Ayo (NTT) Berubah!

BUKAN pertama kali kita mendengar seruan tentang revolusi mental. Presiden Joko Widodo dan seluruh jajaran pemerintahannya tiada henti menggelorakan gerakan yang intinya mengubah cara pandang, pola pikir, sikap, nilai dan perilaku bangsa Indonesia demi mewujudkan Indonesia yang berdaulat,  berdikari dan berkepribadian.

Menurut Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangol) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Dra. Sisilia Sona, kata kuncinya adalah perubahan dan perubahan itu harus dimulai dari diri sendiri. Tagline Ayo Berubah mengajak  setiap orang berubah. Begitulah kurang lebih makna gerakan besar tersebut.

"Ayo berubah itu mulai dari dalam diri kita sendiri,  mulai dengan perubahan pola pikir. Berpikir positif  bisa memberikan nilai-nilai dan perilaku yang baik terhadap sesama. Kata kunci dari revoluasi mental adalah berubah," kata  Sisilia Sona saat sosialisi bagi pengeloa media massa di Kupang, Sabtu (17/12/2016).

Revolusi mental bertumpu pada tiga nilai dasar, yakni integritas, etos kerja dan gotong-royong. Integritas artinya  jujur, dapat dipercaya, berkarakter, bertanggung jawab, dan konsisten dan kata dan perbuatan. Etos kerja maksudnya memiliki daya saing, optimis, inovatif dan produktif. Dan,  gotong-royong menyaratkan kerja sama, solidaritas, tolong-menolong, peka, komunal dan berorientasi pada kemaslahatan.

Sisilia Sona mengatakan, revolusi mental hendaknya tidak hanya didiskusikan di ruang seminar  tetapi patut  direalisasikan melalui aksi nyata. Sebut misalnya membudayakan antre di ruang publik, tertib berlalulintas, buang sampah pada tempatnya, disiplin masuk kerja dan lainnya.

Ada lima gerakan revolusi mental di Provinsi  NTT, yakni Gerakan  NTT Bersih, NTT Tertib, NTT Melayani, NTT Mandiri dan NTT Bersatu.  Dari lima gerakan tersebut,  NTT memprioritaskan tiga gerakan pada tahun ini  yaitu NTT Tertib, NTT Bersih dan NTT Melayani. 

Kita sependapat dengan seruan Sisilia Sona bahwa gerakan tersebut harus direalisasikan dalam aksi nyata mulai sekarang. Seruan itu kiranya sangat relevan ketika hari ini, Selasa 20 Desember 2016 kita merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-58 Provinsi Nusa Tenggara Timur. Mari kita wujudkan NTT tertib melalui aksi konkret dalam kehidupan sehari-hari. Tertib kerja, tertib di jalan, tertib membayar pajak, tertib waktu melayani masyarakat dan sebagainya.

Pada usia 58 tahun ini, tepat pula kita menggelorakan  gerakan NTT Bersih. Bersih secara harafiah pun bersih dari perilaku koruptif. Malu kita yang dikenal daerah miskin ini ternyata praktik korupsinya pun tidaklah kecil. Dan, sangat mendesak pula kita mewujudkan gerakan NTT Melayani. Semangat melayani aparatur birokrasi di daerah ini masih jauh dari harapan ideal masyarakat.

Aparatur pemerintah masih asyik mengurus dirinya sendiri ketimbang melayani masyarakat. Hampir semua instansi publik, pelayanan kepada masyarakat belum memenuhi standar minimal. Kuat kesan ASN melayani dengan sungguh hati kalau ada imbalan uang yang masuk ke kantongnya. Padahal dia sudah mendapat gaji dari negara. Dan, uang gaji itu berasal dari pajak rakyat. Ayo Berubah!

Sumber: Pos Kupang 20 Desember 2016 hal 10

Mengapa Mereka Memilih Herman Johannes?

Herman Johannes
Pemilihan gambar pahlawan memperhatikan prioritas provinsi yang belum terakomodasi dalam uang rupiah, nilai patriotisme dan ketokohannya.

POS KUPANG.COM - Bank Indonesia (BI) meluncurkan desain baru  uang rupiah dengan menampilkan gambar utama 12  pahlawan nasional,  Senin (19/12/2016). Dari 12 nama tersebut, seorang di antaranya pahlawan nasional asal Provinsi  Nusa Tenggara Timur (NTT)  Herman Johannes. Wajah Herman Johannes diabadikan pada pecahan uang  logam Rp 100. Sedangkan pecahan lainnya yaitu  Rp 1.000 (gambar utama pahlawan nasional asal Bali, I Gusti Ketut Pudja), Rp 500 (gambar utama Letjend TNI TB Simatupang) dan  Rp 200 (Tjipto Mangunkusumo).

Untuk uang kertas  Bank Indonesia meluncurkan desain baru antara lain Rp100.000 (gambar utama Ir Soekarno dan Mohammad Hatta), Rp 50.000 (gambar utama Ir. H. Djuanda Kartawidjaya), Rp20.000 (gambar utama G.S.S.J Ratulangi), Rp10.000 (gambar utama Frans Kaisiepo), Rp5.000 (gambar utama K.H Idham Chalid), Rp 2.000 (gambar utama Mohammad Hoesni Thamrin) dan Rp 1.000 (gambar utama Tjut Meutia).

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang BI, Suhaedi menjelaskan, pemilihan gambar pahlawan sudah melalui proses focus group discussion (FGD) dengan sejarawan, akademisi dan pejabat dari  instansi terkait yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial dan pemerintah daerah.

"Pemilihan gambar pahlawan memperhatikan prioritas provinsi yang belum terakomodasi dalam uang rupiah, pahlawan yang berjuang di lingkup nasional, mempunyai dampak besar, dan nilai patriotisme serta memiliki ketokohan seperti nama  pahlawan sudah digunakan sebagai nama fasilitas umum," ujar Suhaedi
seperti dikutip dari laman Setkab.go.id, Senin (19/12/2016).

Kepala Kantor Perwakilan BI NTT, Naek Tigor Sinaga mengatakan pemilihan nama pahlawan nasional telah melalui proses yang cukup panjang. BI tidak sendirian memilih tetapi melibatkan lintas instansi. "Tim yang bekerja di kantor pusat dan sifatnya rahasia," kata Tigor Sinaga di Kupang, Senin (19/12/2016).

Menurut Tigor, keterwakilan  pahlawan nasional dari berbagai daerah pada mata uang NKRI menunjukkan keberagaman sebagai pilar terbentuknya NKRI.

Lalu siapakah Herman Johannes? Prof. Dr. Ir. Herman Johannes adalah cendekiawan, politikus, ilmuwan Indonesia, guru besar Universitas Gadjah Mada. Herman lahir di Pulau Rote, NTT pada 28 Mei 1912 dan meninggal dunia pada 17 Oktober 1992 di Yogyakarta

Herman Johannes mendapat  gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Yudhoyono tahun 2009.  Sejumlah jabatan penting pernah disandang putra NTT kelahiran Rote tersebut.  Ia menjabat Rektor UGM (1961-1966), Koordinator Perguruan Tinggi (Koperti) tahun 1966-1979, anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) RI (1968-1978), dan Menteri Pekerjaan Umum (1950-1951).

Menurut catatan wikipedia, kendati lebih  dikenal sebagai pendidik dan ilmuwan, Herman Johannes tercatat pernah berkarier di bidang militer. Keahliannya sebagai fisikawan dan kimiawan berguna untuk memblokade gerak pasukan Belanda selama agresi militer pertama dan kedua. 

Bulan Desember 1948, Letkol Soeharto sebagai Komandan Resimen XXII TNI yang membawahi Yogyakarta meminta Herman Johannes memasang bom di jembatan kereta api Sungai Progo. Karena ia menguasai teori jembatan saat bersekolah di THS Bandung, Johannes bisa membantu pasukan Resimen XXII membom jembatan tersebut.

Januari 1949, Kolonel GPH Djatikoesoemo meminta Herman Johannes bergabung dengan pasukan Akademi Militer di sektor Sub-Wehrkreise 104 Yogyakarta. Dengan markas komando di Desa Kringinan dekat Candi Kalasan, lagi-lagi Johannes diminta meledakkan Jembatan Bogem yang membentang di atas Sungai Opak. Jembatan hancur dan satu persatu jembatan antara Yogya-Solo dan Yogya-Kaliurang berhasil dihancurkan Johannes bersama para taruna Akademi Militer. Aksi gerilya ini melumpuhkan aktivitas pasukan Belanda sebab mereka harus memutar jauh mengelilingi Gunung Merapi dan Gunung Merbabu melewati Magelang dan Salatiga untuk bisa masuk ke wilayah Yogyakarta.

Pengalamannya bergerilya membuat Herman Johannes juga ikut serta dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 kota Yogyakarta di pagi buta dan bisa menduduki ibukota Republik itu selama enam jam. Johannes juga menjadi saksi sumbangan Sri Sultan Hamengkubuwono IX kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Herman Johannes menikah tahun 1955 dengan Annie Marie Gilbertine Amalo (lahir 18 Juni 1927). Pasangan ini dikaruniai empat orang anak yaitu  Christine, Henriette, Daniel Johannes dan Helmi Johannes.

Herman Johannes adalah sepupu Pahlawan Nasional Dr. Wilhelmus Zakaria Johannes. Meski sebagai pemegang Bintang Gerilya dan Bintang Mahaputra almarhum berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, namun sesuai amanatnya sebelum meninggal, maka keluarganya memakamkannya di Pemakaman Keluarga UGM di Sawitsari, Yogyakarta.


Pada tahun 2003, nama Herman Johannes diabadikan oleh Keluarga Alumni Teknik Universitas Gadjah Mada (Katgama) atas prakarsa Ketua Katgama saat itu, Airlangga Hartarto menjadi sebuah penghargaan bagi karya utama penelitian bidang ilmu dan teknologi, Herman Johannes Award.  Sesuai Keppres No. 80 Tahun 1996, nama Herman Johannes diabadikan menjadi  Taman Hutan Raya  seluas 1.900 hektare di Kabupaten Kupang.  Nama Herman Johannes juga diabadikan sebagai nama jalan di Yogyakarta. (yen/osi/wikipedia)

Sumber: Pos Kupang 20 Desember 2016 hal 1

Mampir Sejenak di Ayasofya Istanbul

Gerbang utama Ayasofya
SEBELUM meninggalkan Jakarta pekan terakhir bulan September 2016 menuju Istanbul, seorang teman yang sudah beberapa kali berkunjung ke kota Turki yang elok itu mengingatkan agar tidak lupa  menyambangi Hagia Sophia.

"Sebaiknya bung ke sana  untuk melihat keunikan dan terutama pesannya yang luar biasa bagi umat manusia," kata rekanku itu. Saya coba menanyakan lebih lanjut apa yang istimewa dari tempat itu sehingga dia getol mempromosikan, namun tidak mendapat jawaban. Rupanya dia sengaja membiarkan rasa penasaran terbawa hingga ke negara yang berada di dua belahan benua tersebut.

Gayung bersambut. Manajemen Karpowership, perusahaan pembuat kapal listrik yang mengundang kami 18 wartawan asal Indonesia  bertandang ke Istanbul ternyata sudah mengagendakan city tour ke Hagia Sophia. Dan, tiba saatnya city tour  hari itu, Sabtu 1 Oktober 2016. Kami sungguh terkagum-kagum melihat Hagia Sophia atau orang Turki umumnya menyapa  Ayasofya.

Selain Selat Bosporus yang elok,  Hagia Sophia adalah landmark Istanbul, kota dengan populasi 14,3 juta jiwa atau yang terpadat di Turki. Pelancong dari berbagai belahan dunia  hampir pasti berkunjung ke Ayasofya jika mereka sudah menginjakkan kakinya di Istanbul atau dulu dikenal sebagai Konstantinopel.

Wisatawan selalu menyemut di Hagia Sophia. Pada akhir pekan yang cerah 1 Oktober 2016, kami menyaksikan antrean panjang pengunjung sepanjang hari. Antrean mengular kurang lebih 200 meter terlihat di loket pembelian tiket hingga pintu gerbang masuk Ayasofya. Lantaran tiket sudah lebih dulu dibeli rekan-rekan dari Karpowership, kami tidak berlama-lama antre di pintu masuk. Dengan tiket di tangan langsung saja bergegas menikmati Ayasofya yang kini sudah menjadi museum.
Interior Ayasofya gabungan gereja dan masjid

Burak, pemandu city tour yang menemani kami hari itu menjelaskan banyak hal menarik tentang Ayasofya. Keistimewaan bangunan Ayasofya adalah usianya hampir 2.000 tahun. Saya dan rekan-rekan jurnalis sempat terkecoh oleh tampilan fisik bangunan Ayasofya. Dari luar jelas terlihat itu sebuah masjid agung yang ditandai kubahnya yang eksotik. Sama seperti kebanyakan masjid di Kota Istanbul yang menurut Burak jumlahnya lebih dari 3.000. 

Setelah masuk ke dalam kami tercengang karena interior Ayasofya ternyata  merupakan gabungan gereja dan masjid. Itulah sebabnya Unesco menjadikan Ayasofya sebagai situs warisan dunia. Di salah satu sudut bangunan itu ada semacam prasasti berisi pesan  sangat penting bagi umat manusia bahwa kekuasaan boleh datang dan pergi tetapi rumah ibadah tetap lestari. Tidak bijaksana merusak rumah ibadah karena berbeda pilihan politik.

Ayasofya berasal dari bahasa Yunani yang artinya kebijaksanaan suci.  Bangunan tersebut  merupakan saksi sejarah peradaban manusia yang patut dikagumi. Dia  menyimpan banyak kisah pahit, manis, dramatis juga heroik. Kisah paling dramatis saat Konstantinopel jatuh ke tangan Turki Usmani (Kerajaan Ottoman).
Gerbang utama Topkapi

Perancang Ayasofya adalah ilmuwan Yunani yaitu Isidorus, seorang fisikawan dan Anthemius yang dikenal sebagai pakar matematika di zamannya. Bangunan gereja itu pertama kali didirikan atas perintah Kaisar Justinian Bizantium. Konon pada tahun 360, Kaisar Constantine pernah membangun gereja besar bernama Megalo Ekklesia di tempat Ayasofya berdiri saat ini, namun terbakar pada tahun 404. Ayasofya baru dibangun  pada tahun 537.

Beberapa sumber referensi menyebutkan, Ayasofya digunakan sebagai gereja selama 916 tahun sejak dibangun tahun 537. Seiring pergantian kekuasaan Hagia Sophia  beralih fungsi sebagai masjid selama 481 tahun.  Tinggi kubah bangunan ini 55,6 meter dan dianggap sebagai lambang arsitektur Bizantium. Hagia Sophia pernah menjadi katedral terbesar di dunia selama hampir 1.000 tahun.

                    Istana Topkapi
Jika Anda berkunjung ke Ayasofya, jangan lewatkan obyek wisata sejarah lainnya yang terkenal di kawasan itu. Cukup berjalan kaki saja bisa menikmati Istana Topkapi (Topkapi Sarayi). Istana ini merupakan kediaman resmi Sultan Utsmaniyah selama lebih dari 600 tahun (1465-1856).

Pembangunan istana ini dimulai pada tahun 1459 atas perintah Sultan Mehmet II. Kompleks istana terdiri dari empat lapangan utama dan banyak bangunan kecil. Pada masa kejayaannya istana ini dihuni 4.000 orang. Selain sebagai tempat tinggal kerajaan, istana digunakan untuk acara kenegaraan dan hiburan.

Interior Ayafosya
Pesona  Istana Topkapi memudar akhir abad ke-17 ketika sultan lebih suka menghabiskan waktu di istana baru bernama Dolmabahçe di bibir Selat  Bosporus. Istana Topkapi juga merupakan situs warisan dunia Unesco. Masih di kompleks Ayasofya, wisatawan dapat menikmati Masjid Biru yang terkenal. Disebut Masjid Biru karena warna cat interiornya dominan warna biru.

Kota Istanbul memang  memiliki banyak situs sejarah yang penting dan masih lestari hingga kini. Ketika masih bernama Konstantinopel, dia  merupakan ibukota Kekaisaran Romawi Timur.

Menurut sejarah, ibukota Romawi Timur awalnya adalah Nikomedia di Anatolia lalu sejak tahun 330 berpindah ke Bizantium lalu berganti nama menjadi Konstantinopel.

Kekaisaran Romawi Timur merupakan kekuatan terbesar ekonomi, budaya dan militer di Eropa pada zamannya. Wilayah kekuasaannya membentang dari Armenia  hingga  Calabria di Italia Selatan bahkan sebagian wilayah Afrika termasuk negara subur   Mesir.  Kekaisaran Romawi terbagi menjadi barat dan timur tahun 395 setelah kematian Theodosius I yang merupakan kaisar yang memerintah seluruh Romawi.

Pembagian ini mengacu pada persamaan bahasa. Kekaisaran Romawi Barat penduduknya menggunakan bahasa Latin sedangkan Romawi Timur bahasa Yunani. Sejarah mencatat pemisahan ini justru menggerogoti persatuan Romawi hingga akhirnya Romawi Timur jatuh ke tangan Turki Usmani tahun 1453. (dion db putra)

Sumber: Pos Kupang 11 Desember 2016 hal 3

20 Mahasiswa di Kupang Ikut Pelatihan Jurnalistik


Peserta pose  bersama ketua PWI NTT Dion DB Putra
KUPANG, PK - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTT memberikan pelatihan kepada 20 mahasiswa di Hotel Greenia Kupang, Selasa (6/12/2016). Materi yang diberikan adalah teknik menulis berita, teknik wawancara, menulis feature, tulisan mendalam dan lainnya.

Pelatihan dibuka oleh Sekretaris PWI NTT, Zacky Wahyudi Fagih. Hadir pada acara pembukaan, Wakil Ketua I PWI NTT, Damianus Ola, Bendahara PWI NTT, Martha Kote Pa, Ketua SIWO PWI, Sipri Seko dan pengurus lainnya, Apolonia Dhiu.

Zacky Wahyudi Faqih, saat membuka kegiatan itu, mengatakan, pelatihan jusnalistik kepada mahasiswa merupakan program tahunan dari PWI NTT. Kali ini, katanya, adalah tahun ketiga PWI NTT memberikan pelatihan.

Zacky mengatakan, PWI berkomitmen agar setiap tahun melakukan pelatihan jurnaliatik. Ia mengatakan, pelatihan diberikan pada mahasiswa karena potensi penulis di Kota Kupang dari kalangan mahasiswa sangat besar.

"Kami ingin berbagi pengetahuan, ilmu dan pengalaman kepada generasi muda khususnya mahasiswa. Harapan kami, ilmu yang didapatkan langsung dari para praktisi  media ini bisa menambah pengetahuan para mahasiswa tentang jurnalistik," katanya.

Pelatihan ini menghadirkan para nara sumber dari PWI NTT, yakni Kiat Menulis Berita oleh Damianus Ola dari Harian Victoy News, Teknik Wawancara oleh Fery Jahang dari Harian Pagi Pos Kupang, motivasi dari Pater Dr. Edu Dosi, SVD dan materi dari Ketua PWI NTT, Dion DB Putra. (nia)

Sumber: Pos Kupang 7 Desember 2016 hal 5

Menjaga Kepercayaan Publik

KEBEBASAN pers akan lebih besar manfaatnya  jika disertai peningkatan professional competence, termasuk di dalamnya professional ethic. Demikian catatan tokoh pers nasional Jakob Oetama dalam bukunya berjudul "Pers Indonesia, Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus (Penerbit Kompas, 2004, hal 459).

Jakob Oetama tegas menggarisbawahi pentingnya kompetensi profesional bagi wartawan. Jakob juga mengingatkan bahwa seorang wartawan profesional dituntut melaksanakan etika jurnalistik dalam setiap karyanya bagi publik.

Kompetensi profesional  semakin dibutuhkan ketika keran kebebasan pers sangat terbuka di era Reformasi  sekarang. Pers nasional hari ini memang tidak lagi dihantui risiko pembredelan seperti pada masa Orde Baru yang represif itu. Persoalan utama justru ada dalam diri para pelaku  pers sendiri karena kebebasan yang lebih besar tidak otomatis mengubah watak pers yang mudah tergoda. Pers harus terlibat tetapi patut menjaga jarak. Singkatnya dia harus tetap independen dan kredibel. Independen dan kredibel bisa terwujud kalau dia memiliki kompetensi profesional dan junjung tinggi etika.

Bagi pekerja pers selalu diingatkan bahwa zaman boleh terus berubah, namun idealisme pers hendaknya tetap kokoh. Kebebasan pers patut disertai tanggung jawab yang konkret dalam pelayanan sehari-hari. Sekali insan media massa  mengabaikan kebutuhan publik terhadap informasi yang jujur dan benar, memetakan persoalan secara berimbang dan adil, maka pers akan ditinggalkan.

Kematian institusi pers di era keterbukaan ini bukan semata karena salah urus manajemen atau terbelit kisruh  finansial. Pers bisa mati karena tidak lagi mendapat kepercayaan yang merupakan aset utama agar dia tetap bertahan hidup. Sejak lama kaum bijak bestari mengatakan  menjaga kepercayaan publik merupakan tantangan terbesar insan pers, kapan dan di manapun dia mengabdi.

Kami keluarga besar Harian Pagi Pos Kupang yang hari ini, Kamis tanggal 1 Desember 2016  merayakan ulang tahun ke-24 menyadari sungguh pergumulan tersebut yaitu menjaga kompetensi profesional serta menjunjung tinggi etika. Pergulatan itu tidaklah enteng. Butuh komitmen serta konsistensi sikap.

Kami tahu diri. Kami belum memberikan yang terbaik kepada masyarakat Nusa Tenggara Timur, medan pelayanan kami sejak terbit pertama 1 Desember 1992.  Puji Tuhan Yang Maha Kasih, terima kasih pembaca dan segenap mitra kerja karena Harian Pos Kupang tidak pernah tidak terbit selama 24  tahun ini. Terlambat terbit pernah dan berulangkali. Cukup sering karena  kendala teknis yang sulit kami hindari.
Kami menjalani hari baru. Hari pertama tahun ke-25 serta hari-hari sepanjang tahun.

Kami belum apa-apa. Baru 24 tahun mengabdikan diri untuk masyarakat daerah ini yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tentu saja banyak keterbatasan, kekurangan. Kami terus berikhtiar memberi yang terbaik sejalan dengan motto kami sebagai pemberi  Spirit Baru Nusa Tenggara Timur.

Demi pembaca kami tidak berhenti belajar. Kami akan terus berinovasi dalam hal isi berita, perwajahan serta cara penyajian. Mohon maaf atas khilaf dan salah. Kami butuh dukungan dan kritik agar prinsip independen dan kredibel  tetap tegak berdiri. Terima kasih.*

Sumber: Pos Kupang 1 Desember 2016 hal 4

Disiplin Menetapkan Anggaran

ilustrasi
BUKAN tanpa tujuan mulia ketika pemerintah pusat memberlakukan sanksi bagi daerah yang terlambat menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pemerintah pusat mematok batas waktu 30 November 2016 bagi seluruh daerah  untuk menetapkan APBD induk tahun anggaran 2017 mendatang.

Kepala daerah dan wakilnya serta semua anggota DPRD  tidak boleh menima gaji selama enam  bulan ke depan  jika sampai batas waktu 30 November tahun anggaran berjalan, belum ada penetapan perda APBD induk. Begitulah wujud sanksi yang akan diberikan pemerintah pusat. Tegas,  jelas dan langsung tertuju pada mereka yang berwenang mengambil keputusan.

Sanksi memang patut diberlakukan. Sudah menjadi pengetahuan umum banyak daerah di Tanah Air termasuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak disiplin dalam merancang APBD saban tahun. Cukup sering APBD suatu daerah baru diputuskan setelah tahun anggaran berjalan satu sampai tiga bulan sehingga  proses pencairannya pun terlambat. Efeknya menyebar ke mana-mana yang intinya membuat roda perekonomian daerah tidak bergulir sebagaimana mestinya.

Dalam sejumlah kasus penetapan APBD jauh  melewati batas waktu karena terjadi tarik-menarik kepentingan antara eksekutif  dan legislatif. Atas nama ego mereka mengabaikan kepentingan rakyat yang seharusnya diutamakan. Di NTT bahkan pernah terjadi di suatu kabupaten proses penetapan APBD berlarut-larut hampir setahun. Pemerintah provinsi yang menjadi penengah pun tidak berhasil mendamaikan pemerintah dan DPRD yang berseteru.

Pemerintah pusat kiranya memetik pelajaran berharga dari kenyataan seperti itu sehingga mulai tahun 2016 memberlakukan sanksi yang tegas. Masyarakat tentu menyambut baik ketegasan semacam ini sehingga para kepala daerah tersentuh hati dan pikirannya agar bekerja lebih serius mengelola permasalahan rakyat. Mereka tidak boleh lagi asyik dengan dirinya sendiri.

Dalam spirit itu pula kita memberi apresiasi kepada Bupati Kupang Ayub Titu Eki yang mengancam akan nonjobkan  Sekda Kupang, Drs. Hendrikus Paut, M.Pd dan anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Kupang dari jabatannya jika sampai batas waktu 30 November 2016 belum ada penetapan APBD induk 2017 dalam sidang paripurna DPRD setempat.

"Saya sangat kesal dan marah. Setiap kali saya tanya apakah dokumen rancangan perda APBD 2017 sudah disiapkan, TAPD selalu bilang beres. Ternyata tinggal sembilan hari dari batas waktu, dokumen itu belum beres dan belum disidangkan," kata Bupati Titu Eki dengan wajah merah padam karena menahan marah ketika menggelar jumpa pers di ruang kerjanya, Senin (21/11/2016) sore.

Kiranya ancaman Bupati Ayub Titu Eki dipahami sebagai cambuk bagi Sekda dan anggota TAPD Kabupaten Kupang bekerja lebih giat lagi dalam menyiapkan dokumen rancangan APBD 2017. Dokumen tersebut harus segera sampai di tangan anggota Dewan untuk dikaji dan dibahas bersama eksekutif. Jika pemerintah telat memasukkan dokumen akan mengganggu jadwal berikutnya. Semoga semua kabupaten dan kota di NTT pun disiplin waktu menetapkan APBD 2017.*

Sumber: Pos Kupang 24 November 2016 hal 4

Berharap Banyak pada PSSI

Edy Ramayadi
PANGLIMA Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letjen TNI Edy Rahmayadi terpilih sebagai Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) periode 2016-2020. Edy meraih mayoritas suara dalam kongres PSSI di Hotel Mercure Ancol, Jakarta,  Kamis 10 November 2016.

Dalam kongres yang diikuti seluruh anggota PSSI tersebut, Edy mendapat dukungan 76 suara atau unggul jauh dibandingkan calon lainnya mantan Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang mendapat dukungan 23 suara disusul Eddy Roempoko satu suara. Tiga tiga calon ketua umum PSSI lainnya yakni Sarman El Hakim, Bernhard Limbong dan mantan pemain timnas Kurniawan Dwi Yulianto tidak mendapatkan suara dalam kongres itu. Media melaporkan ada tujuh suara yang tidak sah.

Edy Rahmayadi menggantikan tugas ketua umum PSSI sebelumnya La Nyalla Mattalitti yang tidak selesai menunaikan tugasnya karena terbelit kasus hukum.  Forum kongres juga memilih Joko Driyono dan Iwan Budiawan sebagai wakil ketua umum PSSI.  menggantikan wakil ketua umum yang lama yakni Erwin Dwi Budiawan dan Hinca Pandjaitan.

Gatot S Dewa Broto dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) yang mewakili pemerintah  menyambut baik terpilihnya Edy. Dia mengapresiasi proses pemilihan ketua umum PSSI yang berjalan sesuai statuta FIFA, AFC, dan PSSI.

"Kami ucapkan selamat pada Pak Edy Rahmayadi  yang telah terpilih," kata  Gatot.
Masyarakat pencinta sepakbola nasional tentu ikut bergembira. Hasil kongres PSSI pada 10 November 2016 setidaknya mulai mengikis ketidakpastian yang sudah berlangsung lama di dalam tubuh organisasi tersebut. Mati surinya prestasi sepakbola Indonesia antara lain disebabkan amburadulnya organisasi PSSI selama ini. PSSI lebih banyak "ribut" secara internal daripada mengelola persepakbolaan nasional agar prestasinya minimal  bisa menyamai negara-negara di Asia Tenggara.

Kita sudah merasakan dampak buruk ketika PSSI dibekukan pemerintah. Induk olahraga sepakbola dunia, FIFA memberikan sanksi kepada Indonesia. Tim nasional kita tidak boleh berlaga di event internasional. Demikian pula dengan klub peserta liga Indonesia. Liga domestik kita  tidak bergulir. Para pemain kehilangan sandaran hidup. Sejumlah klub bangkrut  serta aneka persoalan lainnya yang sangat kompleks.

Masyarakat berharap banyak pada PSSI. Terpilihnya Edy  Rahmayadi dan para pengurus lainnya memberi harapan untuk menata kembali persepakbolaan Indonesia. Pekerjaan rumah pengurus baru memang segudang. Tetapi kita percaya mereka akan mampu melakukan perbaikan dengan mengusung skala prioritas. Pertama tentu memulihkan kepercayaan masyarakat bahwa organisasi PSSI masih ada dan pengurusnya  akan bekerja keras melakukan konsolidasi. Kedua, terus berikhtiar memperbaiki prestasi sepakbola Indonesia. Semoga!*

Sumber: Pos Kupang 12 November 2016 hal 4

Ketua PWI NTT Dion DB Putra Sesalkan Hilangnya Prasasti Pers


Dion DB Putra
POS KUPANG.COM, KUPANG -- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menyesalkan hilangnya Prasasti Pers yang ditandatangani Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Hari Pers Nasional (HPN) 9 Februari 2011 di Taman Nostalgia Kota Kupang.

"Kita sesalkan karena pemerintah bisa kecolongan hingga aset itu dicuri orang," kata Ketua PWI NTT Dion DB Putra kepada ANTARA News di Kupang, Sabtu (16/7/2016).

Dia meminta Pemerintah Kota Kupang dan Provinsi NTT segera membuat lagi prasasti untuk mengganti prasasti yang hilang itu untuk mengembalikan nilai sejarah bagi masyarakat umum, dan khususnya pers nasional di NTT.

"Kata-katanya bisa dikutip lagi. PWI Provinsi NTT memililki dokumen foto prasasti itu. PWI berharap pemerintah serius menanggapi masalah ini," kata Pemimpin Redaksi Harian Umum Pos Kupang itu.


Ia menilai, Prasasti Pers yang ditandatangani Presiden SBY pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 9 Februari 2011 di Kupang itu bernilai historis tinggi.

"Para Insan Pers Indonesia, teruslah berjuang untuk mencerdaskan bangsa dan mengembangkan kehidupan demokrasi kita." Demikian pesan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono pada acara puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) di Kupang, Rabu (9/2/2011).

Menurut dia, prasasti ini merupakan monumen pers pertama di luar Pulau Jawa yang ditandangani langsung Presiden RI setelah di Solo, Jawa Tengah.

"Prasasti ini merupakan monumen pers yang sangat bersejarah, karena merupakan pertama di luar Pulau Jawa," katanya.

Oleh karena itu, Pemerintah Kota Kupang dan Pemerintah NTT perlu segera membuat kembali prasasti itu dan dipasang kembali pada tempatnya sekaligus dijaga dan dirawat sebagai bagian dari sejarah.

"Kita harapkan pemerintah bisa membuat kembali prasasti itu, kemudian dijaga dan dirawat secara baik agar tetap menjadi bagian dari sejarah," demikian Dion DB Putra. (antara)

Dion: Tarman Azzam Abdikan Hidupnya Demi Kemerdekaan Pers


Tarman Azzam
POS KUPANG.COM, KUPANG - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Nusa Tenggara Timur Dion DB Putra menilai, Tarman Azzam adalah wartawan yang sepanjang hidupnya mengabdikan diri bagi tegaknya kemerdekaan pers di negeri ini.

Peran itu tidak hanya dia lakoni saat menjadi Ketua Umum PWI Pusat selama dua periode, kata Dion DB Putra yang juga pemimpin redaksi Harian Pos Kupang itu kepada Antara di Kupang, Jumat (9/9/2016).

Ketua Dewan Penasihat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Tarman Azzam meninggal dunia, Jumat pada pukul 09.23 WIT di Ambon.

Tarman meninggal setelah mendapat serangan jantung di Ambon, Maluku, saat ingin menghadiri peluncuran Hari Pers Nasional 2017 bersamaan dengan pembukaan pesta Teluk Ambon. Saat ini pun, Tarman menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat PWI Pusat.

"Tarman Azzam adalah salah satu di antara sedikit wartawan yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk organisasi kewartawanan. Tidak hanya di saat masih menjadi Ketua Umum PWI," kata Dion DB Putra.

Menurut dia, jauh sebelum itu, bahkan hingga akhir hayatnya beliau tak henti berjuang demi kemerdekaan pers serta profesi wartawan yang bermartabat. Bangsa ini, kata dia, khususnya masyarakat pers nasional kehilangan seorang tokoh besar.

Jasa Tarman tak terlukiskan dengan kata-kata. Dia memimpin PWI pada masa transisi antara berakhirnya Rezim Orde Baru yang Otoriter bagi pers ke rezim Reformasi yang sangat bebas bahkan cenderung kebablasan, katanya.

"Pak Tarman adalah Ketua Umum PWI yang rajin berkunjung ke semua daerah di Indonesia," katanya. Dia sangat kebapaan dan mengayomi, juga pemberi motivasi yang ulung. "Selamat jalan Pak Tarman, beristirahatlah dalam damai Tuhan," demikian Dion DB Putra. (ant)
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes