terngiang demikian. Kau tidak dukung bupati yang sedang berkuasa, artinya kau siap-siap kena mutasi. Pernah kejadian di salah satu kabupaten saat pemilu kada ratusan kepala SD serentak diganti karena bupati khawatir mereka `berkampanye' mendukung figur lain. Guru yang punya peran strategis dalam masyarakat disalahgunakan dedikasinya untuk kepentingan kekuasaan politis jangka pendek.

Ada banyak guru yang menderita seperti itu tapi mereka tak berani bersuara. Para guru tergabung dalam koor silent mass. Massa yang diam. Tuan yang lagi berkuasa mungkin mengusung pepatah kura-kura dalam perahu. Pura-pura tidak tahu. Tak apalah. Silahkan bilang tidak beribu kali untuk fakta yang berkelindan di tengah ziarah pergumulan para guru Flobamora.

Mau periksa contoh yang lain? Sepanjang minggu yang baru lewat, riuh rendah kita mendengar jerit tangis para guru dari berbagai daerah di Flobamora. Dari Belu sampai Flores Timur, Ende, Lembata hingga Labuan Bajo. Jeritan berjudul dana sertifikasi. Hak guru-guru itu tidak digubris. Di Ende tunggakan dana sertifikasi gemuk betul. Kira-kira Rp 17 miliar lebih sejak tahun 2007. Di Labuan Bajo hampir setengah tahun lebih para guru belum menerima hak mereka itu. Raungan pilu pun disuarakan para guru kontrak alias honor.

Alasan para pengatur laku di daerah sama dan sebangun. Dana sertifikasi belum ditransfer pemerintah pusat jadi belum bisa dilanjutkan ke tangan para guru. Ada juga yang bilang perubahan metode cara bayar dan alasan-alasan lainnya. Ya, negeri tercinta ini memang sangat piawai bersilat lidah. Yang lebih seru Kakak, Ipar, Om, Tante, Bunda, Ayah, Opa dan Oma yang menyandang sapa Yth (wakil rakyat Yang Terhormat) terkaget-kaget karena mengaku baru tahu dari koran.

Wah? Kalau urus kepentingan sendiri luar biasa gesit, cermat dan jeli. Tapi kalau memperjuangkan nasib orang lain ya tunggu dulu. Harus sesuai mekanisme dan prosedur. Perlu dirapatkan berhari-hari dengan eksekutif. Maklum kalau Yth hadir rapat ada uangnya, kawan!

Dengan menomorsekiankan keadilan bagi para guru sebagai salah satu pilar pembangunan pendidikan, mengertilah kita kalau prestasi NTT dalam bidang ini tak pernah menjulang dari tahun ke tahun. Warta nestapa kegagalan UN masih akan terus bergemuruh. Bahwa ada juga guru yang tak pantas disebut guru karena iwa mutu (baca: tidak bermutu) tak dapat dipungkiri. Ada juga kepala sekolah atau guru yang tak patut digugu dan ditiru. Kasus begitu pasti ada selalu dalam hidup.

Seorang kolega waktu diskusi baru-baru ini di Hotel Sasando Kupang melukiskan IPM (Indeks Pembangunan Manusia) NTT yang urutan ke-31 dari 33 propinsi Indonesia dengan kalimat begini. "Artinya, NTT urutan ketiga terbanyak secara nasional yang memiliki orang bodoh, penyakitan dan miskin."

Jangan-jangan ada kesalahan logika di kampung besar kita. Bodoh, penyakitan dan miskin (terutama miskin hati) dipersepsikan seolah-olah hanya melekat dengan rakyat kebanyakan. Aih...kawan, jadi ingat ocehan bocah di Kolhua-Kupang, "Tolong ko sadar!" (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang edisi Senin, 12 Juli 2010 halaman 1

Kegilaan Tiga Menit

Oleh Dion DB Putra

PUBLIK Belanda geger dan sewot. Bayangkan saja pemain legendaris negeri itu yang setiap tutur katanya dianggap sakti mandraguna, Johan Cruyff, lebih menjagokan Spanyol di babak final Piala Dunia 2010 malam ini.

Johan Cruyff secara terang-terangan mengaku tidak menyukai gaya sepakbola pragmatis yang diterapkan tim Oranye sepanjang kampanye South Africa 2010 sehingga ia lebih mendukung sepakbola indah ala Spanyol. Dia yakin Spanyol akan menjadi negara kedelapan di dunia yang merebut tropi FIFA World Cup setelah Uruguay, Italia, Brasil, Inggris, Jerman, Argentina dan Perancis.


Atas nama nasionalisme wajarlah jika publik Belanda sewot terhadap Cruyff menjelang final di Stadion Soccer City Johannesburg, Minggu (11/7/2010) malam atau Senin (12/7/2010) dinihari Wita. Seburuk-buruknya tim Belanda, Cruyff mestinya mendukung tim nasionalnya. Memberi motivasi kepada Wesley Sneijder dkk.

Johan Cruyff kiranya tidak sedang terpengaruh oleh ramalan gurita bernama Paul di Jerman yang selama Piala Dunia 2010 telah menjadi "bintang luar lapangan" atas kejituan ramalannya. Tentang laga final si Paul meramalkan Spanyol keluar sebagai pemenang. Banyak orang percaya Paul benar lagi seperti dia meramalkan Jerman tersungkur di semifinal Rabu lalu.


Dukungan Cruyff terhadap Spanyol perlu dicermati dengan jernih. Cruyff pasti tidak asal omong. Cruyff punya pengalaman sangat kaya dengan tim Oranye. Pengalaman telah mengajarkan legenda sepakbola Belanda itu tentang realisme nasib. Bahwa nasib, entah nasib baik atau nasib buruk bisa datang kapan saja. Nasib baik dan buruk itu pun dapat muncul dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Kepada sepakbola Cruyff telah menyumbang pesan sangat indah lewat puisinya. "Kalah atau menang itu sering ditentukan hanya dalam waktu tiga menit saja." Dengan kata lain "kegilaan tiga menit" dapat mengubah nasib sebuah tim. Menjadi pemenang atau pecundang. Suatu kesebelasan yakin tidak akan kalah. Tetapi mendadak tumbang dan banjir air mata.

Sudah banyak tim mengalami kekejaman nasib seperti ini, ingat misalnya Brasil di final Piala Dunia 1950 melawan Uruguay atau di Liga Champions Eropa orang akan selalu mengenang final 1999 di Stadion Nou Camp Barcelona. Tim raksasa Jerman, Bayern Munich dikalahkan Manchester United (MU) 2-1 dalam waktu 112 detik. Munich yang sudah siap berpesta pora tiba-tiba meradang dan terkapar. Bagi MU kemenangan di final 1999 adalah the dream comes true. Mimpi yang jadi kenyataan! Kemenangan dalam waktu 112 detik itu mukjizat.

Cruyff punya pengalaman sendiri tentang "kegilaan tiga menit".
Memimpin tim Oranye di Piala Dunia 1974 lewat sepakbola indah total football, Johan Cruyff dkk meraih hasil sempurna sejak putaran pertama. Rival-rival berat digilas. Hajar Argentina 4-0. Juara bertahan Brasil disingkirkan dengan skor 2-0.

Pada babak final melawan Jerman Barat di Stadion Olimpiade Munich 7 Juli 1974, banyak orang menjagokan Belanda keluar sebagai juara. Di hadapan 75.200 penonton, Belanda mengejutkan tuan rumah pada lewat gol cepat menit ke-2 hasil sontekan Johan Neeskens dari titik penalti. Wasit John Taylor (Inggris) memberikan hadiah penalti karena pemain belakang Jerman Barat menjatuhkan Cruyff saat ia solo run di kotak penalti. Menit ke-25, Jerman membalas lewat penalti Paul Breitner. Skor 1-1. Belanda masih terus menari-nari lewat total football. Johan Cruyff dkk mengurung Jerman setengah lapangan. Saat mereka asyik menyerang dan kehilangan bola, Jerman membangun counter attack. Menit ke-43, Gerd Mueller mencetak gol ke gawang Jan Jongbloed setelah melewati hadangan Arie Haan dan Wim van Hanegem. Skor 2-1.

Babak kedua tim Oranye tetap mendominasi pertandingan. Jerman di bawah komando Franz Beckenbaur telah mengunci mati pertahanannya. Serangan Belanda seolah membentur tembok. Perjuangan Cruyff sia-sia. Sampai wasit Taylor meniup peluit panjang, skor tak berubah. Jerman Barat juara. Cruyff pulang kampung sambil mengenang kekalahan itu sebagai memori pahit selama kariernya meskipun Belanda disanjung dunia sebagai juara tanpa mahkota.

Rekam jejak Belanda menuju Afrika Selatan 2010 luar biasa. Belanda meraih hasil 100 persen selama babak kualifikasi Grup 9 zona Eropa. Di putaran final sejak 11 Juni 2010, Belanda adalah satu-satunya tim yang tak terkalahkan. Beda dengan Spanyol yang sempat dipermalukan Swiss 1-0 pada laga pembuka Grup H dan hanya menang tipis atas lawan-lawannya di babak 16 besar, perempatfinal dan semifinal.

Dengan menjagokan Spanyol, Cruyff sesungguhnya sedang mengingatkan tim Oranye tentang realisme nasib. Belanda yang jalannya demikian mulus sejak babak kualifikasi bisa saja tersandung di partai puncak. Kecuali itu, Cruff yang pernah sukses melatih Barcelona paham betul karakter Spanyol dan kualitas tim asuhan Vicente Del Bosque itu. Tim Spanyol 2010 adalah Spanyol yang menjuarai Piala Eropa 2008. Kolektivitas permainan mereka sangat solid. Kualitas pemain pun sangat merata di semua lini vital mulai dari penjaga gawang hingga ujung tombak. Meski Fernando Torres belum mencetak gol sampai saat ini tetapi Torres adalah pengganggu lawan nomor satu. Lawan memperhatikan Torres, David Villa yang oportunis sejati mudah berkelit untuk mencetak gol dari berbagai sisi.

Kekuatan Belanda adalah serangan baliknya. Tapi titik rawan
Belanda justru di lini belakang. Tabir pertahanan yang dikoordinir Giovanni van Bronckhors itu bakal remuk redam menghadapi aksi trio maut Spanyol, Iniesta, Xavi dan Alonso. Ini yang diingatkan Cruyff. "Jika Anda bermain sepakbola menyerang seperti diperagakan Spanyol, Anda akan memiliki peluang besar untuk menang. Dan, jika Anda bermain dengan serangan balik melawan tim seperti itu, Anda akan menderita. Belanda tahu mereka akan berhadapan dengan tim
terbaik di dunia," kata Johan Cruyff.

Kiranya Cruyff benar. Sebab cara bermain tiki-taka ala Spanyol berbeda jauh dengan gaya Belanda. Spanyol akan lama memainkan bola, berputar-putar lewat umpan pendek dari ke kaki ke kaki. Ingat nasib Jerman di semifinal. Philipp Lahm dkk seolah hanya bisa menonton Xavi, Iniesta, Alonso dan Villa mengutak-atik bola sepanjang laga.

Belanda malam ini kemungkinan tidak akan mengubah gayanya. Tim Oranye akan cenderung menunggu si Merah La Furia Roja membuat kesalahan dan melumpuhkan Matador melalui serangan balik memanfaatkan kecepatan Arjen Robben dan dobrakan jenius Wesley Sneijder. Belanda sangat ingin mencetak gol lebih awal guna mempertahankan motivasinya meraih juara dunia setelah masuk final ketiga di Piala Dunia.
Final 1974 dan 1978 Belanda gagal total. Sampai semalam bursa taruhan memang cenderung mengunggulkan Spanyol. Tapi bursa taruhan itu sebuah perjudian. Sesuatu yang tidak pasti.

Jangan-jangan Johan Cruyff tidak tulus ketika dia memuji Spanyol. Soalnya dalam sepakbola selalu ada strategi "makan puji". Memuji habis-habisan lawan sehingga dia merasa tersanjung. Dan, sanjungan bisa membuat orang lupa diri. Lupa daratan dan baru sadar setelah terkapar dengan muka buruk. Mudah-mudahan Spanyol menyadari itu dan tetap mempertahankan karakter permainannya. Ingat "kegilaan tiga menit". Toh Belanda bukanlah tim yang mudah dikalahkan.

Tim Matador mestinya bermain rileks saja karena apapun hasil pertandingan final malam ini, mereka akan dihormati dengan diarak memakai bus terbuka melintasi jalan-jalan raya di ibu kota Madrid. Pemerintah Kota Madrid telah mempersiapkan resepsi dan pesta besar untuk Iker Casillas dkk.

"Pemerintah bersama Federasi Sepakbola Spanyol telah menyiapkan resepsi besar untuk para pemain sebagai tanda kekaguman," demikian pernyataan Balai Kota Madrid. Luar biasa! Menang atau kalah malam ini, Spanyol telah mencatat prestasi hebat di Piala Dunia. Selamat bertanding!*

Pos Kupang 11 Juli 2010 halaman 1. Artikel ini ditulis ketika Belanda akan menghadapi Spanyol di final Piala Dunia 2010. Spanyol akhirnya menang 1-0 lewat gol Andres Iniesta pada menit ke- 116.

Salah Buka Langkah


Oleh Dion DB Putra

DI bidang politik praktis, kiranya belum ada tokoh yang mewariskan pesan jitu, bernas dan terutama indah seperti Kanis Parera atau lebih tersohor dengan sapaan Bung Kanis Pari (1930-1987). Inilah secuil pesan Bung Kanis, tokoh politik legendaris yang pernah dimiliki Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Politik itu kotor tapi indah. Licin tapi menarik. Licin tapi resik. Repot tapi asyik. Sulit tapi wajib. Ruwet tapi gairah. Berbahaya tapi mempesona. Penuh jebakan tapi rindu menarik ingin. Jemu tetapi kembali selalu tetap membelengu. Penuh gejolak tapi semarak. Bisa diperhitungkan tapi berantakan tidak terduga.

Berpolitik praktis itu sarat dengan hak, berat dengan kewajiban. Babak karena benturan belur karena pukulan. Bimbang hadap kawan bingung hadap lawan. Kecewa gembira silih berganti. Khayal bisa mengawang untuk akhirnya patah frustrasi. Berpolitik praktis adalah masuk bersilat taktik dan strategi di arena, dengan akibat yang pasti hanya satu: siapa salah buka langkah, dia terlempar keluar gelanggang (mau lengkap silakan baca Kanis Pari: Jangan Takut Berpolitik. Penyunting Jannes Eudes Wawa, Penerbit Bank Naskah Gramedia bekerja sama dengan Pakem 2004).


Sepakbola memang bukan politik apalagi politik praktis. Tapi sebagai perayaan pesta kemanusiaan, politik dan bola kiranya banyak kemiripannya. Ada benang merah terjalin. Menurut beberapa orang terdekatnya, Kanis Pari adalah ujung tombak tim sepakbola saat belajar di SMP Frater Ndao, Sekolah Guru Bawah (SGB) Mataloko dan Sekolah Guru Atas (SGA) Ndao Ende. Maka patut diduga pesan-pesan indah Bung Kanis tentang politik itu terinspirasi juga dari lapangan bola. Seandainya si bung masih hidup pasti dia akan menulis dengan sangat indah tentang pesta bola dunia yang kini memasuki masa puncak.

Siapa salah buka langkah, dia terlempar keluar gelanggang. Begitulah! Dari 32 tim finalis Piala Dunia 2010, tiga puluh tim telah terlempar keluar gelanggang South Africa. Sebanyak 62 partai telah tersaji dengan total gol 139 biji. Kini tinggal dua tim yang berhak memperebutkan mahkota di Soccer City 11 Juli 2010. Belanda vs Spanyol. Piala Dunia akan mencatat juara baru, negara kedelapan yang akan menggenggam tropi FIFA World Cup setelah Uruguay, Brasil, Inggris, Italia, Jerman, Argentina dan Perancis. Tinggal satu partai lagi. Spanyol ataukah Belanda
yang akan terlempar keluar gelanggang?

Khayal bisa mengawang untuk akhirnya patah frustrasi. Luar biasa! Khayalan Jerman mengawang tinggi setelah menikam Australia 4-0, melinggis Inggris 4-1 dan melumat Argentina 4-0. Tapi patah frustrasi menghadapi Tim Matador. Tangis dan tawa memang datang silih berganti.

Sulit dipercaya keberanian Jerman sirna di Durban. Kemenangan Jerman atas Spanyol secara teknis bisa diperhitungkan namun berantakan tak terduga karena Joachim Loew salah buka langkah pada 45 menit pertama. Di Durban Rabu (7/7/2010) malam, Jerman buka permainan dengan membangun kembali tembok Berlin yang telah menjadi sejarah kelam.

Jerman yang atraktif, bertenaga dan lari bersama bola justru menunggu serbuan si Merah, La Furia Roja. Jerman seperti bingung hadap lawan, sehingga babak karena benturan belur karena pukulan para ksatria Catalan yang tampil spartan. Loew yang biasa membuka langkah dalam skema 4-3-2-1 untuk determinasi tingkat tinggi, tiba-tiba jadi penakut dengan formasi 4-4-1-1.Partai keenam versus Spanyol merupakan penampilan terburuk Die Mannschaft selama di Afrika Selatan.

Dalam lima laga sebelumnya, Loew dipuji atas suksesnya mentranformasi tim Der Panzer yang kaku menjadi tim fleksibel, sangat menyerang dan menghibur dengan rekor 13 gol. Aneh sekali, dia sontak berubah saat bertemu Spanyol. Loew kembali ke skema tradisional panser dengan memerintahkan Philipp Lahm dkk bergerombol dulu di lini kedua baru mencari celah untuk menggempur. Dalam 30 menit pertama tidak terlihat sama sekali passing-passing terukur pemain Jerman yang begitu mudah mengoyak gawang Inggris dan Argentina sebelumnya.

Loew mungkin berdalih dengan membangun Tembok Berlin setangguh mungkin timnya mengunci pergerakan David Villa, Andres Iniesta, Xavi dan Alonso. Saat Spanyol kehilangan bola, Jerman baru melancarkan serangan balik cepat dan mematikan. Loew lupa bahwa Vicente del Bosque membaca pikirannya. Saat kehilangan bola, Spanyol lekas berubah dari skema 4-4-2 ke 5-4-1. Dengan resep itu, Spanyol tetap mendominasi pertarungan di lapangan tengah. Tim muda Jerman begitu minim mendapatkan peluang manis di depan gawang Iker Casillas yang tampil berwibawa. Spanyol tak memberi ruang tembak ideal buat Bastian Schweinsteiger, Lukas Podolski, Philipp Lahm, Mesut Ozill dan Miroslav Klose.

Schweinsteiger, Ozill dan Sami Khedira sebagai tim kreatif lapangan tengah Jerman gagal memainkan perannya memberi passing ke sayap kiri dan kanan. Thomas Muller absen karena sanksi kartu melengkapi ketumpulan Jerman. Blok tengah dikuasai Espana. "Kami berusaha masuk satu lawan satu dengan cepat tetapi ketika kami berhasil melakukannya, bola sudah lenyap," kata Miroslav Klose. "Mereka kuasai bola dan kami dibuat banyak berlari tanpa hasil. Spanyol pantas menang malam ini," kata pemain berusia 32 tahun itu.

Jika babak pertama formula tiki-taka Xavi-Alonso-Iniesta masih malu-malu hingga sulit menembus tembok Berlin, Spanyol mengeluarkan jurus palu godam di babak kedua. Jurus palu dibumbui semangat membunuh ala matador. Gempuran hebat La Furia Roja mencapai klimaks menit ke-73. Si cerdik Xavi mengirim bola dari sudut menuju kepala gondrong Carles Puyol. Puyol melompat tinggi, melepaskan powered header menembus jala Manuel Neuer. Skor 1-0. Fajar baru sepakbola Jerman tak pernah lagi menyingsing sejak itu. Yang ada cuma kegelapan meski Loew seperti bangun dari tidur panjang, memerintahkan Lahm dkk menyerang total. Sisa waktu 17 menit tak sanggup mengembalikan martabat Der Panzer.

Joachim Loew menyesali strateginya saat jumpa pers. "Kami tidak punya keberanian dan keyakinan untuk sepenuhnya memainkan permainan kami. Kami dibuat bekerja keras untuk mendapat bola karena mereka mempunyai sirkulasi bola yang baik sedemikian rupa," kata pelatih berusia 50 tahun itu. "Kami sungguh tidak menemukan jalan untuk menyerang. Kami tidak mendapatkan gol awal seperti dalam dua pertandingan sebelumnya karena kami kurang berani," tambahnya.

Jadi benarlah adanya. Loew salah buka langkah, keliru bersilat teknik dengan Del Bosque di arena Durban. Kegagalan itu jelas tidak ada kaitannya dengan jimat sweater biru yang Rabu malam itu kembali dipakai Loew atau ramalan si gurita Paul bahwa Spanyol akan menyepak Jerman.

Ketakutan Loew berujung duka. Jerman menangis. "Semua sudah selesai. Sudah berakhir. Kita keluar," tulis koran berpengaruh di Jerman, Bild, mengomentari kesedihan negaranya. "Seluruh Jerman sekarang sedih dan air mata mengaliri negara," lapor Bild sebagaimana dikutip AFP. "1-0. Jerman disapu. Spanyol melaju," tulis koran lokal, Hamburger Abendblatt. "Cerita dongeng itu sudah berakhir," demikian Mingguan Die Zeit. Frankfurter Allgemeine melaporkan, perjalanan impian Jerman sudah selesai dan majalah Spiegel menghakimi Loew dengan kata-kata, "Khawatir, grogi dan bermain dalam tekanan."

Menenggelamkan Jerman di Piala Eropa 2008 dan Piala Dunia 2010, Spanyol telah merevisi total buku sejarah sepakbolanya. Tak ada lagi bab kutukan selalu gagal di Piala Dunia. Menembus semifinal dan final Piala Dunia 2010 merupakan bab baru yang ditulis dengan tinta emas. Kini dunia salut dan hormat pada La Furia Roja atas dedikasinya mempertahankan sepakbola menyerang dan indah. Juara bagi Spanyol sudah di depan mata asalkan mampu mengalahkan Belanda. Kalaupun Belanda juara, sepakbola Spanyol telah mencapai prestasi mengagumkan di Piala Dunia. *

Pos Kupang 9 Juli 2010 halaman 1

Kisah Sweater Biru

Oleh Dion DB Putra

JERMAN berkibar di Afrika, Inggris tetap hot dengan gosip- gosipnya. Memang bukan Inggris kalau sepi dari gosip. Setelah musuh bebuyutannya itu mempermalukan tim "Tiga Singa" 4-1 dan menyepak Argentina 4-0, tabloid Inggris, The Sun menulis dengan sudut pandang (angle) spesial tentang Pelatih Jerman, Joachim Loew.

Bukan tentang teknik kepelatihan Loew yang hebat atau tentang kehidupan pribadi. Wartawan The Sun justru bertanya kepada Loew tentang sweater biru. Kok bisa? Apa hubungannya dengan kiprah Jerman di Piala Dunia 2010.

Dan, inilah pengakuan Loew. Pelatih Jerman berusia 50 tahun itu sejatinya tidak percaya sedikit pun dengan jimat keberuntungan. Tapi orang-orang terdekat memintanya tetap mengenakan sweater warna biru karena dipercaya membawa keberuntungan bagi Jerman selama di South Africa 2010.


Loew semula menganggap itu sekadar lelucon. Namun, asisten pelatih, para staf dan anggota timnas Jerman antara lain gelandang Bastian Schweinsteiger menunjukkan bukti tak terbantah. Loew dan asistennya, Hansi Flick mengenakan sweater biru saat Jerman melumat Australia 4-0 dalam laga perdana grup D, 13 Juni 2010.

Melawan Serbia 18 Juni 2010, Loew ganti baju dan Jerman tersungkur 0-1. Saat Jerman mengalahkan Ghana 1-0, menggilas Inggris 4-1 di perdelapanfinal dan Argentina 4-0 di perempatfinal, Loew mengenakan sweater biru. Itulah sebabnya mereka percaya sweater itu punya suatu kekuatan. "Saya ini tidak percaya tahayul tetapi staf pelatih meminta saya memakai sweater biru karena kami selalu mencetak empat gol saat saya memakainya. Ini hampir menjadi lelucon. Tapi mereka mempercayainya. Bahkan saya tidak boleh mencuci meski sudah saya pakai berkali-kali. Saya kira saya akan memakainya lagi saat melawan Spanyol," kata Loew seperti dikutip The Sun.

Kalau begitu perhatikan baik-baik, apakah benar Loew kembali memakai sweater biru di Durban malam ini saat Der Panzer berduel hidup mati melawan Spanyol di semifinal Piala Dunia 2010?

Boleh juga laporan The Sun yang sanggup melihat hal-hal kecil. Selain pelatih Inggris, Fabio Capello, Joachim Loew dikenal sebagai pelatih dengan penampilan modis abis. Publik Jerman telah lama mengenal Loew dengan gaya hidup metroseksualnya. Di luar urusan sepakbola, pelatih kelahiran 3 Februari 1960 itu adalah bintang iklan produk pelembab wajah khusus pria. Loew menggemari sweater berleher kura-kura, bros dan baju putih. Busananya selalu bermerk papan atas buatan Jerman. Aksesoris pilihannya antara lain, syal yang populer dengan sebutan Syal Jogi dan jas warna gelap. Loew juga suka kaca mata hitam.

Dibandingkan pelatih Jerman terdahulu, rekam jejak Joachim Loew terbilang unik. Setelah Jurgen Klinsmann gagal di semifinal Piala Dunia 2006, Loew mengambil alih kursi pelatih Der Panzer. Penunjukan Loew sempat mengejutkan publik Jerman karena sebagai pemain dulu prestasi Loew biasa-biasa saja. Dia bahkan tidak pernah memperkuat timnas Jerman selama kariernya (1978-1995). Loew pun hanya bergabung dengan klub-klub "kecil" di Jerman yaitu SC Freiburg, VfB Stuttgart, Eintracht Frankfurt, Karlsruher SC, FC Schaffhausen FC Winterthur dan FC Frauenfeld. Selama kariernya, Loew yang berposisi sebagai gelandang serang mencetak total 78 gol.

Hanya setahun setelah gantung sepatu, Loew langsung menjadi pelatih. Klub pertama yang ditanganinya adalah VfB Stuttgart (1996-1998). Dari sana dia terbang ke Turki melatih klub papan atas Fenerbache selama satu musim (1998-1999) terus pindah lagi ke Karlsruher SC, Adanaspor dan FC Tirol Innsbruck.

Tahun 2004, Loew menjadi asisten pelatih timnas Jerman, Jurgen Klismann. Duet pelatih muda kala itu melahirkan ekspetasi yang luar biasa di Jerman saat negeri itu menjadi tuan rumah Piala Dunia 2006. Di tanah air sendiri Der Panzer mulus hingga babak semifinal. Sayang dukungan penuh publik tidak membuat Jerman terhindar dari kekalahan. Italia di luar dugaan menggusur Tim Panser 2-0, masuk ke final dan akhirnya juara setelah menang adu penalti atas Perancis. Kekalahan Jerman empat tahu lalu disambut tangis para pendukung dan curahan air mata kapten Michael Ballack seusai laga dramatis.

Klismann mundur, Loew mengambil tongkat estafet. Di tangan Loew prestasi Jerman tak patut dibilang remeh. Loew terbukti tangan dingin dan lebih sukses ketimbang Klisnmann. Dia mengantar Jerman hingga final Euro 2008. Pada babak final Piala Eropa 2008 di Wina-Austria, pasukan Loew tersandung batu. Menyerah 0-1 atas Spanyol lewat gol indah Fernando Torres. Maka duel malam ini seperti ulangan final Euro 2008.

Jerman balas dendam? "Oh pasti. Kalah di final seperti Piala Eropa 2008 selalu menimbulkan kekecewaan. Saya tidak ingin kembali ke Berlin tanpa sesuatu. Kami sangat ingin mengalahkan Spanyol," kata Schweinsteiger.

Dari sisi manapun Jerman 2010 kiranya berhak untuk percaya diri dapat mengalahkan Spanyol. Dari 21 pertemuan mereka sebelum malam ini, rekor kemenangan Jerman lebih baik yaitu 8-6 dan sisanya berakhir seri.

Setelah mengantar tim Die Mannschaft ke semifinal Piala Dunia 2010 dengan permainan fantastis, popularitas Loew melesat hebat. Di Jerman dia hanya kalah tipis dari Kanselir Angela Merkel yang juga "gila bola". Joachim Loew dipuja 82 juta rakyat Jerman yang mendambakan timnas mereka kembali merebut gelar juara dunia. Apalagi sejak Jerman Bersatu belum sekalipun negeri itu meraih juara dunia.

Loew dibanjiri pujian dan harapan. Simak pujian Franz Beckenbauer. "Jerman tak pernah bermain seperti ini. Cara dan gaya mereka bermain fantastis. Setiap orang bergerak, ingin menguasai bola. Semangat tim ini luar biasa," katanya. Atau dengar cara memuji mantan bintang Inggris, Gary Lineker.

"Pada hakekatnya sepakbola adalah permainan 22 orang. Mereka memainkan bola untuk mengalahkan lawan. Dan, Jerman selalu memenangi pertandingan," kata Lineker. Ya, Jerman adalah tim spesialis turnamen karena hampir selalu meraih juara.

Loew sungguh memahami nilai tradisional bangsa Jerman sebagai sumber kekuatan. "Empat tahun saya bekerja. Saya paham nilai-nilai yang dihormati masyarakat Jerman umumnya, yakni kekuatan, ketegaran, kecepatan, disiplin dan kerja keras. Dengan begitu, kami dapat menyajikan sepakbola atraktif. Kami tidak gentar kepada tim manapun," katanya.

Begitulah! Mesin tempur Jerman telah siap menderu-deru demi melumat seteru. Awas, La Furia Roja. Kalian bisa menjadi korban berikutnya.

Apakah mudah membunuh tim Matador? Tunggu dulu. Jangan takabur. Banjir pujian dan harapan bagi Jerman bisa menjadi bumerang. Sejarah telah membuktikan, Jerman remuk redam justru karena antiklimaks atau percaya diri berlebihan. Spanyol bukan Inggris, bukan juga Argentina. Pasukan Merah tetap dengan jatidirinya. Jalan derita telah dilewatinya sejak penyisihan. Spanyol jauh dari puji, kering dengan pujaan. Cara bermain Spanyol yang tiki-taka lewat operan pendek kaki ke kaki paling tidak disukai Jerman.

Laksana Matador, Spanyol adalah petarung ulung. Bertarung sampai tetes darah terakhir. Jadi tunggu dan lihatlah sampai menit terakhir, apakah sweater biru Loew masih mujarab atau Jerman menangis untuk kedua kalinya.Selamat begadang.*

Pos Kupang 7 Juli 2010 halaman 1

Bersalaman Tanpa Kata-Kata

Oleh Dion DB Putra

PIALA Dunia senantiasa menciptakan moment spesial yang akan dikenang selalu. Suatu hari di bulan Juli enam puluh tahun lalu, stadion terbesar di dunia, Maracana ditelan keheningan terhebat dalam sejarah sepakbola.

Presiden FIFA, Jules Rimet yang duduk di tribun VIP stadion yang dibangun khusus untuk putaran final Piala Dunia 1950 itu merasa jiwanya hilang. "Saya merasa sangat sepi ditemani sebuah piala di tangan dan tidak tahu apa yang harus saya lakukan," kata Jules Rimet memberi kesaksian.

Jules Rimet menyerahkan tropi Piala Dunia kepada Kapten Uruguay, Obdulio Varela, dalam isak tangis 174. 000 pendukung Brasil yang memenuhi Maracana. Jules Rimet bersalaman dengan Varela tanpa mengucapkan sepatah kata pun, sesuatu yang tidak lazim pada akhir pesta akbar sepakbola dunia. "Saya mengulurkan tangan tanpa sepatah kata. Saya telah bertindak tidak adil kepada Uruguay. Maafkan saya," katanya.


Itulah pertama kali dalam hidupnya Jules Rimet merasa bersalah kepada sepakbola. Sebagai pemimpin FIFA dan tokoh paling gigih memperjuangkan sepakbola menjadi olahraga yang mempersatukan masyarakat internasional pasca Perang Dunia II, Jules Rimet seolah mengkhianati pendiriannya.

"Saya lupa bahwa kemenangan sebuah tim baru bisa diketahui setelah wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan. Siapa pun tidak boleh mendahului peluit wasit. Saya salah karena terlalu yakin Brasil akan menjadi pemenang," ujarnya sambil mengenang naskah pidato ucapan selamat kepada Brasil yang telah ia tulis batal dibacakan saat penutupan Piala Dunia tanggal 16 Juli 1950 di Maracana.

Sama seperti publik dunia dan Brasil saat itu, Jules Rimet sangat yakin Brasil akan menjadi juara di tanah airnya sendiri sehingga dia hanya menyiapkan naskah pidato untuk Brasil. Jules Rimet mengabaikan kemungkinan Uruguay akan menjadi pemenang karena Brasil begitu superior sejak babak penyisihan grup.
Sebagai tuan rumah Piala Dunia 1950, Brasil mencetak rekor fanstastis. Mereka menjadi tuan rumah yang baik dengan membangun Maracana, stadion supermegah di ibu kota Rio de Janeiro yang bisa menampung 200 ribu penonton. Inilah stadion sepakbola terbesar di dunia. Prestasi tim Samba pun luar biasa di antara 13 tim yang lolos babak kualifikasi termasuk Inggris yang baru ikut Piala Dunia pertama kali.

Setelah membuka kemenangan telak 4-0 atas Meksiko, ditahan 2-2 Swiss dan menang 2-0 atas Yugoslavia, Brasil melaju ke putaran final sebagai juara Grup A. Penampilan Brasil di putaran final yang melibatkan empat tim, yakni Brasil, Uruguay, Spanyol dan Swedia luar biasa. Keempat tim itu saling berhadapan dan tim juara adalah peraih nilai tertinggi.

Tim Samba yang bermaterikan Barbosa, Augusto (kapten), Juvenal, Bauer, Danilo, Bigode, Friaccedila, Zizinho, Ademir, Jair dan Chico membekuk Swedia 7-1 dan Spanyol 6-1. Sedangkan Uruguay hanya menang 3-2 atas Swedia dan ditahan Spanyol 2-2. Swedia cuma unggul 3-1 atas Spanyol.

Partai terakhir Brasil vs Uruguay menjadi penentu. Laga final itu disaksikan 174 ribu penonton di Maracana. Publik Brasil begitu yakin, timnya bakal meraih tropi Piala Dunia pertama karena hanya membutuhkan hasil seri melawan Uruguay. Maka pesta juara dipersiapkan secara besar-besaran di seantero Brasil.
Kenyataan di Maracana 16 Juli 1950 sebaliknya. Brasil amat sulit menembus benteng pertahanan Uruguay. Para petarung berkostum biru langit, Julio Perez, Juan Schiaffino, Gigghia dan kapten Obdulio Varela bahu-membahu dan berjibaku mempertahankan daerahnya dari gempuran Brasil yang bermain indah dan efektif sepanjang turnamen.

Brasil unggul lebih dulu pada menit ke-58 lewat gol Friaca. Maracana meledak girang. Schiaffino menyamakan skor 1-1 sembilan menit kemudian. Fans Samba tetap yakin Brasil akan menjadi juara karena tetap mendominasi permainan. Petaka datang di menit ke-80. Gol Gigghia membungkam tuan rumah. Maracana hening. Banjir air mata membasahi bumi Amazon ketika wasit George Reader dari Inggris menuip peluit akhir. Brasil tumbang. Pesta besar di Pantai Copacabana-Rio buyar!

Uruguay menjadi juara untuk kedua kalinya setelah tahun 1930. Tim Biru Langit yang terdiri dari Maspoli, Gonzalez, Tejera, Gambetta, Varella, Andrade, Ghiggia, Peacuterez, Miguez, Schiaffino dan Moran disambut sebagai pahlawan ketika tiba di Montevideo. Sementara keberhasilan striker Brasil, Ademir de Menzes sebagai top scorer dengan sembilan gol seolah tak bermakna buat tuan rumah yang patah hati karena kemenangan di depan mata sirna lantaran over percaya diri.

"Kekalahan melawan Uruguay di Stadion Maracana tahun 1950 selalu menghantui hidup saya. Kami menganggap tropi itu sudah dalam genggaman. Impian kami berakhir dalam tempo sepuluh menit. Kejam! Tapi itulah sepakbola," kata Ademir.

Maracana 1950 adalah titik hitam dalam sejarah sepakbola Brasil. Sangat manis bagi Uruguay! Maracana 1950 merupakan saat terindah dalam sejarah sepakbola negeri kecil di tenggara Latin Amerika tersebut. Ketika Uruguay lolos ke perempatfinal Piala Dunia 2010 untuk menghadapi Belanda di Cape Town, Selasa (6/7/2010) malam, rakyat negeri itu memutar ulang memori indah di Brasil 1950. Setelah prestasi sepakbola Uruguay meredup selama 40 tahun terakhir di ajang Piala Dunia, sukses menembus babak semifinal di South Africa 2010 merupakan kejutan yang menggairahkan. Sekarang publik Uruguay yakin bahwa tim nasional mereka mampu mengulang sukses di Piala Dunia pertama tahun 1930 dan 1950 "Saya tidak tahu apa yang akan terjadi jika kami berhasil meraih kemenangan seperti tahun 1950. Kami masih melihat kemenangan itu sebagai idola," kata pelatih Oscar Tabarez.

"Maracana 1950 adalah spirit bagi kami. Kami tidak ingin pulang sebelum 11 Juli 2010," kata Diego Forlan.
Meraih kembali kejayaan merupakan spirit Uruguay dan Belanda. Sama seperti Uruguay, para pemain Belanda 2010 pun berada di bawah bayang-bayang kejayaan masa lalu. Mereka dibayangi masa emas Johan Cruyff, Johan Neeskens dan Johnny Rep di tahun 1970-an serta trio Ruud Gullit, Frank Rijkaard dan Marco van Basten di penghujung 1980-an. Tahun 1974 dan 1978 Belanda menembus final tapi gagal meraih mahkota. Kini saatnya bagi Belanda untuk menebus kegagalan itu.

Belanda 2010 punya modal fenomenal. Mereka memenangi semua laga pra-kualifikasi untuk meraih tiket ke Afrika Selatan 2010, memenangi tiga laga di fase grup dan dua laga di babak knock-out. Dibandingkan dengan Uruguay, perjalanan Belanda sangat mulus. Sukses di perempatfinal pun mengguncang dunia ketika Tim Oranye menekuk Brasil 2-1 sekaligus memecahkan rekor tak pernah menang dalam sembilan pertemuan sebelumnya.

Wesley Sneijder dkk telah memperlihatkan kepada dunia betapa Belanda 2010 bisa menghasilkan gol kemenangan dari sudut mana pun. Belanda adalah mesin giling yang efektif meski dikritik karena meninggalkan keindahaan total football.

Namun, Pelatih Belanda Bert van Marwijk cukup tahu diri. Rekor kemenangan 100 persen Belanda di Afrika Selatan bisa menjadi bumerang karena Uruguay justru menjadi underdog.

"Saya sangat menghormati tim Amerika Selatan yang tersisa itu. Ini akan menjadi laga yang sangat berbahaya karena mereka adalah pejuang tak kenal lelah. Petarung sejati. Kami harus sangat fokus," katanya. Ya, Belanda harus tetap fokus agar tidak menjadi korban seperti Brasil tahun 1950.*

Pos Kupang 6 Juli 2010 halaman 1

Gelap


TUAN dan puan kiranya masih ingat film serial Baywatch yang ditayangkan salah satu stasiun televisi Indonesia beberapa tahun silam. Serial ini pertama kali diluncurkan tahun 1989 dan tayang secara mingguan di stasiun televisi NBC. Di luar dugaan film yang diilhami dari cerita Greg Bonnan itu sangat populer dan bertahan selama sepuluh tahun lebih. Bahkan Baywatch -- termasuk spin-off berjudul Baywatch Night ditayangkan di lebih dari 140 negara termasuk Indonesia.

Pada tahun 2001 tayangan serial Baywatch dihentikan setelah jumlah penonton di Amerika Serikat (AS) menurun hingga 1,9 juta per minggu. Namun, pada tahun 2006 kisahnya kembali diangkat ke layar lebar. Tidak tanggung-tanggung. Untuk membuat kisah yang lebih seru dan menarik produser menunjuk Steven Spielberg sebagai sutradara.

Saat tayang di Indonesia film Baywatch sangat digemari pemirsa karena kisah setiap episode sangat menarik dan sarat dengan pesan kemanusiaan. Ada kisah tentang perjuangan keras menolong sesama, intrik dan dengki, balas dendam hingga kisah asmara dan pertemanan sejati.


Penampilan fisik bintang Baywatch yang cantik dan molek lewat bikini ketat serta tubuh atletis merupakan salah satu daya tarik serial tersebut. Tuan dan puan yang pernah menikmati Baywatch kiranya masih ingat sejumlah nama seperti David Hasselhoff, Carmen Electra, Jeremy Jackson, Michael Bergin, Brooke Burns, David Chokachi, Mitzi Kapture, Pamela Anderson, Kelly Packard dan Jose Solano. Dari sekian banyak bintang, aktris dan aktor yang menjadi ikon Baywatch adalah Pamela Anderson, Carmen Electra dan David Hasselhof.

Busana seksi dan kemolekan tubuh Pamela Anderson atau Carmen Electra hanyalah unsur pemikat Baywatch. Kisah film serial televisi tersebut menjadi sangat populer justru karena idenya sederhana dan menyentuh kebutuhan manusia yaitu jaminan keamanan ketika bersuka ria dengan keluarga, sahabat atau kekasih di pantai wisata.

Para penjaga pantai di Baywatch yang keren dengan seragam merah mereka menunjukkan cara kerja profesional. Mereka siaga setiap saat. Mereka dilengkapi fasilitas penyelamatan seperti radio, jet ski, boat karet, boat fiberglass, mobil ambulance, helikopter dan pos pengamatan pada sejumlah titik strategis.

Mereka mengingatkan pengunjung pantai tentang lokasi berbahaya, tentang cuaca dan tinggi gelombang laut, cara mencegah serangan hiu sampai pertolongan pertama (P3K) terhadap korban manusia saat bersukaria di pantai wisata.

Film tersebut sesungguhnya mencerminkan keseriusan pemerintah sebuah negara serta pemangku kepentingan obyek wisata bahwa keselamatan manusia merupakan hal yang paling pokok. Keselamatan nyawa manusia tidak bisa ditawar-tawar atau dipermainkan dengan cara kerja setengah hati.

Stasiun televisi NBC mencatat, selama 11 tahun masa penayangan yang sukses luar biasa Baywatch telah menginspirasi banyak pemerintahan di dunia dalam hal mengelola obyek wisata pantai secara profesional. Baywacth tidak sekadar sarana hiburan. Tapi film serial itu menjadi sumber referensi. Bahan pembelajaran berharga untuk negara-negara di dunia yang memiliki obyek wisata pantai.

Virus Baywacth juga menjalar ke Indonesia. Adalah Pulau Dewata Bali yang menangkap inspirasi tersebut dengan membentuk Balawista, semacam Baywatch versi Indonesia.

Bali yang salah satu menu utama adalah obyek wisata pantai belajar dari Baywacth dalam memberikan kenyamanan bagi pengunjung pantai. Maka hadirlah anggota Badan Penyelamat Wisata Air (Balawista). Para penyelamat pantai itu selalu siaga di enam pos sepanjang kawasan pantai Kuta dari Tuban hingga Seminyak. Setiap detik mereka berjaga-jaga untuk mencegah dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya kecelakaan menimpa wisatawan yang tengah mandi, berjemur atau melakukan aktivitas lain di tengah deburan ombak Pantai Kuta.

Sebagaimana penjaga pantai di Baywatch, anggota Balawista dituntut memiliki rasa kepedulian tinggi terhadap nasib orang lain. Juga ketulusan dan kerelaan berkorban bagi sesama. Jika berkunjung ke Pantai Kuta Bali tuan dan puan melihat kesiagaan mereka. Juga melihat bagaimana pemerintah di Bali sangat serius memperhatikan keselamatan pengunjung pantai sebagai sumber pemasukan utama pariwisata Bali.

Di banyak tempat wisata mudah menemukan papan atau tanda berisi peringatan atau imbauan. Tentang hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Di Pantai Kuta dan pantai wisata lainnya di Bali mudah menemukan bendera merah atau bendera kuning. Itu merupakan simbol yang mengingatkan pengunjung bahwa di tempat wisata yang paling aman sekalipun, bencana bisa saja terjadi sehingga kewaspadaan tidak boleh longgar.

Bagaimana dengan kita di beranda rumah Flobamora? Nusa Tenggara Timur (NTT) bangga sekali dengan karunia Tuhan sebagai propinsi kepulauan. Tiga perempat luas wilayah ini merupakan perairan. Ke mana-mana kita selalu bercuap memiliki ratusan bahkan ribuan pantai wisata yang indah. Pantai berpasir putih serta alamnya masih bersih. Wisata pantai merupakan andalan orang NTT.

Tapi seperti tuan dan puan lihat dan rasakan sendiri, pengelolaan pantai sebagai lokasi wisata di NTT cuma mengutamakan duit. Tidak ada jaminan kenyamaman dan keselamatan bagi pengunjung. Maut mengintai siapa saja setiap saat berlibur di pantai-pantai Flobamora. Jadi kalau tidak butuh sekali sebaiknya tidak perlu berwisata dengan keluarga atau kerabat ke pantai. Carilah lokasi lain yang aman.

Contohnya persis di depan hidung. Di pantai wisata Kota Kupang dan sekitarnya yang menjadi barometer ini propinsi. Pantai wisata di Kupang saban tahun selalu menelan korban jiwa. Dalam dua tahun terakhir saja, terhitung sejak 13 Juni 2008 hingga 24 Juni 2010, Pos Kupang mencatat 20 orang tewas di Pantai Lasiana, Oesapa, Pasir Panjang hingga Pantai Tablolong. Dari 20 korban tewas itu, Tablolong pegang rekor dengan menelan korban sebanyak 17 orang. Mengerikan, kawan! Tapi siapa peduli? Kematian itu dianggap musibah biasa. Pemerintah atau negara merasa bukan tanggung jawabnya memberi rasa aman bagi warga sendiri.

Beta cukup tahu diri saat bercerita tentang film Baywatch. Penjaga pantai ala Baywatch masih merupakan mimpi bagi propinsi miskin papa dan riang dengan petaka salah urus ini.

Putra-putri NTT yang ingin berwisata ke pantai tidak butuh kemewahan Baywatch atau Balawista seperti di Bali. Mereka butuh hal-hal kecil seperti toilet, papan peringatan, tanda larangan atau semacam monumen kecil di lokasi wisata yang telah makan banyak korban jiwa. Celakanya hal-hal kecil seperti itu pun tidak mampu disediakan pemimpin kampung yang digaji dan mendapat kemewahan sebagai pejabat negara atau pamong praja dengan duit rakyat!

Coba tuan dan puan lihat baik-baik. Pada hampir semua pantai wisata NTT, petugas jaga dari dinas teknis cuma rajin menagih retribusi kepada pengunjung. Bahkan di sebagian besar pantai wisata, petugas hanya muncul batang hidungnya di hari libur. Dan kehadiran mereka hanya untuk pungut retribusi. Selesai!

Manfaat langsung bagi pengunjung setelah membayar karcis masuk bukan urusan mereka. Aspek kenyamanan dan keselamatan urusan pengunjung sendiri, termasuk kamar WC alias toilet. Di Tablolong, misalnya, ada sejumlah lopo (tempat bernaung) dan jalan setapak dari semen. Ada toilet namun hanya bangunan saja. Tuan mau pipis, silakan lari ke dalam semak belukar atau sembunyi badan di balik batu karang hitam. Toilet di sana tanpa air. Sampah pun berserakan di mana-mana.

Beta sungguh tak tahu lagi harus berkata apa. Ketika nyawa demi nyawa berguguran di pantai wisata Flobamora, bagaimana nurani pemimpin kita. Tuli, buta atau telah kehilangan rasa malu? Mereka itu piawai omong tiap hari soal kesejahteraan rakyat dan tangung jawab negara. Paham konteks dan aksinya? Aihh...gelap! (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang Senin 5 Juli 2010 halaman 1

Ketidakadilan Bola


Oleh Dion DB Putra

SEPAKBOLA dan nasib itu berdekatan satu sama lain. Begitu banyak kebanggaan tergapai, tetapi tak sedikit air mata tercurah di ujung laga. Ada tawa, ada tangis! Demikianlah keadilan bola. Di Accra, ibu kota Ghana, para pendukung tim Bintang Hitam menghujat Luiz Suarez sebagai musuh nomor satu Afrika dan musuh utama sepakbola yang menjunjung tinggi fair play. Di Montevideo, Luiz Suarez dielu- elukan sebagai pahlawan. Berkat tangannya menghadang bola di garis gawang, Uruguay lolos ke semifinal.

"Pertandingan tersebut adalah akhir dari Piala Dunia, jadi saya tidak punya pilihan. Saya memang sengaja melakukan itu meski saya tahu bisa menjadi akhir dari perjalanan kami di Afrika Selatan. Tapi melihat Gyan gagal mengeksekusi penalti, saya sangat gembira. Tuhan telah menolong kami," kata Suarez.

Biasalah dalam jagat sepakbola, nama Tuhan selalu dibawa-bawa saat berjaya atau terkapar. Lihat saja kebanyakan pemain saat masuk atau keluar lapangan tak lupa membuat tanda salib. Dalam Nama Bapa, Putera dan Roh Kudus. Amin.


Di mata tiga juta rakyat Uruguay, Suarez kini dikenang sebagai martir bola!
Seandainya Luiz Suarez tidak menahan bola dengan tangannya pada menit ke-118 itu, Uruguay kalah 1-2 atas Ghana dan tidak lolos ke babak semifinal Piala Dunia 2010. Tetapi Suarez melakukan itu dengan sadar meski ia diusir wasit Olegario Benquerenca asal Portugal dan Uruguay pun dihukum tendangan penalti.

Mestinya penalti di detik terakhir laga 120 menit itu menjadi akhir ziarah Uruguay di World Cup 2010 sekaligus memastikan Ghana sebagai tim pertama Afrika yang menembus babak semifinal dalam 80 tahun sejarah Piala Dunia.

Namun, miliaran penonton televisi sejagat dan sekitar 80.000 penonton, sekitar 65 persen pendukung Ghana di Stadion Soccer City, Johannesburg, Jumat (2/7/2010) malam atau Sabtu (3/7/2010) dinihari Wita, hampir tak percaya ketika tendangan penalti Asamoah Gyan membentur mistar gawang Fernando Muslera. Gyan yang biasanya jitu mengeksekusi penalti gagal pada momentum yang menentukan.

Muslera berjingkrak. Luiz Suarez pun mengepalkan tangan bahagia. Rupanya ada "Malaikat Kecil" yang menjaga di mulut gawang Uruguay, mengutip ucapan terkenal bintang Belanda di Euro 2000, Patrick Kluivert. Aksi Suarez dan kegagalan penalti Gyan kemudian menjadi titik balik bagi sukses Uruguay. Pertandingan berakhir 1-1 hingga 120 menit dan pemenang harus melalui adu penalti. Uruguay akhirnya menang 4-2 setelah tembakan dua esekutor Ghana berhasil diblok kiper Fernando Muslera. Saat adu penalti, Gyan sukses menjalankan tugasnya tapi Uruguay yang berpesta. Mereka melaju ke babak empat besar menghadapi Belanda yang dengan gagah perkasa mengirim pulang Brasil lebih awal ke negaranya.

"Malaikat kecil" di mulut gawang Uruguay Jumat malam itu telah menistakan Gyan sebagai pemain paling berdosa untuk negerinya Ghana dan benua Afrika yang sangat mengharapkan wakilnya tetap bertahan di Piala Dunia 2010. Duka Ghana adalah juga duka sekitar satu miliar rakyat Afrika yang berharap penuh agar the Black Stars memberi hasil membanggakan saat Piala Dunia pertama kali di Afrika.

Kekalahan adu penalti sungguh tidak adil bagi Ghana yang bermain jauh lebih baik ketimbang Uruguay. Ghana dicurangi aksi Suarez yang sengaja menangkis bola dengan tangannya. Nasib baik pun tidak memihak mereka saat Gyan mengambil tendangan 12 meter. Dunia menyaksikan dengan perasaan getir ketika Gyan terkulai di lapangan sambil menangis saat wasit Olegario Benquerenca meniup peluit akhir.

Gyan menanggung beban psikologis sangat berat. Dia menjadi pahlawan timnya sejak penyisihan grup. Justru di laga penting melawan Uruguay, Asamoah Gyan menjadi biang kehancuran. Tangis dan tawa memang sangat tipis dalam sepakbola.
Kesedihan Gyan persis sama dengan perasaan bek Jepang, Yuichi Komano yang gagal mengesekusi penalti ke gawang Paraguay di babak 16 besar. Hati Komano hancur-lebur karena dialah penyebab kegagalan Jepang. "Saya terus menunduk dan menangis. Mengapa bisa sebodoh itu untuk sesuatu yang sudah biasa saya lakukan dengan baik sebelumnya," kata Komano. Jepang bermain luar biasa menghadapi Paraguay. Namun, nasib baik bukan milik negeri Sakura itu.

Setiap kali menghadapi nasib buruk sebagaimana menimpa Jepang dan Ghana di Piala Dunia 2010, penalti kembali "dikutuk" sebagai cara tidak adil meraih sebuah kemenangan. Sejak lama para pengamat dan pakar sepakbola menilai begitu adu penalti, maka sepakbola pun tak ubahnya seperti adu untung. Berjudi. Main lotre.

"Tiadakan saja adu penalti yang kejam dan tidak manusiawi ini. Tuan-tuan di FIFA harus mengubah aturannya. Cari cara lain yang lebih obyektif," kata pemain legendaris Inggris, Boby Robson setelah Inggris disingkirkan Jerman Barat 4-3 (1- 1, 0-0) lewat drama adu penalti di semifinal Piala Dunia 1990 di Stadion Delle Alpi Turin 4 Juli 1990. "Di ruang ganti saya melihat pemain menangis. Saya juga tak dapat menahan air mata. Kita tidak terkalahkan, tapi kita gagal ke final. Di semifinal kita bermain gemilang, toh terjungkal gara-gara penalti sialan itu," kata Robson.

Menurut Robson, pemain yang gagal penalti pada momentum penting akan memikul beban psikologis sepanjang kariernya. Merasa malu dan bersalah. Benarkah Ghana kalah? Bukankah kekalahan itu terletak dalam kegagalan Gyan menembak penalti pada menit ke-119? Begitulah gumam kesedihan jutaan penggemar Ghana. Perasaan tidak adil serupa pun menghiasi langit Jepang. Kasihan Komano!

Mengharapkan FIFA mengubah penalti sebagai cara memenangkan pertandingan agaknya sulit terwujud dalam waktu dekat. FIFA terkenal konservatif dan tidak mau mengubah tradisi yang sudah bertahan hampir satu abad.

Penalti sebagai adu untung itu membuat banyak pemain bola, termasuk pemain bintang sekalipun angkat tangan kalau merasa tidak siap secara mental. Pelatih Jerman (Barat) yang sukses di Piala Dunia 1990, Franz Beckenbauer mengakui itu. "Sangat sulit mencari pemain yang mau mengambil penalti. Maka pedoman saya simpel saja, hanya siapa yang punya kepercayaan diri dan bersedia, itulah yang saya pilih sebagai algojo," kata Sang Kaisar bola itu.

Kekuatan mental merupakan kunci sukses menendang bola dari titik putih. Maka terlepas dari "skandal" Luiz Suarez dan keyakinan Muslera tentang "Malaikat Kecil" menjaga mulut gawangnya saat Gyan menyepak jabulani di Soccer City, lima alogojo Uruguay memang lebih siap secara mental ketimbang Ghana yang baru beberapa menit sebelumnya terpukul dengan kegagalan Gyan. Keadilan bola punya cara yang unik sekaligus misterius. Kadang menyakitkan! Tapi di situlah magnet bola yang akan terus menyihir dunia hari ini, besok dan lusa.*

Pos Kupang 4 Juli 2010 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes