(Perayaan 100 Tahun Karya SVD di Indonesia)
Oleh Dr. Paul Budi Kleden
HARI Kamis, 1 Maret 2012, di Lahurus, Atambua, diselenggarakan sebuah perayaan besar. Perayaan ini menandai permulaan tahun peringatan 100 tahun karya SVD (Societas Verbi Divini/Serikat Sabda Allah) di bumi Indonesia.
Tahun perayaan ini ditempatkan di bawah tema: syukur, bakti, harapan; bersyukur untuk semua yang telah dikerjakan Tuhan bagi dan melalui para misionaris SVD pun bagi umat melalui para misionaris tersebut; berbakti sebagai pernyataan tekad untuk meneruskan tanggungjawab pelayanan terhadap Tuhan dan sesama pada misi; harapan adalah nyala api yang mesti tetap dijaga untuk terus menatap dan melangkah ke depan apapun kesulitan yang tengah dihadapi.
Perayaan ini diadalah di Lahurus pada tanggal 1 Maret. Kenapa? Karena pada tanggal 1 Maret 1913 terjadi penyerahan dua stasi misi yang dari para Yesuit kepada para misionaris SVD. Kedua stasi tersebut adalah Atapupu dan Fialaran (Lahurus). Sejak itu, perlahan-lahan SVD mengutus para misionarisnya untuk berkarya di seluruh wilayah Sunda Kecil, kemudian pula Jawa, Kalimantan, Sumatera, Papua dan Ambon. 1 Maret 2013 barulah usia 100 tahun dicapai. Untuk memperingati peristiwa besar tersebut, dilaksanakan rangkaian kegiatan, yang dibuka setahun sebelumnya, 1 Maret 2012.
Peristiwa ini pantas dikenang, karena kedatangan dan karya para misionaris SVD ke Indonesia adalah hasil sebuah usaha panjang. Menurut penelitian Anton Camnahas untuk tesis S2-nya (The Process of Handing Over a Part of the Jesuit Mission in Indonesia to the Society of the Divine Word and the Erection of the Apostolic Prefecture of the Lesser Sunda Islands), sebenarnya pada tahun 1902 Arnold Janssen (1837-1909), pendiri SVD, pernah dianjurkan oleh seorang penasihatnya untuk mengirimkan misionaris untuk berkarya di tanah di Hindia Belanda. Ketika itu, Arnold Janssen menampik dengan alasan, belum waktunya.
Setelah tiga tahun, tampaknya Arnold Janssen berubah pikiran. Pada tanggal 27 Februari 1905 dia menulis surat dari Roma kepada rekan-rekannya di Steyl, Belanda, bahwa berdasarkan pembicaraannya dengan kardinal ketua Propaganda Fide, departemen di Vatikan yang bertanggungjawab untuk penyebaran iman Katolik di seluruh dunia, sudah saatnya SVD mempertimbangkan untuk berkarya di Pulau Jawa.
Bagi Arnold Janssen, pengiriman misionaris SVD ke Jawa dapat membantu meningkatkan popularitas tarekat ini di Belanda. Dengan ini, sebuah rumah pendidikan dan persiapan para misionaris SVD di Belanda pun dapat dimulai.
Penjajakan pengiriman misionaris kemudian ditangani secara lebih intensif oleh Nikolaus Blum, pengganti Arnold Janssen sebagai pemimpin umum SVD. Negosiasi dengan para Yesuit ini terutama didukung oleh masukan dari P. van den Hemel, seorang misionaris SVD di Papua New Guinea yang ditugaskan pemimpinnya untuk mempelajari teknik penanaman padi di Jawa. Pada tahapan pertama pembicaraan, wilayah yang mungkin dapat diserahkan para Yesuit kepada SVD adalah Sumatera, Sulawesi, Timor dan Flores. Namun, sebenarnya Nikolaus Blum sudah selalu melirikkan matanya pada kepulauan Sunda Kecil.
Salah satu peristiwa penting selama perundingan itu adalah kunjungan Mgr. Edmund Sybrand Luypen, SJ, vikaris apostolic Batavia, di Steyl, pusat SVD waktu itu, pada tanggal 6 September 1910. Ketika itu disepakati bahwa para misionaris SVD yang berkarya di Sunda Kecil, adalah pembantu dalam pelayanan vikaris Batavia dan karena itu berada di bawah otoritasnya.
Setelah mengadakan beberapa pendekatan informal melalui seorang pastor SVD di Roma kepada pemimpin Propaganda Fide, maka pertengahan Januari 1912 P. Nikolaus Blum mengirimkan permohonan resmi ke lembaga ini agar diperkenankan mengirimkan para misionarisnya berkarya di Indonesia di bawah pengaturan pastoral vikaris apostolic Batavia. Surat ini kemudian ditanggapi dengan sebuah dekret dari Propanda Fide pada tanggal 8 Februari 1912 yang menjalankan pelayanan missioner di kepulauan Sunda Kecil. Dengan ini, SVD mendapat penugasan resmi dari instansi tertinggi Gereja Katolik.
Namun, agaknya para Yesuit kurang puas dengan dekret ini, sebab dokumen ini menyebut seluruh wilayah kepulauan Sunda Kecil sebagai wilayah kerja SVD. Padahal, para Yesuit menghendaki agar Flores dikecualikan dari penyerahan ini. Pengecualian ini baru disebutkan secara eksplisit dalam dekret pembentukan Perfektur Sunda Kecil pada tanggal 16 September. Dalam dokumen terakhir ini Vatikan mendirikan Perfektur Sunda Kecil yang meliputi semua pulau di kepulauan Sunda Kecil, “dengan satu-satunya kecualian yakni pulau yang bernama Flores.” Setahun kemudian, pulau ini pun diserahkan kepada SVD.
Setelah dekret penugasan para misionaris SVD di kepulauan Sunda Kecil dikeluarkan 8 Februari 1912, orang SVD pertama yang tiba di Indonesia adalah P. Petrus Noyen. Dia seorang misionaris Belanda yang mempunyai minat besar untuk karya di Indonesia dan mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh. Setelah tiba di Batavia pada tanggal 4 Januari 1913, dia meneruskan perjalanannya ke Timor dan menginjakkan kakinya untuk pertama kalinya di tanah Timor di Atapupu pada tanggal 20 Januari 1913, disambut oleh beberapa misionaris Yesuit.
Para misionaris Yesuit menunjukkan diri sebagai saudara yang baik bagi para misionaris baru SVD. Mereka menyiapkan umat untuk bersedia bekerjasama dengan para misionaris baru, dan mendampingi para misionaris tersebut dalam tahapan awal penyesuaian diri. Pada tanggal 10 Maret 1920, P. Antonius Ijsseldijk, misionaris terakhir Yesuit di kepulauan Sunda Kecil, meninggalkan Flores setelah hampir tujuh tahun berkarya di bawah otoritas Mgr. Noyen sebagai perfektur apostolik.
Mgr. Noyen, yang memindahkan pusat misi kepulauan Sunda kecil dari Lahurus ke Ndona, Ende, mempunyai visi yang jauh mengenai perkembangan Gereja di wilayah ini. Para misionaris yang datang bersama dan setelah dia pun mempunyai komitmen yang tinggi untuk membaktikan diri bagi pelayanan umat. Mereka menaiki bukit menuruni lembah, menyeberangi kali dan sungai serta mengarungi laut dan selat untuk mengunjungi umat. Tidak hanya untuk bercerita mengenai Tuhan yang baik, tetapi juga mencoba mengungkapkan kebaikan Tuhan itu melalui pelayanan serba ragam, entah pelayanan kesehatan kendati peralatan serba terbatas, pelayanan pendidikan dengan mendirikan sekolah dan pencetakan serta penyebaran buku bacaan. Mereka berusaha membangun komunikasi dan menjadi jembatan pelintas batas. Untuk maksud ini, karya kerasulan media menjadi amat penting. Untuk maksud ini, pemimpinan SVD di kepulauan Sunda Kecil pada tahun 1928 mengirim dua orang misionarnnya, P. Simon Buis dan P. Beltjens untuk mempelajari teknik pembuatan film di New York. Keduanya masih sempat magang di Hollywood.
Hasilnya, mereka memproduksi film Ra Rago dan Ana Woda, boleh jadi dua film pertama yang dibuat di wilayah ini mengenai orang-orang Nusa Tenggara. Sebagian dari para misionaris kala itu memang masih memiliki sikap yang melihat kebudayaan asli sebagai praktik penyembahan berhala yang harus diperangi. Namun tidak sedikit di antara mereka dikenang sebagai pencatat dan perekam budaya yang saat ini sangat berguna bagi upaya pelanggengan.
Indonesia tidak hanya menjadi tempat tujuan pengiriman para misionaris. Sebagai sebuah serikat yang berhakikat perutusan lintas batas, pada waktunya orang-orang Indonesia pun mesti menerima estafet tanggungjawab sebagai pewarta lintas batas. Pada tahun 1982, dua orang misionaris SVD Indonesia pertama mendapat kepercayaan untuk berkarya di Papua New Guinea. Sejak itu, setiap tahun belasan misionaris diutus ke luar negeri. Hingga kini sudah lebih dari 450 orang misionaris SVD berkarya di lebih dari 40 negara.
Tentu, dalam periode sejarah yang panjang itu ada banyak hal yang berjalan tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Komitmen dan semangat kerja sebagian anggota tarekat ini mengecewakan umat. Kemiskinan yang masih terus melanda wilayah ini dan praktik korupsi yang kian menggila adalah juga bagian dari tanggungjawab tarekat misi yang sudah sekian lama berkarya di sini, yang mempunyai sejumlah lembaga pendidikan dan sarana pemberitaan. Serikat ini, dengan semua pengalaman dan jaringan yang dimilikinya, ditantang untuk meningkatkan karyanya di tengah umat di Nusa Tenggara, karena umat wilayah inilah yang memungkinkan mereka dapat hidup dan berkarya sekian lama. Umat di wilayah ini sudah turut menempa dan membesarkan tarekat ini. *
Sumber: Pos Kupang, Kamis 1 Maret 2012 halaman 4
Catatan: Serikat Sabda Allah dengan nama Latinnya Societas Verbi Divini (SVD) adalah sebuah tarekat misi Katolik yang terdiri atas imam dan bruder, yang didirikan oleh Santo Arnold Janssen di Steyl Belanda, pada tanggal 8 September 1875. Sampai saat ini berjumlah 6.029 orang, yang bekerja di lebih dari 65 negara di seluruh dunia.