Geliat Pembangunan di Labuan Bajo

ilustrasi
Saat ini jumlah hotel yang representatif  di Labuan Bajo sebanyak 65 unit yang terdiri dari hotel berbintang, kelas melati dan home stay.

TIGA tahun lalu, nama Labuan Bajo, Ibukota Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) menggema hingga ke mancanegara. Keberadaan binatang langka Komodo menjadi andalan utama promosi wisata yang gencar bergaung bersamaan dengan event bergengsi Sail Komodo yang puncaknya jatuh pada 14 September 2013.

Presiden RI, Soesilo Bambang Yudhoyono ketika itu hadir pada puncak kegiatan. Suatu  pencapaian baru bagi NTT dan khususnya Labuan Bajo itu memberi kontribusi besar.
Tamu dari manca negara dan kapal-kapal perang beberapa negara tetangga berlabuh di Pantai Labuan Bajo saat itu.

Event itu telah berlalu, namun meninggalkan jejak dalam memberi kontribusi positif bagi Labuan Bajo sebagai kota pariwisata. Banyak pencapaian lain yang  kini hadir memberi warna bagi kota di ujung barat Pulau Flores tersebut. Seperti hotel dan restoran yang makin menjamur, kegiatan wisata laut terutama diving dan snorkling yang semakin padat, aktivitas transportasi udara dan laut yang terus meningkat.  Juga beberapa sektor lain yang ikut terangkat karena nama besar komodo yang dipromosi secara besar-besaran lewat paket kegiatan Sail Komodo 2013.

"Pasca Sail Komodo, hotel terus bertambah. Saat ini jumlah hotel yang representatif 65 hotel.  Telah terjadi peningkatan investasi di sektor perhotelan dan restoran setelah Sail Komodo," kata Ketua Perhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia (PHRI) Manggarai Barat, Silvester Wanggel kepada Pos Kupang, Jumat (30/12/2016).

Untuk restoran, lanjut Silvester, hingga kini kurang lebih 32 restoran hadir di Labuan Bajo. Jumlah itu diyakni akan terus bertambah seiring ada peluang bertambahnya jumlah hotel. "Banyak hotel yang dibangun sekaligus dengan restorannya. Ada juga pengusaha yang hanya investasi di bidang restoran," ujar Silvester.

Hotel dan restoran tersebar di Labuan bajo dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.  Selain hotel dan restoran, aktivitas wisata di laut khususnya diving dan snorkling semakin padat. Kegiatan ini bisa digolongkan sebagai salah satu yang teramai di dunia. Tingginya minat diving dan snorkling di perairan Labuan Bajo karena didukung oleh keindahan wisata bahari dan banyaknya spot-spot di sejumlah pulau yang cocok untuk aktivitas tersebut.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Mabar, Theo Suardi membenarkan itu saat ditemui Pos Kupang, Jumat (30/12/2016).

"Kalau dilihat dari aktivitas wisata, yang paling ramai diving dan snorkling. Khusus hasil retribusi kegiatan itu Rp 100 juta dalam setahun, itu belum termasuk pajak. Hasil pajak jauh lebih banyak dari angka tersebut," kata Theo.

Sementara itu, aktivitas penerbangan di Bandar Udara (Bandara) Komodo Labuan Bajo pasca Sail Komodo juga semakin bertambah frekwensinya.  Bahkan, penerbangan langsung Labuan Bajo-Jakarta sudah berjalan, yakni maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Sebelumnya tidak ada pesawat yang inap di Labuan Bajo, kini Pesawat Garuda sudah inap di Labuan Bajo. "Dengan adanya pesawat yang menginap di Labuan Bajo, waktu keberangkatan makin cepat, yaitu pada pukul 07.20 Wita ke Denpasar," kata Kepala Bandara Komodo, Djarot Subianto.

Ia menjelaskan, saat ini ada 12 pesawat terbang yang melayani Bandara Komodo, Labuan Bajo, yakni Maskapai Wings Air, Kalstar, Nam Air dan Garuda Indonesia.

Selain ke Jakarta, pesawat dari Bandara Komodo  juga melayani penumpang Labuan Bajo tujuan  Denpasar, Ende, Kupang pergi pulang. Ada juga pesawat perintis yang melayani penumpang rute penerbangan Labuan Bajo - Waingapu di Sumba Timur. Selain itu, ada yang ke Bima dan Sulawesi Selatan.

Demikian juga transportasi laut, yakni kapal penumpang milik PT Pelni, kapal penumpang swasta, kapal kontainer, kapal roro,  kapal feri dan kapal-kapal perintis.
Kapal roro dan kapal kontainer melayani rute langsung Surabaya-Labuan Bajo. Hal ini memudahkan pengiriman barang milik pengusaha yang didatangkan dari Surabaya untuk dipasarkan di Flores.

Kapal penumpang menghubungkan Labuan Bajo dengan sebagian besar wilayah di Indonesia. Baik  ke Pulau Jawa maupun pulau-pulau di wilayah Indonesia Timur. Seperti Sulawesi Utara, Papua, Kalimantan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan ke beberapa daerah di NTT.

Sedangkan kapal feri, melayani rute penyeberangan Labuan Bajo-Sape pergi pulang, dalam sehari dua kali penyeberangan. Kapal feri lainnya melayani Sulawesi Selatan dan Pulau Sumba. "Padatnya transportasi laut, sudah didukung oleh pelabuhan yang luas. Itu karena pekerjaan pelebaran dan perpanjangan pelabuhan sudah selesai. Saat ini ada rencana untuk perluasan terminal penumpang,  tetapi masih tunggu kepastian dari pemerintah pusat," kata Kepala Syahbandar Labuan Bajo, Usman Husin.

Pertumbuhan tempat hiburan malam (THM) juga terus meningkat di kota kecil itu. Bersamaan dengan itu, banyak persoalan baru muncul di kota pariwisata tersebut. Misalnya, perkara kepemilikan lahan. Persoalan lahan salah satunya karena harga tanah yang meroket, bermain diangka miliaran rupiah. Hal itu disebabkan banyaknya investor yang membutuhkan lahan luas dengan membanting harga tinggi demi membuka usahanya. Muncul juga masalah peredaran narkoba, HIV/AIDS, pencurian, dan sejumlah masalah lainnya yang membutuhkan kecepatan penanganan dan langkah antisipatif. (servantinus mammilianus)

Sumber: Pos Kupang 3 Januari 2017 hal 1

Beri Yang Terbaik untuk Pasien

ilustrasi
Ketiadaan obat  telah mengecewakan penderita kanker yang selama ini mendapat pelayanan kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof Dr WZ Johannes Kupang. Seorang penderita kanker getah bening, misalnya, mestinya menjalani  kemoterapi rutin dua minggu sekali. Namun,  sejak September 2016 hingga Januari 2017 pelayanan kemo baginya ditangguhkan empat kali karena obat kemo Novalbin habis. Begitu juga obat Xeloda yang harus diminumnya selama dua minggu.

"Saya sedih dan kecewa karena harus menghadapi masalah ini teru-menerus. Penundaan kemo sudah saya alami empat kali sejak September 2016,"  ungkap penderita kanker itu kepada Pos Kupang, Kamis (19/1/2017) lalu.

Beruntung keluhan pasien tersebut mendapat tanggapan cepat dari manajemen RSUD Kupang yang dipimpin drg. Dominikus M Mere. Kekosongan obat kemoterapi di RSUD Prof Dr Johannes Kupang sudah teratasi  awal pekan ini. Sejak dua hari lalu rumah sakit terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut sudah memberikan pelayanan kemo kepada pasien kanker sebagaimana biasa. "Obatnya sudah datang. Hari ini pasien kanker bisa menjalani kemoterapi," kata  Domi Mere, Senin (23/1/2017).

Menurut dia, obat kanker yang sudah tiba di Kupang untuk persediaan satu bulan ke depan. Manajemen RS Johannes, lanjut Domi, memesan lagi lebih awal agar stok obat tersebut tidak habis sama sekali. "Stoknya untuk satu bulan. Harganya mahal, jadi kami hanya stok untuk satu bulan," ujarnya.

Kita memberi apresiasi tinggi kepada manajemen RS Johannes Kupang yang siap menerima kritik dan keluhan masyarakat sekaligus merespons cepat lewat aksi nyata. Memang sudah sepatutnya demikian. Stok obat di rumah sakit seyogianya selalu tersedia. Tidak boleh kosong sama sekali.

Pasien akan sangat terpukul manakala stok obatnya habis atau tidak menjalani perawatan rutin dan wajib seperti penderita kanker. Kepanikan akan menebarkan kecemasan, menambah penderitaan pasien. Kesembuhan yang dirindukan malah menjauh. Prinsip pelayana  rumah sakit di mana dan kapan pun kiranya masih sama dan sebangun yaitu memberikan yang terbaik bagi pasien.

Bukan pertama kali kehabisan stok obat terjadi di RSUD Prof WZ Johannes Kupang. Masalah klasik itu butuh keseriusan pengelola mulai dari tahap  perencanaan hingga monitoring dan evaluasi agar tidak terulang. Dari aspek penganggaran agaknya bukan masalah serius karena mendapat porsi memadai dari APBD Provinsi NTT.

Selain masalah obat masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Kita masih saja mendengar keluhan tentang realisasi pembayaran jasa medik yang tidak tepat waktu, pelayanan BPJS  yang belum memuaskan serta keluh- kesah pasien lainnya yang merasa belum mendapatkan pelayanan  terbaik.*

Sumber: Pos Kupang 25 Januari 2017 hal 4

Watu Maladong: Legenda Petani di Tana Humba

Watu Maladong
DAHULU kala di Sumba, hidup seorang petani yang sehari hari mengerjakan kebun miliknya. Pada suatu pagi, sang petani yang bermaksud melihat kondisi kebunnya sangat terkejut,  melihat tanaman miliknya hancur berantakan. Ia mengamati sekeliling dan menemukan jejak kaki babi hutan.

Sang petani tak habis pikir bagaimana babi- babi itu bisa masuk ke dalam kebunnya yang sekelilingnya dipagar tinggi. Pintu masuk kebunnya pun selalu tertutup dan dikunci kalau sang petani pulang ke rumah.

Rasa penasaran membuat sang petani memutuskan untuk menunggui kebunnya malam itu. Dengan bekal tombak sakti warisan leluhurnya, Numbu Ranggata, sang petani duduk diam di atas sebuah pohon sambil mengamati sekeliling. Dugaan petani itu benar. Tak berapa lama ia menunggu, terdengarlah suara sekawanan babi hutan mendatangi kebunnya. Sungguh aneh, kawanan babi itu mampu menembus tembok pembatas kebunnya dengan mudah.

Sang petani mengamati seekor babi yang tengah asyik memakan umbi keladi persis di bawah pohon tempat ia duduk. Karena penasaran, sang petani melempar tombak Numbu Ranggata miliknya yang tepat mengenai perut babi sial itu. Sekawanan babi hutan itu langsung pergi meninggalkan kebun begitu mengetahui ada anggotanya yang terluka. Tombak Numbu Ranggata milik sang petani itupun ikut terbawa pergi.

Pagi- pagi sekali sang petani mulai menyusuri jejak darah dari perut babi yang terluka. Kali ini bukan hanya rasa penasaran yang ada di hatinya, sang petani juga resah karena tombaknya ikut terbawa. Tombak Numbu Ranggata miliknya itu harus kembali. Tombak itu adalah tombak sakti yang diwariskan leluhurnya turun temurun.

Lagi lagi timbul keanehan. Jejak darah si babi hutan berhenti di tepi pantai. Sang petani bingung bagaimana mungkin kawanan babi itu datang dari pulau lain. Hal itu membuat sang petani termenung beberapa saat di tepi pantai. Ia tak habis pikir apa yang sebenarnya terjadi.

Tiba tiba sang petani dikejutkan oleh sebuah suara yang menyapanya. "Apa yang sedang kau lamunkan hai manusia ?", tanya seekor penyu yang rupanya bisa bercakap- cakap. Lagi lagi sang petani terkejut. Belum pernah ia bertemu dengan hewan yang mampu berbicara layaknya seorang manusia.

Meski jantungnya masih berdebar kencang karena terkejut, sang petani menceritakan apa yang dialaminya kepada si penyu. "Aku akan mengantarmu ke pantai seberang jika kau mau," tawar penyu kepada sang petani. "Aku yakin kau akan menemukan apa yang kau cari di sana", ujarnya lagi.

Sang petani semula ragu untuk menerima tawaran penyu besar itu. Namun ketakutannya dikutuk karena telah menghilangkan tombak sakti warisan leluhurnya, membuat sang petani akhirnya setuju. Ia pun segera naik ke punggung penyu. Si penyu bergerak membawa sang petani ke pulau seberang.

Setelah menempuh perjalanan sehari semalam, tibalah penyu dan sang petani di sebuah pulau berpantai indah. "Semoga kau menemukan apa yang kau cari di sini," kata penyu seraya pamit kepada sang petani. "Jika kau memerlukanku, panjatlah sebuah pohon di pantai dan berteriaklah ke arah laut, aku akan datang menjemputmu," pesannya lagi.

Tak lama kemudian penyu itu kembali berenang ke tengah laut.
Sang petani berjalan menyusuri pantai sambil berharap menemukan seseorang tempat ia bertanya. Tak memerlukan waktu lama matanya menangkap sebuah rumah sederhana tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia segera menghampiri rumah itu dan mengetok pintunya. Sang petani berharap empunya rumah bisa memberinya petunjuk.

Pemilik rumah itu adalah seorang nenek yang tinggal seorang diri. Setelah memberikan sang petani sedikit makan dan minum, si nenek menanyakan apa maksud kedatangan sang petani ke pulau itu. Ia mendengarkan cerita sang petani sambil terkadang menganggukkan kepala tanda mengerti.

"Aku paham ceritamu. Babi- babi yang merusak kebunmu adalah babi jadi jadian dari pulau ini," kata si nenek. "Mereka adalah sekelompok manusia yang mempunyai ilmu gaib. Mereka merupakan orang- orang yang menguasai pulau ini," tambahnya lagi. Kelihatannya si nenek tahu pasti tentang penduduk pulau tempatnya berdiam.

Sang petani sungguh senang karena pertanyaannya tentang babi- babi yang merusak kebunnya terjawab sudah. Namun demikian ia tak dapat meninggalkan pulau itu tanpa membawa pulang tombak saktinya, Numbu Ranggata. Beruntunglah nenek yang baik hati itu mau melatih sang petani beberapa jurus ilmu sakti yang ia miliki.

Setelah beberapa hari tinggal di rumah nenek itu, sang petani segera pergi ke perkampungan sesuai petunjuk si nenek. Di sana ia tinggal sebagai pendatang yang diterima bekerja pada seorang penduduk yang cukup berada. Dari hari ke hari sang petani terus memasang telinganya dengan baik. Ia senantiasa menyimak setiap pembicaraan orang di sekitarnya. Sang petani berharap segera memperoleh informasi yang ia perlukan.

Pada suatu malam tanpa sengaja sang petani mendengar percakapan tuannya tentang kepala suku mereka yang sedang sakit. Sudah banyak tabib yang mencoba mengobatinya, bahkan yang didatangkan dari pulau - pulau lain, namun semuanya gagal. Sang kepala suku masih saja terbaring sakit.

Sang petani memberanikan diri untuk mengobati kepala suku itu. Ia pun memohon bantuan tuannya untuk dibawa ke kepala suku. Sang petani menduga kepala suku dan keluarganya adalah orang orang sakti pemilik ilmu gaib seperti yang diceritakan si nenek.

Keesokan harinya, dengan ditemani tuannya, sang petani berhasil menemui kepala suku. Atas izin keluarga yang mulai putus asa, sang petani melihat kondisi kepala suku. Rupanya firasat petani itu benar adanya. Matanya langsung tertuju pada perut sebelah kanan kepala suku yang terus meneteskan darah. Ia teringat akan tombaknya yang menancap di perut seekor babi jadi jadian tempo hari.

"Kalau boleh saya menebak, apakah perut bapak tertikam sebilah tombak ?", tanya sang petani langsung pada kepala suku. Kepala suku dan seluruh anggota keluarganya yang ada di ruangan itu terkejut. Mereka tak menyangka sang petani mengetahui penyebab sakitnya kepala suku.

Kepala suku mengangguk perlahan seraya berkata, "Ya, perutku tertikam tombak," ujarnya pelan. "Jika kau berhasil mengobati lukaku ini, aku akan memberikan apa saja yang kau mau," janjinya lagi.

Kepala suku berharap sang pendatang di kampungnya itu mampu mengobatinya. "Baiklah..", kata sang petani singkat. "Besok pagi aku akan kembali membawa ramuan untuk bapak minum," ujarnya lagi. Sang petani dan tuannya segera pamit pulang.

Sore itu sang petani datang lagi menemui nenek tua di tepi pantai. Sang nenek memberinya ramuan untuk mengobati kepala suku. "Jika kepala suku itu telah sembuh, selain tombak Numbu Ranggata milikmu, mintalah juga batu yang disebut Watu Maladong miliknya. Batu itu mampu menciptakan sumber air dan menumbuhkan tanaman palawija dimana saja yang kau kehendaki," kata si nenek lagi.

Sang petani tertarik sekali atas usul si nenek, iapun menyetujuinya. Si nenek memberinya beberapa jurus ilmu sakti lagi kepada sang petani. Si nenek tahu kepala suku itu tak akan memberikan Watu Maladong dengan cuma - cuma. Ia pasti akan mengajak sang petani mengadu kesaktian lebih dulu.

Sungguh ajaib, ramuan sakti yang diberikan sang petani kepada kepala suku langsung membuat lukanya sembuh. Kepala suku seketika itu juga merasa dirinya pulih seperti sediakala. Hatinya sungguh senang. Ia sangat berterima kasih kepada sang petani.

"Apa yang kau minta sebagai balasan atas jasamu menyembuhkanku ?", tanya kepala suku kepada sang petani. "Kalau tak keberatan, ada dua permintaanku", kata sang petani sambil menatap kepala suku. "Aku minta tombak yang menghujam perutmu dikembalikan. Sesungguhnya tombak itu adalah milikku yang merupakan warisan dari leluhurku," kata sang petani perlahan.

Wajah kepala suku merah padam mendengar ucapan sang petani. "Berarti orang ini mengetahui rahasia keluargaku yang bisa menjadi babi jadi -jadian," pikirnya sambil mencoba menahan amarah. "Bukankah ia yang melemparkan tombaknya ke perutku sewaktu aku berwujud seekor babi ?", ujar kepala suku dalam hati sambil menatap tajam ke arah sang petani.
"Baiklah..", kata kepala suku singkat dengan suara bergetar.

"Aku akan mengembalikan tombakmu," katanya singkat. "Lalu apa permintaanmu yang kedua ?", tanyanya tak sabar. Sang petani semula ragu mengutarakan keinginannya. Tapi mengingat kampung halamannya memerlukan mata air dan tanaman palawija yang bisa tumbuh subur di sana, akhirnya ia berkata. "Aku menginginkan Watu Maladong milikmu," ujarnya dengan suara sedatar mungkin. "kampungku memerlukannya", tambahnya lagi sambil mengamati reaksi kepala suku.

Kepala suku bagaikan disambar petir mendengar permintaan sang petani. "Tentulah orang ini bukan orang sembarangan", pikirnya mengambil kesimpulan. "Kalau tidak, bagaimana mungkin ia tahu Watu Maladong kepunyaanku ?", gumamnya perlahan sambil menahan tubuhnya yang mulai gemetar menahan emosi.

"Kau tahu kesaktian Watu Maladong milikku bukan ?", tanya kepala suku. Sang petani mengangguk. "Aku akan memberikannya padamu dengan satu syarat," ujar kepala suku dengan tegas. "Kau harus bisa mengalahkan kesaktianku lebih dulu," kepala suku berkata sambil berdiri. "Jika kau setuju, aku menunggumu nanti malam untuk bertempur di tanah lapang belakang rumahku".

Sang petani setuju. Ia kembali ke rumah si nenek di tepi pantai sambil membawa Numbu Ranggata yang dikembalikan kepala suku kepadanya. "Tak usah gentar," kata si nenek kepada sang petani yang terlihat ragu. "Sesungguhnya kaupun memiliki kesaktian sebagai pemilik Numbu Ranggata," ujar si nenek pelan.

"Kau bisa mendatangkan petir dengan mengarahkan tombakmu ke langit," lanjutnya lagi. "Petir itu akan menyambar siapa saja yang menjadi lawanmu".

Sang petani mendengarkan kata - kata si nenek dengan seksama. "Satu hal yang perlu kau ketahui", si nenek berkata sambil memandang ke arah laut. "Jurus andalan mereka adalah mengguncang bumi. Jangan panik jika bumi mengguncangmu. Diam saja dan menyatulah dengan bumi. Niscaya goncangannya akan segera berhenti," lanjut si nenek membuka rahasia kepala suku.

Setelah mendengar penjelasan si nenek, petani itu yakin dirinya akan menang bertarung melawan kepala suku. Ketika matahari mulai terbenam, ia berangkat menuju rumah kepala suku dengan membawa tombak saktinya.

Seluruh keluarga kepala suku telah berkumpul di lapangan belakang rumah mereka. "Lawanlah putra sulungku," kata kepala suku sambil berdiri menyambut kedatangan sang petani. "Jika kau berhasil mengalahkannya maka itu berarti kau telah mengalahkanku," katanya seraya menepuk - nepuk pundak seorang pemuda yang berdiri di sampingnya.

Pertempuran pun dimulai. Setelah beradu kesaktian lewat perkelahian sengit, sang petani dan putra kepala suku sama- sama tangguh. Mereka telah bertempur selama dua jam lebih ketika akhirnya putra kepala suku menggunakan jurus andalannya. Ia segera memejamkan mata, menunjuk bumi dengan kedua belah telapak tangannya dan seketika itu juga bumi tempat sang petani berdiri berguncang dengan hebatnya.

Sang petani teringat akan kata- kata si nenek. Iapun segera berbaring sambil memegang Numbu Ranggata di tangan kanannya. Matanya terpejam, ia membiarkan tubuhnya seolah olah menyatu dengan bumi. Sang petani merasakan bumi terbelah dan ia tertelan bumi. Meski sedikit panik, ia terus memejamkan mata sambil menenangkan diri. Cukup lama sang petani merasakan tubuhnya terguncang sebelum akhirnya guncangan itu semakin berkurang. Kira- kira satu jam kemudian sang petani mendapati dirinya berada dalam posisi terlentang di atas tanah tempatnya berdiri. Sang petani bersyukur dirinya baik baik saja.


Tak mau membuang waktu, sang petani segera mengarahkan tombak saktinya ke arah langit malam. Tak lama kemudian petir menyambar  membelah langit yang gelap. Sinarnya sungguh menyilaukan mata. Sebuah petir yang diikuti suara menggelegar menyambar tubuh pemuda lawannya. Tubuh sang pemuda itu hangus terbakar. Seketika itu juga sang pemuda tewas.

Kepala suku dan seluruh keluarganya memekik. Mereka terkejut melihat kematian sang pemuda. Meski menahan kesedihan yang begitu mendalam, kepala suku berjiwa besar dan menerima kekalahannya. Ia menyerahkan Watu Maladong yang sedari tadi dibawanya kepada sang petani.

"Batu ini ada tiga," katanya sambil menyerahkannya kepada sang petani. "Ketiga batu ini akan mengeluarkan air di tempat yang kau inginkan. Ketiganya juga akan menumbuhkan padi, jagung, dan jewawut di tanah kelahiranmu kelak," tambahnya. Kepala suku dan seluruh keluarganya mengantarkan sang petani ke pinggir desa.

Sang petani yang membawa Numbu Ranggata dan Watu Maladong itupun singgah di rumah nenek yang telah menolongnya untuk pamit. Ia memanjat pohon kelapa di depan rumah si nenek dan memanggil penyu yang segera datang untuk membawanya pulang kembali ke Sumba. Ia naik ke punggung penyu dan menghilang di lautan.

Watu Maladong yang dibawa sang petani memberikan empat mata air di Sumba,  yaitu mata air Nyura Lele di Tambolaka, mata air Weetebula di Weetebula, mata air Wee Muu di perbatasan Wewewa Barat dan Wewewa Timur dan mata air Weekello Sawah di Wewewa Timur yang bentuknya menyerupai juluran lidah seekor naga. Ketiganya juga menumbuhkan padi, jagung, dan jewawut di tanah Sumba.(gem/berbagai sumber)

Sumber: Pos Kupang 8 Januari 2017 hal 4

Kinerja Aparatur Sipil Negara

SELAMAT tahun baru 2017. Kita sudah tiga hari menjalani tahun yang baru tetapi masih mendengar kabar kurang sedap tentang realisasi fisik proyek pembangunan di berbagai daerah di seantero Flobamora.

Beberapa yang disebut berikut ini sekadar contoh. Dari Kabupaten Kupang tersiar warta proyek pekerjaan peningkatan jalan dari Desa Noelbaki ke Desa Oelpuah yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2016 senilai Rp 6.421.967.000 belum rampung. Termasuk dalam proyek tersebut sebuah jembatan. Realisasi fisik jembatan baru sekitar 60 persen.

Proyek jalan ini merupakan bagian dari proyek pembangunan jalan poros selatan, mulai dari belakang kampus Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang  hingga Kuimasi, Camplong. Ruas jalan poros selatan ini menelan dana tahap I tahun 2016 senilai Rp 86 miliar.

Jalan poros selatan diandalkan sebagai alternatif dari Jalan Timor Raya yang kini semakin padat dan kadang macet. Sekda Kabupaten Kupang, Drs. Hendrikus Paut, M.Pd dan Kadis PU Kabupaten Kupang, Johny Nomeseoh membenarkan keterlambatan realisasi fisik sejumlah proyek tersebut.

Keterlambatan realisasi fisik proyek juga terjadi di Kabupaten Sumba Barat Daya. Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Sumba Barat Daya, Samuel Boro mengatakan hingga akhir tahun 2016 realisasi belum 100 persen.  Menurut Samuel, ada beberapa faktor yang menghambat misalnya kepemilikan alat berat, cuaca dan faktor sosial.

Jangka waktu pengerjaan Jembatan Sopolsa I menuju Desa Leowalu, Kecamatan Lamaknen, Kabupaten Belu berakhir pada  tanggal 29 Desember 2016, namun proyek senilai Rp 4,1 miliar ini belum rampung. Begitulah warta dari Kabupaten Belu.
Kadis PU dan Perumahan Belu, MK Eda Fahik  mengatakan, untuk jembatan Sopolsa I, fisiknya mencapai 80 persen dan dipastikan bisa rampung meski tidak sesuai jangka waktu dalam masa kontrak.  "Sopolsa I  sudah 80-an persen dan pasti selesai.

Kendalanya banjir besar sehingga terhambat," katanya akhir pekan lalu.  Jika mau dilitanikan, maka  masih panjang daftar daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang realisasi fisik proyek tahun 2016 belum mencapai 100 persen.

Pertanyaan kita masih sama, mengapa masalah klasik semacam  ini selalu terulang saban tahun? Tidak bermaksud menuding tetapi jawabannya mudah saja. Proyek fisik tidak selesai tepat waktu sesuai kontrak mencerminkan kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN). Cara kerja ASN masih seperti dulu. Tidak disiplin, suka menunda pekerjaan atau mengulur-ulur waktu.

Idealnya tiga atau empat bulan setelah APBD ditetapkan, suatu proyek segera bergulir agar memudahkan proses evaluasi dan monitoring demi selesai tepat waktu. Masih kerap terjadi di Provinsi  NTT proyek baru dimulai pada semester kedua tahun berjalan bahkan tinggal tiga bulan menjelang akhir tahun. Akibatnya kontraktor pelaksana bekerja asal jadi demi memenuhi target waktu dan mengabaikan kualitas.

Tahun 2017 ini bersamaan dengan penerapan struktur organisasi baru sesuai ketentuan PP No 18 Tahun 2016, kinerja ASN di NTT mestinya lebih baik lagi agar di penghujung tahun kita tidak lagi mendengar kabar proyek yang belum rampung!*

Sumber: Pos Kupang 3 Januari 2017 hal 4

Menambah Daya Pikat Komodo

Eksotisme Pulau Padar di Taman Nasional Komodo
PARADA sejauh lima  kilometer akan mengawali acara pembukaan Festival Komodo di Labuan Bajo,  Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) tanggal 4 Februari 2017. Parade mengambil titik awal  di lapangan sepakbola Kampung Ujung dan berakhir di Gua Batu Cermin, Labuan Bajo.

Sebanyak 22 grup perwakilan dari komponen terkait ikut serta dalam parade yang membawa patung komodo berukuran raksasa itu. "Pelepasan peserta parade komodo tepat pukul 13.00 Wita dari Kampung Ujung dan diperkirakan pukul 17.30 Wita, semuanya sudah berada di kawasan Gua Batu Cermin untuk mengikuti berbagai acara lanjutan," kata Ketua Panitia Pelaksana Festival Komodo, Theo Suardi yang juga menjabat Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Mabar.

Begitu kabar terbaru dari Labuan Bajo, satu dari sedikit destinasi unggulan di ini negeri. Sungguh kabar yang menggembirakan. Pemerintah setempat melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan tidak tinggal diam. Mereka bergerak menggelar event agar orang tetap memalingkan perhatiannya ke Labuan Bajo.

Komodo sudah memiliki brand yang sangat kuat menghipnotis masyarakat internasional. Dunia tahu tentang Komodo sebagai satu dari tujuh keajaiban global. Mereka mengenal Labuan Bajo dan seluruh keindahan anugerah Tuhan di wilayah tersebut. Mereka tergerak hati meninggalkan negerinya, datangi Labuan Bajo.

Angka kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara dalam lima  tahun terakhir meningkat  signifikan. Labuan Bajo, Komodo, Manggarai Barat kini boleh berbangga dan tidak perlu minder lagi berhadapan dengan nama harum Bali serta Lombok yang lebih dulu tersohor.

Komodo dan Labuan Bajo adalah lokomotif baru pembangunan pariwisata di Provinsi  Nusa Tenggara Timur (NTT). Maka penyelenggaraan  festival awal bulan depan kita dukung sepenuh hati. Tentu dengan catatan kristis bahwa event apapun yang berkaitan dengan pariwisata tidak boleh sekadar rutinitas. Apalagi cuma menghabiskan anggaran Dinas Pariwisata karena sudah dialokasikan dari APBD, misalnya. Dibutuhkan inovasi dan daya kreasi agar festival itu sungguh memiliki bobot lebih untuk terus meningkatkan daya pikat Labuan Bajo dan Komodo.

Kita tak henti-hentinya mengajak semua pemangku kepentingan baik pemerintah maupun masyarakat Manggarai Barat agar tidak lekas berpuas diri. Anugerah keindahan alam, flora dan fauna mestinya tidak meninabobokan. Pemerintah dan masyarakat Mabar bahkan harus bekerja lebih keras guna mempertahankan brand Labuan Bajo yang sedang bagus-bagusnya itu.

Labuan Bajo sebagai kota wisata pun patut mempercantik diri.  Jangan biarkan kesan "kampung" itu melekat erat dan kesemrawutan dipandang lumrah. Aspek kebersihan merupakan pekerjaan rumah lainnya. Labuan Bajo mesti menjadi kota yang ramah, nyaman dan damai sehingga wisatawan mau bertahan lebih lama. Lebih lama tinggal artinya memberi nilai ekonomi lebih bagi kita bukan? *

Sumber: Pos Kupang 12 Januari 2017 hal 4
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes