Takdir Sepak Bola Indonesia

 Takdir adalah sesuatu yang selalu ingin manusia capai. Semua orang, ketika masih muda, tahu takdir mereka. Pada titik kehidupan itu, segalanya jelas, segalanya mungkin. Mereka tidak takut bermimpi dan mendambakan segala yang mereka inginkan terwujud dalam hidup mereka.

Namun, dengan berlalunya waktu, ada daya misterius yang mulai meyakinkan manusia bahwa mustahil mereka bisa mewujudkan takdirnya. Daya itu adalah kekuatan-kekuatan yang kelihatannya negatif, tetapi sebenarnya menunjukkan cara kepada setiap manusia mewujudkan takdir tersebut.

Daya itu mempersiapkan roh dan kehendak manusia, sebab ada satu kebenaran mahabesar di planet ini. Siapapun dan apapun yang manusia lakukan, kalau mereka sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, itu adalah hasrat yang bersumber dari jiwa jagat raya. Itulah misi manusia di dunia ini.

Begitu petuah lelaki tua bernama Melkisedek kepada anak gembala asal Spanyol, Santiago, yang sedang mencari harta karun dalam novel The Alchemist karya Paulo Coelho. Novelis asal Brasil tersebut menuliskan "petuah Melkisedek" itu untuk siapa saja, termasuk juga kepada setiap manusia yang terlibat dalam dunia sepak bola.

Toh, sepak bola juga tidak bisa dilepaskan dari takdir, yang tidak bisa didikte oleh manusia. Setiap pesepak bola mempunyai mimpi meraih kemenangan. Namun, ingat, tidak ada yang bisa dipastikan dalam sepak bola. Orang boleh menjagokan tim nasional Brasil menjadi favorit juara, tetapi sudah banyak bukti bahwa seringkali justru malanglah nasib mereka jika mereka difavoritkan.

Dengan begitu, sepak bola ibarat menjadi rangkaian olahan permainan manusia yang seakan menggambarkan kehidupan di dunia yang tidak bisa ditebak. Memang akhirnya tetap akan ada takdir baik berbentuk kemenangan atau kekalahan. Akan tetapi, kedua hal tersebut mau tidak mau harus diterima dengan lega karena itulah hasil dari perlawanan, perjuangan, dan olahan manusia itu sendiri.

Indonesia
Berbicara soal takdir sepak bola, pada Minggu (12/10/2014) muncul pernyataan dari pelatih tim nasional Indonesia U-19, Indra Sjafri, sesudah Evan Dimas dan kawan-kawan dinilai gagal total dalam targetnya mencapai semifinal Piala Asia U-19 2014 Myanmar.

"Mereka (pemain timnas U-19) sudah berusaha, tetapi takdir di tangan Tuhan. Soal gol atau tidak, keberuntungan juga berperan di situ," kata Indra sesudah Skuad Garuda Jaya dikalahkan Australia 0-1. "Masyarakat tentu sangat arif menilai pertandingan ini. Memang ini sudah jalan dari Tuhan untuk kita."

Seusai pertandingan, seluruh pemain timnas U-19 tampak murung dan melangkah gontai di atas lapangan sembari tertunduk lesu. Kesedihan tidak bisa disembunyikan dari raut wajah mereka. Bahkan, Evan Dimas dan Muhammad Sahrul Kurniawan menangis tersedu-sedu sebelum akhirnya dihampiri oleh Indra Sjafri.

Indra memeluk mereka, sembari melontarkan semangat. Satu per satu Indra menghampiri anak asuhnya yang tergontai lemas di atas lapangan. "Saya berharap, para pemain jangan disalahkan. Kasihan mereka. Mereka sudah melakukan apa yang terbaik yang mereka punya. Ini bukan aib," kata Indra mengomentari perjuangan timnya.

Kekalahan itu membuat perjuangan Indonesia terhenti di Piala Asia. Ratusan juta masyarakat negeri ini kecewa. Pun halnya seluruh pemain serta ofisial timnas. Akan tetapi, sekali lagi, tidak logis jika pemain dan pelatih disalahkan atas kegagalan tersebut. Toh, ini bukan kali pertama Indonesia menuai kegagalan di kancah sepak bola internasional.

Nama timnas U-19 mencuat ketika mereka berhasil meraih gelar Piala AFF U-19 2013. Itu adalah trofi Asia Tenggara pertama bagi Indonesia semenjak torehan emas di SEA Games 1991. Memang, usia muda tidak bisa saklek dijadikan patokan prestasi. Akan tetapi, di tengah kerinduan panjang akan prestasi, tidak bisa disalahkan pula jika masyarakat Indonesia memupuk harapan tinggi dari perjuangan mereka.

Pertanyaan
Kegagalan timnas U-19 ini seakan kembali melontarkan pernyataan yang sudah muncul sejak puluhan tahun lalu, apa yang salah dengan sepak bola Indonesia? Semenjak emas terakhir di SEA Games 1991, kegagalan demi kegagalan terus terjadi. Belum ada bukti kegagalan itu dijadikan pelajaran berharga bagi para pengurus sepak bola di negeri ini.

Mengapa pertanggungjawaban harus dialamatkan kepada para pengurus PSSI? Jawabannya tentu karena prestasi dalam dunia olahraga apapun, tidak hanya sepak bola, adalah cerminan kinerja dari para pengurus federasinya. Dengan begitu, bisa jadi, salah satu faktor utama kegagalan itu adalah belum adanya sumber daya pengurus yang mampu membina para pesepak bola di negeri ini dengan niat baik dan benar.

Di Indonesia seringkali muncul satire seperti ini: "Masa iya, ada lebih dari 200 juta penduduk yang sebagian besar merupakan penggila bola, negeri ini tidak bisa membentuk timnas yang hebat?" Tidak perlu dulu kita bicara soal prestasi, tetapi sudah adakah proses yang benar untuk membentuk timnas yang memadai? Di sinilah muncul titik krusial krisis prestasi yang harus dipertanyakan kepada pengurus sepak bola Indonesia.

Dengan segala bakat melimpah manusia di nusantara, sudah pasti ada potensi besar bagi negara ini untuk berbicara di level dunia. Namun, ketika muncul secercah harapan, mulailah "penyakit lama" para pengurus sepak bola di negeri ini kumat, penyakit yang kerap membuat prestasi para pemain muda dijadikan komoditas politik untuk pamer kesuksesan atau bisa jadi pula mengeruk keuntungan.

Mau bukti? Tidak usah jauh-jauh melihat ulah mereka bertikai saat memperebutkan kekuasaan atau karut-marutnya kompetisi sepak bola Indonesia. Teranyar, tengoklah kondisi yang terjadi ketika timnas U-19 menuai kesuksesan mengangkat trofi Piala AFF 2013 atau kegemilangan permainan mereka saat mengalahkan Korea Selatan 3-2 di penyisihan Piala Asia U-19 2014.

Atas kesuksesan itu, di tengah euforia masyarakat Indonesia yang rindu akan prestasi sepak bola, PSSI mulai bereaksi. Mulai dari Tur Nusantara jilid I dan II hingga rangkaian turnamen-turnamen internasional dipersiapkan untuk dijadikan ajang uji coba. Namun, jika menilik standar persiapan uji coba level usia muda, melaksanakan pertandingan lebih dari 40 kali juga rasanya berlebihan.

Dan tampaknya cuma di Indonesia pula yang seluruh rangkaian laga uji coba para pemain timnas muda itu disiarkan langsung oleh televisi nasional. Padahal, cara seperti itu bisa kembali memunculkan pertanyaan, bukankah langkah tersebut justru menjadi keuntungan bagi calon lawan Indonesia karena mereka mudah mendapat rekaman video permainan Evan Dimas dan kawan-kawan?

Kompetisi
Kini, apapun apologi yang dikeluarkan PSSI, kembali, kegagalanlah menjadi yang menjadi bukti nyata hasil kinerja mereka. Sekarang, publik pun pantas kembali bertanya, selanjutnya bagaimana nasib Evan Dimas dan kawan-kawan? Dan jawabannya, bagi para penikmat sepak bola Indonesia bisa jadi mengerikan, karena mereka mau tidak mau harus meniti karier di kompetisi Indonesia.

Mengapa mengerikan? Jawabannya simpel saja: hingga saat ini sudah adakah bukti sistem kompetisi di Indonesia bisa menghasilkan pemain-pemain muda berkualitas yang bisa menghasilkan prestasi di level senior? Jika berkaca kepada para penggawa timnas U-19, jelas mereka merupakan kumpulan pemain yang sudah disatukan bersama-sama sejak berada di level U-16.

Lalu, bagaimana jika akhirnya para pemain timnas U-19 saat ini harus berpisah untuk ikut serta dalam kompetisi Indonesia? Bisakah hingga ke level senior mereka tetap menjaga kondisi dan mental bertanding sebagai seorang pemenang yang selalu memainkan sepak bola dengan riang gembira? Pertanyaan itu tentunya hanya bisa dijawab oleh para pengurus sepak bola yang bertugas menyelenggarakan kompetisi di negeri ini.

Toh, pelajaran yang dapat dipetik dari perjuangan timnas U-19 di Myanmar, salah satunya adalah manusia tidak bisa memastikan kemenangannya, justru pada saat mereka berada di puncak prestasinya. Dengan begitu, jelas bukan awal, melainkan hasil akhirlah yang menentukan segalanya dalam sepak bola. Legenda Perancis, Michel Platini pernah berkata, "Dalam sepak bola, siapa yang memberikan segalanya pada awalnya, mereka jarang memperoleh ganjaran setimpal pada akhirnya."

Jika sudah ada contoh negara penggila sepak bola yang telah menciptakan sistem kompetisi baik saja masih kerap menemui kegagalan, bagaimana dengan di negara yang sudah nyeleneh dari awal? Inilah yang terus menjadi pertanyaan membosankan mengenai keabsurdan serta karut-marutnya sistem kompetisi sepak bola Indonesia, yang timnas seniornya terakhir kali berprestasi di ajang internasional pada 23 tahun silam.

Dalam kasus seperti ini, wajar jika ada manusia berbicara mengenai sesuatu yang tidak berasal dari usaha, perhitungan, atau rasionalitasnya. Pun halnya, di tengah dunia modern yang membenci irasionalitas, tidak bisa pula manusia disalahkan jika ada yang beranggapan sepak bola harus mau mengakui kuasa keberuntungan yang melawan rasionalitas itu. Dan bisa jadi kuasa itulah yang dinamakan takdir sepak bola.

Namun, seperti yang dikatakan dalam The Alchemist, pada saat manusia menginginkan sesuatu, seluruh jagat raya akan bersatu padu untuk membantu meraihnya. Para pemain di dalam timnas U-19 adalah salah satu bukti nyata bahwa Indonesia adalah gudangnya pesepak bola bertalenta. Pertanyaannya, siapakah yang bisa mewujudkan misi untuk menyelesaikan takdir dari anugerah tersebut? Itulah kewajiban dari kumpulan manusia yang menjelma sebagai pengurus sepak bola Indonesia.

Dengan kata lain, jika para pengurus itu punya ide dan melaksanakannya secara habis-habisan demi kebaikan untuk memajukan sepak bola Indonesia, alam semesta bakal bekerja sama membantu mereka memperolehnya. Sebaliknya bila tidak, tinggal tunggu saja, hasil akhir apa yang bakal terjadi terhadap dunia sepak bola di negeri ini.

"Setiap pencarian dimulai dengan keberuntungan bagi si pemula. Dan setiap pencarian diakhiri dengan ujian berat bagi si pemenang." -
The Alchemist, Paulo Coelho.

Sumber: Kompas.com

Jangan Takut

Paus Yohanes Paulus II
(Merenda Usia Perak Kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Maumere)

Oleh Philip Ola Daen, CD

Rohaniwan

POS Kupang dalam beberapa edisi terakhir ini memuat seputar Paus Yohanes Paulus II dan visit kegembalaannya ke Maumere, Flores, NTT, Indonesia dan bermalam semalam di Ritapiret. Ritapiret menjadi Vatikan semalam. Kunjungan Paus Yohanes Paulus II ini berlangsung dari tanggal 11-12 Oktober 1989.

Kunjungannya ini semakin bernas muatan isinya karena ia sudah digelar kudus dengan nama Santo Yohanes Paulus II pada tanggal 27 April 2014. Dengan demikain peristiwa kunjungannya ini telah mencapai usia perak. Karena itu, peristiwa perak ini menjadi momentum  untuk berhenti sejenak dan menoleh sekejap ke belakang untuk merefleksikan hati, pikiran dan  jiwanya.

Momentum refleksi ini menjadi teramat penting karena ia adalah  satu sosok dari sekian banyak sosok yang paling penting dan berpengaruh dalam dunia dewasa ini, dan satu paus dari sekian banyak paus yang paling elokuent dan inspiratif  sepanjang zaman dengan salah satu seruannya "Be Not Afraid". Karena itu, untuk merendah usia perak kunjungannya ke Maumere menjadi lebih indah dan bermakna baiklah diangkat dan direfleksikan lagi seruannya  be not afraid - jangan takut.

Be not afraid - jangan takut adalah satu seruan yang diwartakan di Basilika Santu Petrus pada tanggal 22 Oktober 1978 saat ia mengawali kepausannya. Seruan ini membahana ke seantero jagat. Seruan ini sungguh mengembalikan harapan ketika harapan itu nyaris pupus dan membangkitkan keberanian ketika keberanian itu mulai berubah menjadi ketakutan.

Realitas dunia yang dihadapi adalah semata kekalahan demi keekalahan dalam perjuangan hidup. Di sini orang merasa bahwa Allah seakan tidak lagi berpihak pada mereka;  kebohongan dunia seakan selalu menang dan penderitaan seakan selalu mengincara hidup tanpa pernah berakhir. Namun bagi Yohanes Paulus II, realitas keputusasaan dan ketakutan tidak boleh menang.

Seruan be not afraid - jangan takut yang diwartakannya adalah satu kesaksian yang lahir dari pengalaman iman personal yang tangguh. Karena itu, seruannya ini tidak pernah pupus oleh waktu dan tawar oleh kebiasaan. Malahan seruannya ini semakin urgen dan relevan dalam realitas dunia dewasa ini ketika penderitaan dan kebohongan semakin merambah seluruh lini kehidupan yang mencemarkan dignitas humana dan merusak bonum commune.  Karena itu, untuk memaknai seruan be not afraid - jangan takut ini secara praktis dan aplikatif, baiklah dipresentasikan secara bebas secuil syering pengalaman imannya yang mendasari ketidaktakutannya.

Syering kekayaan imannya ini hendakya menjadi bahan untuk menstimulasi inspirasi kita dalam menghadapi realitas dunia dewasa ini ketika ada perasaan menggelinding seakan Allah tidak berpihak pada kita,  ketika ada perasaan mengemuka seakan kebohongan selalu menang, dan ketika ada perasaan mengusik seakan penderitaan tidak pernah berakhir.

Be not afraid. Jangan takut bahwa Allah gagal menyiapkan apa yang kita butuhkan. Ia akan selalau menyediakannya untuk kita. Ingat! Aku kehilangan seluruh anggota keluargaku sebelum aku berusia 21 tahun. Saudariku satu-satunya meninggal sebelum aku lahir. Ibuku meninggal ketika aku berusia 8 tahun.

Kakakku satu-satunya, seorang dokter yang sangat aku cintai dan kagumi juga meninggal tiga tahun kemudian; dan kurang dari satu dekade sesudah itu, ayahku yang menjadi inspirasi spiritualku yang luar biasa juga meninggal secara tragis. Jadi pada saat usiaku menanjak 20 tahun aku sudah kehilangan semua orang yang aku kasihi. Tetapi Tuhan selalu ada di sana bagiku, dan Ia selalu juga ada di sana bagimu.

Be not afraid of lies. Jangan takut akan kebohongan. Kebohongan yang dunia ceritakan padamu setiap hari adalah tentang pribadi manusia, tentang hidup dan maknanya. Ketika aku hidup di bawah aturan Nazi dan Komunis di Polandia aku memerangi kebohongan ini setiap hari. Aku tahu kebenaran itu berakar dalam imanku dan aku wartakannya secara terbuka dan lugas sejauh aku dapat. Nazisme dan Komunisme adalah sistem politik dan ekonomi yang dibangun di atas kebohongan yang luar biasa, sehingga mereka dibodohi dari sejak permulaan.

Banyak orang terkejut ketika komunisme Soviet runtuh di Eropa Timur pada tahun 1990-an tetapi aku tidak terkejut. Apa yang dibangun di atas kebohongan, pada akhirnya mati. Karena itu, jangan takut akan kebohongan.

Be not afraid of sufferings. Jangan takut akan penderitaan. Dalam hidup aku menderita dalam aneka cara. Aku hanya mengatakan padamu beberapa dari antaranya: kehilangan semua anggota keluargaku sebelum aku berusia 21 tahun; hidup bertahun-tahun di bawah tekanan Nazi dan Komunis dan aku terpakasa belajar untuk menjadi imam secara sembunyi-sembunyi. Ada juga penderitaan yang lain seperti, saat aku ditembak di pelataran Basilika Santo Petrus pada tahun 1981 dan hampir mati, dan juga perjuanganku yang panjang dan sulit dengan penyakit Parkinson. Tetapi melalui semua penderitaan ini dan semua pencobaan yang lain dalam hidupku, aku memandang Allah dan menemukan kekuatanku di dalamNya.

RahmatNya selalu cukup buatku, dan itu juga akan selalu cukup buatmu. Untuk itu, be not afraid-jangan takut.

Paus Yohanes Paulus II sudah tidak ada lagi. Namun seruan imannya, be not afraid - jangan takut terus menggemah dan menjadi inspirasi yang berdayagugah dan berdayagugat. Karena itu, be not afraid - jangan takut hendaknya menjadi inspirasi kita dalam memperjuangkan martabat manusia sebagai imago dei, dialog, perdamaian, kedailan dan politik karena kita tahu bahwa mengubah dunia tidak semudah membalikan telapak tangan.

Ada banyak tantangan dan kesulitan; ada banyak kegentaran dan ketakutan. Tetapi ia telah membuktikan kebenaran seruannya itu sampai akhir hidupnya. Dan sekarang ia sudah digelar kudus yang pestanya dirayakan pada tanggal 22 Oktober setiap tahun. Sebagai orang kudus Santo Yohanes Paulus II juga pasti terus menyertai perjuangan kita dengan doanya yang tak kenal putus dan  terus meneguhkan kita dengan seruannya  tanpa henti  Be Not Afraid - Jangan Takut. *

Sumber: Pos Kupang 15 Oktober 2014 hal 4

Maestro Kemanusiaan itu 'Putra' Konsili Vatikan II

Paus Yohanes Paulus II
(Mengenang 25 Tahun Lawatan Paus Yohanes Paulus II di Indonesia)

Oleh Rm. Richard Muga Buku, Pr

Koordinator Totus Tuus Community Cristo Re Maumere.


TANGGAL 2 April 2005 waktu Vatikan (3 April waktu Indonesia), Paus Yohanes Paulus II melepaskan napasnya yang terakhir. Menarik bahwa Bapa Suci ini meninggal pada tahun ke-40 penutupan Konsili Vatikan II. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa sosok ini aktif dalam seluruh pergulatan Konsili Ekumenis yang makan waktu kurang lebih 3 tahun itu.

Ia bahkan mengakui `Putra dari Konsili Vatikan II' sebagai ekspresi betapa mendalamnya ia dipengaruhi Konsili Vatikan II dalam seluruh karya kepemimpinannya sebagai orang ke-264 yang menduduki takhta warisan Santo Petrus. Dan saat ini ketika umat Katolik Indonesia mengenang 25 tahun lawatan Paus yang sudah dikanonisasi (digelar santo) pada tanggal 27 April 2014 itu dan 50 tahun Konsili Vatikan II, baiklah kita menyelisik kiprah Bapa Suci yang boleh digelari Putra dari Konsili Vatikan II ini.

Ketika pada tanggal 28 Januari 1959, Paus Yohanes XXIII mengumunkan akan diadakan sebuah konsili ekumenis, Karol Wojtyla baru saja beberapa bulan menerima tahbisan sebagai uskup pembantu di keuskupan Krakovia. Dalam usia yang relatif masih muda, 38 tahun, Woijtyla yang kala itu dosen etika sosial katolik pada Universitas Katolik Lublin (KUL: Katolicki Uniwersytet Lubelski), menjadi uskup termuda dalam sejarah Gereja Polandia. Doktor teologi jebolan Universitas Angelicum Roma ini sebelumnya ditarik dari tugas rutin pastor pelajar dan mahasiswa di paroki Santo Florianus untuk memperkuat staf pengajar Universitas Lublin.

Tesis habilitasinya mengenai karya monumental Max Scheler: Der Formalismus in der Ethik und die Materiale Werethik. Neuer Versuch der Grundlegung eines Ethischen Personalismus (Formalisme dalam Etika dan Etika Nilai Material. Percobaan baru Pendasaran Personalisme Etis) yang pada hematnya tidak dapat diandalkan sebagai dasar teoritis untuk membangun etika Kristen.

Tesis berjudul An Assessment of the Possibility of Building a Cristian Ethic on the Principles of the System of Max Scheler (Penilain terhadap Kemungkinan Membangun Sebuah Etika Kristen Atas Dasar-Dasar Sistem Etika Max Scheler) itu diaprovisasi (=diterima) oleh para dosen serentak `membaptisnya' menjadi dosen etika di KUL pada tahun 1955 sampai pada penunjukkan dirinya sebagai Uskup Agung Krakovia di tengah sesion perhelatan Konsili Vatikan II.
Pada tanggal 24 Desember 1959, Wojtyla mendapat tugas khusus dari Komisi Persiapan Konsili Vatikan II untuk merancang materi seputar krisis humanisme (=krisis kemanusiaan) yang tengah dihadapi dunia pada saat itu. Tentu bukan tanpa alasan persoalan ini dilimpahkan kepada seorang dosen muda di wilayah berbasis komunisme. Pemikir dengan `nada dasar' pembelaan manusia sebagai persona ini justru sangat memberi penekanan pada martabat manusia sebagai persona.

Manusia adalah makhluk yang unik, hidup di dunia ini dengan nutrisi spiritual, suatu misteri baik bagi dirinya sendiri maupun untuk yang lain, suatu ciptaan yang martabatnya tersingkap dari kedalaman hidupnya sebagai citra Allah. Krisis humanisme mendesak Gereja untuk tidak hanya bagi hidup dan untuk dirinya sendiri. Kehadiran Gereja di dalam dunia mesti memainkan peran humanisasi dalam kemasan nilai-nilai kekristenan agar dapat mengimbangi segala janji humanisasi yang mengandalkan sarana-sarana duniawi yang justru menciptakan dehumanisasi dan degradasi dalam banyak aspek kehidupan manusia. Inilah salah satu simpul perjuangan Uskup Wojtyla selama kehadirannya dalam ruangan konsili.

Seperti diketahui Konsili Vatikan II dibuka secara resmi pada tanggal 11 Oktober 1962. Dalam kurun waktu kurang lebih 3 tahun hingga penutupannya tanggal 7 Desember 1965, Uskup Wojtyla melakukan beberapa intervensi (=masukan/pertimbangan dalam suatu session sidang). Pada tanggal 7 November 1962 ia berbicara dalam suatu intervensi tentang `Pembaharuan Liturgi Gereja' dan menyusul tanggal  21 November 1962  tentang `Wahyu Ilahi'. Pada tanggal 3 Juni 1963 Paus Yohanes XXIII yang membuka pintu konsili meninggal dunia. Gereja yang sedang berupaya membuka diri tidak ingin terlalu lama berada dalam kevakuman (sede vacante).

Tanggal 21 Juni 1963 Paus Paulus VI memegang kendali Gereja sekaligus melanjutkan cita-cita pendahulunya. Pada musim gugur 1963, kembali Uskup Wojtyla berbicara di hadapan konsili yang sedang membahas topik `Umat Allah', sebuah tema yang memberi visi baru yang kaya mengenai Gereja. Selanjutnya tanggal 25 September 1964, ia melakukan sebuah intervensi mengenai `Kebebasan Beragama'.

Intervensi yang terakhir ia berikan ketika para bapa konsili berbicara tentang kiprah `Gereja di tengan dunia kontemporer' pada tanggal 21 Oktober 1964, tema yang cukup mendapat sentuhan filsafat personalistis Wojtyla dan menempatkan Wojtyla sebagai salah seorang anggota tim perumus draft final konstitusi Gaudium et Spes, sebuah dokumen konsili yang membahas bagaimana Gereja yang sedang ber-aggiornamento ini mestinya berada dan berperan di tengah dunia kontemporer.

Dari intervensi-intervensi tersebut, kiranya dua yang berikut ini perlu diberi perhatian. Pertama, intervensinya pada sesion ketiga konsili yang berbicara tentang `ekumenisme' yang bermuara pada dokumen Dignitatis Humanae. Dalam intervensi yang ia bawakan pada tanggal 25 September 1964 ini, Uskup Agung Krakovia amat menekankan penghargaan terhadap kebebasan beragama sebagai dasar dari gerakan ekumene. Kebebasan amat eksistensial bagi setiap manusia. Bukan saja `kebebasan dari' tapi terutama `kebebasan untuk', khususnya kebebasan untuk mencari dan menemukan kebenaran. Kebebasan adalah unsur esensial dalam ziarah menuju kebenaran.

Kebebasan membimbing kita kepada kebenaran. Karena itu kebebasan mesti bertanggung jawab. Seseorang bukan saya bisa berkata `saya bebas', tapi mesti juga berkata `saya bertanggung tawab'. Orang bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan dalam kebebasannya. Semakin bebas, semakin orang harus bertanggung jawab. Itulah kebebasan eksistensial, kebebasan melekat pada martabat manusia.

Dalam koridor demikian setiap orang secara bebas dapat mengekspresikan personalitasnya dan juga bertanggung jawab atasnya. Atas dasar itulah, manusia juga secara bebas berelasi di tengah dunia dan dengan ajaran agama yang diyakini dapat melambungkan dia kepada kebenaran sebagai puncak ekspresi kebebasannya. Judul dokumen konsili vatikan II Dignitatis Humanae yang secara harafiah berarti `kebebasan manusia' jelas menampilkan dimensi filosofis kebebasan setiap orang untuk beragama sebagai yang melekat erat pada martabat personalitas dan otonomitasnya.

Kedua, Gaudium et Spes, sebuah dokumen konsili vatikan II yang berbicara tentang kiprah `Gereja di tengan tata dunia kontemporer'. Perdebatan seputar dokumen ini dimulai pada hari Rabu 22 September 1965. Selasa pada minggu berikutnya, 28 September 1965, Uskup Agung Wojtyla berbicara di hadapan Bapa-Bapa Konsili  mengemukakan apa yang menurut sejumlah pengamat dinilai sebagai pidatonya yang paling terkenal selama konsili berlangsung.

Dia tegaskan bahwa konstitusi pastoral yang baru mesti lebih sebagai sebuah permenungan dari pada suatu tuntutan doktrinal karena keprihatinan dasariahnya adalah pribadi manusia, manusia dilihat sebagai persona yang dimengerti dalam kebersamaan relasi dengan manusia lain dan segala yang mengitarinya. Penegasan persona manusia sebagai dasar meretas relasi Gereja dengan dunia kontemporer ini disampaikan sedemikian semangat dan berapi-api oleh mantan dosen etika Universitas Lublin ini sampai moderator sidang, Kardinal Döpfner dari München menginterupsi dengan mengatakan `waktu bicara sudah selesai'. Wojtyla menyinggung realitas dunia kontemporer saat itu yang masih amat kuat dipengaruhi ateisme modern.

Gereja bagaimana pun mesti juga berdialog dengan ateisme modern sebagai kenyataan yang tak bisa ditampik. Dialog dengan para ateis mesti berpijak pada fundamen yang diakui bersama yakni  martabat manusia sebagai persona. Sebagai persona, setiap manusia memiliki kebebasan di dalam dirinya. Perbedaan antara orang beragama dan orang ateis terletak pada pemaknaan kebebasan itu sendiri. Bagi orang kristen kebebasannya dimaknai dalam keintiman hubungan dengan Allah, sedangkan kaum ateis dalam kebebasannya justru semakin menjauhkan diri dari Allah, mengingkari Allah dan dengan itu mereka justru semakin terpuruk dalam kesunyian yang radikal, kesunyian yang menakutkan. Di titik itulah, dalam dialog dengan kaum ateis, orang-orang beragama menawarkan jalan pemaknaan baru kebebasan bagi mereka.

Gaudium et Spes adalah dokumen yang mendapat banyak sentuhan intelektual Karol Wojtyla. Agar lebih memahami nilai strategis dokumen ini, orang mesti memahami konteks dunia kontemporer masa itu. Gereja yang ingin membuka diri kepada dunia saat itu diharapkan untuk tidak saja turun dengan sejumlah doktrin atau tutuntan iman tapi dengan pemahaman yang brilian tentang manusia sebagai persona yang memiliki nilai-nilai ultim dalam dirinya sendiri.

Gereja tampil dengan konsep humanisme baru, humanisme yang diilhami perjumpaan manusia dengan Kristus yang berinkarnasi bukan untuk mengasingkan manusia dari kemanusiaannya tetapi justru menyingkap tabir kebenaran yang utuh martabat manusia dan nasib akhirnya yang mulia dan bahagia. Dalam relasi dengan Kristus manusia tidak mengalami keterasingan atau rasa hampa makna yang radikal (sebagaiman nasib kaum ateis) tetapi justru mengalami kebersamaan sebagai suatu rahmat untuk saling memberi dan menerima diri. Di sana humanisme baru terbentuk, humanisme yang diwarnai oleh penghargaan terhadap tiap pribadi sebagai persona yang secara bebas mengada bersama dalam kesalingan memperkaya yang harmonis.

Wojtyla memberi suatu `visi dari dalam' yang begitu kuat terasa sehingga ada yang `membaptis' Konsili Vatikan II dengan `Konsili Personalistis'. Refleksinya seputar martabat manusia sebagai persona ia tuangkan juga dalam sebuah buku yang mengulas struktur tindakan manusia berjudul Osoba y czyn atau Pribadi dan Tindakan. Buku buah refleksi filosofis di sela-sela perhelatan konsili tersebut mengupas struktur tindakan manusia sebagai pengungkapan personalitasnya. Manusia mengungkapkan antara lain siapa dirinya melalui tindakannya. Buku ini dibahas dengan dua pendekatan filosofis yang saling memperkaya, filsafat Aristoteles-Thomas Aquino dan `filsafat fenomenologi' sebagaimana dikembangkan oleh Max Scheler. Seorang mantan murudnya, Tadeus Styczen berkomentar bahwa dalam karya ini, Wojtyla mengajak kita beralih dari afirmasi Rene Descartes: cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada) kepada cognosco ergo sum (saya mengenal/saya memahami maka saya ada). Pengenalan atau pemahaman yang dimaksud adalah pemahaman yang lahir dari tindakan-tindakan sadar manusia sebab dalam dan melaluinya manusia bukan saja mengenal sesamanya tetapi juga mengungkap siapa dirinya.

Tindakan yang dimaksud bukanlah tindakan yang egosistis tapi yang terjadi dalam relasi dengan sesama yang juga saya hargai sebagai persona. Untuk itu Wojtyla menekankan dimensi sosialitas ini dengan menampilkan tida kta kunci `partisipasi, solidaritas dan transendensi'.

Penekanan terhadap persona manusia ini menjadi warna dasar karya kepausan Karol Wojtyla. Tidak perlu dideretkan lagi di sini apa saja yang pernah ia lakukan sebagai bentuk pembelaannya terhadap persona manusia. Ia adalah maestro di bidang kemanusiaan. Martabat manusia menjadi paradigma setiap bentuk interaksi dan relasi. Manusia sebagai pribadi yang bermartabat tidak pernah boleh -meminjam istilah filsuf Immanuel Kant- digunakan sebagai sarana untuk kepentingan apapun. Inilah paradigma paling kokoh jika kita ingin membangun masyarakat bangsa dan dunia yang semakin manusiawi; suatu tatanan hidup bersama di mana individu-individu yang bergabung di dalamnya tidak hanya puas dalam kungkung subyektivisme, relativisme, komunalisme atau juga totalisme yang merusak kemanusiaan universal.

Akan tetapi kenyataan bersaksi bahwa nilai-nilai kemanusiaan universal atau martabat manusia kadang hanya sebatas retorika yang menopeng maksud dan kepentingan-kepentingan tertentu. Dalam hal ini patut kita angkat topi sekali lagi kepada Immanuel Kant yang menegaskan `kehendak baik' sebagai yang amat penting dalam pemaknaan moralitas hidup manusia. Hanya sayang bahwa yang tahu tentang maksud baik seseorang ada orang itu sendiri. Kejujuran menjadi ciri kemartabatan dan mutlak penting bagi seseorang menampilkan personalitasnya apa adanya, bebas dan bertanggung jawab.

Dimensi inilah yang antara lain diperjuangkan oleh almarhum Paus Yohanes Paulus II selama hayatnya masih di kandung badan. Peranan mantan Uskup Agung Krakovia ini selama Konsili Vatikan II mungkin tidak sehebat para Kardinal seperti Kardinal Franz König, Kardinal Frings, Kardinal Döpfner, Kardinal Alfrink, Kardinal Suenens atau juga tidak segigih Kardinal Bea yang sangat besar pengaruhnya dalam meloloskan dokumen Nostra Aetate, dan tentu saja tidak sepengaruh Kardinal Alfredo Ottaviani, kepala Sanctum Officium yang dengan semboyangnya semper idem berupaya untuk mereduksi sejauh mungkin hasil-hasil sidang agar selaras dengan kehendak Curia Romana.

Wojtyla hadir dalam Konsili Ekumenis itu sebagai salah seorang Uskup dari Gereja lokal Polandia, Gereja yang menderita. Dia tahu apa artinya penderitaan dan dia tahu pula bagaimana Gereja semestinya berkiprah dalam realitas penderitaan. Selain aktif dalam hampir semua sesi konsili, Wojtyla adalah pendengar yang setia dan kreatif. Ia amat menyadari betapa bernasnya Konsili Vatikan II. Ia adalah `Putera dari Konsili' yang tahu apa yang harus ia lakukan untuk menjawabi harapan-harapan Konsili. Hal itu ia buktikan dalam 26 tahun lebih masa pontifikatnya yang berakhir pukul 21.37 tanggal 2 April 2005 waktu Vatikan. Dan, hari-hari ini mengenang 25 Tahun Kunjungannya ke Indonesia dan 50 tahun berlangsungnya Konsili Vatikan II ini baiklah dijadikan sebagai momentum untuk mencermati wajah Gereja lokal Indonesia saat ini dalam terang semangat pastoral, gagasan-gagasan dan spiritualitas Santo Yohanes Paulus II dan amanat Konsili Vatikan II.*

Sumber: Pos Kupang 13 Oktober 2014 hal 4

Kamar Santo Yohanes Paulus II di Maumere Jadi Tempat Ziarah

Romo Ewaldus di kamar Santo Paus Yohanes Paulus II
KAMAR yang ditempati mendiang Santo Paus Yohanes Paulus II di Seminari Santo Petrus Ritapiret, Maumere saat mengunjungi Sikka 11-12 Oktober 1989 lalu,  telah menjadi kamar doa dan tempat ziarah bagi umat Katolik.

Kamar itu pun telah direnovasi dan semua perlengkapan di dalam kamar yang ada kala itu dikembalikan ke posisi semula.

Demikian Praeses Seminari Tinggi Santo Petrus Ritapiret Maumere, Romo Edwaldus Martinus Sedu, Pr saat ditemui Pos Kupang di ruang kerjanya, Jumat (10/10/2014) pagi.

Dikatakan Romo Ewal, demikian dia disapa, beberapa fasilitas yang perlu disimpan di Kamar  Paus,  antara lain kasula yang pernah dipakai Paus saat pimpin misa, kursi  yang diduduki saat misa dan piala.

Sampai saat ini pihak seminari belum bisa mengidentifikasi Kasula yang dipakai Paus kala itu. Sedangkan kursi, berada di Gereja Katedral Maumere. Sedangkan  piala dan tempat Paus berlutut untuk berdoa, menurut rencana segera  dikembalikan dan disimpan di Kamar Paus pada pemberkatan kamar itu, Minggu (12/10/2014).

Misa mengenang 25 tahun kehadiran Santo Paulus Yohanes Pualus II  di Ritapiret itu digelar Minggu (12/10/2014) dipimpin oleh Romo Patrick Guru, Pr, dihadiri internal komunitas Ritapiret dan umat sekitar. 

Pekan-pekan terakhir menjelang peringatan puncak itu, Centro John Paul II, panitia khusus yang menggali spiritualitas Santo Paulus II menyelenggarakan seminar, retret dan sosialisasikan spiritualitas Santo Yohanes Paulus II kepada pelajar SMAK Yohanes Paulus II Maumere.

Romo Ewal mengakui pasca bencana gempa bumi 1992, kamar itu tidak diperhatikan secara khusus. Kamar Paus digunakan sebagai tempat pertemuan dan kegiatan lainnya.
Santo Yohanes Paulus II

"Kita sudah renovasi kamar Paus dan kita upayakan kembali seperti keadaan semula. Kamar itu sudah jadi kamar doa dan tempat ziarah, terutama mereka yang secara khusus berdevosi kepada Sang Santo," kata Romo Ewal.

Meski masih secara sporadis, tetapi setiap tahun secara regular terdapat kelompok-kelompok yang datang mengunjungi Kamar Paus. Mereka datang untuk berdevosi kepadanya.

"Terutama kalau menjelang Proses Samana Santa di Larantuka. Sebelum mereka ikut ke sana, mereka banyak singgah di sini," tutur Romo Prases yang kala kunjungan Paus, tengah berada di semester V di seminari itu.

Kamar  Paus berada di tengah-tengah kamar para frater, padahal seminari itu memiliki kamar khusus untuk para tamu istimewa kala itu.

Romo Ewal sendiri belum menemukan jawaban mengapa Paus menempati kamar di antara para frater kala itu.

"Dugaan kita, mungkin demi keamanan saja. Semua frater waktu itu, tidak tahu kalau kamarnya di sana. Padahal ada kamar lain untuk para imam, " kata Romo Ewal.

Disaksikan Pos Kupang, tempat tidur Paus masih rapi dengan sprei putih dan bantal. Pada dinding di atas kepala, dipasang pigura Sang Santo ketika wafat pada 2 April 2005 lalu di Roma.

Di sisi kiri dan kanan tempat tidur terdapat masing-masing satu lemari kecil. Terdapat dua meja, satu meja buku dan satu lagi meja kerja dan terdapat satu kursi kayu.

Sedangkan di ruangan di depan kamar tidur Paus terdapat satu meja makan dengan empat kursi terbuat dari rotan dan tiga kursi bersantai. Sedangkan dinding diriasi foto kenangan ketika Paus berada bersama frater di Seminari Tinggi Ritapiret.

Seminari Tinggi Ritapiret juga menata kamar yang ditempati Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Fransesco Canalini dan Sekretaris Pribadi Paus, Stanislao Sziwisz. Keduanya mendampingi Paus saat berkunjung ke Maumere.

Pada dinding di luar kamar, telah dipasang prasasti sederhana menuliskan kamar paus itu. Menurut rencana, seminari akan membangun satu patung Sang Santo di taman di depan kamar. 

Sedangkan di Gelora Samador Maumere, tempat Paus menyelenggarakan misa akbar tidak ditemukan tanda mata yang mengingatkan kehadiran tokoh bersejarah dalam gereja Katolik ini. Gelora hanya terdapat coretan dan tidak terurus. (*)

Sumber: Pos Kupang 11 Oktober 2014 halaman 9

Fernandez dalam Kenangan Herman Musakabe


Musakabe (kedua dari kiri), Fernandez (ketiga dari kiri)
KUPANG, PK--Gubernur NTT periode 1988-1993, dr. Hendrik Fernandez, yang meninggal dunia pada Sabtu (6/9/2014) dalam usia 81 tahun 10 bulan, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Darma Loka-Kupang, Selasa (9/9/2014).

Pemakaman dr.Hendrik Fernandez diawali  misa requiem pukul 10.00 Wita di rumah duka di Jalan WR Mongonsidi II No. 3 Kota Kupang. Misa dipimpin Vikjen Keuskupan Agung Kupang, Romo Geradus Duka, Pr, didampingi imam konselebran lainnya.

Misa diikuti sekitar 800 orang, termasuk pejabat Pemerintah Provinsi NTT. Hadir  Gubernur NTT periode 1993-1998, Herman Musakabe;  Gubernur NTT, Frans Lebu Raya; Sekda NTT, Frans Salem; Wakil Walikota Kupang, Herman Man; Danrem 161/Wira Sakti Kupang, Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI Achmad Yuliarto, dan beberapa pajabat lainnya.

Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, ditanyakan kesannya terhadap almarhum dr. Hendrik Fernandez  mengatakan, "Apa yang saya  lakukan selama menjadi Gubernur NTT belum sebanding dengan apa yang sudah dilakukan oleh almarhum Hendrik Fernandez semasa menjadi Gubernur NTT."

Melalui program Gempar dan Gerbades, demikian Frans Lebu Raya, Hendrik Fernandez mampu mengubah dan meningkatkan perekonomian masyarakat NTT menjadi lebih baik.

"Satu pengalaman yang tidak bisa saya lupakan dengan beliau waktu saya masih menjadi seorang aktivis, di mana pada saat kami ingin mengadakan kegiatan terkendala pendanaan. Dan di situ almarhum Hendrik Fernandez yang waktu itu menjadi Ketua Partai Golkar NTT hadir menjadi solusi kami. Beliau memberikan bantuan dana sehingga kegiatan kami berjalan baik. Satu lagi putra terbaik NTT yang pergi. Selamat jalan Pak Fernandez, semoga arwahmu mendapatkan ketenangan di dalam Kerajaan Surga," ujar Frans Lebu Raya.

Mantan Gubernur NTT, Herman Musakabe, mengatakan, kepergian dr. Hendrik Fernandez bukan tanpa meninggalkan apa-apa. Beliau telah banyak berbuat untuk masyarakat NTT, baik sewaktu menjabat Direktur RSUD Prof. WZ Johannes Kupang, anggota DPR RI, Kepala Kanwil Kesehatan NTT dan saat menjabat Gubernur NTT.
Menurutnya, almarhum Hendrik Fernandez merupakan tipe pemimpin yang selalu melayani, bukan hanya waktu menjadi gubernur, juga setelah tidak lagi menjadi Gubernur NTT. "Beliau tetap melayani masyarakat NTT  menjadi dokter di Klinik Kartini miliknya. Pak Fernandez adalah tipe pemimpin yang kebapakan. Dia selalu melindungi, memberikan kita rasa nyaman dan  memberikan kita teladan melalui sikapnya yang selalu rendah diri dan tekun dalam doa," ujarnya.

Selain itu, demikian Herman Musakabe, Pak Fernandez adalah pemimpin yang konsisten, prinsip, namun tetap lembut di dalam perbuatannya. "Yang selalu saya ingat dari dia adalah saat dia dalam keadaan sakit, masih sempat memberikan ucapan selamat ulang tahun kepada temannya. Bahkan langsung datang ke rumah temannya. Ini adalah bukti bahwa almarhum Hendrik Fernandez adalah sosok yang pantas kita teladani,"  ujar Herman Musakabe.

                                    
Bangun dari Desa
Wakil Walikota Kupang, Herman Man, mengatakan, dr.Hendrik Fernandez adalah mantan pemimpin yang membangun NTT dimulai dari tingkat desa.  Gerakan membangunan NTT mulai dari tingkat desa, lanjut Herman Man,  sekarang ini mulai diikuti oleh pemimpin-pemimpin tingkat kabupaten, provinsi dan nasional. Sebab, dampaknya luar biasa dalam menciptakan kemandirian masyarakat desa.

"Sebagai seorang dokter kita kehilangan dokter terbaik. Beliau pemimpin kami sewaktu menjadi Kepala Kanwil Kesehatan NTT. Beliau memiliki peran penting dalam meningkatkan  kesehatan masyarakat NTT. Kita kehilangan seorang sosok pemimpin yang menjadi teladan dengan sikap rendah hati," ujarnya.

Dokter Andreas Fernandez, anak kandung almarhum dr. Hendrik Fernandez, mewakili kaluarga mengucapkan terima kasih kepada  semua pihak yang mengikuti acara pemakaman  Hendrik Fernandez.  "Kami keluarga minta maaf kepada semua pihak jika semasa hidup bapak pernah menyakiti hati siapa saja," ujar Andreas.

Pantauan Pos Kupang, jenazah almarhum Hendrik Fernandez,  menunju TMP Darma Loka Kupang sekitar pukul 13.00 Wita, diiringi kendaraan roda empat dan kendaraan
roda dua.

Almarhum Hendrik Fernandez dimakamkan dengan upacara militer. Komandan upacara Kapten Yuli Hartarto dan Inspektur Upacara, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya. Pemakaman dr.Hendrik Fernandez sempat mengalami masalah saat peti jenazah hendak dimasukkan ke dalam lubang kubur. Pasalnya, peti jenazah berukuran  lebih besar daripada lubang kubur yang telah disiapkan.  Akibatnya, upacara pemakaman secara militer  sempat terganggu. Keluarga sempat melaksanakan  ritual adat setelah upacara militer. Ukuran peti mati lebih panjang kurang lebih 4 cm dari lubang kubur. Para petugas kubur mengikis  dinding kubur sehingga peti jenazah bisa dimasukkan ke dalam lubang kubur.  (dd)

Sumber: Pos Kupang 10 September 2014 hal 1

Hendrik Fernandez Dimakamkan di Darma Loka

dr Hendrik Fernandez
Gubernur NTT periode 1988-1993, dr. Hendrikus Fernandez, akan dimakamkan hari Selasa (9/9/2014) di Taman Makam Pahlawan (TMP) Darma Loka, Kupang.   Prosesi pemakaman diawali misa requiem di Gereja Santa Maria Assumpta, Selasa (9/9/2014), pukul 09.00 Wita.

Anak kandung almarhum Hendrik Fernandez, yaitu dr. Andreas Fernandez,  ditemui di rumah duka di Jalan Wolter Mongonsidi II No. 3 Kota Kupang, Minggu (7/9/2014), mengatakan, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, bersama Ibu Lusia Adinda Lebu Raya, ketika melayat menyampaikan niat baik Pemerintah Provinsi  NTT memakamkan almarhum dr. Hendrik Fernandez,  di TMP Darma Loka.

"Kami keluarga  berterimah kasih atas niat baik dari Pemprop NTT. Keluarga besar sudah sepakat untuk memakamkan almarhum dr. Hendrik Fernandez  di TMP Darma Loka. Semua persiapan pemakaman sudah beres, dan kami masih menunggu keluarga besar dari Larantuka yang akan tiba di Kupang, Senin (8/9/2014) menggunakan kapal feri," ujar Andreas, dokter penyakit dalam di RSU WZ Johannes Kupang itu.

Andreas menjelaskan, banyak tokoh masyarakat yang melayat almarhum dr. Hendrik Fernandez. Di antaranya, Gubernur NTT, Frans Lebu Raya, dan Ibu Lusia Adinda Lebu Raya, Esthon Foenay, dan dr. Husein Pankratius.

Andreas mengatakan, bapaknya almarhum dr.Hendrik Fernandez adalah sosok yang punya prinsip dalam hidupnya. "Bagi bapak walau banyak orang menentang apa yang bapak yakini sebagai suatu kebenaran, maka itu yang akan dia lakukan, termasuk dalam hal mendidik kami. Apa yang menurut bapak baik dan benar untuk kami anak-anaknya, itu harus kami lakukan. Bapak orangnya humoris, tapi tegas. Kalau bicara soal prinsip, tidak bisa ditawar lagi. Apa yang bapak ajarkan kepada kami, sekarang sudah kami nikmati," ujar Andreas. (dd)

Sumber: Pos Kupang 8 September 2014 hal 1

In Memoriam Dokter Hendrik Fernandez

Fernandez bersama Paus Yohanes Paulus II (1989)
KUPANG, PK--Gubernur NTT periode 1988-1993, dr. Hendrik Fernandez, tutup usia. Pria kelahiran Weetabula, Sumba Barat Daya (SDB), 7 November 1932 ini meninggal dunia di Rumah Sakit Kartini Kupang, Sabtu (6/9/2014) siang.  Mantan Gubernur NTT itu meninggal dalam usia mendekati 82 tahun atau tepatnya 81 tahun 10 bulan.
Jenazah mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kesehatan NTT itu, dibawa dari Rumah Sakit (RS) Kartini Kupang ke rumah duka di Jalan WR Mongonsidi II No. 3 Kota Kupang, sekitar pukul 14.20 Wita.

Saat jenazah Hendrik tiba di rumah disambut isak tangis keluarga dan kerabat. Beberapa dokter dan pejabat pemerintah ikut mengantar jenazah almarhum dari RS Kartini ke rumah duka.

Istri almarhum, Ibu Mia Fernandez, memandangi wajah suaminya yang terbaring kaku di tempat tidur. Sejak tiba di rumah duka, ibu Mia Fernandez  mendampingi jenazah suaminya. Ibu Mia menerima ucapan turut berduka dari keluarga dan warga yang datang melayat.

Fransiska Sin Fernandez, putri almarhum dr. Hendrik Fernandez, ditemui di rumah duka, mengatakan, ayahnya meninggal dunia karena terserang penyakit stroke.
Almarhum meninggalkan seorang istri, tiga orang anak dan tujuh orang cucu. Ketiga anak almarhum, yakni Fransiska Sin Fernandez, S.H, Dokter Andreas Fernandez, Sp.PD, dan Ir. Mikhael Fernandez.

"Bapak dirawat di RS Kartini sejak hari Kamis (4/9/2014). Bapak mengalami stroke sejak empat tahun lalu. Penyakitnya sudah lama. Selama ini bapak dirawat di rumah saja oleh anak sendiri, dr. Andreas Fernandez, Sp.PD, dibantu dua orang perawat," tutur Sin Fernandez.

Ia mengatakan, karena ayahnya sudah menderita stroke cukup lama, maka keluarga, terutama ibu (Ibu Mia Fernandez) dan anak-anak serta cucu  terlihat tegar menghadapi kenyataan atas meninggalnya bapak.

"Padahal, mestinya tanggal 7 Oktober 2014, bapak dan mama akan merayakan pesta emas 50 tahun perkawinan mereka. Bapak dan mama menikah pada 7 Oktober 1964," ujar Sin.

Sin menuturkan, bapak adalah orang sederhana dan suka kedamaian. Kepada anak- anak dan cucu-cucu, bapak selalu berpesan agar hidup damai dengan orang lain. Juga jangan suka marah dengan orang dan jangan sombong.  "Hiduplah selalu dalam kedamaian dan berbuat baik dengan orang lain," tutur Sin mengutip pesan bapaknya ketika masih bersama mereka selama ini.

"Salah satu anak saya, sangat mengidolakan kakeknya (dr. Hendrik Fernandez). Terutama ajaran untuk selalu hidup damai dan sederhana. Bapak juga selalu  ingatkan kami untuk berjuang supaya hidup menjadi lebih maju," ujarnya.

Bagi Sin, ada banyak kebersamaan dirinya dengan sang ayah yang begitu berkesan selama hidup. Dari sekian banyak kesan itu, tutur Sin, gaya hidup almarhum ayahnya yang sederhana dan selalu berpesan agar hidup damai dengan orang lain merupakan kesan yang sangat berarti. "Bapak tidak memberikan pesan terakhir sebelum meninggal, karena bapak sudah tidak bisa bicara akibat stroke. Tidak ada komplikasi penyakit lain. Bapak hanya mengalami stroke saja," kata Sin.

Selama ini, lanjut Sin, ibu selalu berdoa untuk kesembuhan bapak. "Apa mau dikata, Tuhan yang menentukan nasib hidup seorang manusia. Sebagai manusia, keluarga berharap almarhum dr. Hendrik Fernandez, diterima di sisi kanan Allah di surga," ujarnya.

Menyinggung rencana pemakaman, Sin mengatakan, sesuai informasi yang sempat ia terima dari Pak Esthon Foenay, mantan Wagub NTT ketika menjenguk ayahnya di RS Kartini Kupang, jenazah bapak  akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Darma Loka Kupang.

"Tadi, Pak Esthon Foenay bilang kemungkinan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Darma Loka. Cuma pihak keluarga belum mengambil keputusan mau makam di mana dan kapan bapak dimakamkan. Keluarga runding dulu," kata Sin. (mar/roy)


Kehilangan Seorang 'Pelari Estafet'

HARI ini (kemarin) pukul 10 lewat 15 menit, Saudara Charles Agoha, mantan ADC ketika saya Gubernur NTT, menelepon saya: "Bapak, ada berita duka: dr. Fernandez baru 5 menit lalu, meninggal di RS Kartini, Jl. El Tari."  Kematian dr. Fernandez sudah ditunggu-tunggu oleh keluarga dan handai taulan.  Maklumlah kondisi kesehatannya sudah pada tahap terminal hampir 1,5 tahun yang lalu.  Penderitaannya sudah lebih lama dari kondisi sekarat itu.  Hanya mereka yang pernah terkena stroke mampu mengerti wujud penderitaan itu.  Menurut saya kematian bukan saja menjadi pintu ke kehidupan yang kekal, tetapi sekaligus merupakan suatu pembebasan dari penderitaan yang berat itu.

Perkenalan saya dengan dr. Fernandez sudah hampir 70 tahun lamanya, sebagai murid di Schakelschool Ndao, Ende, sehabis Perang Dunia Kedua, dan 17 tahun kemudian sebagai Dokabu dan Kepala RS di Flores dan Kupang.  Yang agak lama adalah sebagai politisi Golkar.  Beliau adalah Ketua Partai Katolik Flores Timur ketika saya ajak menjadi caleg Golkar pada Pemilu 1971, beliau selanjutnya menjadi politikus Golkar dari tahun 1971 sampai menutup matanya hari ini.  Saya kira!

Ketika saya berhenti dari jabatan gubernur tahun 1988, beliau menggantikan saya menduduki kursi gubernur di Jalan El Tari itu.  Sebagai politikus dengan pengalaman pribadi yang berbeda-beda, logis sekali bahwa pandangan-pandangan beliau tidak selalu sama dengan pandangan saya.  Dan, pencabangan pandangan itu membuat komunikasi pribadi kami terputus, malahan praktis hilang sama sekali.  Generasi muda sekarang perlu mengerti bahwa perbedaan pandangan dalam berpolitik adalah normal sekali, kendati dalam satu partai.  Memang di zaman Orde Baru dahulu, perbedaan itu sepertinya tabu!  Maklum Orde Baru itu cenderung monolitik dalam pandangan politiknya.  Saya berbahagia bahwa di senjanya usia, dr. Fernandez dan saya, saya mengumpulkan keberanian moril untuk melupakan dan menghapuskan ingatan-ingatan lama itu, sehingga dengan ikhlas tenggelam bersama terbenamnya matahari di ufuk barat dengan damai.

Banyak atau sedikit kontribusi dr. Fernandez kepada rakyat Flobamora tercinta tergantung dari apresiasi masing-masing warga Nusa Tenggara Timur.  Tetapi satu hal yang pasti bahwa dr. Fernandez telah menyumbang tenaga dan pikiran bagi Nusa dan Bangsa, sebagai dokter dan pamong praja paling kurang selama setengah masa hidupnya dengan setia.  Hakim sejarah saja akan mengadili beliau, apakah dia pamong praja yang berani, apakah dia pamong praja dengan "judgement" yang baik, apakah dia seorang pejabat yang berintegritas dan apakah dia seorang gubernur dengan kadar dedikasi yang tinggi.  Dan paling akhir Tuhan Allah akan mengadili dia sebagai seorang Kristiani yang konsekwen.  Saya dan juga pembaca tidak berhak untuk kedua-duanya!
Nusa Tenggara Timur kehilangan lagi salah seorang "pelari estafet" kepemimpinan Flobamora, menyusul para almarhum Lalamentik, El Tari, Piet Tallo, ke alam baka.  Semoga Tuhan Allah yang Maha Kasih memberi tempat yang layak kepada dr. Hendrik Fernandez. Requiescat in Pace dr. Fernandez. (*/eni)


IA Medah: Melahirkan Banyak Kader

KETUA DPD 1 Partai Golkar NTT dan mantan Ketua DPRD NTT, Ibrahim Agustinus Medah punya kesan tersendiri terhadap almarhum mantan Gubernur NTT, dr. Hendrik Fernandez (alm).

Menurut Medah, almarhum dr. Hendrik Fernandez,  sudah berjasa besar untuk NTT. "Kita harus menghargai karya beliau yang sudah begitu besarnya untuk NTT, baik
sebagai Ketua Golkar maupun sebagai gubernur," ujarnya.

Dari sosok beliau sebagai Ketua Golkar, demikian Medah, almarhum Hendrik Fernandez telah melahirkan banyak kader Golkar yang mengabdi bagi negara dan bagi daerah ini, baik di bidang eksekutif dan legislatif maupun di bidang lain.
Bahkan setelah Pak Fernandez berhenti dari Ketua Golkar, beliau tetap mengabdi dan berkarya di bidang politik melalui Partai Golkar. Karena itulah, lanjut Medah, sampai saat beliau meninggal, tetap sebagai Ketua Dewan Penasehat/Pembina Partai Golkar NTT.

Sebagai gubernur, kata Medah, almarhum Hendrik Fernandez, sudah banyak memberikan andil dalam pembangunan di NTT ini. "Karenanya saya selaku Ketua Partai Golkar NTT, memberi penghargaan yang setinggi-tinggi dan sebesar-besarnya atas pengabdian beliau, baik sebagai ketua Partai Golkar maupun sebagai gubernur semasa hidup beliau," ujar Medah.

Sementara itu, Wakil Gubernur NTT periode 2008-2013, Esthon Foenay mengatkan, Pak Hendrik Fernandes (alm) seorang pekerja keras dan rendah  hati.

"Pola hidupnya sederhana. Kita semua masyarakat NTT kehilangan seorang figur  pemimpin  yang luar biasa. Cintanya pada  masyarakat NTT sangat besar. Saya mantan kepala  Biro  Binsos Setda NTT di era pemerintahan  Pak Hendrik Fernandez," ujar Esthon. (roy)

Sumber: Pos Kupang 7 September 2014 hal 1

Ingat Fernandez, Ingat Gempar dan Gerbades

Hendrik Fernandez
TATKALA Flobamora dipimpin Gubernur El Tari, rakyat dipacu untuk selalu melakukan penanaman. Saat itu terkenal semboyan, "Tanam... tanam sekali lagi tanam". Waktu terus bergulir. Ketika 'Kapal NTT' dinakhodai Ben Mboy, muncul Program Operasi Nusa Hijau (ONH) yang dilakukan serentak dengan Operasi Nusa Makmur (ONM) dan Operasi Nusa Sehat (ONS).

Program apa yang ditabuhkan Hendrikus Fernandez? Lima tahun memimpin NTT, 1998-1993, Hendrik Fernandez menelorkan Gerakan Meningkatkan Pendapatan Asli Rakyat (Gempar) sebagai salah satu program pembangunan di daerah ini. Para petani diwajibkan menanam sejuta anakan jambu mete dan tanaman bernilai ekonomi lainnya.

Para petani NTT kemudian menikmati hasil dari menanam jambu mete tersebut lewat program Gempar yang ditabuhkan Hendrikus Fernandez.

Fernandez merasa kurang puas jika membiarkan para petani mengolah lahannya sendiri tanpa adanya pendampingan sebagai salah satu langkah untuk meningkatkan hasil produksi petani. Ia kemudian mengirim para sarjana ke desa-desa untuk membantu para petani dalam mengembangkan lahan pertaniannya lewat program Gerakan Membangun Desa (Gerbades).

Para sarjana menjadi ujung tombak dalam misi pembangunan pertanian dimaksud. Selama menjadi Gubernur NTT, Fernandez menerima empat penghargaan dari Menteri Kependudukan dan Keluarga Berencana sebagai bentuk penghormatan atas jasanya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat lewat program-program pembangunan yang ditelorkannya.

Almarhum Hendrikus Fernandez adalah perintis pengembangan kawasan industri Bolok (KIB). Ia kemudian mengundang El Nusa untuk membangun pelabuhan laut sebagai "base camp-nya" Celah Timor. Namun, setelah Timor Timur lepas dari Indonesia melalui jajak pendapat pada Agustus 1999, nasib pelabuhan tersebut seakan tak dirawat. Tetapi, akhirnya kawasan pelabuhan itu dijadikan sebagai Pangkalan Utama TNI-AL (Lantamal) Kupang, sampai sekarang.

Almarhum juga memiliki visi pembangunan yang sangat menjanjikan dengan merintis NTT Development Coorporation untuk menarik para investor menanamkan modalnya di KIB sebagai mata rantai untuk membangun kawasan industri segitiga Pulogadung-Bolok-Darwin atau Jakarta-Kupang-Darwin.

Juga telah meletakkan dasar-dasar pembangunan yang cukup signifikan bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah provinsi kepulauan ini. Ia telah pergi, namun meninggalkan kenangan yang begitu mendalam bagi rakyat dan pemerintah di wilayah provinsi kepulauan ini. (ant)


BIODATA

--------------
- Nama: Dokter Hendrikus Fernandez
               (Anak ke-6 dari 11 bersaudara)
-  Lahir : Weetebula, Sumba Barat Daya, 7 November 1932
-  Ayah: Andreas Fernandez
-  Mama: Fransisca Riberu
 - Istri: Maria Sapora Ola Boleng, S.H
- Anak: Andreas Fernandez, Fransisca Fernandez, Ir. Michael   Fernandez.

- Pendidikan:
* SD di Sumba Barat Daya selama tiga tahun                       
* Schakel School (SS) di Ndao, Ende, Flores, mengikuti kepindahan sang ayah.
* Setelah menyelesaikan studi SR 6 tahun pada 1945 di Ende, Fernandez kemudian berlayar ke Makassar, Sulawesi Selatan, untuk melanjutkan                        pendidikan Algemene Lager School (ALS) atau setara SLTP pada zaman koloni Belanda atas bantuan seorang pastor asal Jepang, Pater  Michael Iwagana.
*  Setelah tamat di ALS Makassar pada 1948, Fernandez melanjutkan ke Middelbare School (MS), yaitu sekolah menengah umum (SMU)                          Bahasa Belanda setara MULO di Makassar.
* Tamat SMA di Makassar pada 1953.
* Kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Meraih gelar dokter atau Ars pada 1963.

- Karier:
* Pemilu 1971, Fernandez bergabung dengan Sekretariat Bersama (Sekber) Golkar Flores Timur, dan dicalonkan menjadi anggota DPR/MPR.
* Lolos ke Senayan menjadi anggota DPR-RI dan duduk di Komisi VIII.
* Selepas menjadi anggota DPR/MPR, Fernandez kembali ke Kupang.
* Pada 1 April 1978, Fernandez dilantik Gubernur NTT, dr Ben Mboi, menjadi Direktur RSUD Prof Dr WZ Johannes Kupang menggantikan drg. Widya.
*Dilantik menjadi Kakanwil Kesehatan NTT pada 1 April 1979 oleh Menteri Kesehatan/Kepala BKKBN Pusat saat itu.
*Menjelang Pemilu 1987, Fernandez dipercayakan menjadi anggota DPRD NTT dari Golkar.
* Menjadi  anggota DPRD NTT periode 1987-1992 dan menjadi Ketua DPRD NTT pada periode tersebut.
* Ketika berakhirnya masa jabatan kedua dr. Ben Mboi sebagai Gubernur NTT pada 1988, DPRD NTT kemudian mengusulkan nama Hendrikus Fernandez sebagai calon Gubernur NTT periode 1988-1993 bersama dua orang calon wakil gubernur, yakni SHM Lerrick dan Godlief Boeky.
* Dalam pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur NTT periode 1988-1993 oleh DPRD NTT, pasangan Hendrikus Fernandez dan SHM Lerrick terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur. (ant)



Hanya Orang Gila....


NAMA Hendrikus Fernandez tercatat dalam sejarah berdirinya Harian Umum Pos Kupang.  Tanggal 1 Desember 1992 dilakukan syukuran nasi tumpeng  secara kecil-kecilan di Kantor Pos Kupang, diikuti dengan launching secara terbuka di Resto Pantai Timor, Jalan Sumatera, yang dihadiri Gubernur NTT saat itu, dokter Hendrikus Fernandez.

Namun jauh sebelum tanggal itu, proses menuju kelahiran koran harian pertama di NTT itu sudah berlangsung lama. Adalah Om Damyan Godho, Om Valens Goa Doy, Om Julius Syaranamual dan beberapa nama lagi, adalah tokoh penting, para idealis yang nekad  melahirkan sebuah harian di NTT. Mereka adalah orang-orang yang percaya, yakin, dan bernazar untuk mempertaruhkan semua kemampuan dan potensi diri mereka demi  hadirnya sebuah media harian di NTT. Dan, Tuhan berpihak kepada sikap nekad para pendiri SKH Pos Kupang.

Pada saat melaunching Pos Kupang 1 Desember 1992, Gubernur Hendrik Fernandez menyebut para pendiri dan wartawan Pos Kupang adalah orang-orang gila yang bermodalkan nekat dan semangat untuk mendirikan koran di Kupang. Mengapa disebut orang gila? Sebab dengan kondisi Kupang dan NTT saat itu belum memungkinkan untuk membuka bisnis koran.

Masyarakat belum akrab dengan yang namanya wartawan. Benar-benar mengagetkan. Membuat banyak orang terheran-heran. Kok ada koran. Menimbulkan kecemasan pada segelintir orang. Banyak pihak baik sebagai subyek maupun obyek pemberitaan saat itu belum siap dengan perubahan dengan hadirnya SKH Pos Kupang. Bagaimanapun Pos Kupang harus terbit, meski awalnya akan banyak menemukan keterangan narasumber tidak bersedia menyebutkan identitasnya.
Yang menggelikan adalah banyak instansi pemerintah bahkan sampai melakukan hal yang konyol: menempelkan pengumuman pada selembar kertas "TIDAK MENERIMA WARTAWAN".

Para pejabat yang hendak dijadikan narasumber bersembunyi dari wartawan. Mereka takut diwawancarai. Ada pula yang berani dan berapi-api memberi keterangan. Begitu diberitakan, lalu  ada pihak yang keberatan dan protes, yang bersangkutan ketakutan dan buru-buru menyalahkan wartawan. Untunglah wartawan melengkapi diri dengan alat perekam. Itulah kondisi saat itu. (disarikan dari tulisan Paul Bolla tentang, "Selamat Datang Perubahan)

Sumber: Pos Kupang 7 September 2014 hal 1

Kado dari Presiden SBY

KABAR gembira bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) datang di awal bulan Oktober 2014. Setelah menunggu selama empat tahun, Universitas Timor (Unimor) Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) akhirnya resmi menjadi perguruan tinggi negeri.

Acara peresmian penegerian Unimor berlangsung di Pangkalan Angkatan Laut Surabaya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hari Senin 6 Oktober 2014. Selain Unimor, pada saat yang sama 11 perguruan tinggi lainnya di Indonesia  juga diresmikan menjadi universitas negeri.

Penegerian Unimor seolah menjadi kado perpisahan dari pemerintahan Presiden  SBY yang berakhir pada tanggal 20 Oktober 2014. Unimor pun kini menjadi tandem  perguruan tinggi (PT) negeri tertua di Provinsi NTT yaitu Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang. Kita pun  sudah mendengar riuh kabar Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere sedang diperjuangkan menjadi universitas negeri. Mudah-mudahan dalam waktu dekat Unipa yang bermarkas di Kota Maumere tersebut  mengikuti jejak Unimor.

Lalu apa artinya penegerian Unimor bagi masyarakat Flobamora? Dengan label negeri, maka Unimor menjadi aset negara. Biaya operasional universitas tersebut akan masuk dalam pos anggaran rutin negara (APBN). Dari sisi kelembagaan dan sumber daya manusia  tentu akan mengalami perbaikan dan pembenahan sesuai dinamika tuntutan kebutuhan pendidikan tinggi.

Penegerian Unimor sudah pasti membuka kesempatan yang lebih terbuka bagi anak-anak NTT untuk mengenyam pendidikan tinggi dengan mutu terbaik serta terjangkau biaya perkuliahannya. Sejauh ini lulusan SMA/SMK di NTT yang meneruskan studi ke perguruan tinggi saban tahun kurang dari 15 persen.

Penegerian Unimor kiranya mendongkrak persentase lulusan SMA/SMK di NTT melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Kita ajak masyarakat NTT memanfaatkan dengan baik  keberadaaan  institusi pendidikan tersebut. Dorong sebanyak mungkin putra-putri Flobamora melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Kita yakin penegerian Unimor  niscaya menebarkan  efek positif terhadap geliat kehidupan ekonomi warga Kefamenanu, TTU dan Nusa Tenggara Timur  pada umumnya.  Akan ada lapangan kerja baru serta peluang-peluang  baru dalam pengembangan ekonomi. Dinamika Kota Kefamenanu di jantung Pulau Timor yang selama ini relatif sepi  diyakini  semakin menggairahkan. Kita dorong masyarakat Flobamora untuk memanfaatkan peluang emas tersebut. Jangan sampai kita  justru menjadi penonton di rumah sendiri. Peluang emas itu jatuh ke tangan orang lain.

Sudah banyak contoh betapa masyarakat kita kerapkali kurang peka, taktis dan cepat menangkap peluang emas. Hal tersebut mestinya tidak perlu terjadi lagi. Penegerian Unimor adalah berkah yang patut kita tanggapi dengan langkah produktif. Semoga.*

Sumber: Pos Kupang 10 Oktober 2014 halaman 4

Sumba Barat Daya Kondusif Sambut MDT-DT

TAMBOLAKA, PK--Aksi protes yang dikhawatirkan terjadi pada saat pelantikan Markus Dairo Talu, S.H-Drs. Ndara Tanggu Kaha (MDT-DT) sebagai Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya (SBD) oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri)  di Jakarta, Senin (8/9/2014), tidak terjadi. Situasi di Kota Tambolaka dan sekitarnya, kondusif.

Namun pasangan dr. Kornelius Kodi Mete-Drs. Daud Lende Umbu Moto (KONco Ole Ate) belum mau menerimanya dan menyatakan tidak akan menyerah. Keduanya tetap berupaya untuk mendapatkan kebenaran dan keadilan.

"Saya tidak terima. Saya tetap melakukan langkah hukum untuk memperoleh kebenaran dan keadilan. Kecuali dia (MDT) mengakui kesalahan melakukan kecurangan dan meminta maaf kepada masyarakat SBD. Tentu sebagai orang beriman, saya memaafkan. Tapi kalau tidak pernah mengakui kesalahan, saya tidak akan pernah hormat. Karena untuk apa menghormati orang yang tidak jujur, dan bagaimana bisa tempatkan sebagai pemimpin," tandas Kodi Mete.

Mengenai upaya hukum, Kodi Mete mengatakan, selain proses hukum kasus pidana yang ditangani Polres Sumba Barat dan Polda Metro Jaya, serta Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, pihaknya juga sedang mengkaji proses pelantikan yang terjadi hari ini untuk kemudian diambil langkah hukum.

"Kasus pidana pilkada masih berjalan. PTUN juga demikian. Saya lihat prosedur hari ini, apakah pelantikan melanggar UU atau tidak. Jika menyimpang, akan ada upaya hukum," tegasnya.

Mantan Bupati SBD ini yakin masih ada harapan untuk menegakan kebenaran dan keadilan. "Saya yakin, masih ada harapan untuk menegakan kebenaran. Ini bukan ambisi pribadi, tapi demi menegakan kebenaran dan keadilan," tandas  Kodi Mete.
Ia  mengatakan, upaya hukum yang dilakukannya akan terbawa terus sampai terjadi pergantian Presiden dan Mendagri. "Saya menaruh harapan yang besar terhadap Presiden dan Mendagri yang baru. Jika keputusan yang dilakukan Mendagri sekarang menyimpang dari aturan, maka harus dievaluasi. Jokowi memberi harapan dengan revolusi mentalnya. Segala yang menyimpang dari kebenaran, kejujuran, keadilan dan aturan harus dikoreksi. Revolusi mental harus menghasilkan pemimpin yang bagus," kata Kodi Mete.

Ia sangat menyesalkan sikap Mendagri, Gamawan Fauzi, yang melantik MDT-DT, padahal Mendagri tahu keputusannya sedang di PTUN-kan serta tahu juga apa yang sesungguhnya terjadi di SBD. "Dengan cara seperti ini terjadi pemaksaan," katanya. (aca)


TNI-Polisi Siaga di Jalur 30

MENYAMBUT pelantikan MDT-DT di Jakarta, kemarin, warga Sumba Barat Daya (SBD)melakukan aktivitas seperti  hari-hari sebelumnya. Sementara aparat kepolisian, anggota Brimob serta anggota TNI Angkatan Darat menjaga sejumlah tempat, termasuk mengamankan aset-aset negara di Tambolaka.

Pantauan Pos Kupang, anggota TNI dan polisi terkonsentrasi di jalur 30, jalan masuk ke kompleks perkantoran Pemerintah Kabupaten SBD di Kadul. Sementara anggota Brimob disebarkan mengamankan kantor bupati dan gedung DPRD SBD. 
Sebelum anggota disebarkan, dilakukan apel siaga yang dipimpin Kapolda NTT, Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol) Endang Sunjaya. Hadir  Kapolres Sumba Barat, AKBP M Ischaq Said, S.H.

Koordinator Laskar Pasola Peduli Kebenaran dan Keadilan, Lukas Loghe Kaka, mengatakan, Laskar Pasola tidak melakukan aksi. "Kalau pun ada aksi, bukan dari Laskar Pasola, tapi inisiatif warga," kata Loghe Kaka, dihubungi Senin siang.
Loghe Kaka menegaskan, meski sudah dilantik, Laskar Pasola tetap menolak MDT-DT sebagai Bupati dan Wakil Bupati SBD.

"Pelantikan tidak prosedural. Ini bentuk pelecehan terhadap undang-undang dan Pancasila. Sebelum pelantikan harus ada banmus (badan musyawarah) oleh DPRD, kemudian berkonsultasi dengan gubernur. Setelah itu DPRD melaksanakan paripurna istimewa pelantikan. Pemerintah yang menyelenggarakan pelantikan, termasuk menyiapkan pakaian untuk bupati dan wakil bupati. Tapi yang terjadi semua ditanggung pihak MDT-DT. Ini sangat naif. Kami menyesal dan  tidak setuju dengan sikap Mendagri," tandas Loghe Kaka.

Sampai kapan pun, tegas Loghe Kaka, mereka  tetap menolak karena pasangan MDT-DT bukan pilihan rakyat. "Karena dilantik di Jakarta, silakan jadi bupati di Jakarta," ujarnya.

Bersamaan pelantikan MDT-DT di Jakarta,  di Gedung DPRD SBD berlangsung gladi bersih pelantikan anggota DPRD SBD periode 2014-2019. Dari 35 anggota Dewan, ada tiga calon terpilih anggota DPRD yang tidak ikut gladi bersih.
Sekretaris DPRD SBD, Paulus Ngara menyebut, tiga orang yang tidak ikut gladi, yaitu Oktavianus Holo (Demokrat), Gerson Tanggu Dedo dan Hary Pamudadi (Golkar).

"Mereka ada di Jakarta. Kalau sampai hari pelantikan mereka tidak hadir, terserah mereka," ujarnya. (aca)



Gubernur Ikut  Paripurna

GUBERNUR NTT, Frans Lebu Raya, lebih memilih menghadiri Rapat Paripurna DPRD NTT dengan agenda penutupan masa sidang II sekaligus pembukaan masa sidang III, ketimbang menghadiri pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Sumba Barat Daya (SBD), Markus Dairo Talu, SH-Drs. Ndara Tanggu Kaha (MDT-DT) oleh Mendagri, Gamawan Fauzi, di Jakarta, Senin (8/9/2014).

Kepada wartawan seusai mengikuti Rapat Paripurna DPRD NTT, Senin (8/9/2014) pagi, Gubernur Lebu Raya mengatakan, telah berkomunikasi dengan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Djohermansyah Djohan, terkait ketidakhadirannya dalam  pelantikan MDT-DT.
"Saya ikut paripurna di sini (DPRD NTT). Saya sudah sampaikan, saya tidak hadir di Jakarta. Tadi masih komunikasi dengan pak dirjen, ya di sini ada rapat paripurna perdana untuk DPRD yang baru dilantik. Untuk penutupan dan pembukaan sidang,"  jelas Lebu Raya.

Alasan lainnya, lanjut Gubernur, dirinya sudah menyerahkan proses pelantikan MDT- DT kepada Mendagri, sehingga kalaupun hadir, ia  hanya sebatas menghadiri saja, bukan melakukan pelantikan.  "Dan, juga saya sudah serahkan kepada Pak Menteri Dalam Negeri. Kalau hadir, itu hanya menghadiri, saya baru tiba kemarin (Minggu 7/9/2014) dan saya dengan Danrem, Danlantamal, kemarin juga rapat untuk menjaga kondisi, dan kapolda yang baru sudah di SBD untuk menjaga di sana, mudah-mudahan suasana di sana aman," jelas Lebu Raya.

Ditanya apakah pelantikan yang diambilalih Mendagri ini tidak mempengaruhi proses berpemerintahan ke depan, Gubernur Lebu Raya mengatakan, pelantikan bupati langsung oleh Mendagri, itu bukan hal baru di Indonesia. Sedangkan soal koordinasi ke depan, lanjut Gubernur, pasti akan berjalan baik. "Koordinasi setelah pelantikan pasti lancar," ujarnya. (roy)


Sumber: Pos Kupang 9 September 2014 hal 1

Setahun Kisruh Pemilukada Sumba Barat Daya

*  5 Agustus 2013: Pemilukada SBD digelar, diikuti tiga pasangan,  Jacob Malo Bulu, BA-Drs. Yohanes Geli (Paket Manis/nomor urus 1), dr. Kornelius Kodi Mete-Drs. Daud Lende Umbu Moto (Konco Ole Ate/nomor urut 2) dan Markus Dairo Talu, SH-Drs. Ndara Tanggu Kaha (MDT-DT/nomor urut 3).

* 10 Agustus 2013: KPU SBD menetapkan MDT-DT sebagai Bupati-Wakil Bupati SBD. MDT-DT meraih 81.543 suara (47,62%), KONco Ole Ate 79.498 suara (46,43%) dan paket Manis 10.179 suara (5,94%), dari total jumlah suara sah 171.220 suara.

* 29 Agustus 2913: Mahkamah Konstitusi (MK) menguatkan keputusan KPU SBD tanpa membuka kotak suara yang dibawa ke Jakarta.

*  30 Agustus 2013: SBD ricuh. Tiga warga tewas dan puluhan rumah dibakar.

* 11 September 2013: KPU SBD memberitahu kepada DPRD SBD bahwa MDT-DT sebagai bupati-wakil bupati SBD terpilih. Surat ditandatangani anggota KPU SBD, Petrus B Walu. DPRD SBD mengusulkan ke Mendagri melalui Gubernur NTT (surat ditandatangani Wakil Ketua DPRD SBD, Jusuf Mallo).

* 12-14 September 2013: Polres Sumba Barat membuka 144 Kotak Suara (dari Kecamatan Wewewa Tengah dan Wewewa Barat) untuk kepentingan penyelidikan tindak pidana pemilukada SBD. Polres menetapkan 18 tersangka, termasuk 5 anggota KPU SBD.

* 15 September 2013:  Hasil hitung ulang untuk Wewewa Tengah, Paket Manis meraih 1.068 suara, KONco Ole Ate 3.856 suara dan MDT-DT meraih 11.454 suara. Di Wewewaa Barat, Paket Manis 640 suara, KONco Ole Ate 3.270 suara dan MDT-DT 21.638 suara. Total suara setelah ditambah dengan suara dari 9 kecamatan lain: Paket Manis 10.759 suara (6,74), KONco Ole Ate 80.344 suara (50,38) dan MDT-DT 68,371 suara (42,87).

* 26 September 2013 : KPU SBD menggelar rapat pleno kedua dan memutuskan membatalkan kemenangan MDT-DT dan mengangkat KONco Ole Ate sebagai Bupati- Wakil Bupati SBD terpilih. KPU SBD memberitahu DPRD SBD dan mengusulkan Konco Ole Ate kepada Mendagri melalui Gubernur NTT.

* 7 Oktober 2013: Sidang perdana kasus pidana Pemilukada SBD dengan terdakwa Yohanes Bili Kii (ketua KPU SBD).

* 7 November 2013: Majelis Hakim Pengadilan Negeri Waikabubak memvonis 13 bulan penjara dan denda Rp 10 terhadap Yohanes Bili Kii karena terbukti melakukan penggelembungan suara MDT-DT.

* 3 Desember 2013 : Lima anggota KPU SBD (Yohanes Bili Kii, Marinus L Bilya, Yakoba Kaha, Petrus B Walu dan Arnold Radjah) berakhir masa tugas.

*  23 Desember 2013 : Mendagri melalui Dirjen Otda mengangkat Drs. Antonius Umbu Zaza menjadi Pelaksana Tugas Bupati SBD.

*  27 Desember 2013: Pasangan dr. Kornelius Kodi Mete-Jacob Malo Bulu berakhir masa tugas sebagai bupati dan wakil bupati SBD. Selanjutnya dilakukan serahterima jabatan kepada Plt Bupati SBD Antonius Umbu Zaza.

* 1 Februari 2014 : Lima anggota baru KPU SBD dilantik (Matias Ndelo, Abdi Haji Dasing, Bernard D Lere, Oembu Oey dan Josefina Tanggu Bore).

* 22 Maret 2014: KPU NTT memberhentikan smeentara lima anggota KPU SBD karena menolak perintah KPU Pusat untuk mengeluarkan surat penegasan ke DPRD tentang pasangan calon bupati dan wakil bupati SBD terpilih.

* 24 Maret 2014: KPU NTT menerbitkan surat penegasan MDT-DT sebagai bupati dan wakil bupati SBD terpilih.

* 27 Maret 2014: Polisi menangkap mantan anggota KPU SBD, Yakoba Kaha. Tersangka kasus pidana pemilukada SBD ini sebelumnya ditetapkan sebagai DPO oleh Polres Sumba Barat.

* 27 Maret 2014: Mendagri terbitkan SK Bupati dan SK Wakil Bupati SBD kepada MDT-DT.

* 28 Maret 2014: KPU NTT mengaktifkan kembali lima anggota KPU SBD.

* 28 Maret 2014: Kantor KPU SBD dibakar massa, satu warga tewas dan dua warga mengalami luka tembak.


* 28 Maret 2014: DPRD SBD menolak usulan pengesahan MDT-DT sebagai Bupati- Wakil Bupati SBD.

* 24 Juli 2014: Gubernur NTT menyurati DPRD SBD mempersiapkan paripurna pelantikan, pengucapan sumpah/janji bupati dan wakil bupati tanggal 6 Agustus.
* 24 Juli 2014: Polisi menangkap mantan anggota KPU SBD, Petrus B Walu di Kupang. Tersangka kasus pidana pemilukada SBD ini sebelumnya ditetapkan sebagai DPO oleh Polres Sumba Barat.

* 25 Juli 2014:  DPRD SBD menolak menggelar paripurna pengambilan sumpah/janji dan pelantikan Bupati-Wakil Bupati SBD massa jabatan 2014-2019.

*  26 Juli 2014 : 17 Anggota DPRD SBD bertemu Gubernur NTT di Kupang, menyatakan menolak pelantikan MDT-DT.

* 4 Agustus 2014: Gubernur NTT menyurati DPRD SBD memberitahu pembatalan pelantikan Bupati-Wakil Bupati SBD.

* 6 Agustus 2014: Pelantikan MDT-DT batal dilaksanakan. Meski demikian, DPRD SBD menggelar paripurna istimewa, dipimpin Jusuf Mallo (wakil ketua DPRD SBD). Bersamaan dengan itu, Ketua DPRD SBD, Yosep Malo Lende menerima Laskar Pasola yang demo di gedung DPRD SBD menolak pelantikan MDT-DT.

* 11 Agustus 2014 : Seusai menggelar rapat dengan Forkopimda, Gubernur NTT menyatakan menolak melantik MDT-DT. Gubernur mengembalikan kewenangan melantik kepada Mendagri.

*  5 September 2014: Mendagri melalui Dirjen Otda memberitahu bahwa pelantikan bupati dan wakil bupati SBD dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 8 September.

* 8 September 2014: Mendagri, Gamawan Fauzi melantik MDT-DT di Gedung Sasana Bhakti Praja, kantor Kemendagri, Jakarta. (aca)

Sumber: Pos Kupang 8 September 2014 hal 1

Akhir Masa Jababatan Bupati di NTT Tahun 2015

KUPANG, PK--Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat telah meminta KPU Provinsi NTT untuk menunda persiapan pemilu kepala daerah (pilkada) di 11 kabupaten di Propvinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ketua KPU  NTT, John Depa, menyampaikan hal itu kepada Pos Kupang, Selasa (7/10/2014). Ia mengatakan, pihaknya telah mendapat surat dari KPU Pusat tanggal 2 Oktober 2014. Isinya meminta persiapan pilkada tahun 2015 ke atas ditunda.

"Kami mendapat arahan tertulis dari KPU, melalui surat tanggal 2 Oktober 2014 ditujukan kepada KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota se-Indonesia. Intinya bagi daerah yang masa jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah berakhir setelah bulan Juli 2014, dan telah melaksanakan tahapan persiapan dan tahapan persiapan pemilu agar menunda," jelas John.

Terkait arahan KPU Pusat, lanjut John, KPU NTT melaksanakan arahan itu sambil menunggu petunjuk lebih lanjut. "Atas arahan itu, untuk sementara kami menunda jadwal dan tahapan pilkada sampai disahkan undang-undang tentang pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah," katanya.

Ditanya ada peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) Pilkada yang dibuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) setelah ada undang-undang pilkada, John mengatakan, meski Perpu bisa langsung dipakai, namun KPU sebagai penyelenggara pemilu membutuhkan penjabaran lebih lanjut melalui peraturan KPU (PKPU). 

"Untuk menjabarkan atau menjalankan UU itu secara struktur harus ada PKPU yang  harus menyesuaikan aspek-aspek yang mungkin berbeda diatur dalam perpu itu. Karena itu, KPU masih membutuhkan pengesahan UU ini. Dalam kaitan dengan itu, kami tetap melakukan persiapan internal," jelas John.

Untuk diketahui, ada 11 kabupaten di NTT yang akan menyelenggarakan  pilkada tahun 2015 sampai tahun 2016, termasuk Belu dan Malaka yang selama ini dipimpin penjabat bupati. (roy)

Akhir Masa Jabatan Bupati
dan Wabup di NTT 2015-2016


1. Manggarai Barat  30-8-2015   
-. Drs. Agustinus Ch. Dulla
-. Drs. Gasa Maximus, M.Si
   
2. Sumba Barat  30-8-2015
-. Jubilate Pieter Pandango, S.Pd, M.Si
-. Reko Deta, S.IPem
   
3.  Sumba Timur  31-8-2015
-.  Drs. Gidion Mbilijora, M.Si
-.  Dr. Matius Kitu, Sp.B
   
4. Ngada 14-9-2015
-.  Marianus Sae
- Drs. Paulus Soliwoa
   
5. Manggarai  14-9-2015
-. Drs. Christian Rotok
-. Dr. Deno Kamelus, S.H, M.H

6 . Timor Tengah Utara 21-12-2015
-. Raymundus Sau Fernandes, S.Pt
-. Aloysius Kobes, S.Sos

7. Sabu Raijua 24-1-2016
-. Ir. Marthen Luther Dira Tome
-. Drs. Nikodemus N. Rihi Heke, M.Si
   
8. Flores Timur 26-7-2016
-. Yoseph Lagadani Herin, S.Sos
-. Valentinus Tukan, S.Ap
   
9. Lembata 25-7-2016
-.  Eliaser Yentji Sunur, ST
-. Viktor Mado Watun, S.H
   
10.  Belu
* Penjabat Bupati Sejak 2013   
- Drs. Wilem Foni

11. Malaka
* Penjabat Bupati Sejak 2013
-. Herman Nai Ulu, S.H, M.H
----------------------------------------------------------------------
Sumber: Website KPU NTT dan Olahan Pos Kupang
 
Pos Kupang 8 Oktober 2014 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes