ilustrasi |
Selembar foto saya unggah ke akun media sosial Facebook.
Hari itu Jumat 27 Maret 2020. Kira-kira jam 11.00 Wita. Denpasar Timur lumayan cerah. Angin sepoi mengalir mencubit kulit.
Semula sempat terpikir untuk membuat caption atau keterangan tertentu.
Ya semacam pengantar.
Tapi akhirnya saya memilih tidak membubuhkan sepatah katapun.
Biarkan foto bicara sendiri menyampaikan pesannya.
Responsnya agak mengejutkan.
Sontak banyak teman, kolega dan kenalan yang mampir di lapak akunku.
Memberikan jempol.
Tanda suka.
Tak sedikit jua yang menyampaikan komentar.
Hampir semua bernada positif.
Saya senang.
Foto itu memang menampilkan wajahku yang sedang tersenyum. Ceria. Riang.
Bukan foto baru sebenarnya.
Momen tersebut terukir delapan purnama lalu, di pojok Ubud, satu di antara episentrum pariwisata Bali yang
pesonanya selalu menarik rindu.
Hari itu sebanyak 174 orang mampir di lapak medsosku, hampir seperduanya memberikan komentar menyenangkan.
Bahkan datang dari sejumlah kolega yang sekian lama pelit berkata-kata.
Rupanya melihat senyumku mereka berani keluar dari kebiasaan sekadar melihat atau menyimak. Bahasa gaulnya kepo saja.
Umumnya menyebutku bahagia. Senang melihatku tampak sehat.
Juga mendoakan agar diriku selalu baik-baik saja di Bali, di tengah pandemi Covid-19 yang belum memperlihatkan gejala segera berlalu bersama angin.
Senyum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gerak tawa ekspresif yang tidak bersuara untuk menunjukkan rasa senang, gembira, suka, dan sebagainya dengan mengembangkan bibir sedikit.
Banyak jenis senyum termasuk senyum kecut yang pasti bikin kesal.
Idealnya orang suka pada senyum manis yang menarik hati dan menimbulkan rasa gembira bagi yang melihatnya.
Demikian pula senyum simpul.
Tersenyum sedikit tapi auranya menunjukkan kesenangan, kesayangan dan kegembiraan hati.
Di tengah tsunami informasi pandemi Covid-19 yang menyerang saraf mata, otak dan hati berhari-hari, sesungging senyum ikut menumbuhkan harapan.
Berbagai studi menunjukkan, senyum akan membuat seseorang merasa lebih sehat.
Tersenyum mampu meningkatkan produksi endorpin yang dapat mengurangi stres dan memberi efek bahagia.
Mirip Covid-19
Watak senyum mirip Covid-19 yaitu mudah menular. Ketika orang lain melihat tuan tersenyum. mereka tersugesti ikut tersenyum.
Ketika puan tersenyum manis pada seseorang, maka dia akan membalasmu dengan senyuman pula.
Benar kata kaum bijak bestari, senyum merekah menyejukkan jiwa.
Hati yang gembira adalah obat.
Tersenyum akan membuatmu lebih panjang umur.
Dalam terminologi psikolog, senyum manis merupakan energi positif bagi diri sendiri dan orang lain.
Saya unggah foto tersenyum mengikuti seruan bijak agar memanfaatkan medsos untuk menebarkan hal-hal positif.
Kami yang memilih jalan hidup sebagai jurnalis pun sebenarnya jenuh merajut warta Corona yang menjadi menu pekerjaan rutin saban hari.
Sejak bulan Januari 2020, Harian Tribun Bali, tempatku mengabdi publik, tak henti-hentinya mewartakan berita ihwal Covid-19.
Dari berbagai sudut pandang.
Mau bilang apa. Isu sosial paling menggetarkan hari-hari ini adalah Corona.
Nah demi membuang kejemuan tersebut diperlukan mekanisme katarsis agar bisa lega melegokan rasa.
Maka mengunggah pose senyum, indahnya pemandangan alam, bunga-bunga yang sedang mekar, merupakan beberapa cara yang saya tempuh.
Sejak awal bermedsos medio 2000-an. saya memang berkomitmen menebarkan sesuatu yang berguna.
Berusaha jauh dari nyinyir melukai.
Beberapa hari terakhir ini membanjir foto apik di akun medsos instagram maupun Fb dengan tagline #terimatantangan dan #untiltomorrow.
Terima tantangan menampilkan foto lawas seseorang di luar ruangan, foto dengan kekasih atau pasangan hidup.
Pun foto berlatar vista bumi yang aduhai.
Until tomorrow mengajak pemilik akun mengunggah foto dari sisi kurangnya.
Kurang cantik, kurang ganteng, kurang menawan, kurang seksi dan sebagainya.
Bisa foto lawas hingga berbagai pose kocak.
Para pesohor sampai orang biasa tak ketinggalan mengikuti ajakan tersebut.
Sebut misalnya Ayu Ting Ting hingga Brisia Jodie ikut meramaikan tantangan until tomorrow.
Foto-foto yang mereka bagikan mendapat respons dari warganet. Jagat maya sontak riuh dengan isu non Covid 19 yang menyeramkan.
Ini merupakan gerakan yang baik. Semakin banyak orang terpapar energi positif, imunitasnya niscaya terjaga.
Tentu tanpa menafikan bahwa Corona berbahaya dan sangat mematikan.
Tidak sama sekali! Semua orang wajib mengikuti protokol kesehatan serta anjuran pemerintah demi kebaikan bersama.
Satu Gambar Seribu Kata
Manusia secara naluriah lebih doyan visual ketimbang teks.
Itulah sebabnya gambar, foto atau lukisan selalu menarik mata dibandingkan narasi polos.
Satu gambar seribu kata. Begitu adagium jurnalisme.
Kalau kini orang suka narsis di medsos, hal tersebut merupakan sesuatu yang manusiawi.
Sifat asli setiap insan.
Sejarah umat manusia mencatat dari waktu ke waktu ada saja foto, lukisan atau gambar yang menginspirasi.
Bahkan cuma selembar foto pun mampu menggegerkan dan mengubah dunia.
Khusus tentang pose senyum, tak ada yang lebih heboh kisahnya daripada senyum seorang Mona Lisa.
Mona Lisa merupakan lukisan klasik karya Leonardo da Vinci yang kini tersimpan di Museum Louvre
Paris, Prancis.
Leonardo da Vinci melukis Mona Lisa di atas kayu poplar pada abad ke-16.
Lukisan minyak ini dianggap paling terkenal di dunia karena selalu menjadi pusat perhatian, objek studi, mitologi sekaligus parodi.
Mona Lisa bukan nama asli wanita dalam lukisan tersebut.
Objek lukisan tersebut adalah Lisa Gherardini, istri bangsawan Italia bernama Francesco Del Giocondo.
Keunikan lukisan wanita setengah badan ini adalah tatapannya yang dideskripsikan sebagai enigmatik atau misterius.
Selama berabad-abad diskusi tentang senyum Mona Lisa pun tak habis-habisnya.
Bahkan ada pula yang terobsesi padanya.
Penguasa Prancis, Napoleon Bonaparte konon sangat menyukai lukisan tersebut.
Sebelum tergantung di dinding Museum Louvre, Napoleon pernah memiliki lukisan Mona Lisa.
Dia memajang di kamar tidur agar bisa dipandangi saban malam.
Sudah banyak ahli melakukan riset guna menguak misteri senyum Mona Lisa.
Ahli forensik Inggris, Dr Montague Merlic, misalnya, melakukan riset lama dari tahun 1997 hingga 2001 silam.
Merlic pada akhir risetnya menyimpulkan Mona Lisa tersenyum tipis lantaran tidak dapat menutup mulutnya secara pas.
Penyebabnya dia mungkin telah kehilangan gigi-giginya.
Ada pula yang menyebut senyum Mona Lisa bisa berubah-ubah.
Pakar neuroscientist t dari Universitas Harvard, Margaret Livingstone mengatakan senyum Mona Lisa terlihat berbeda tergantung dari sudut mana orang tersebut melihat. Semuanya hanya ilusi optik.
Lain lagi kajian dari sisi medis. Wanita bernama Lisa Gherardini yang menjadi objek lukisan Da Vinci tersebut ditengarai menderita penyakit hipotiroidisme sehingga tangannya bengkak, rambut menipis dan benjolan.
Hipotiroidisme merupakan kelainan pada kelenjar tiroid yang mengakibatkan kelenjar tersebut tidak dapat menghasilkan hormon dalam jumlah memadai.
Seperti dikutip dari intisari online, hipotiroidisme inilah yang memicu ekspresi senyum misterius Mona Lisa pada lukisan Leonardo da Vinci.
Direktur medis Pusat Jantung dan Vaskular di Brigham dan Women's Hospital di Boston, Dr Mandeep Mehra mengatakan, ketidaksempurnaan kondisi tubuh Lisa Gherardini karena penyakit itu justru memberikan daya tarik.
Lukisan tersebut menebarkan pesona misterius.
Pemeriksaan medis sebelumnya menyatakan, Lisa menderita kolesterol tinggi, penyakit jantung atau sifilis.
Namun profesor Mehra dan rekannya mengatakan hal itu tidak mungkin karena fakta Lisa hidup sampai usia 63 tahun.
Senyum Mona Lisa yang kurang mengembang mungkin karena cacat yang disebabkan kelemahan otot.
Berkurangnya volume rambut alis dan rambut lainnya serta seluruh kulit yang pucat semakin mendukung diagnosis ini.
Para ilmuwan dari Universitas Amsterdam Belanda dan Universitas Illinois AS pada tahun 2005 tidak mau ketinggalan menganalisis senyum Mona Lisa.
Mereka menggunakan bantuan software komputer untuk mengungkap rahasia emosi yang terkandung dalam lukisan yang telah berusia empat abad lebih tersebut.
Dalam publikasi hasil riset di majalah ilmu pengetahuan dan sains, New Scientist, mereka menyimpulkan bahwa senyuman Mona Lisa mengandung 83% rasa bahagia, 9% kekejian, 6% rasa takut dan hanya 2% rasa marah.
Artinya apapun analisa tentang misteri senyuman Mona Lisa, kekuatannya tetaplah menebar rasa bahagia.
Keutamaan senyum yang tak tergantikan.
Jadi, tuan dan puan pun jangan lupa tersenyum ya.
Senyumlah sekarang juga.
Tak mesti semanis senyum Mona Lisa!
(dion db putra)
Sumber: Tribun Bali