PWI Maluku Puji NTT

Terima kunjungan tim pemprov dan PWI Maluku
KUPANG, PK -Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Maluku melakukan studi banding mengenai pelaksanaan Hari Pers Nasional (HPN). PWI Maluku memuji pemerintah dan masyarakay NTT yang sudah berhasil menyelenggarakan HPN tahun 2011 lalu.

Kehadiran PWI Maluku ini diterima Ketua PWI NTT, Dion DB Putra, di ruang Redaksi Harian Pagi Pos Kupang,  Senin (25/7/2016) malam. Sebelum bertemu PWI NTT, rombongan PWI Maluku terlebih dahulu bertemu Ketua Panitia HPN 2011, Andre W Koreh di ruang kerjanya.
Rombongan PWI Maluku yang hadir, yakni Bobby Palapia (Kabag Humas Pemprov Maluku), Lexy Sariwating (wartawan Antara), Melki Soplanit, Christian Louhanapessy (wartawan KompasTV) dan Ria Tuarita.

Menurut Lexy, kunjungan mereka ke PWI NTT sebagai bentuk studi banding karena menilai PWI NTT sudah sukses menyelenggarakan HPN, meski Maluku sendiri sudah pernah menjadi tuan rumah even-even nasional lainnya. "Kami ingin mendapat masukan-masukan dari PWI NTT supaya biesa menjadi bahan bagi kami untuk pelaksanaan HPN di waktu mendatang," kata Lexy.

Bobby Palapia juga mengatakan, kehadiran mereka untuk mendapat masukan-masukan terkait pelaksanaan HPN tahun 2011. "Tentu kami datang untuk mendapat masukan sehingga jadi bekal bagi kami untuk pelaksanaan HPN di Maluku nanti," kata Bobby.

Bobby juga mengakui, sudah bertemu dengan Andre Koreh sebelum bertemu dengan Ketua PWI NTT. "Kami butuh kiat-kiat yang sudah dilakukan PWI NTT sehingga pelaksanaan HPN tahun 2011 lalu sukses," katanya.

Dion DB Putra mengatakan, saat HPN 2011 lalu, posisi Ketua PWI NTT setara dengan Sekretaris Daerah (Sekda) NTT yakni sebagai penanggungjawab kegiatan HPN. Sementara Sekretaris adalah Ary Moelyadi yang kini sudah mengabdi di Kementerian Pemuda dan Olahraga RI.

"Saat itu, kita tidak punya uang, sedangkan pelaksanaan HPN bisa menelan anggaran sekitar Rp 2-Rp 3 miliar. Kami juga berpikir bahwa jangan dengan HPN lalu banyak mengeruk APBD NTT. Karena itu, melalui Pemprov NTT, dana kita lakukan urungan dari kabupaten/kota, tapi tidak semua dalam bentuk uang," kata Dion. (yel)


Sumber: Pos Kupang 26 Juli 2016 hal 2

Aparatur Humas di NTT Butuh Sosialisasi dari Dewan Pers

Semuel Pakereng (ketiga dari kiri)
POS KUPANG.COM, LABUAN BAJO  -  Aparatur humas pemerintah kabupaten dan kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) membutuhkan sosialisai dari Dewan Pers tentang kerja sama dengan  media massa. Sosialisasi tersebut melibatkan Bappeda, Unit Keuangan  (Dinas PPKAD), Inspektorat,  pihakKepolisian dan Kejaksaan.

Demikian salah satu butir rekomendasi yang disepakati dalam rapat kerja (raker)  dan bimbingan teknis (bimtek) kehumasan bagi aparatur humas dan protokol kabupaten/kota se-NTT di Hotel Luwansa, Labuan Bajo,  Kabupaten Manggarai Barat 21-24 Juni 2016.

"Forum raker dan bimtek ini menyepakati 11 poin kesepakatan yang segera ditindaklanjuti baik oleh pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota di NTT," kata Kepala Biro Humas Setda Provinsi NTT, Drs. Semuel D Pakereng, M.Si di Labuan Bajo, Jumat (24/6/2016).

Semuel lebih lanjut menyebutkan 11 poin rekomendasi. Pertama, aparatur humas dan protokol sepakat  melakukan koordinasi untuk sinkronisasi program, kerja sama kelembagaan dan sharing kegiatan dalam membangun dan meningkatkan perannya. Kedua, kegiatan raker kehumasan  sebagai wahana koordinasi, sinkronisasi program kegiatan perlu dilakukan secara berkelanjutan dan bergilir sesuai kesepakatan.

Ketiga, melaksanakan kehumasan demi peningkatan kompetensi aparatur humas dan protokol sesuai dengan topik yang diperluka antara lain intelejen, public relation, multimedia, jaringan  website serta etika jurnalistik. Keempat,  raker kehumasan tahun 2017 akan dilaksanakan di Kabupaten Alor.

Kelima, eksistensi humas dan protokol supaya dipadukan menjadi satu bagian integral dan tidak terpisahkan. Keenam, membangun kemitraan dengan insan pers baik  media cetak, elektronik maupun online untuk memberikan informasi atau publikasi yang menyejukkan masyarakat.

Ketujuh, perlunya sosialisasi Dewan Pers di tingkat provinsi, kabupaten/kota tentang kerja sama dengan media melibatkan Bappeda, unit keuangan (Dinas PPKAD), inspektorat, kepolisian dan kejaksaan. Kedelapan, daerah tuan rumah sebagai penyelenggara agar terlibat aktif menyukseskan kegiatan raker kehumasan.

Kesembilan, untuk evaluasi penyelenggaraan kegiatan kehumasan, perlu menghadirkan Satgas Advokasi Media pada raker kehumasan tahun berikutnya. Kesepuluh, perlunya Dewan Pers mengeluarkan pemberitahuan berkala kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-NTT tentang media dan wartawan yang legal bekerja sama. Kesebelas, menghadirkan bagian humas Sekretariat DPRD Provinsi NTT dan kabupaten/kota dalam raker kehumasan tingkat provinsi. (osi)


Sumber: Pos Kupang 25 Juni 2016 hal 15

Dion DB Putra: Banyak Hak Nara Sumber Diabaikan

Dion DB Putra (kedua dari kiri)
LABUAN BAJO, PK -Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTT, Dion DB Putra, mengatakan, selama ini di NTT banyak hak nara sumber yang diabaikan sendiri oleh nara sumber tersebut dalam hal pemberitaan di media massa.

"Kalau pemberitaan itu tidak berimbang bisa diadukan ke Dewan Pers. Dewan Pers diakui oleh negara untuk mengadili dalam konteks pekerjaan pers. Dewan Pers bisa memberi teguran bila ada media yang terbukti tidak berimbang dalam pemberitaan," kata Dion saat menjadi nara sumber dalam Rapat Kerja dan Bimbingan Teknis Kehumasan bagi Aparatur Bagian Humas/Protokoler Kabupaten/Kota se-Provinsi NTT  di Hotel Luwansa Labuan Bajo, Selasa (22/6/2016).

Dikatakannya, sesuai Undang-undang Pers, nara sumber juga berhak mengajukan hak jawab atau hak koreksi bila merasa ada yang salah dari pemberitaan. Nara sumber juga berhak diam terhadap pertanyaan wartawan kalau tidak yakin dengan kredibilitas wartawannya. "Selama ini banyak hak nara sumber yang diabaikan," kata Dion.
Sejumlah peserta yang hadir saat sesi tanya jawab mengeluhkan pemberitaan media akhir-akhir ini yang terkesan tidak berimbang dan mengabaikan konfirmasi. Selain itu, banyak wartawan yang hanya mengandalkan kartu persnya.

"Di daerah kami ada wartawan yang setiap hari selalu bersama kami dan meliput kegiatan kami. Tetapi beritanya tidak pernah ada," kata Germanus dari Kabupaten Sikka.

Keluhan senada disampaikan peserta lainnya,   Sipri dari Kabupaten Manggarai, Agus dari Kabupaten Manggarai Timur dan peserta dari Malaka, Kupang dan sejumlah daerah lainnya.

Mereka juga mengeluhkan media massa yang terlalu berorientasi bisnis sehingga sering kali terkesan melindungi orang tertentu yang dianggap sebagai pemberi upeti.
Menanggapi keluhan itu, Dion mengatakan, pada Undang-undang Pers, media juga merupakan institusi bisnis tetapi semuanya dijalankan pada etika yang telah ditentukan.

Sementara Kepala Biro Humas Setda NTT, Semuel D Pakereng, mengatakan, semua aparatur bagian humas/protokoler di tingkat kabupaten/kota se-Provinsi NTT akan difasilitasi Biro Humas Provinsi NTT untuk mendapatkan penjelasan dari Dewan Pers berkaitan dengan jalinan kerja sama antara pemerintah kabupaten/kota dengan media massa tertentu.

Pakereng meminta bagian humas agar berhati-hati dalam menjalin kesepakatan kerja sama dengan media tertentu dalam konteks pemberitaan di daerah bersangkutan.
"Kami akan fasilitasi untuk mendatangkan Dewan Pers berkaitan dengan kerja sama antara pemerintah kabupaten/kota dengan media tertentu. Berkaitan dengan kerja sama dengan media," kata Samuel di hadapan para aparatur bagian humas dari kabupaten/kota.  (ser)

Sumber: Pos Kupang 24 Juni 2016 hal 12

Ketua Dewan Pers: Hati-hati Memilih Nara Sumber

Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo (kir)
KUPANG, PK-- Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo mengatakan, media harus berhati-hati  dalam memilih nara sumber (pengamat) dalam membahas satu masalah yang diwartakan dalam media baik itu televisi maupun surat kabar.

Demikian Yosep Adi Prasetyo saat dialog antara Tim Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan jajaran redaksi Harian Pagi Pos Kupang, Rabu (15/06/2016). Pertemuan itu difasilitasi Ketua Bidang Pemberdayaan Media Massa, Hubungan Masyarakat dan Sosialisasi, Simon Petrus Nilli, SP.

Menurut Prasetyo yang biasa disapa Stenly,  kehadiran pengamat dalam mengulas satu masalah, harus memiliki kompetensi dibidangnya agar tidak salah melakukan kesalahan analisis terhadap peristiwa yang terjadi.

Untuk meminimalisir kesalahan dalam pemberitaan media terhadap masalah terorisme, ujar Stenly, Dewan Pers telah memgesahkan satu pedoman (buku saku) bagi para pimpinan media untuk menjadikannya sebagai pedoman dalam pemberitaannya.

Stenly menegaskan, pedoman ini juga diperlukan untuk meminimalisir berbagai praktek abal abal yang dilakukan para jurnalistik. "Masih ada jurnalis yang tidak memahami kode etik, berperilaku memeras nara sumber, menakut-nakuti orang lain yang sebenarnya tidak jauh dari mental terorisme itu sendiri," katanya.

Anggota Majelis Etik AJI Indonesia, Willy Pramudya mengatakan, dirinya diundang BNPT untuk menyusun modul pedoman peliputan terorisme. Awalnya lahirnya modul itu (buku saku) mengacu pada peristiwa bom Thamrin Jakarta 15 Januari 2016
Setelah peristiwa bom Thamrin itu, kata Willy, ada tujuh stasiun TV dan radio yang mendapat teguran karena melakukan fabrikasi pemberitaan yakni menyiarkan berita yang tidak berdasarkan fakta.

Pemimpin Redaksi (Pemred) Harian Umum Pos Kupang, Dion DB Putra mengatakan, pencerahan tentang jurnalistik yang berkaitan dengan pemberitaan terorisme secara regional harus dimulai dari pimpinan.

Dion mengatakan, selama ini Pos Kupang sudah mewartakan secara umum  berbagai kejadian di NTT termasuk pemeritaan tentang terorisme. Namun, diakuinya, pemberitaan yang dimaksud  belum  membidik dan mengemas secara khusus masalah terorisme yang bernuansa edukasi kepada masyarakat NTT.

NTT, lanjut Dion, bukan hanya sekadar propinsi transit para terorisme ke daerah lainnya. NTT, saat ini sudah menjadi tempat tinggal para terorisme.
Dion mencontohkan, salah satu kasus di Labuhan Bajo Kabupaten Manggarai Barat. Penangkapan salah satu kelompok jaringan Santoso, di Labuan Bajo merupakan bukti bahwa NTT bukan hanya menjadi daerah transit terorisme. Pos Kupang telah menyajikan berita apa adanya sesuai fakta yang terjadi.

Dion merespon kehadiran Tim FKPT untuk memberikan pencerahan tentang pedoman pemberitaan terorisme yang menjadi misi Dewan Pers ke NTT. Sebagai pimpinan harus menerima pencerahan lebih awal,  agar bisa menulari konsep pemberitaan Terorimes kepada tim kerjanya

Sementara Ketua Bidang Pemberdayaan Media Massa, Hubungan Masyarakat dan Sosialisasi BNPT, Simon Petrus Nilli, SP mengatakan, terorimes merupakan isu nasional dan internasional yang marak terjadi.

Secara regional, ujar Simon, NTT belum memiliki forum untuk mengantisipasi masalah tersebut. Oleh karena itu,  FKPT NTT dibentuk dengan  bidang kerjasama antara lain pemuda, kemasyarakat, isu media yang secara khusus membidik masalah terorisme. Tujuannya, agar pers memiliki pedoman khusus untuk meliput masalah  terorisme yang terjadi di daerah. (osa)

Sumber: Pos Kupang

KPPU Gandeng Media di Provinsi NTT

Ketua KPPU,  Syarkawi Rauf (tengah)
KUPANG, PK -Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)  menggandeng media massa di NTT, terutama di Kota Kupang, untuk ikut mengawasi  persaingan usaha tak sehat di wilayah ini. Selain itu  kehadiran KPPU agar lebih dirasakan warga NTT.Hal ini terungkap dalam diskusi Forum Jurnalis se-Wilayah Kupang dengan tema,  Persaingan Usaha untuk Meningkatkan Perekonomian Daerah yang digelar di Sotis Hotel Kupang, Selasa (2/5/2016) siang.

Diskusi Forum Jurnalis se-Wilayah Kupang ini dihadiri Ketua Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Dr. Syarkawi Rauf, S.E, M.E, Kepala Perwakilan KPPU Surabaya, Aru Armando dan Ketua PWI NTT, Dion DB Putra, serta diikuti 30-an wartawan media cetak dan elektronik serta media online.

Dalam penjelasannya, Ketua KPPU, Dr. Syarkawi Rauf, S.E, M.E, mengatakan, pada tahun 2015, KPPU sudah menghukum 32 perusahaan importir daging sapi dan sapi bakalan yang melakukan praktik kartel. Hukumannya berupa  denda mencapai  Rp 106 miliar lebih.

Selain itu, kata Rauf, pada tahun yang sama KPPU juga telah menghukum 19 importir yang melakukan praktik kartel bawang putih, 12 pengusaha ayam potong dan DOC. Dalam bidang otomotif, dua perusahaan industri sepeda motor juga segera disidangkan pada tahun 2016 karena diduga melakukan kesepakatan harga jual yang menyalahi aturan dan masih banyak kasus persaingan usaha yang sedang ditangani.

Ke depan, kata Rauf, yang perlu dilakukan dan diperjuangkan KPPU adalah melakukan reformasi pasar, penataan struktur pasar yang lebih baik serta penegakan hukum. Sehingga persaingan usaha berjalan lebih fair dan tidak didominasi satu dua perusahaan besar karena mengorbankan konsumen.

Kepala Perwakilan KPPU Surabaya, Aru Armando mengatakan, Provinsi NTT menjadi bagian dari wilayah kerja Perrwakilan KPPU Surabaya. "Perkara-perkara persaingan usaha yang terjadi di NTT juga sudah banyak yang ditangani KPPU. Meski demikian, keberadaan dan peran KPPU masih terasa asing di telinga masyarakat. Karena itu, dengan menggandeng media massa dan bekerja sama dengan para jurnalis di wilayah ini, KPPU diharapkan lebih berperan dalam mengawasi persaingan usaha," katanya.

Ketua PWI NTT, Dion DB Putra pada kesempatan yang sama, mengatakan, KPPU sudah dibentuk pemerintah sejak lama dan perannya sangat strategis bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tetapi, kata Dion,  masih banyak masyarakat yang belum tahu.

Bahkan Dion mengatakan, isu tentang persaingan usaha sepi di media massa. Karena itu, diskusi Forum Jurnalis se-Wilayah Kupang ini menjadi peristiwa yang sangat penting dan disambut baik para jurnalis.

Pada sesi diskusi banyak wartawan yang mengajukan pertanyaan sekaligus menyampaikan pengalaman betapa ekonomi masih dikuasai oleh satu dua orang pengusaha. Sehingga ketimpangan kaya dan miskin semakin terasa.

KPPU merekomendasikan agar masyarakat diberi kesempatan untuk menjadi entrepreneur  sehingga menghasilkan banyak orang kaya baru. Dengan  demikian kompetisi harga berbagai barang kebutuhan semakin bersaing dan tak ada monopoli lagi. (mar)

Sumber: Pos Kupang 3 Mei 2016

Wartawan NTT Bertarung di Bandung

ilustrasi
WARTAWAN NTT akan 'berjibaku' pada empat cabang olahraga (cabor) dari 14 cabor yang diperlombakan, di Pekan Olahraga Wartawan Nasional (Porwanas) XII di Bandung, Provinsi Jawa Barat, tanggal 26-30Juli 2016.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTT, Dion DB Putra melalui Ketua Siwo PWI NTT, Sipri Seko, S.Sos menjelaskan rencana keikutsertaan wartawan NTT di ajang tersebut, Selasa (12/4/2016).

"Siwo PWI NTT mengikuti empat cabang olahraga dari 14 cabor yang dilombakan di Porwanas XII/2016 di Bandung, Jabar. Empat cabor yang diikuti atlet Siwo PWI NTT, yakni tenis meja, biliard, bulutangkis, catur. Selain itu, wartawan NTT akan mengikuti lomba reportase dan lomba penulisan," jelas Sipri Seko.

Sipri yang juga pelaku event organizer (EO) cabang olahraga level nasional di NTT lebih jauh menjelaskan, surat dari Siwo PWI Pusat baru saja diterima Siwo PWI NTT. Inti surat meminta Siwo provinsi agar segera mengirimkan entry form by sport and number paling lambat tiga bulan sebelum pelaksanaan
penyelenggaraan Porwanas 2016, yaitu 30 April 2016," jelas Sipri. (fen)

Sumber: Pos Kupang 13 April 2016 hal 16

Dion DB Putra: Menjadi Penulis Harus Kreatif


Dion memberikan materi
KUPANG, PK -Untuk mendukung berkembangnya penulisan kreatif, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT menyelenggarakan Workshop Penulisan Kreatif, di Hotel Elmylia, Kupang, Senin (18/4/2016). Workshop yang diadakan selama dua hari itu diikuti pelajar, mahasiswa, aparatur sipil negara dan wartawan.

Pemateri dalam Workshop yakni Teguh Priyanto dari Lembaga Pendidikan Jurnalistik Kantor Berita ANTARA Jakarta. Ketua PWI NTT, Dion DB Putra, Direktur dari Program Pasca Sarjana Undana, Prof. Dr. Aloysius Liliweri dan Djoni Theedens sebagai pemerhati pariwisata.

Kabid Ekonomi Kreatif Berbasis Media Desain dan Iptek, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Gerardus Naisogo, saat membuka kegiatan workshop tersebut mengatakan, kegiatan ini diselenggarakan guna mengembangkan bakat dan minat penulis. Tujuannya, memberikan informasi akan pentingnya menulis menggunakan teknik yang baik dan benar, berkualitas serta memiliki daya jual.

"Semua orang bisa membaca tetapi tidak banyak dari yang membaca dapat menulis. Semua orang dapat menulis, tetapi tidak semua mampu menulis dengan baik. Tidak ada yang salah dari sebuah tulisan, namun bagaimana caranya tulisan tersebut dapat dikemas dengan apik sehingga nikmat dibaca oleh semua kalangan,'' ujar Gerardus.

Teguh Priyanto saat membawakan materi mengenai tulisan wisata sangat menyayangkan meski begitu berkembangnya media tulis maupun elektronik di NTT namun, objek tulisan mengenai wisata belum ditonjolkan. Ia juga menyisipkan teknik-teknik menulis untuk menjadi penulis kreatif salah satu diantaranya adalah dengan cara banyak membaca dan bertanya.

"Cara satu-satunya untuk mempromosikan wisata di NTT hanya melalui media. Selama ini masih sangat kurang mengangkat sisi positif dari pariwisata di NTT. Media malah gencar menulis tentang wisata jika ada kejadian menarik, atau kejadian wow seperti ada kasus wisatawan yang tenggelam. Ada yang bunuh diri atau kejadian kriminal lainnya yang terjadi di kawasan pariwisata,'' ujar Teguh.

Dion DB Putra mengatakan, takaran kualitas penulisan seorang penulis dituntut harus kreatif memiliki ide dan inovasi yang cemerlang. "Kreativitas itu tidak terbatas namun terkadang seorang penulis merasakan keadaan tidak memiliki ide, sulit untuk menulis dan hampa. Setiap proses membutuhkan ketekunan teruslah membaca apa saja dan menulis apa saja karena menjadi penulis yang berkualitas haruslah kreatif selalu memiliki ide, sudut pandang baru, inovasi dan hal berbeda hal yang baru, sebagai bahan yang menarik untuk dituliskan,'' ujar Dion.

Ketua Panitia, Yohanes Kerans mengatakan, workshop melibatkan peserta 30 orang. Peserta di antaranya perutusan mahasiswa Undana, Unwira dan Politeknik Negeri Kupang, ASN dan mahasiswa. (sel)

   
Sumber: Pos Kupang 19 April 2016 hal 2

Pers Abal-abal Tumbuh di Kolam Kotor

Imam Wahyudi memberikan materi
KUPANG, PK - Pers abal-abal hanya tumbuh di 'kolam kotor.' Di negara maju, tidak pernah ada. Saat pemerintah daerah (Pemda) suka bagi-bagi uang satu orang (wartawan) Rp 100 ribu, sementara dianggaran ditulis Rp 200 ribu maka fenomena pers abal-abal akan tumbuh terus.

Demikian Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat Dewan Pers, Imam Wahyudi, kepada puluhan wartawan di Kupang saat memberikan Pelatihan Jurnalistik Peliputan Khusus Korupsi di Hotel Aston Kupang, Kamis (28/4/2016). Hadir anggota Dewan Pers lainnya Sinyo Hari Sarundajang dan juga Koordintaor Divisi Kampanye Publik ICW, Tama Langkun.

Iman mengatakan, pihaknya seringkali mendapatkan pengaduan dari masyarakat terhadap media atau wartawan yang bekerja tidak profesional, bahkan melakukan pemerasan. Dan, pengaduan ini ditindaklanjuti Dewan Pers secara profesional. Menyikapi pengaduan itu, Dewan Pers, katanya, akan menilai duluan produk beritanya, barulah melihat apakah media itu berbadan hukum atau tidak, kemudian bagaimana pemasarannya dan barulah menyimpulkan. Jika semua produk beritanya tidak memenuhi kode etik jurnalisme dan UU Pers maka Dewan Pers akan angkat tangan dan kasus itu bisa langsung diproses hukum.

Imam mencontohkan, ada satu pemerintah daerah yang ketika menggelar jumpa pers, wartawan yang hadir sebanyak 150 orang. Begitu tidak ada lagi amplop maka wartawan yang tersisa hanya 15 orang. "Nah sebenarnya wartawan yang hanya 15 orang itulah yang wartawan asli bukan abal-abal," kata Imam.

Imam menambahkan, untuk bisa 'menghapus' media dan wartawan yang abal-abal maka perlu dihapuskan angaran untuk wartawan. Dan sudah ada anggota PWI yang menyurati Jokowi agar bisa menghapuskan anggaran untuk wartawan pada setiap instansi pemerintah di seluruh Indonesia.

"Surat ini akan kita bawa ke Jokowi. Jika disetujui maka masalah pers abal-abal akan hilang karena mereka tak punya oksigen. Yang pemeras akan hilang. Hal ini baik supaya ancaman terhadap kebebasan pers hanya muncul dari konglomerat hitam atau politisi hitam dan jangan muncul dari masyarakat bawah," kata Imam.

Imam menegaskan, Dewan Pers melawan pers abal-abal, yang abal-abal akan diproses hukum. "Kami tidak ingin mensubsidi media abal-abal. Kami melindungi kebebasan pers maka yang harus dibela dan dibina adalah pers yang profesional. Kalau abal-abal, ngapain kita curahkan waktu. Biarkan saja diurus penegak hukum jika ada pelanggaran etika. Kalau orang yang profesional, kepleset satu kali, bukan kepleset terus. Masa media dibikin untuk dijual 86. Tak mau Dewan Pers jadi banker orang abal-abal itu," kata Imam.

Pada kesempatan itu, Imam memberikan sejumlah tips untuk membuat berita investigasi korupsi yang berkualitas disertai contoh-contohnya. Imam berharap agar wartawan yang ada di NTT ini profesional dalam bekerja dan menghasilkan produk yang berkualitas. Dan, katanya, bagi media yang belum memiliki badan hukum, segeralah mengurusnya. Dan, ia juga berharap agar terus meningkatkan sumber daya manusia wartawannya agar bisa menghasilkan produk yang sesuai dengan kode etik jurnalistik dan UU Pers nomor 40 tahun 1999. (vel)

Sumber: Pos Kupang 29 April 2016 hal 2

Negara Kalah Menghadapi Ancaman Intoleransi

"Ketika bom meledak di thamrin, Presiden Jokowi hadir dan mengatakan bahwa negara tidak boleh kalah. Tapi kenapa pada hal -hal tertentu negara kalah dalam menjamin kebesan beragama?"
 
MEDIA adalah sebuah entitas yang sangat berkuasa untuk menciptakan sebuah peristiwa sebagai kebenaran atau sebaliknya. Media juga mempunyai kuasa untuk menunjukan hitam putihnya sebuah peristiwa atau persoalan. Hal ini diakui Program Manager Serikat Jurnalis untuk Keberagaman, Tantowi Anwari, dalam workshop media yang bertajuk `Merawat Keberagaman Dan Toleransi Melalui Pemberitaan' di aula LPP RRI Kupang, Selasa (1/3/2016).

Tantowi Anwari sebagai pembicara bersama Kepala RRI Kupang, Enderiman Butar  Butar  SP.MSI, Pemred Harian Kursor, Ana Djukana dan Wakil Sekretaris PWI NTT, Ferry Jahang dan moderatornya Kepala Bidang Pemberitaan RRI Kupang, Ekleopas Leo.

Menurut Tantowi, lewat kekuatan yang dan pengaruh yang dimiliki itu, media masa bisa menunjukan kepada publik tentang, mana yang benar dan yang salah.
"Implikasinya bisa sangat berbahaya dan juga bisa menguntungkan. Bisa membuat sebuah persoalan menjadi baik atau lebih runyam dari yang dibayangkan orang. Itulah media massa," katanya.

Dewasa ini, katanya, korban kekerasan atas nama agama dan berkeyakinan saban hari bukan berkurang melainkan terus meningkat. Kini sudah saatnya bagi para jurnalis untuk mengangkat pena dan menggoreskan tinta emasnya, untuk menyuarakan keadilan dan kebebasan beragama dan berkeyakinan.

"Artinya kalau media hanya melihat dan diam saja itu sama dengan membiarkan intoleransi terus terjadi di masyarakat. Kasusnya juga akan meluas, ini berdasarkan hasil pemantauan dari 2007 sampai sekarang," ujar Anwari. 

Berbagai pemberitaan yang cenderung kurang berpihak kepada kelompok minoritas akhir -akhir ini cukup memrihatinkan. Hal ini mulai nampak ketika Fatwa MUI pada tentang penyesatan Ahmadyah pada tahun 2005 diikuti penutupan gereja -gereja di Jawa Barat dan Jakarta.

Kekerasan dan intimidasi terhadap kaum minoritas yang dianggap berbeda terus menerus terjadi di mana -mana. Tak jarang komunitas atau kelompok minoritas itu mendapat diskriminasi dari pihak mayoritas juga pemerintah.

Narasumber dalam diskusi di RRI Kupang
"Sekarang kita harus mengatakan bahwa kebebasan beragama itu adalah isu yang harus diangkat media. Kenapa isu ini dianggap penting, karena korban kekerasan atas nama agama dan berkeyakinan ini bukan berkurang, tapi malah terus bertambah dari waktu ke waktu."

Cover bot side sebagai prinsip jurnalistik tidak relevan lagi dalam kasus -kasus demikian. Kehadiran media dan para jurnalis tidak lagi hanya sebatas netral tapi harus memihak dan memberi ruang yang lebih kepada korban.

"Kita harus memberikan ruang yang banyak kepada kelompok minoritas yang menjadi korban. Teori jurnalistik tentang pemberitaan secara berimbang, itu kami tantang. Apakah dengan fakta -fakta demikian media hanya merasa cukup dengan berimbang?"

Kepala RRI Cabang Kupang, Enderiman Butar  Butar  SP.MSI menegaskan, lembaga yang dipimpinnya terus menggelorakan keberagaman dan toleransi. Hal ini ditunjukkan dengan berbagai acara yang disiarkan secara rutin di RRI dengan mengikutkan semua agama di Indonesia. Misalnya hari minggu kami menyiarkan secara langsung kebaktian di gereja Katolik dan Protestan. "Begitu juga untuk teman- teman beragama lainnnya," kata Enderiman.

Pemimpin Redaksi Harian Kursor, Ana Djukana, mengatakan sebagai salah satu tonggak penegak demokrasi di negara ini, katanya, pers harus terus memperkuat perannya dalam mengawasi dan mengingatkan kewajiban negara untuk  menghormati, melindungi dan memenuhi hak serta kebebasan paling dasar  dari setiap warga Negara untuk beragama dan berkeyakinan.

"Misalnya kelompok LGBT yg dianggap tidak sesuai ajaran agama ini dan itu, maka kita harus menggunakan pendekatan hak asasi manusia. Kita kadang memberikan ruang yang seluas -luasnya kepada narasumber, yang justru mendukung intoleransi," katanya.

Wakil Sekretaris PWI NTT, Ferry Jahang, mengatakan, Undang -undang pers, Nomor 40 tahun 1999, yang kemudian dijabarkan ke dalam kode etik masing -masing organisasi adalah acuan bagi para wartawan Indonesia dalam menjalankan tugasnya. Ketika menjalankan tugas dan fungsinya, para wartawan harus berdiri di atas asas yang disebut dengan hak asasi manusia.

Terkait diksi yang digunakan media dalam pemberitaan manakala terjadi perseteruan antara kelompok mayoritas dan minoritas maka pers seharusnya berada pada posisi korban. 


Dikatakanya, "Kalu dilihat dari apa yg terjadi selama ini, media atau perss itu sudah mengarah dan bergerak ke sana hanya memang tdk semuanya."

Kekuatan media juga tak jarang dijadikan sebagai alat propaganda. Salah satu contoh kasus adalah peristiwa kerusuhan di Ambon, Propinsi Maluku yang nyaris tak kunjung usia. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh pemberitaan media masa. Pasalnya, terdapat perusahaan tertentu yang menciptakan dua media untuk dua kelompok yang bertikai.

"Ini terjadi karena negara memang tidak hadir sebagai penengah atau pemegang aturan yang benar untuk menengahi persoalan itu. Begitu juga dengan berbagai  persoalan lain yang terjadi di negara kita," ujarnya.

Negara sebagai pemegang kekuasaan sudah mulai menunjukan langkah -langkah positif pada kasus tertentu. Hal ini terlihat pada peristiwa bom Thamrin di Jakarta beberapa waktu lalu. "Ketika bom meledak, Presiden Jokowi hadir dan mengatakan bahwa negara tidak boleh kalah. Tapi kenapa pada hal -hal tertentu negara kalah dalam menjamin kebebasan beragama?" sambungnya. (john taena)

Sumber: Pos Kupang 5 Maret 2016 hal 5

Wilhelmus Foni: Terima Kasih PWI

Willem Foni
MATARAM, PK-Penjabat Bupati Belu, Drs. Wilhelmus Foni menyatakan rasa terima kasih kepada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang telah memberikan anugrah kebudyaaan.
Demikian Penjabat Bupati Belu, Welhelmus Foni saat ditemui usai perayaan Hari Pers Nasional (HPN), di Pantai Mandalika, Desa Kuta. Kecamatan Pujut, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa (9/2/2016)

Wilhelmus Foni merupakan satu dari delapan kepala daerah yang menerima Anugrah Kebudayaan dari PWI yang diserahkan  Menko Puan Maharani pada puncak HPN 2016.
Welhelmus Foni mendapat Anugrah Kebudayaan berbasis penegasan jati diri Indonesia di perbatasan Timor Leste dan Australia

Selain Wilhelmus Foni, ada delapan kepala daerah yang mendapat penghargaan diantaranya Walikota Bandung, Bupati Wakatobi, Sulteng, Bupati sawah Lunto, Bupati Purwakarta, bupati Banyuwangi.


Menurutnya, PWI telah memberikan perhatian kepada kebudayaan dan bangsa. Memiliki kebudayaan itu ibarat tubuh harus memiliki roh

"Membangun bangsa itu harus kita perhatikan kebudayaan karena mengarah pada karakter bangsa dan ini penting karena penilaian pantauan dari PWI terhadap semua kepala daerah bupati dan walikota. Mereka yang panggil kami
Berikan penghargaan kepada delapan bupati. Saya selama dua tahun sebagai penjabat bupati Belu, dan selama itu saya membuat gerakan-gerakan untuk budaya. Saya minta agar  komponen masyarakat  di Kabupaten Belu memperhatikan kebudayaan. Contohnya, kerajaan yang ada di sana, Lamaknen dan Fialaran dalam kutur saya hadir di berbagai tempat dan mengajak seluruh aparat pemerintah sebagai komponen  utama dan strategis untuk menjadi pelopor dan upaya pengembangan kebudayaan.  Untuk itu, saya meminta mereka memakai pakaian adat seperti yang saya pakai sekarang ini, yakni kain dan destar. Pakai kain tenun setiap hari Kamis, Jumat dan  Sabtu terus kita galakan. Pakai pakaian seperti yang saya pakai sekarang ini" katanya

Menurut Foni, sekarang ini di tengah materialisme, banyak orang membangun dengan lebih melihat dari segi uang tanpa memperhatikan roh kebudyaaan.

"Ini yang jadi tantangan bangsawan baru. Bangsawan baru itu orang yang maju karena pendidikan, harta dan pangkat dan mereka kurang memperhatikan kultur lokal," ujarnya.

Selain itu. Kata Foni, dia mendatangi semua komponen masyarakat di pusat-pusat kebudayaan, yakni di kampung kampung agar mereka bisa memperhatikan kebudayaan. (ira)


Sumber: Pos Kupang 10 Februari 2016 hal 5
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes