ilustrasi |
Sebagai misal saya kumpulkan pengalaman umat Kristiani yang baru saja merayakan Tri Hari Suci Paskah 2020.
Mengapa menarik?
Bayangkan, orang Palasari Bali ikut misa via live streaming dari Katedral Ende Flores.
Orang Manokwari dan Wetar ikut kebaktian via live streaming dari Medan.
Orang Singkawang dan Bontang ikut misa via live streaming dari Katedral Denpasar.
Orang Sumba dan Lombok ikut misa via siaran langsung TV dari Katedral Jakarta.
Orang Manila ikut misa via live streaming dari Dili Timor Leste.
Orang Wolonio, kampung cilik di pedalaman Flores, ikut misa via live streaming yang dipimpin Paus Fransiskus dari Basilika St Petrus Vatikan.
Wow!
“Teman bisa konsentrasi mengikuti misa via live streaming?” tanyaku kepada Agus, kolegaku warga Jakarta yang hari-hari ini menjalani masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan Pemerintah Provisi DKI.
"Iya bisa. Kan intinya sama," jawabnya yakin.
“Bedanya, kita tidak di dalam gereja serta tidak menyambut komuni,” tambahnya.
Toa dan Naik Becak
Selain ibadah menembus layar dan melampau bahasa, pandemi Covid-19 menuntut manusia berkreasi. Mereka fokus pada peluang bukan mengeluhkan tantangan.
Kisah menarik pun datang dari Manado di bumi Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara.
Di sana khususnya di daerah Tomohon dan Tondano, jemaat menjalani kebaktian hari Minggu di rumah masing-masing dengan panduan dari toa di gereja.
Apakah itu toa?
Toa adalah pelantang atau pengeras suara. Orang Manado lebih suka menyebutnya demikian.
Sebagian besar masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) pun menggunakan kata yang sama.
Dengan bantuan toa, pendeta tetap memimpin kebaktian di gereja.
Jemaat yang rumahnya di sekitar gereja tersebut dalam radius 200 hingga 400 meter bisa mendengar jelas seluruh rangkaian ibadah.
Apalagi mereka sudah mendapat panduan tata ibadah tertulis dari gereja.
Langkah yang diambil pimpinan Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) ini sangat bijaksana.
Jemaat tetap dapat beribadah dari rumahnya sambil memandang menara gereja di kejauhan sana.
Cara unik pun terjadi di negara tetangga Filipina.
Pada hari Minggu Palma 5 April 2020 lalu, umat Katolik di suatu distrik di Manila merayakan dengan berdiri di depan rumah masing-masing sambil memegang daun palma.
Daun itu diberkati oleh imam yang berkeliling kampung naik becak.
Perayaan Minggu Palma merupakan awal Pekan Suci menjelang Paskah.
Seperti diwartakan Kompas.com mengutip AFP, umat berbaris di depan rumah mereka masing-masing sambil tak lupa memakai masker.
Pastor dengan sabar berkeliling kampung menggunakan becak memberkati umat dan daun palma.
Manila memasuki pekan keenam lockdown yang membuat kota itu senyap dan hampir semua kegiatan terhenti.
"Perayaan ini akan berlanjut meski ada penyebaran virus corona," kata Bong Sosa, seorang warga Manila kepada AFP.
Sosa menghadiri perayaan itu sambil mengenakan masker yang dibuat dari botol pendingin air.
Tak ada rotan akar pun jadilah.
Sama seperti di belahan dunia lainnya, ibadah di Filipina disiarkan via live streaming dan saluran televisi.
Kreatif di Tengah Pandemi
Pandemi virus corona pun telah mengubah tradisi Vatikan yang bertahan selama ratusan tahun.
Sejak Minggu Palma, Jumat Agung 10 April hingga Minggu Paskah 12 April 2020, Paus Fransiskus memimpin misa di Basilika St Petrus Vatikan yang disiarkan via live streaming Vatican Media ke seluruh dunia.
Paus Fransiskus membelah kesunyian saat memasuki Basilika Santo Petrus yang sunyi dan kosong, dengan jubah putihnya untuk prosesi Jumat Agung 10 April 2020 dan diterangi obor.
Biasanya prosesi tersebut berlangsung di sekitar Colosseum Romawi di hadapan sedikitnya 20.000 orang.
Namun, tradisi itu tak boleh digelar sejak Roma dan seluruh Italia hidup dalam aturan lockdown sejak awal Maret 2020.
Tahun lalu Misa Minggu Paskah dan pemberkatan Urbi et Orbi dihadiri sekitar 70.000 umat di Lapangan Santo Petrus.
Menurut pantauan jurnalis AFP, pintu masuk Vatikan sekarang ditutup rapat dan dijaga polisi bersenjata mengenakan masker serta sarung tangan karet.
Paus Fransikus secara terbuka mengakui bahwa ia berjuang bersama semua orang untuk melalui masa-masa sulit ini.
Berjuang tanpa kehilangan kreativitas.
"Kami harus menanggapi lockdown dengan semua kreativitas kami," kata Paus Fransiskus dalam wawancara yang diterbitkan beberapa surat kabar Katolik minggu ini.
"Kita bisa menjadi depresi dan terasing... atau kita bisa menjadi kreatif," lanjut pemimpin umat Katolik sedunia berusia 83 tahun tersebut.
Buktinya banyak kreasi dan inovasi muncul di tengah pandemi Covid-19.
Doa-doa virtual dari Paus Fransiskus adalah contoh improvisasi kegiatan keagamaan di masa penerapan physical distancing dan lockdown.
Umat pun sudah mengikuti sarannya dan menemukan solusi kreatif.
Di Amerika Tengah, Uskup Agung Panama ikut mengudara dan memberkati bangsa kecilnya itu dari sebuah helikopter.
Orang-orang Spanyol menyalakan musik religi di balkon rumah mereka selama Pekan Suci yang baru berlalu.
Musik yang meneguhkan hati.
Kemudian di Amerika Serikat (AS), negara adidaya yang porak-poranda dihajar Corona, sebuah Gereja Katedral di New York City mengganti deretan kursi kayu dengan tempat tidur rumah sakit.
Ini langkah berjaga-jaga kala rumah sakit di sekitarnya tak sanggup lagi menampung pasien.
Gereja ortodoksnya di Yunani akan mengadakan misa secara tertutup untuk Paskah pada 19 April 2020 nanti.
Lalu orang-orang Yahudi di seluruh dunia menggunakan Zoom atau aplikasi konferensi video lainnya untuk beribadah di rumah ketika liburan Paskah 8 hari dimulai pada Rabu malam 8 April 2020 lalu.
Westminster Abbey di London juga mengikuti tren teknologi dengan merilis podcast Paskah untuk umatnya di Gereja Anglikan.
Dan, di Lourdes Prancis para pastor Gereja Katolik Roma menyampaikan doa selama 9 hari berturut-turut via Facebook Live dan YouTube.
Bukankah tak pernah terbayangkan sebelumnya ibadah umat beragama akan terjadi seperti sekarang ini?
Pandemi Covid-19 memang memaksa orang masuk rumah, mengurung diri.
Hindari jalan pelesir yang tak mendesak dan menjauhi kerumuman massa agar bisa memutus mata rantai penyebarannya.
Namun, pandemi Corona tidak menghentikan doa kepada Tuhan sang Maha Cinta sumber kehidupan.
Teknologi memungkinkan ibadah umat manusia tetap bisa berlangsung dalam format yang baru.
Berkat topangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hanya tubuh saja yang harus di rumah, sementara jiwa bebas berkelana mencari sesama umat beriman seantero negeri bahkan ke ujung dunia untuk bersama-sama menghadap Tuhan dalam doa.
Indah bukan?
This is a blessing in disguise.
Selalu ada berkah dan hikmah di balik musibah. Maka syukur tiada akhir patut kita panjatkan.
Dalam suka pun duka.
(dion db putra)
Sumber: Tribun Bali