Belum lama tuan dan puan menyaksikan anggota Dewan yang Terhormat (Yth) perang kata-kata tak patut. Yang satu menggosok yang lain tergosok. Perkara kecil diracik sedemikian rupa demi melestarikan konflik. Konflik dipelihara. Makin lama makin riang. Makin lama konflik, semakin baik. Wah?
Gaya Jokowi di Kairagi
Dalam rangkaian blusukannnya ke Sulawesi Utara, Calon Presiden (Capres) PDI Perjuangan, Ir Joko Widodo alias Jokowi menyempatkan diri mampir ke Kantor Harian Tribun Manado di Jalan AA Maramis, Kairagi, Manado, Sabtu (10/5/2014) sekitar pukul 13.15
Dua Mahasiswi Unima Taklukkan Puncak Elbrus
Prestasidemi prestasi dibukukan anak-anak Mahasiswa Pecinta Alam (MPA) Aesthetica, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Manado (Unima)
Berwisata Penuh Sensasi ke Pulau Komodo
TAK dapat dimungkiri, Pulau Komodo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, adalah salah satu pulau terunik di dunia
Nule
dion bata
BOCAH berusia dua tahun itu didekapnya erat-erat lalu dicium beberapa kali. Frengki yang sebelumnya menangis akhirnya terdiam dalam dekapan sang ayah yang juga menitikkan air mata. Beberapa ibu dari Alak turut menangis. Mata sejumlah anggota polisi serta wartawan pun tampak berkaca-kaca.
Tapi suara polisi mengingatkan semua. "Berhenti sudah, kau tidak pantas menjadi ayah yang baik." Yohanes Nule digiring paksa ke dalam mobil tahanan. Mobil lalu melesat menuju Markas Polresta Kupang.
Demikian sepenggal suasana reka ulang pembunuhan atas Ny. Merliana Nule oleh suaminya, Yohanes Nule di Kelurahan Alak, Kota Kupang, Kamis (26/8/2009) lalu. Hari itu Yohanes Nule kembali ke rumah. Pulang setelah enam hari mendekam di sel Polresta Kupang. Pulang untuk rekonstruksi sekaligus bersua sejenak dengan dua buah hatinya, Mersi Nule (4) dan Frengki Nule (2).
"Bapa..bapa...," panggil Frengki sambil menangis ketika melihat ayahnya tiba di rumah. Frengki dan Mersi belum mengerti apa-apa. Usia balita mereka belum mampu memahami tragedi rumah tangga yang menimpa ayah dan ibu mereka.
Tragedi itu terjadi Sabtu 22 Agustus 2009. Di akhir pekan itu ketenteraman warga Alak terusik oleh kabar duka dari rumah Yohanes Nule di Gang Roterdam, RT 12/RW 05. Ny. Merliana Nule (29) yang sedang hamil enam bulan ditemukan tak bernyawa lagi di dalam kamar tidur keluarga.
Kepada tetangga, kerabat dan keluarga, Yohanes Nule (30), mengabarkan dia baru mengetahui istrinya meninggal dunia saat bangun tidur sekitar pukul 06.00 Wita. Malamnya dia tidur di kamar lain rumah itu. Sedangkan sang istri tidur bersama Mersi dan Frengki. "Istri saya menderita sakit ayan. Setiap bulan selalu kambuh," ujar Nule dengan raut wajah kusut.
Otopsi oleh tim medis dari Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) Kupang dipimpin dr. I Gusti Gede Sukma menemukan tanda-tanda kekerasan. Pada leher ada bekas cekikan. Pada kepala bagian belakang ada memar akibat benturan benda tumpul. Merliana diperkirakan meninggal sekitar 12 jam sebelum ditemukan Sabtu pagi. Artinya, Jumat malam sampai Sabtu pagi, dua bocah mungil, Mersi dan Frengki tidur bersama ibu dan sang "adik" dalam kandungan yang telah meregang nyawa.
Hati siapa yang tak tersayat? Pertanyaan besar kala itu siapa yang tega menghabisi Merliana dan buah hatinya? Kurang dari 24 jam misteri itu terkuak tuntas. Sang pembunuh justru suaminya sendiri, Yohanes Nule. Di hadapan penyidik polisi, Nule mengakui perbuatannya.
"Ketidaktahuannya" saat menjawab pertanyaan keluarga pada Sabtu pagi berhasil diungkap polisi. Bukan ayan tetapi sebatang kayu penyebab kematian Merliana. Satu ayunan Nule tepat di kepala bagian belakang mengakhiri kehidupan Merliana. Alak geger! Beranda Flobamora kembali tenggelam dalam kisah pilu, tragedi rumah tangga yang berakhir dengan kematian.
Tragedi keluarga Nule mengingatkan kita akan kejadian serupa di perumahan Lopo Indah Permai atau perumahan BTN Kolhua-Kupang beberapa tahun lalu. Skenarionya mirip. Awal penemuan mayat sang istri, suami ikut menangis sedih dan menghujat habis si pembunuh. Para tetangga, kerabat dan keluarga prihatin. Naluri polisi tak mudah dikibuli. Pembunuh istri itu adalah suami sendiri.
Maka wajarlah bila sekarang warga Alak terutama pihak keluarga meminta Yohanes Nule dihukum seberat-beratnya. Apapun motif di balik tragedi itu, tega nian dia mengakhiri kehidupan Merliana, sang istri yang setia hidup bersama dia dan anak-anak selama ini. Apalagi Nule membunuh dua orang sekaligus! Istri dan buah hati yang masih dalam kandungan. Yang paling menggetarkan hati tentunya nasib Mersi dan Frengki. Dua balita itu kehilangan kasih sayang ibu dalam usia yang begitu belia. Mereka juga "kehilangan" ayah yang berhadapan dengan proses hukum dan sangat mungkin berujung di penjara.
Bagaimana memaknai tragedi ini? Tuan dan puan kiranya memiliki posisi batin yang unik, khas dan bisa berbeda-beda. Beta ingat pepatah Latin. Kehidupan manusia itu jangan ditertawakan, jangan diratapi, dan jangan dikutuk, tetapi hendaknya dimengerti.
Sejarah kehidupan manusia dari masa ke masa senantiasa berhadapan dengan tragedi kehidupan rumah tangga semacam itu. Dan, anak senantiasa menjadi korban emosi orangtua. Jadi korban egoisme laki bini, bapa dan mama. Egoisme yang berujung kematian justru cukup sering berkaitan dengan perkara sepele.
Kita belajar dari sana. Ada pelajaran tentang manajemen emosi, sesuatu yang gampang dicakapkan tapi tak enteng dipraktekkan. Tragedi Nule kembali menegaskan betapa kekerasan itu lengket dengan keseharian kita. Kita masih saja riang memproduksi kekerasan fisik dan non fisik. Produksi tak kenal musim. Kekerasan menyembul hampir setiap detik mulai dari ruang paling privat di dalam rumah hingga ke ruang publik yang disantap banyak orang.
Dalam beberapa waktu terakhir pembunuhan oleh orang-orang terdekat cenderung menanjak frekwensinya di beranda Flobamora. Kita mungkin telah merasa biasa mendengar warta suami bunuh istri, adik bunuh kakak atau keponakan menghabisi paman. Di bumi Lembata, misalnya, adik kandung almarhum Yohakim Langoday ditetapkan polisi sebagai salah seorang tersangka pembunuh. Gila!
"Kita memang hidup di dunia yang sudah gila. Makin banyak orang teralienasi. Asing dengan lingkungan. Tak lagi peka dengan keadaan sekitar. Tak peduli dengan penderitaan sesama. Makin banyak orang yang hanya bisa marah dan marah meski rajin sekali berdoa," kata seorang rekan.
Kiranya pernyataan rekan itu ada benarnya. Di beranda ini para pemimpin yang mestinya beri teladan kelembutan hati justru mempertontonkan kekerasan di ruang publik. Mereduksi ruang publik menjadi sekadar urusan personal. Tanpa rasa malu!
Belum lama tuan dan puan menyaksikan anggota Dewan yang Terhormat (Yth) perang kata-kata tak patut. Yang satu menggosok yang lain tergosok. Perkara kecil diracik sedemikian rupa demi melestarikan konflik. Konflik dipelihara. Makin lama makin riang. Makin lama konflik, semakin baik. Wah?
Semalam, seorang kawan mengirim pesan via facebook. "Bimtek untuk Dewan Yth di daerah perlu memasukkan materi tentang senyum dan maaf. Mereka perlu belajar ulang teori dan praktek senyum biar jangan cuma bisa marah-marah, berteriak atau pukul meja. Jangan cuma bisa interupsi asal bunyi."
Bimbingan teknis (bimtek) senyum dan maaf? Ah, boleh juga usul si kawan diterapkan agar kultur kekerasaan di beranda Flobamora makin sirna. Di bumi hunian kita yang semakin gila ini, belajar senyum dan maaf, kenapa tidak? (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang edisi Senin, 31 Agustus 2009 halaman 1
Raja Prailiu Dimakamkan
dion bata
WAINGAPU, PK --Raja Prailiu, Tamu Umbu Kahumbu Nggiku alias Tamu Umbu Jaka alias Umbu Nai Maja, yang wafat tanggal 25 April 2008 lalu, akhirnya dimakamkan hari Sabtu (29/8/2009).
Prosesi pemakaman turunan ketujuh dari Kerajaan Lewa-Kambera yang sebelumnya berpusat di Praikamaru itu, diwarnai pemotongan kuda dan kerbau. Lima ekor kerbau dan empat ekor kuda dikurbankan dalam proses pemakaman almarhum.
Disaksikan wartawan, ribuan pelayat terdiri dari keluarga, masyarakat setempat maupun wisatawan local dan mancanegara mengikuti proses upacara pemakaman almarhum. Sedikitnya 60 kabihu (marga) sedaratan Sumba, ikut ambil bagian dalam prosesi pemakaman Raja Prailiu ini.
Proses pemakaman raja yang dikenal dekat dengan rakyatnya itu dimulai tanggal 20 Agustus lalu. Sejak saat itu, enam orang penjaga jenazah mulai didandani dengan berbagai perlengkapan dan pakaian khusus dan diberi makan pagi dan sore hari.
Dalam budaya marapu, pemberian makan sebenarnya tidak hanya penjaga jenazah, tetapi juga arwah jenazah. Namun karena almarhum sudah memeluk agama Kristen, maka yang diberi makan hanya kepada penjaga jenazah. Para penjaga jenazah ini selama sebulan sebelum pemakaman, tidak diperbolehkan mandi. Mereka baru turun mandi setelah upacara pemakaman.
Yang menarik, para penjaga jenazah ini akan pingsan ketika gong dibunyikan. Biasanya, sebelum gong dibunyikan seekor kuda jantan dengan perhiasan emas di kepalanya diperhadapkan di pintu rumah jenazah. Kuda ini dipercaya sebagai kuda tunggangan dari almarhum menuju surga. Kegiatan seperti itu berlangsung setiap hari hingga hari pemakaman tiba.
Sementara itu tamu undangan terutama utusan dari marga mulai berdatangan sejak tanggal 28 sore. Kedatangan para utusan marga ini disambut dengan bunyi gong. Jika ada yang membawa ternak, pihak keluarga menyambut dengan mengalungkan kain ke utusan yang menarik ternak. Jika yang menarik atau memegang tali ternak dua orang maka kain yang dikalungkan dua lembar. Penyambutan tamu undangan berlangsung hingga Sabtu (29/8/2009) siang.
Upacara pemakaman baru dimulai Sabtu pukul 15.00 Wita, yang diawali dengan ibadah oleh Pendeta Yuli Ataambu, dari GKS Payeti. Setelah ibadah dilanjutkan dengan upacara adat. Pemotongan seekor kerbau jantan mengawali upacara adat pemakaman raja yang dikenal karena kesederhanaanya ini. Kemudian diikuti pemotongan dua ekor kuda dan dua ekor kerbau saat jenazah diturunkan dari rumah ke kubur.
Dan, setelah jenazah dimasukkan ke liang lahat, dilakukan lagi pemotongan dua kuda dan dua kerbau. Kuda-kuda dan kerbau yang dipotong tersebut tidak dimakan tetapi langsung dibuang. Masyarakat yang berminat, diperbolehkan mengambil daging kuda dan kerbau tersebut.
Penurunan jenazah didahului oleh enam orang papanggang atau pengawal, dua perempuan dan empat laki-laki mengenakan pakaian kebesaran dan seekor kuda berhiaskan emas berpayung merah. Setiap pengawal mempunyai tugas masing-masing. Ada yang membawa sirih pinang, ayam jantan dan ada yang menunggang kuda. Kuda inilah yang dipercaya sebagai tunggangan almarhum.
Pada saat diturunkan dari rumah, enam papanggang dalam keadaan tak sadarkan diri. Mereka dipercaya telah menyatu dengan almarhum. Setelah papanggang, baru diikuti peti jenazah. Sebelum masuk ke liang lahat, jenazah dibawa mengelilingi kubur empat kali.
Pemakaman Tamu Umbu Jaka, memang tidak sepenuhnya mengikuti ritual Marapu karena kepercayaannya yang sudah beralih ke Kristen. Namun kebiasaan yang bersifat umum seperti, wunang (juru bicara), pemotongan hewan dan prosesi pengantaran jenazah masih dipakai dalam acara itu. Prosesi ini dipertahankan karena bernilai budaya yang dapat menarik wisatawan datang ke daerah itu.
Alamrhum Tamu Umbu Jaka meninggalkan seorang istri, Tamu Rambu Margaretha dan delapan orang anak. (dea)
Pos Kupang edisi Senin, 31 Agustus 2009 halaman 13
Berburu Tokek
dion bata
SIANG itu akhir Juli 2009. Di Naimata. Tempat yang masih dianggap kampung dalam wilayah Kota Kupang. Saya duduk santai di halaman rumah seorang tetua. Coba lepas dari rutinitas yang menjenuhkan sambil bersosialisasi.
Duduk di bangku kayu yang ditanam mati. Dikelilingi hamparan pekarangan/kebun gersang berdebu. Namun perasaan tetap teduh di bawah rimbunan ratusan pohon lontar. Kekayaan Naimata.
Saya tidak perlu menyebut nama tetua itu. Yang jelas dia warga asli. Atoin Meto. Saya begitu kagum dengan aktivitas hariannya. Aktivitas yang oleh banyak orang mungkin tidak diperhitungkan. Naik-turun pohon lontar, mengiris nira (tuak/laru). Delapan sampai sepuluh bambu setiap pagi dan sore. Dari penjualan nira, dia bisa menafkahi keluarga. Bahkan bisa membiayai pendidikan anak-anaknya.
"Tapi, beberapa hari ini, saya tidak iris. Saudara saya yang bantu iris. Saya sakit. Katanya asma (asthma bronchiade, pen), dada sakit, napas sesak," tutur tetua itu dengan nada getir. Penyakit ini sulit sembuh total. Kapan saja dia bisa kambuh kembali.
Lalu dia bercerita bahwa dia disuruh makan tokek. Tidak gampang baginya makan daging tokek. Selain tidak biasa, dia merasa ngeri dengan tampang tokek. Mulut lebar, kulit kasar, kaki dan tangannya melengket. Hi...
Saya pun tertegun. Prihatin dengan penyakit si tetua. Tapi, saya meyakinkannya bahwa penyakit itu bisa sembuh. Saya juga meyakinkannya bahwa daging tokek itu tidak sengeri tampangnya. Enak, apalagi dia berkhasiat untuk menyembuhkan asma.
Saya lalu teringat dan menceritakan bagaimana saya dan teman- teman SD berburu daging tokek di kampungku Cumpe, di Manggarai. Sebagaimana kebanyakan anak-anak di kampungku pada masa itu, saya pergi sekolah di SDK Golo. Dalam bahasa Manggarai, golo berarti bukit. Tetapi, sekolahku itu terletak di lembah, dikelilingi lereng-lereng. Saya tidak tahu kenapa namanya justru kebalikan dari kondisi alamnya.
Pada saat ke sekolah, kami bisa berlari-lari menuruni lereng sekitar dua kilometer. Tetapi, waktu kembali dari sekolah, sungguh melelahkan. Kami harus mendaki lereng. Kami selalu melukiskannya seperti naik ke surga, penuh perjuangan.
Untung saja di sekitar jalan itu, terdapat kebun-kebun milik warga dari kampungku. Kebun milik orangtuaku juga. Ada sawah yang ditanami jagung di awal musim hujan, dilanjutkan dengan tanam padi. Ada juga ladang yang ditanami ubi kayu, ubi jalar, keladi, sayur-mayur, pisang, jeruk, satu dua pohon kelapa dan masih banyak lagi.
Di kebun-kebun itu terdapat banyak sekali batu besar. Bukan batu karang. Melalui proses alam selama bertahun-tahun, batu- batu itu banyak yang pecah atau sekadar retak membentuk celah-celah. Membahayakan kalau sesewaktu rubuh dan terguling. Tetapi, celah atau lubang pada batu-batu itu justru nyaman bagi berbagai jenis binatang liar, seperti tikus, bengkarung, cecak, ular dan tokek. Di dalam batu-batu itu mereka hidup dan bersembunyi dari buruan manusia.
Sebelum sampai kembali di rumah, kami menyinggahi kebun- kebun itu. Kalau lagi musim kebun, kami membantu orangtua menyiangi rumput di sawah atau ladang. Tetapi, kalau belum musim, seperti saat ini, kami biasanya bergerombol, menyelinap di kebun-kebun warga. Persis seperti Si Bolang (Bocah Petualang) di Trans7. Apa pun yang kami jumpai dan pantas dimakan, kami makan saja, meskipun di kebun milik orang.
Kalau kami lihat pisang masak, kami potong saja lalu makan. Ada semacam etika yang kami anut waktu itu, bahwa mengambil barang orang lain karena desakan lapar, tidak berdosa. Asalkan makan di tempat, tidak boleh dibawa pulang ke rumah. Mungkin tuannya akan marah, tapi Tuhan tidak. Itu kami yakin betul.
Maksud utama kami menyelinap di kebun-kebun itu adalah berburu binatang liar, tokek, yang tinggal di celah atau lubang batu. Begitulah kami di pedalaman. Beda dengan orang-orang di pantai. Kami memburu tokek untuk makan dagingnya.
Kami jalan dari batu ke batu, mengintip di celah-celah. Kalau celah batunya terang atau samar-samar, kami bisa melihat tokeknya menempel di dinding batu. Ada yang seluruh badannya kelihatan, tapi ada yang hanya kelihatan sorotan matanya. Putih.
Tapi, kalau celah batunya gelap, kami harus memasukkan kayu ke dalam lalu mengorek-ngorek dinding batu supaya tokeknya keluar, kalau ada tokek.
Menangkap tokek tidak gampang. Dia kepala batu, tidak gampang beranjak. Tangan dan kakinya melengket di dinding batu. Untuk menangkapnya kami menggunakan tali jerat. Tali diikat melingkar di ujung kayu panjang. Tali yang lainnya memanjang mengikuti batang kayu. Kayu dan tali itu dikendalikan dari ujungnya di luar celah batu. Hati-hati sekali, jangan sampai kayu dan tali dilihat si tokek. Dia bisa lari, masuk ke celah batu yang lebih dalam lagi.
Kalau leher tokek berhasil masuk ke dalam lingkaran tali, kayu didorong supaya lingkaran tali mengecil dan mencekik leher tokek. Kalau tali dipastikan sudah menjerat leher tokek, kayu dilepas dari dari tali. Sambil menarik tali keluar, ujung kayu digunakan untuk mendongkel badan tokek, melepaskan kaki- kakinya yang melengket di dinding batu. Kalau sudah di luar, ujung kayu secepatnya menekan leher tokek. Kawan lainnya langsung mencekik lehernya, menangkap dan mematikannya.
Kami bisa menangkap sampai beberapa ekor tokek. Tapi bisa juga gagal sama sekali. Hari berikutnya kami mencoba lagi.
Tokek yang sudah kami tangkap selanjutnya dibelah mulai dari mulut terus ke perut sampai anusnya. Tidak hanya ususnya dibuang, zat warna putih menyerupai kapur di kepalanya pun dibersihkan. Selanjutnya dipanggang sampai matang. Dagingnya dipotong-potong sampai semua kebagian. Kalau ada ubi, dagingnya dimakan menemani ubi. Tapi kalau tidak, dimakan kosong saja. Enak to.
Waktu itu kami makan daging tokek sebatas daging. Kami belum tahu kalau tokek itu bisa menyembuhkan asma. Tapi, boleh jadi karena makan tokek itu, maka belum ada di antara kami yang divonis sakt asma.
Tetua di Naimata itu terheran-heran mendengar cerita saya. "Ya, katanya memang enak. Saya harus makan," kata si tetua. Semoga asma-nya segera sembuh. (Agus Sape)
Pos Kupang edisi Sabtu, 29 Agustus 2009 halaman 5
Dinamika DRPD Kota Kupang
dion bata
KERICUHAN yang terjadi dalam sidang perdana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang periode 2009-2014 hari Rabu, 26 Agustus 2009 tersiar amat lekas. Jauh sebelum dipublikasikan media massa cetak dan elektronik, peristiwa itu lebih dulu beredar lewat pesan singkat (SMS) serta pembicaraan mulut ke mulut warga Kota Kupang.
Peristiwa itu pun sontak menjadi bahan diskusi di milis serta jaringan sosial paling populer saat ini, facebook. Oleh kemajuan teknologi informasi dunia kita memang terasa begitu sempit. Suatu kejadian dalam sekejap menyebar luar ke seantero jagat. Dan, banyak orang ikut memberi komentar atau pendapat.
Beragam pendapat dan komentar yang menyembul. Ada yang pro si A dan B. Juga menyatakan pendapat yang saling berlawanan. Secara umum mereka menyesali peristiwa itu terjadi. Tetapi tak sedikit pula yang menyarankan agar perseteruan dalam sidang di gedung wakil rakyat yang terhormat itu tidak terulang karena justru mengikis kehormatan anggota Dewan sendiri.
Perkembangan terakhir cukup menggembirakan. Dalam sidang hari kedua, Kamis (27/8/2009), Ketua Sementara DPRD Kota Kupang, Victor Lerik memohon maaf atas peristiwa yang terjadi Rabu lalu. Sidang hari kedua berjalan lancar dan aman. Apakah persoalan serta-merta selesai?
Kita tentu berharap kericuhan itu tidak berlanjut. Pihak yang berbeda pandangan hendaknya menahan diri untuk tidak memperuncing perkara ini. Anggaplah peristiwa itu sebagai dinamika di gedung Dewan. Apalagi wakil rakyat hasil pemilu 2009 terdiri dari wajah lama dan wajah baru. Sangat mungkin di antara mereka belum saling mengenal watak dan karakter. Mengenal satu sama lain butuh proses. Memerlukan waktu kebersamaan sekian lama.
Mengapa kita menyerukan DPRD Kota Kupang segera membangun kebersamaan sekaligus melupakan konflik masa lalu? Kiranya banyak orang sependapat bahwa mengulang kericuhan seperti Rabu lalu atau mempepanjang kericuhan itu tidak bermanfaat apa-apa.
Kejadian semacam itu selain merusak kehormatan anggota Dewan sendiri juga menurunkan kepercayaan masyarakat Kota Kupang yang telah memilih Anda dalam Pemilu 2009. Kehadiran sejumlah warga masyarakat menyaksikan jalannya sidang kemarin merupakan respons mereka terhadap setiap kejadian di gedung Dewan.
Hal lain yang perlu kita ingatkan adalah sungguh tidak elok jika anggota Dewan sibuk dengan diri sendiri. Anda terpilih dari ribuan orang yang mencalonkan diri tidak untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok. Anggota DPRD Kota Kupang mutlak memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat Kota Kupang.
Dan, begitu banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang menumpuk di ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini. PR yang mesti segera ditangani anggota DPRD periode 2009-2014. Warga Kota Kupang sampai hari ini masih saja berkutat dengan kebutuhan dasar seperti sulitnya mendapatkan air bersih, infrasuktur jalan yang berlubang-lubang, listrik yang mati hidup, penanganan sampah yang tidak profesional, kasus gizi buruk, tata kota yang semrawut serta berbagai macam kebutuhan warga kota yang belum terpenuhi. Kupang sebagai barometer Propinsi NTT masih jauh dari wajah kota yang manusiawi.
Sekali lagi kita berharap DPRD Kota Kupang tidak lagi mempertontonkan aktivitas yang kontraproduktif. Tidak lagi membuat kericuhan demi kericuhan untuk alasan yang sepele. Anggota DPRD merupakan pemimpin kota ini. Perlihatkan spirit kepemimpinan itu lewat keteladanan agar rakyat Kota Kupang tidak kecewa untuk kesekian kalinya.Kita percaya DPRD Kota Kupang akan mampu menyelesaikan masalah internal mereka dengan bijaksana. *
Pos Kupang 28 Agustus 2009 halaman 4
Victor Lerik Minta Maaf
dion bata
KUPANG, PK---Ketua Sementara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang, Victor Lerik, S.E, Kamis (27/8/2009), secara resmi meminta maaf kepada seluruh anggota DPRD Kota Kupang dan staf Sekretariat DPRD Kota Kupang. Meski rapat DPRD Kota kemarin berjalan lancar, tetapi gedung Dewan dijaga oleh satu regu polisi.
Seperti disaksikan Pos Kupang, rapat DPRD Kota Kupang dengan agenda pembentukan pansus untuk membuat tata tertib tersebut berlangsung mulai pukul 09.10 Wita. Sesaat setelah membuka sidang, Ketua Sementara DPRD Kota Kupang, Victor Lerik, meminta maaf kepada seluruh anggota Dewan dan staf sekretariat Dewan.
"Sebelum kita mulai, saya secara pribadi mohon maaf yang sedalam-dalamnya atas kejadian kemarin. Saya minta maaf kepada seluruh anggota Dewan dan seluruh staf Sekretariat DPRD. Saya sudah meminta maaf secara pribadi di luar ruangan sidang kepada anggota Dewan, tetapi resminya disampaikan di dalam forum paripurna," ujar Lerik yang pada sidang hari kedua kemarin sudah mengenakan pakaian seragam berwarna merah hati. Pada hari pertama sidang perdana, Lerik mengenakan celana jeans dan baju kemeja kotak-kotak.
Ketika Lerik meminta maaf, anggota DRPD Kota Kupang, Rudy Tonubessi, belum masuk ruangan sidang. Rudy masuk ruang sidang kurang lebih tiga menit setelah rapat dibuka.
Sidang dengan agenda pembentukan pansus ini berlangsung aman dan lancar. Seperti disaksikan, dalam rapat yang dipimpin Lerik itu, Tonubessi beberapa kali meminta bicara dan Lerik selalu memberikan kesempatan kepadanya. Lerik terlihat lebih sabar dibanding dengan hari pertama memimpin rapat.
Seperti diketahui, rapat perdana DPRD Kota Kupang, Rabu (27/8/2009), ricuh, bahkan nyaris terjadi adu jotos antara Victor Lerik dengan Rudy Tonubessi. Kericuhan itu terjadi menyusul kata-kata kasar yang dilontarkan Lerik kepada Tonubessi.
Tonubessi yang ditemui di sela-sela skorsing rapat mengatakan, permintaan maaf tersebut tidak menyelesaikan masalah.
"Saya ini orang yang tertuduh. Permintaan maaf tersebut pada manusia, bukan pada anjing. Dia sudah mengatakan saya anjing. Saya tidak merasa bagian dari permintaan maaf tersebut," kata Tonubessi. Dia mengatakan, telah melaporkan kejadian itu pada Polresta Kupang dengan tuduhan ancaman, penghinaan dan perbuatan tidak menyenangkan.
Keterangan yang diperoleh Pos Kupang menyebutkan, Rabu (26/8/2009) malam, Tonubessi melaporkan Victor Lerik kepada Polresta Kupang. Kapolresta Kupang, AKBP Drs. Heri Sulistianto, ketika dihubungi melalui Kaur Binops Satreskrim, Ipda David Candra Babega, kemarin, mengatakan, polisi tentu akan memroses secara hukum Lerik yang diduga telah melakukan tindakan tidak menyenangkan terhadap Tonubessi.
"Saya sendiri belum melihat laporan korban Rudy Tonubessi. Apabila yang bersangkutan sudah resmi melaporkan ke polisi tentunya akan kita tindaklanjuti laporan itu dengan melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang terkait," kata Babega.
Dijaga polisi
Takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, Sekretariat DPRD Kota Kupang meminta bantuan polisi mengawal rapat paripurna kemarin. Sekretaris DPRD Kota Kupang, Drs. Otniel Pello, M.M, mengatakan, pihaknya tidak mau terjadi aksi kekerasan di gedung Dewan.
"Seperti yang Anda tahu ada kejadian kemarin. Kami hanya menyediakan fasiltias keamanan bagi jalannya sidang Dewan ini untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan," kata Pello.
Paripurna kemarin berhasil membentuk panitia khusus (Pansus) untuk membuat draft tata tertib. Pansus utusan dari parpol itu terdiri dari sembilan orang, di antaranya Zeyto Ratuarat, Irianus Rohi, Adrianus A Talli, Isidorus Lilijawa, Melkianus R Balle, Djainudin, dan Daniel Bifel.
Kelola Emosi
Dua mantan pimpinan DPRD Kota Kupang, Dominggus Bolla dan Edwin Fanggidae, menanggapi 'insiden rapat perdana', Rabu (26/8/2009) lalu. Edwin prihatin dengan insiden itu karena telah mencoreng lembaga Dewan.
"Padahal kami berharap kinerja anggota Dewan yang sekarang ini akan lebih bagus dari kami. Sebagai mantan pimpinan Dewan, saya berharap agar hal-hal pribadi jangan dicampuraduk dengan tugas di lembaga Dewan. Saya lihat pembahasan kemarin itu, hanya karena hal-hal emosional yang tidak bisa dikelola dengan baik. Sebagai Dewan harus bisa mengelola emosi," kata Edwin.
Edwin mengatakan, rakyat yang telah memilih anggota Dewan akan kecewa melihat insiden itu. "Kami dan juga warga Kota Kupang kecewa kalau Dewan mengeluarkan kata-kata tidak senonoh dan adu fisik. Tindakan-tindakan seperti itu menjurus pada premanisme," kata Edwin.
Sementara Dominggus Bolla mengaku tidak tahu insiden sidang perdana itu. "Saya tidak tahu seperti apa kejadian kemarin. Tetapi saya dapat informasi sedikit. Saya pikir itu masih biasa- biasa saja," kata Bolla.
Menurut Bolla, apa yang terjadi pada sidang perdana itu belum apa-apa. "Sesuai hasil yang saya monitor, itu belum apa-apa. Itulah dinamika dan itulah ungkapan perbedaan. Perbedaan itu dianggap sebagai satu aset setelah disatukan menjadi satu kesatuan yang bagus. Tetapi dengan catatan perbedaan itu harus mampu disatukan, disimpulkan lalu disatukan dan akan menjadi satu dasar kekuatan yang cukup. Tetapi kalau perbedaan itu dipertahankan menjadi jurang pemisah itu yang menjadi kesulitan," kata Bolla. (ira/ben)
Siapkan Makan Siang
RUPANYA 'insiden rapat perdana' menarik animo warga Kota Kupang. Tak ayal, pada sidang hari kedua, Kamis (27/8/2009), banyak warga menuju gedung Dewan ingin menyaksikan rapat para wakilnya.
Rapat dengan agenda pembahasan tata tertib, kemarin, disaksikan cukup banyak warga Kota Kupang. Mereka bahkan masuk sampai di dalam ruang sidang. Yang lain berdiri di luar ruangan mendengarkan pembahasan di dalam ruangan. Puluhan kursi dalam ruang sidang terisi penuh.
Pemandangan lain yang tidak lazim adalah kesiagaan polisi mengawal jalannya sidang. Satu regu polisi siaga di gedung Dewan. Di lantai dua, ada lima orang anggota polisi berjaga, sedangkan yang lainnya berada di lantai satu.
Rapat dibuka Ketua Sementara, Victor Lerik, pukul 09.10 Wita. Rapat sempat diskor mulai pukul 09.30 Wita hingga 10.30 Wita, karena anggota Dewan yang belum membetuk fraksi diminta untuk melobi karena dalam pembahasan Dewan untuk membentuk pansus harus ada utusan dari fraksi. Tetapi karena berbagai pertimbangan, maka utusan untuk pansus bukan lagi dari fraksi, tetapi dari partai politik. Ketika rehat itu enam parpol memasukkan nama utusannya, sehingga Lerik memberikan kesempatan memasukkan tiga nama lagi untuk masuk dalam pansus.
Sambil menunggu masuknya nama-nama tersebut, Lerik meminta anggota Dewan untuk menyediakan makan siang bagi 30 anggota Dewan. "Sekarang sudah pukul 11.45 Wita. Sebagai manusia biasa, jam 12.00 itu merupakan jam makan. Minta maaf, saya sakit maag. Setiap jam 12.00, baik ada sidang atau tidak sidang, harus makan siang. Sekwan, tolong siapkan makan siang bagi 30 anggota Dewan. Saya minta maaf kepada penonton, makan siang ini hanya untuk 30 anggota Dewan," kata Lerik.
Meski tanpa persiapan makan siang, staf Sekretariat Dewan sigap menyiapkan permintaan ketua sementara. Tak sampai satu jam, makan siang sudah disiapkan dan dibawa ke gedung Dewan. (ira)
Pos Kupang 28 Agustus 2009 halaman 1
Ricuh, Sidang Perdana DPRD Kota Kupang
dion bata
KUPANG, PK--Sidang perdana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang, Rabu (26/8/2009), ricuh, bahkan nyaris terjadi adu jotos. Kericuhan dipicu kata-kata tidak santun yang dilontarkan Ketua Sementara, Victor Lerik, SE, kepada anggota Dewan, Rudy Tonubessi, M.Si.
Seperti disaksikan Pos Kupang, di meja pimpinan sidang, Lerik didampingi Wakil Ketua Sementara, Yeskiel Loudou. Rapat dibuka sekitar pukul 09.50 Wita. Rapat perdana ini hendak membahas beberapa agenda. Di antaranya waktu kerja, pakaian seragam dan tata tertib. Pada saat pembahasan mengenai pakaian seragam, Victor Lerik sempat meminta maaf karena dia tidak mengenakan pakaian seragam yang sudah dibagikan dengan alasan tidak mengetahuinya. Lerik mengenakan celana jeans berwarna biru dan baju kemeja berwarna biru garis-garis.
Rudy Tonubessi masuk ruang rapat sekitar 20 menit setelah rapat berjalan. Tonubessi yang mengenakan baju berwarna hitam kotak-kotak dengan celana kain memasuki ruang sidang. Setelah Tonibessi duduk, Lerik membacakan surat Mendagri yang menegaskan bahwa tata tertib, alat kelengkapan dan lainnya hanya bisa dibahas, tetapi belum bisa disahkan.
Agenda tatib mendapat tanggapan dari sejumlah anggota Dewan. Samuel Taklale meminta agar dibuat jadwal yang lengkap sehingga Dewan tahu jadwalnya. Djainudin meminta UU Susduk yang sudah disahkan bisa dibagikan kepada anggota Dewan untuk dipelajari. Lerik menyampaikan pendapatnya agar tatib dibahas secara informal. Setelah itu baru Dewan menyatukan persepsi dalam rapat resmi.
Terhadap berbagai pendapat itu, Tonubessi meminta waktu untuk bicara. Tonubessi meminta maaf karena tidak tahu ada sidan kemarin. Pasalnya dia belum menerima undangan. Belum selesai bicara, Lerik memotong Tonubessi karena inti pembicaraannya sama, cuma berbeda cara penyampaiannya.
Tonubessi balik menginterupsi Lerik. "Saya belum selesai bicara," kata Tonubessi.
Mantan Wakil Ketua Dewan itu melanjutkan pembicaraannya, tetapi dipotong lagi oleh Lerik. Lerik meminta Tonubessi langsung kepada inti pembicaraan.
Suasana rapat mulai gaduh dan tegang. Menanggapi pembicaraan Tonubessi, Lerik bersuara keras dan mengetuk palu sidang sebanyak tiga kali sambil berteriak agar Satpol PP menggiring Tonubessi ke luar ruangan. Masih dengan suara tinggi, Lerik juga meminta sekwan mengeluarkan Tonubessi dari ruangan. Lerik memukul lagi palu sidang tiga kali. Pada pukulan palu terakhir, air dalam botol aqua di meja Lerik tumpah. "Keluar kau, atau saya yang keluar," kata Lerik sambil mengangkat palu menunjuk ke arah anggota Dewan. Lerik lalu meninggalkan meja pimpinan.
Beberapa saat kemudian, Yeskiel Loudou mengambil alih jalannya rapat. Loudou menskorsing rapat selama satu jam. Loudou meminta agar anggota Dewan bisa menjaga kebersamaan di Dewan. "Saya juga emosi, tapi saya minta kita jaga kebersamaan kita di Dewan ini," pintanya.
Setelah sidang diskor, Lerik diajak masuk ke dalam ruangan Wakil Ketua Dewan. Sekitar pukul 10.55 Wita, Lerik masuk lagi ke ruang sidang dan mencabut kembali skorsing tersebut.
"Pengumuman. Mulai hari ini sampai masa lima tahun kepemimpinan saya, tidak ada orang yang merasa pintar, semua anggota sama. Tidak ada orang yang sok tahu. Semua pendapat, usul dan saran akan saya tampung. Jadi jangan sok, merasa sok pintar, tidak ada orang yang sok pintar, siapa pun dia. Semua punya hak untuk menyampaikan saran, usul. Kalau ada usul, bukan berarti harus dilaksanakan. Kalau ada yang sok pintar, keluar. Mulai hari ini, saya tekankan kalau ada yang sok pintar dan menggurui, saya akan usir keluar atau saya yang keluar," kata Lerik dengan nada suara yang tinggi.
Lerik juga sempat memukul meja pimpinan tersebut dengan tangannya sebanyak tiga kali.
"Kita semua sama di sini. Kebetulan sesuai dengan susduk, saya sebagai ketua. Kita semua punya hak untuk mengajukan saran, usul dan pendapat, tapi mekanismenya kita bahas. Bukan dari udik sana, datang di sini sok pintar. Saya tutup sidang ini, dan kebetulan saya baru menandatangani dua disposisi surat undangan. Kita tunggu surat undangan yang resmi dan besok kita lanjutkan pembahasannya," ujar Lerik
Anggota Dewan lainnya, Leonard Kale Lena, menanyakan kepada Lerik definisi sok pintar. Mendengar pertanyaan tersebut, Lerik langsung membalasnya dengan kata-kata tidak santun.
Tidak puas dengan kata-kata Lerik, Tonubessi menginterupsi. "Saya interupsi, Saudara pimpinan Dewan. Jangan keluarkan kata-kata yang tidak etis," kata Tonubessi.
Mendengar hal tersebut, Lerik menjawab, "Muka ganteng, kulit putih, otak idiot. Sok pintar, tapi goblok. Itu definisinya. Jangan sok menggurui. Mulai besok, jangan ada yang sok menggurui. Paham," kata Lerik dengan nada tinggi.
Tonubessi kemudian menanggapi, "Saudara pimpinan yang kami hormati. Kami anggota Dewan, hanya fungsinya yang berbeda. Anda berdua sebagai pimpinan dan kami anggota. Kami punya hak untuk bicara."
Lalu terjadi 'perang mulut' antara Lerik dan Tonubessi. Beberapa saat kemudian, Lerik turun dari meja pimpinan menuju ke meja anggota. Tiba di deretan depan, Lerik dihadang oleh beberapa anggota Dewan. Mereka menahan Lerik agar tidak menuju ke kursi Tonubessi. Niko Frans, Djainudin, Yeskiel Loudou membawa Lerik ke meja pimpinan dan menenangkannya.
Sementara di bagian belakang, Tonubessy keluar ruangan sambil berteriak meminta Sekwan memanggil polisi. "Sekwan, segera panggil polisi. Saya sudah dihina di dalam ruangan rapat ini," kata Tonubessi. Setelah beberapa saat ditenangkan, Lerik kemudian menutup sidang. (ira)
Pos Kupang 27 Agustus 2009 halaman 1
23 Wajah Baru di DPRD Ngada
dion bata
BAJAWA, POS KUPANG.Com---Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ngada lima tahun ke depan didominasi wajah baru.
Dari 30 anggota yang dilantik, Jumat (28/8/2009), cuma tujuh orang wajah lama yang terpilih kembali, sedangkan 23 anggota lainnya adalah wajah baru hasil pemilihan umum legislatif tahun ini.
Tujuh muka lama itu, yakni Yosep Dopo, Syrilus Pati, Kua Vinsensius, Kristoforus Loko, Moses Mogo, Yulius Hermenegildus, Kila Moi, Muhlis. Kristoforus Loko menjadi ketua sementara didampingi Moses Mogo sebagai wakil ketua sementara.
Acara pelantikan kemarin disaksikan berlangsung di gedung DPRD Kabupaten Ngada kemarin, disaksikan ratusan warga, pimpinan parpol, tokoh masyarakat. Yang menarik 20 anggota anggota DPRD periode 2004-2009 yang tidak lagi terpilih juga hadir.
Dalam pengambilan sumpah dan pelantikan yang dipimpin Ketua Pengadilan Negeri Bajawa, 29 anggota yang berkeyakinan Katolik didampingi Romo Hengky Sareng, Pr. Sedangkan Muhlis yang berkeyakinan muslim, didampingi Imam Muchlis Boge.
Usai pengucapan sumpah, dilakukan penyerahan palu sidang dari ketua lama, Drs. Thomas Dolarado, kepada Kristoforus Loko. Thomas Dolarado berharap, lembaga legislatif daerah ini tetap menjadi lembaga yang dipercaya masyarakat Ngada.
Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, dalam sambutannya yang dibacakan Bupati Ngada, Piet Jos Nuwa Wea, mengatakan, anggota baru agar lebih menjamin derajat kompetisi yang sehat, partisipatif, keterampilan mekanisme check & balance yang terefleksi dalam sasaran fungsional lembaga.
Sementara Kristoforus Loko dalam sambutan pertamanya sebagai Ketua Sementara DPRD Ngada mengatakan, "Kami menerima palu untuk menjalankan kerja politik demi meningkatkan citra dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Ngada."
Acara pelantikan berlangsung meriah dan kekeluargaan. Dalam ruangan DPRD tampak berhimpitan saat jabat tangan sebagai ungkapan selamat kepada 30 anggota DPRD baru. Setelah itu, beberapa anggota DPRD menyumbangkan lagu nostalgia yang dibawakan bersama para istri. (dd)
Anggota DPRD Ngada
1. Kristoforus Loko
2. Moses Mogo
3. Lalu Paskalis
4. Kua Vinsensius
5. Yosep Dopo
6. Fransiscus Odi
7. Syrilus Pati
8. Urbanus Nono Dizi
9. Maria Lele Vale
10. Paulus Dominikus Maku
11. Yohanes Lape
12. Todius Yosefus Tuba Lobo
13. Yasinta Dopo
14. Paulinus No Watu
15. Donatus Madhu
16. Marselinus Nau
17. Kristoforus Sape
18. Dorothea Dhone
19. Raymundus Bena
20. Yohanes Nau
21. Laja Fransiskus
22. Helmut Waso
23. Herman Emanuel Bay
24. Yulius Hermenegildus Kila Moi
25. Yohanes Ngai Luna
26. Bernadinus Dhey Ngebu
27. Petrus Ngabi
28. Liu Aloysius
29. Felix Japang
30. Muhlis
Pos Kupang edisi Sabtu, 29 Agustus 2009 halaman 1
Tak Ada Salaman di Ujung Paripurna
dion bata
VIKTOR Lerik, S.E, tampil cukup percaya diri ketika didaulat menjadi Ketua DPRD sementara Kota Kupang, usai pengambilan sumpah 30 anggota dewan kota periode 2009-2014, Selasa (25/8/2009), oleh Ketua Pengadilan Negeri Kupang, H Imam Su'udi, S.H.
Sering ia menyeletuk dalam nada terkesan melucu sehingga membuat suasana sidang paripurna istimewa itu menjadi riuh oleh tawa hadirin, termasuk di antaranya Ketua DPRD NTT, Melkianus Adoe; Asisten Tata Praja Setda NTT, Yosep Aman Mamulak; Ketua DPD Partai Golkar NTT, Ibrahim Agustinus Medah; mantan Sekda Kota Kupang, Jonas Salean; dan mantan Walikota Kupang, Samuel Kristian Lerik.
Veki, demikian sapaan akrab putra mantan Walikota Kupang, Samuel Kristian Lerik, itu didaulat menjadi Ketua Sementara DPRD Kota Kupang, karena partai politik yang mengusungnya, Golongan Karya (Golkar) meraih suara terbanyak pertama dalam Pemilu Legislatif 9 April lalu di Kota Kupang.
Partai berlambang pohon beringin itu menempatkan empat orang wakilnya di dewan kota, sedangkan suara terbanyak kedua dengan komposisi perolehan kursi yang sama, diraih PDI Perjuangan, sehingga salah seorang wakilnya, Yeskiel Loudoe didaulat menjadi Wakil Ketua Sementara DPRD Kota Kupang.
Ketika menerima palu pimpinan dari Ketua DPRD Kota Kupang periode 2004-2009, Dominggus Bola, Veki Lerik hanya tampak senyum setelah itu merangkul dan mencium pipi Dominggus Bola yang juga dari Partai Golkar itu.
Veki bersama Yeskial Loudoe melangkah meja pimpinan sidang. Di podium kehormatan itu, telah duduk Wali Kota Kupang, Daniel Adoe, dan Ketua Pengadilan Negeri Kupang, H Imam Su'udi SH.
Veki kemudian mengambil alih sidang pimpinan Dewan setelah menerima palu pimpinan. "Ini bukan palu hakim untuk memutuskan perkara, tetapi ini adalah palu wakil rakyat untuk mensenjahterakan rakyat Kota Kupang," kata Dominggus Bola ketika menyerahkan palu pimpinan itu kepada Veki.
Ia praktis tidak memberi muka kepada Walikota, Daniel Adoe, yang duduk di sampingnya. Suasana ini mulai memunculkan bisik-bisik di antara para hadirin tentang hubungan legislatif dan eksekutif ke depan dalam menata dan membangun kota ini. Sesuai tata aturan, Veki memiliki peluang yang sangat besar menjadi Ketua DPRD Kota Kupang periode 2009-2014, karena partai pengusung, Golkar meraih suara terbanyak pada Pemilu Legislatif 9 April lalu di Kota Kupang.
Kecemasan para hadirin terhadap hubungan eksekutif dan legislatif itu, akibat dari kurang mesranya hubungan kekerabatan antara keluarga mantan Walikota Kupang, Samuel Kristian Lerik dengan Walikota Kupang, Daniel Adoe.
Kurang mesranya hubungan kekerabatan tersebut mulai terjadi ketika Daniel Adoe masih menjabat sebagai Wakil Walikota Kupang pada masa pemerintahan Samuel Kristian Lerik sebagai Walikota Kupang.
Daniel Adoe merasa seperti "orang buangan" ketika menjabat sebagai Wakil Walikota Kupang, karena fungsi dan perannya sama sekali tidak diberikan oleh Lerik sebagai Walikota Kupang pada saat itu. Lerik lebih memilih Sekda Kota Kupang, Jonas Salean, untuk mewakilinya, jika berurusan dengan legislatif.
Ketika musim pilkada tiba pada 2005, Daniel Adoe kemudian memanfaatkan celah politik tersebut untuk maju menjadi Walikota Kupang. Ia kemudian menggaet Ketua PKB Kota Kupang, Daniel Hurek untuk mendampinginya sebagai Wakil Walikota.
Paket Daniel Adoe-Daniel Hurek (Dan-Dan) akhirnya keluar sebagai pemenang dalam pilkada tersebut. Langkah awal yang dia bangun, adalah meminta mantan Wali Kota Kupang, Samuel Kristian Lerik untuk segera mengosongkan rumah jabatan wali kota di Jalan Robert Wolter Monginsidi agar ditempatinya.
Daniel Adoe merasa tidak cocok tinggal di sebuah rumah jabatan mewah yang telah dibangun pada masa pemerintahan Walikota Lerik di Jalan Perintis Kemerdekaan Kupang.
Lerik sudah melakukan jual beli dengan pemerintah kota atas rumah jabatan tersebut, namun sebagai penguasa wilayah kota, Daniel Adoe menolak permohonan tersebut meski Lerik sudah membayar sekitar Rp 100 juta kepada pemerintah kota untuk mendapatkan rumah jabatan tersebut.
Lerik bersama keluarganya, akhirnya harus pergi meninggalkan rumah jabatan tersebut, karena desakan Walikota Daniel Adoe yang begitu kuat. "Saya merasa tidak pantas untuk tinggal di rumah jabatan mewah yang sudah dibangun itu. Saya lebih suka tinggal di rumah jabatan wali kota lama di Jalan Robert Wolter Monginsidi Kupang," kata Daniel Adoe ketika itu.
Pergeseran politik di antara keluarga Lerik dengan Walikota Kupang terus menguat hingga saat ini. Ketika Veki Lerik terpilih menjadi anggota DPRD Kota Kupang dan berpeluang kuat menjadi Ketua DPRD Kota Kupang untuk lima tahun ke depan, orang kemudian membacanya sebagai sebuah fenomena politik yang buruk.
Ketika berlangsungnya upacara pengambilan sumpah anggota DPRD Kota Kupang periode 2009-2014, semua pasang mata nyaris tertuju kepada figur Veki Lerik dan Daniel Adoe yang duduk manis di atas mimbar kehormatan itu.
Selepas menutup sidang paripurna istimewa tersebut, Veki Lerik langsung pergi meninggalkan Walikota Kupang dan Ketua Pengadilan Negeri Kupang, tanpa sedikit pun memberi salam kepadanya, sebagaimana layaknya dalam sebuah tata cara resmi paripurna Dewan.
Kisah di ujung paripurna ini kemudian semakin menguatkan dugaan banyak pihak tentang kemungkinan kurang mesranya hubungan antara legislatif dan eksekutif ke depan. Namun demikian, Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya, dalam sambutan tertulisnya menegaskan bahwa DPRD bukan lembaga pencari masalah dengan pemerintah, melainkan mitra kerja sejajar pemerintah dalam membangun daerah untuk kepentingan masyarakat banyak. (ANTARA/Lorens Molan)
Pos Kupang edisi Rabu, 26 Agustus 20
Kadis Perindag Belu Ditahan
dion bata
ATAMBUA, PK---Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Atambua, Selasa (25/8/2009) sekitar pukul 11.30 Wita, menahan Kadis Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Belu, Drs. Silverius Mau. Silverius ditahan dalam kasus dugaan proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) tahun 2007 di Desa Tohe, Kecamatan Raihat.
Ketika proyek ini mulai ditender dan dikerjakan, Silverius menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pengembangan Energi pada Dinas Pertambangan Belu. Dalam penyelidikan jaksa ada dugaan korupsi dalam proyek ini. Jaksa kemudian menetapkan Silverius sebagai tersangka dan ditahan kemarin. Silverius menjadi tahanan Kejari Atambua dan dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Atambua selama 20 hari.
Disaksikan Pos Kupang, Silverius tiba di Kejaksaan Negeri Atambua mengenakan baju safari warna coklat sekitar pukul 9.30 Wita. Dia didampingi penasehat hukum, Kornelis Syah, S.H dan Martinus Sobe, S.H. Silverius kemudian diarahkan ke ruang pemeriksaan dan diperhadapkan dengan ketua tim penyidik, Amirudin, S.H, untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.
Penyidik menanyakan kondisi kesehatannya dan dijawab sehat. Selanjutnya ditanya mengapa tidak memenuhi panggilan penyidik pada pemeriksaan tanggal 19 Agustus 2009 lalu. Terhadap pertanyaan itu, Silverius mengatakan dia tidak bisa hadir karena mengikuti rapat koordinasi (rakor) di Kupang.
Tak lama kemudian, penyidik menyodorkan berita acara penahanan untuk ditandatangani Silverius. Silverius menolak menandatangani. Penyidik kemudian menyodorkan berita acara tidak mau ditahan. Tetapi juga ditolak Silverius. Penyidik dan tersangka sempat adu argumen soal penandatanganan kedua berita acara itu. Silverius menolak menandatangani karena merasa tidak bersalah dalam proses dugaan kasus proyek PLTMH ini. Tersangka menyampaikan kalau kebenaran akan dibuktikan pada sidang pengadilan. Penyidik kemudian menjalankan prosedur dengan menahan tersangka dan dititipkan di Lapas Atambua.
Saat beberapa jaksa hendak menggiringnya ke mobil boks, Silverius menolak dengan menyatakan memenuhi permintaan penyidik ke Lapas dengan berjalan kaki. "Saya tidak mau naik mobil. Saya tidak malu karena saya tidak bersalah. Biarlah saya jalan kaki," kata Silverius yang dikawal beberapa jaksa dan sanak keluarga menuju Lapas Atambua.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Atambua, Drs. Yohanes Gatot Irianto, S.H, didampingi ketua tim penyidik, Amirudin, S.H, menjelaskan, penahanan yang dilakukan sudah melalui prosedur. Tersangka akan ditahan selama 20 hari untuk pemeriksaan lebih lanjut. "Dalam aturan ada yang namanya penahanan administratif dan penahanan jika ancaman hukuman di atas lima tahun. Kita lakukan penahanan bukan asal tahan, tentu melalui prosedur," kata Yohanes.
Amirudin menjelaskan, dalam pemeriksaan lanjutan itu tersangka dalam kondisi sehat. Tersangka memang menolak menandatangani berita acara penahanan saat disodorkan penyidik untuk tanda tangan. "Jadi bukan hanya berita acara penahanan saja yang tersangka tolak tanda tangan, tetapi berita acara menolak untuk ditahan pun dia tidak mau tanda tangan. Katanya dia tidak bersalah," kata Amirudin.
Sebelumnya, pada hari Jumat (14/8/2009), penyidik memeriksa Silverius sebagai tersangka dalam kasus dugaan proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Belu. Sebelum menjabat sebagai Kadis Perindag Belu, Silverius menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pengembangan Energi di Distamben Belu.
Selain Silverius, dalam kasus ini tim penyidik juga menetapkan Yoseph Bani sebagai tersangka. Proyek tahun 2007 di Desa Tohe, Kecamatan Raihat, Belu dengan pagu dana sekitar Rp 549 juta lebih ini diduga terjadi penggelembungan harga oleh panitia tender. Proyek ini merupakan proyek kerja sama dengan LIPI.
Sesuai petunjuk, proyek ini diswakelolakan, namun dalam perjalanan Dinas Pertambangan Belu membentuk panitia tender. (yon)
Pos Kupang edisi Rabu, 26 Agustus 2009 halaman 1
Ditahan Jaksa, Arianto Hampir Menangis
dion bata
JAKSA penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menahan tersangka Eko Budi Arianto, S.E dari CV Bumi Belantara Jaya, Malang, Selasa (25/8/2009) sekitar pukul 17.00 Wita. Tak menduga akan ditahan, Arianto sangat kaget dan hampir menangis ketika digiring ke mobil tahahan.
Selaku kontraktor proyek pengadaan benih Tahun Anggaran 2008 di Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang, tersangka diduga telah merugikan keuangan negara.
Sementara tersangka lain kasus ini, Kepala Dinas (Kadis) Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang, Ir. Max David Moedak, M.Si, batal diperiksa. Melalui suratnya kepada penyidik Kejati NTT, Moedak beralasan bahwa penasehat hukumnya, Gustav Jacob, S.H, tidak berada di Kupang sampai dengan hari Jumat (28/8/2009).
Penahanan Budi Arianto dilakukan setelah dia diperiksa oleh penyidik kasus ini, Gaspers Kase, S.H, di ruang kerjanya. Usai penahanan tersangka, Kasi Humas Kejati NTT, Muib, S.H, menjelaskan, Budi Arianto ditahan selama 20 hari dalam tahap penyidikan. Bila masih dibutuhkan, penahanan tersangka dapat diperpanjang.
Ditanya jumlah kerugian negara kasus ini, Muib mengaku tidak tahu persis. Dia hanya menegaskan, dari pagu dana Rp 1,4 miliar, kerugian negara dalam kasus ini signifikan. "Proyek pengadaan benih ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2008 yang dilebur ke dalam APBD II Kabupaten Kupang. Total dananya Rp 1,4 miliar. Penyidik belum menyimpulkan dugaan kerugiannya, tetapi perkiraan sementara kerugiannya cukup signifikan," ujar Muib.
Untuk mengetahui jumlah kerugian negara, kata Muib, penyidik meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTT melakukan audit investigasi.
Tersangka Budi Arianto tidak dapat dimintai tanggapannya. Ketika berjalan menuju mobil tahanan Kejati NTT, dia menyembunyikan wajahnya menggunakan buku. Namun, dari informasi yang dihimpun Pos Kupang, tersangka ini belum siap ditahan.
"Saya dengar dia sama sekali belum siap ditahan. Dia pikir temui penyidik untuk diperiksa saja sehingga waktu dia tahu mau ditahan, dia kaget dan hampir menangis," ujar salah seorang jaksa yang enggan namanya dikorankan.
Untuk diketahui, Moedak dan Budi Arianto ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik Kejati NTT, Rabu (10/6/2009) lalu. Setelah melakukan penyelidikan selama sekitar dua bulan, penyidik berkesimpulan, keduanya diduga terlibat dugaan korupsi proyek yang tersebar di semua kecamatan di Kabupaten Kupang.
Indikasi penyelewengan kasus ini antara lain berupa kualitas benih yang diadakan tidak sesuai dengan yang disyaratkan dalam petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juknis) maupun dokumen kontrak yang ditandatangani kedua pihak (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kupang dan CV Bumi Belantara Jaya Malang).
"Dugaan penyelewengannya ialah saat pelaksanaannya. Saat ekspos diketahui bahwa kualitas benih turun atau tidak sesuai dengan juklak, juknis dan kontrak antara kedua pihak. Tetapi untuk jelasnya nanti didalami lagi oleh penyidiknya," jelas Muib saat penetapan keduanya menjadi tersangka. (dar)
Pos Kupang edisi Rabu, 26 Agustus 2009 halaman 1
PR & Rp
dion bata
PESAWAT berguncang pelan. Tak terasa kami sudah di atas Kota Palembang ketika perempuan awak kabin bersuara seksi mengingatkan untuk mengenakan sabuk pengaman, menegakkan sandaran kursi dan melipat meja karena sesaat lagi pesawat akan landing di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II.
Bukan pengumuman standar itu yang menggoda telinga. Kupingku justru terusik oleh obrolan dua rekan jurnalis di kursi sebelah yang sama-sama dalam perjalanan ke Palembang guna mengikuti Konferensi Kerja Nasional PWI, Rabu pekan lalu. Entah dari mana awalnya, tiba-tiba beta menangkap sepenggal pernyataan ini.
"Kalau urusan PR, itu tanggung jawab bupati dan wakil bupati. Tetapi menyangkut Rp hanya dengan bupati. Itulah perbedaan antara bupati dan wakil bupati," kata rekan yang duduk di tepi jendela sambil terbahak. Beta senyam-senyum saja meski tak mengikuti awal pembicaraan itu karena terlelap sejak pesawat take-off dari Jakarta. Tak sempat lagi bertanya lebih jauh karena pesawat mulai menukik halus lalu mendarat mulus di bumi Sriwijaya. Kami bergegas ke lokasi konferensi di jantung Kota Palembang, tak jauh dari jembatan Ampera yang tersohor itu.
Urusan PR dan Rp (rupiah) menarik nian. Terkenang beta ke kampung halaman Flobamora yang hari-hari ini riuh mengucapkan terima kasih dan sayonara kepada para wakil rakyat. Di ujung masa pengabdian 2004-2009, mereka melantunkan koor senada yakni meninggalkan banyak Pekerjaan Rumah (PR) buat penghuni baru gedung Dewan 2009-2014. Terima kasih buat wakil kita yang jujur mengakui kekurangan itu. Tentu tidak semuanya buruk. Ada prestasi warisan mereka.
DPRD Propinsi NTT, misalnya, menyebut lima PR yang ditinggalkan bagi anggota baru. Kelima PR itu, yakni kasus-kasus korupsi yang belum tuntas, mutu pelayanan masyarakat di bidang kesehatan dan pendidikan yang belum optimal, pemetaan batas wilayah administrasi lintas kabupaten di Timor dan Flores, bangkrutnya PT Semen Kupang serta perjuangan menjadikan NTT sebagai propinsi kepulauan.
Antara PR & Rp, jika diminta memilih yang pertama, bagaimana keputusan tuan dan puan? Beta yakin cenderung memilih Rp ketimbang PR. Untuk apa pilih PR yang bisa bikin kepala kesemutan dan kaki pegal-pegal? Sejatinya PR dan Rp itu lengket dengan keseharian kita. Siapa pun dia. Dan, kita doyan mengejar Rp ketimbang menyelesaikan PR meski sudah terbukti rupiah hanya mengenal kata "kurang" sehingga kerap membuat buta mata, hati tertutup dan nalar lumpuh.
Beberapa pekan lalu beranda Flobamora dikejutkan dua kejadian heboh. Orang dengan status sosial tinggi di tengah masyarakat, orang yang seharusnya memberi teladan kebaikan, malah tertangkap basah bermain judi. Motivasi berjudi itu jelas berkaitan dengan Rp bukan sekadar mengisi waktu senggang mengerjakan PR.
PR dan Rp pulalah yang ikut memantik pertikaian terbuka atau terselubung antara kepala daerah dan wakil kepala daerah di beberapa tempat. Duet pemimpin wilayah bukan fokus mengerjakan PR tetapi tergoda Rp hingga terjebak pertikaian panjang. Bulan madu kepala daerah paling lama setahun. Tahun-tahun sesudahnya mereka bertarung. Pisah ranjang. Berjalan sendiri-sendiri. Di sini bisa dihitung dengan jari duet kepala daerah yang akur sampai akhir.
Hasil Pemilu Legislatif (pileg) 2009 menunjukkan fakta menarik. Inilah pertama kali dalam sejarah pemilu di daerah kita hanya 15 sampai 20 persen anggota DPRD periode lama yang terpilih kembali. Di masa lalu paling minim 50 persen wajah lama akan kembali mendapat sapaan Wakil Rakyat yang Terhormat (Yth).
Rakyat kini lebih memilih wajah baru. Apa artinya itu? Sistem dan regulasi berbeda serta gemuknya partai bisa dituding sebagai penyebab. Tapi boleh jadi ada tali-temalinya dengan PR dan Rp tadi. Bukan mustahil selama lima tahun tuan anggota Dewan Yth lebih menguber Rp ketimbang tuntaskan PR. Puan kelewat sibuk mengejar rupiah guna membayar hutang politik selama kampanye, membalas budi para penjasa atau meningkatkan kesejahteraan.
Gara-gara Rp seantero Flobamora pun menorehkan kisah unik tentang TKI (Tunjangan Komunikasi Intensif) yang jumlahnya miliaran rupiah. Sampai menjelang akhir masa jabatan anggota DRPD 2004-2009, masih ada yang belum lunas mengembalikan dana TKI ke kas negara.
"Bung tahulah, itu uang beta sudah pakai semua. Terpaksa berhutang lagi. Ini pelajaran berharga bagi kawan kawan anggota Dewan yang baru. Jangan mudah terbius uang," kata si bung yang tidak lagi terpilih meski dia sudah mati matian meyakinkan konstituen. Meski sudah menggelontorkan harta benda selama masa kampanye terpanjang dalam sejarah pemilu di Indonesia.
DPRD baru dengan mayoritas wajah baru, akankah lebih bermutu? Apakah mereka lebih fokus mengerjakan PR yang disuarakan sampai mulut berbusa-busa selama kampanye? Mohon maaf, beta tidak terlalu berharap kinerja mereka akan lebih baik. Dengan anggota yang beragam latar belakang, beta belum temukan alasan untuk yakin profil DPRD periode 2009-2014 akan lebih berkualitas dibandingkan pendahulu mereka.
Mayoritas wajah baru butuh waktu untuk tahu peringai dan perilaku. Menghadapi wajah baru biasanya tuan dan puan kikuk dan rikuh. Wajah baru niscaya menciptakan rimba persilatan baru. Rimba persilatan di gedung Dewan bakal makin seru, seram dan kejam. Perburuan rupiah mungkin kian mengerikan.
Mudah-mudahan saja tidak! Semoga rupiah tidak membius hingga tidur terlalu lama sambil mengorok lalu lupa mengerjakan PR yang ditinggalkan anggota Dewan lama. Juga PR baru yang akan hadir seiring kebutuhan masyarakat Flobamora.
Omong-omong soal mengorok, sudah lebih dari 200-an ekor sapi dan kerbau mati disikat penyakit ngorok di Nagekeo dan Ende utara. Kerugian rakyat peternak mencapai miliaran rupiah. Ini bencana besar!
Kok bisa ya? Kejadian begini terus berulang. Tak terlihat antisipasi dini agar ternak besar yang mati seminim mungkin. Kok bisa terjadi berkali-kali di saat ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat mestinya bisa mencegah penyakit primitif itu. Luar biasa tebal wajah kita ini yang tidak malu memelihara cara kerja primitif, cara kerja ala pemadam kebakaran. Mati dulu baru huru-hara. Jatuh korban dulu baru sibuk bukan main. Sekian lama kerja apa saja? Sekian lama mengapa ternak rakyat tidak divaksinkan? Infeksi dulu baru bergeliat. Payah!
Aihh, jangan-jangan kita memang suka tidur sambil ngorok hingga lupa buat PR bagi marhaen. Ngorok setelah kenyang menikmati rupiahkah? Ah, beta tak mau berburuk sangka. Beta mau kutip warisan Mbah Surip saja. Pilih rupiah enak to? Mantap to? Bisa lupa diri to? Hahaha...! (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang edisi Senin, 24 Agustus 2009 halaman 1
28 Tablet Cabut Nyawa Gadis Borong
dion bata
BORONG, PK -- Sebanyak 28 tablet resochin mencabut nyawa Emi, gadis usia 20-an tahun asal Mondo, Desa Nanga Labang, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Jumat (21/8/2009). Setelah meminum obat sebanyak itu sekaligus, keluarga melarikannya ke Puskesmas Borong, namun tidak tertolong.
Tanta korban, Paulina Bawut yang ditemui di Puskesmas Borong, mengatakan, meski sudah berusia 20-an tahun, Emi masih bertingkahlaku kekanak-kanakan. Sehari-hari dia selalu bergaul dan bermain bersama anak-anak kecil.
Emi, katanya, berkemauan keras. Apa yang diminta harus dipenuhi keluarganya. Pihak keluarga pun selalu memanjakannya.
Pada Jumat (21/08/2009) pagi, Emi meminta uang untuk membeli bakso dan kakaknya yang laki-laki memberinya uang Rp 50 ribu. Emi langsung ke Borong.
"Setelah ambil uang Rp 50 ribu itu Emi langsung ke Borong, katanya mau makan bakso," kata Bawut. Tidak diketahui pasti apakah gadis muda itu membeli bakso atau tidak, namun Emi diduga membeli tablet resochin.
Menurut Bawut, keluarga baru mengetahui korban minum obat resochin setelah anak-anak yang bermain bersamanya memungut bungkusan obat tersebut dan menyampaikan bahwa isinya sudah diminum korban.
"Setelah dihitung, ada tujuh bungkus berarti ada 28 tablet yang diminumnya," kata Bawut sambil terisak.
Keluarga langsung memutuskan untuk membawanya ke Puskesmas Borong. "Dia sempat menolak saat akan dibawa ke puskesmas. Padahal waktu itu ia sudah muntah-muntah," katanya.
Akhirnya korban dibawa ke Puskesmas Borong dengan menumpang truk. Selama perjalanan, korban mulai kejang-kejang dan mengeluarkan busa dari mulutnya.
Ditanya apakah selama ini korban menghadapi masalah, wanita paruh baya ini mengatakan, setahunya, korban tidak pernah bermasalah dengan siapapun. Korban memang sering dimanja karena kemauannya yang keras.
Kepala Puskesmas Borong, dr. Hildegardis DC usai memeriksa kondisi korban, mengatakan, korban tidak tertolong dan berdasarkan keterangan sementara dari keluarga, korban meninggal karena over dosis.
"Mereka bawa ke sini sudah dalam keadaan begini. Tapi kami belum bisa pastikan penyebab kematiannya, karena untuk memastikannya harus melalui otopsi," kata dr. Hilde.
Disaksikan Pos Kupang, di salah satu ruangan Pukesmas Borong, Emi tergeletak kaku di atas tempat tidur. Wajahnya membengkak, kuku tangan dan kakinya tampak kehitaman.
Kepala Pusesmas Borong, dr. Hildegardis dan petugas medis sudah berusaha memberikan pertolongan namun kondisi korban sudah sangat kritis sehingga tidak bisa tertolong. (gg)
Pos Kupang edisi Minggu, 23 Agustus 2009 halaman 1
Dua Anak itu Tidur Bersama Jenazah Ibu Mereka
dion bata
SUARA tangis Vina Fanggi begitu menyayat hati. Sambil mengucapkan kata-kata dalam bahasa Rote, wanita muda ini meratapi jenazah adiknya, Ny. Merliana Nule (29) yang dibaringkan di dalam rumah sederhana berdinding bebak dan beratap daun lontar.
Warga Gang Roterdam, RT 12/RW 05, Kelurahan Alak- Kota Kupang pun larut dalam kesedihan karena Merliana meninggal mendadak, saat sedang hamil enam bulan. Apalagi dua anak yang ditinggalkannya masih kecil.
Mersi Nule (4 tahun) dan adiknya, Franky Nule (2 tahun), dua bocah yang mendadak ditinggal pergi oleh sang ibu, duduk di halaman depan rumah duka yang sudah diberi garis polisi (police line) itu. Dua anak ini "menonton" sejumlah polisi yang ada di dalam maupun di sekitar rumah mereka. Sesekali keduanya berlari merapat dan bergelantungan di tangan Yohanes Nule (30), ayah mereka, yang terlihat kusut.
Ny. Merliana ditemukan tewas di kamar tidur, Sabtu (22/8/2009) pagi. Malam sebelumnya, Merliana tidur bersama Mersi dan Frangky. Dua bocah itu bahkan tidak tahu kalau semalaman mereka tidur bersama jenazah sang ibu. Mereka tidak tahu bahwa itu malam terakhir mereka lelap di samping ibu mereka.
"Tadi malam, istri saya tidur bersama dua anak kami di kamar keluarga. Sedangkan saya tidur di kamar lain. Kamar tidur keluarga sempit, apalagi istri saya sedang hamil," kata Yohanes Nule.
Waktu bangun tidur, kata Yohanes, dirinya masuk ke dalam kamar tidur keluarga untuk menengok istri dan kedua anaknya.
"Waktu beta masuk ke dalam kamar, beta lihat tubuh istri saya itu sudah di lantai. Sedangkan kedua anak saya itu berdiri di samping istri saya. Tadi malam dong dua tidur sama-sama dengan dong pung mama," katanya.
Sehari-hari, Yohanes Nule bekerja sebagai buruh pengangkut beras di gudang Bulog Tenau- Kupang. Kemarin, pria ini dibawa ke Mapolresta Kupang untuk dimintai keterangannya terkait kematian istrinya.
Menurut pemeriksaan dokter dari Rumah Sakit Bhayangkara Kupang, Merliana mati tidak wajar. Ada luka di leher bekas cekikan, memar di belakang kepala akibat benturan benda keras. Selain itu kuku tangan membiru karena kekurangan oksigen akibat tekanan pada leher korban. Aparat Polres Kupang masih menyelidiki kasus itu. (benny jahang)
Ibu Hamil Tewas Dibunuh
KUPANG, PK -- Ny. Merliana Nule (29) yang sedang hamil enam bulan, ditemukan sudah tidak bernyawa di dalam kamar tidur rumahnya di Gang Roterdam, RT 12/RW 05, Kelurahan Alak, Kota Kupang, Sabtu (22/8/2009).
Diduga kuat, korban tewas akibat dibunuh karena ada tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban seperti bekas cekikan pada leher dan memar di belakang kepala.
Yohanes Nule (30), suami korban, mengatakan baru mengetahui istrinya sudah meninggal dunia, sekitar pukul 06.00 Wita, saat bangun tidur. Pasangan ini sudah dikaruniai dua orang anak dan seorang lagi masih dalam kandungan.
Yohanes mengatakan, saat masuk kamar tidur, dia mendapai istrinya sudah kaku. "Saya langsung panggil keluarga saya di Alak untuk melihat kondisi istri saya," ujarnya.
Pada Jumat (21/8/2009) malam sekitar pukul 19.00 Wita, katanya, istrinya tidur ditemani dua orang anak mereka di kamar keluarga. Sementara Yohanes tidur di kamar lain karena kamar keluarga sempit.
"Saya tidur di kamar tidur yang lainnya karena kondisi kamar tidur keluarga sangat sesak. Kami tidak pernah bertengkar," kata Yohanes.
Menurut Yohanes, istrinya Merliana memiliki penyakit bawaan berupa sakit ayan. "Istri saya ini menderita sakit ayan. Setiap bulan selalu kambuh saki ayannya," ujarnya dengan raut wajah yang kusut.
Tim medis dari Rumah Sakit Bhayangkara (RSB) Kupang dipimpin Kepala Rumah Sakit (Karumkit) RSB Kupang, AKP dr. I Gusti Gede Sukma, langsung mengotopsi jenasah Ny. Merliana Nule.
Menurut Gede Sukma, pada bagian luar tubuh korban ditemukan tanda-tanda kekerasan. Pada leher, misalnya, ada bekas cekikan. Pada kepala bagian belakang ada memar akibat benturan benda tumpul. Selain itu, semua jari tangan korban membiru akibat kekurangan oksigen yang disebabkan adanya tekanan pada leher korban.
"Kalau dari analisa kami, kematian korban ini tidak wajar dengan adanya luka pada bagian belakang seperti terkena benturan benda tumpul serta bekas cekikan pada leher. Kematian korban karena kekurangan pasokan oksigen," kata Gede Sukma.
Ditanya apakah penyakit ayan yang diderita korban yang menyebabkan dia kekurangan oksigen, Gede Sukma menegaskan bahwa tidak ada hubungan antara kekurangan oksigen dengan penyakit ayan.Dia memperkirakan korban meninggal dunia sekitar 12 jam sebelum ditemukan.
Aparat Polresta Kupang yang datang melakukan olah TKP, membawa Yohanes Nule ke Mapolresta Kupang untuk dimintai keterangannya. (ben)
Pos Kupang edisi Minggu, 23 Agustus 2009 halaman 1
Rumah Gudang
dion bata
MASYARAKAT Kabupaten Alor umumnya, termasuk masyarakat di Pulau Alor -- yang sering disebut gunung besar -- memiliki kearifan lokal yang tidak dapat ditinggalkan. Kearifan lokal dimaksud adalah memelihara "rumah gudang" atau rumah khas bagi masyarakat Kabupaten Alor, seperti lopo di Timor atau talobon di Kabupaten Belu.
Rumah gudang di Alor memiliki karakteristik sendiri. Rumah ini memiliki multifungsi. Selain sebagai tempat tinggal, juga sebagai tempat pertemuan, urusan adat, rekreasi, tempat simpan makanan dan bibit, hingga tempat menyimpan benda-benda pusaka.
Salah seorang tokoh masyarakat Alor Selatan yang juga tokoh masyarakat Alor, Paulus Pulek, yang ditemui Pos Kupang di kediamannya di Wilayah Mola, Kalabahi, Jumat (21/8/2009), mengungkapkan, rumah gudang bagi masyarakat Kabupaten Alor adalah rumah adat. Berbagai urusan kehidupan, khususnya bagi masyarakat desa, dijalani dan diselesaikan di rumah gudang.
Pulek mengungkapkan, bentuk rumah gudang di Kabupaten Alor terdiri dari dua lantai, bahkan ada yang tiga hingga empat lantai.
Di wilayah Alor bagian Timur, rumah gudang umumnya terdiri dua sampai tiga lantai dengan atap dua air. Sedangkan di gunung besar lainnya, seperti di Alor Selatan atau Alor Barat Daya, rumah gudang dibangun tiga hingga empat lantai dengan bentuk atap empat air.
Konstruksi bangunan rumah gudang ini terdiri dari empat tiang induk. Setiap tiang berukuran sebesar pelukan orang dewasa. Kayu untuk tiang ini biasanya menggunakan kayu ampupu atau kayu putih yang lurus dan panjang.
Selain tiang, Pulek menjelaskan, material bangunan rumah gudang lainnya adalah balai-balai berukuran 7 X 7 meter. Biasanya dibuat dari belahan bambu betung atau pinang, tetapi supaya lebih kuat bisa dipakai belahan pinang. Sedangkan bambu digunakan untuk lata atau spar. Sementara balok penahan balai-balai, dicari kayu yang kualitasnya bagus, seperti kayu merah atau ipi atau minimal kayu sekelas itu.
Atap rumah ini, lanjut Pulek, dibuat dari alang-alang. Atap rumah ini diikat secara rapi dan kuat. Ujung atapnya menutup hingga bagian lantai satu dari rumah gudang.
Pulek menuturkan, rumah gudang di Alor mirip dengan rumah panggung. Lantai pertama biasanya dijadikan tempat rekreasi keluarga atau menerima tamu. Mereka duduk bersama-sama di balai-balai, termasuk membicarakan adat.
Lantai dua, jelas Pulek, dijadikan tempat tidur bagi penghuni rumah, khususnya kaum perempuan dan anak-anak. Ini agar terhindar dari rasa dingin. Apalagi di lantai dua itu, ada tungku untuk kegiatan masak makanan keluarga, sehingga malam harinya bila dingin bisa dibuat perapian untuk menghangatkan badan. Lantai ini juga dijadikan tempat penyimpanan berbagai kebutuhan makan-minum keluarga.
Lantai tiga, sebut Pulek, merupakan tempat khusus untuk menyimpan persediaan makanan berupa padi dan jagung yang baru dipanen, termasuk tempat menyimpan bibit jagung dan padi untuk menghadapi musim tanam berikutnya. Di lantai tiga ini ada pintu, dan kuncinya biasa dipegang oleh ibu rumah tangga.
Ini dimaksudkan agar stok makanan yang disimpan tidak sembarang dikeluarkan atau tetap terjaga, sebab persediaannya untuk setahun. Bisa diambil bila makanan untuk masak yang disediakan sebelumnya sudah habis.
Menurut Pulek, menyimpan makanan di rumah gudang memiliki tata cara tersendiri. Biasanya diawali dengan sembahyang atau upacara adat. Demikian pula bila mengambil bibit dari rumah gudang untuk tanam, harus melalui sembayang terlebih dahulu.
Lantai empat, jelas Pulek, biasanya jarang ada. Namun bagi warga yang memiliki benda-benda pusaka atau benda-benda adat, biasanya harus dibuat lantai empat untuk menempatkan barang-barang peninggalan leluhur.
Pulek menambahkan, pembangunan rumah gudang ini tidak sekadar bangun. Ada proses dan ritual adatnya. Ada sembahyang yang dilakukan sejak persiapan bahan hingga proses pembangunan. Bila mendirikan biasanya dibuat acara adat, dan ketika itu banyak hewan seperti kambing dan babi disembelih. Demikian juga disiapkan padi lumbung dalam jumlah yang banyak karena yang hadir banyak orang.
Bangunan rumah gudang itu, kata Pulek, telah dirancang sedemikian rupa, sehingga terhindar dari gangguan tikus dan pencuri. Penangkal tikus yang dimaksud, ketika dibangun pada setiap tiang induk di rumah gudang, dipasang dulang sebagai penghalang naiknya tikus ke rumah.
Dulang tersebut juga dirancang untuk bisa menyimpan berbagai benda lainnya dalam ukuran kecil. Rumah gudang tidak mudah dimasuki pencuri, karena masuk atau naik ke rumah gudang hanya lewat sebuah tangga. Semua orang yang masuk ke rumah bisa dipantau. (Okto Manehat)
Pos Kupang edisi Sabtu, 22 Agustus 2009 halaman 1
Kadis Pertanian Manggarai Ditahan
dion bata
RUTENG, PK -- Kepala Dinas (Kadis) Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Manggarai, Ir. Frans Palembang ditahan oleh penyidik Polres Manggarai, Jumat (21/8/2009). Palembang ditahan sebagai tersangka kasus korupsi dana proyek pengadaan ternak tahun 2007, yang merugikan negara Rp 135 juta.
Dua hari sebelumnya, Rabu (19/8/2009), penyidik menahan tujuh tersangka lainnya dalam kasus yang sama. Ketujuh tersangka itu terdiri dari Pimpro, lima orang pemeriksa dan satu kontraktor.
Kapolres Manggarai, AKBP Hambali mengatakan itu saat dihubungi Pos Kupang, Kamis (20/8/2009) dan Jumat (21/8/2009). Kapolres Hambali ditanya mengenai perkembangan penyidikan kasus korupsi pengadaan ternak tahun 2007 yang dikelola Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Holtikultura Kabupaten Manggarai.
Dia mengatakan, sesuai hasil audit BPKP Perwakilan NTT, kerugian negara dalam proyek tersebut mencapai Rp 135 juta. Penyidik sudah menetapkan sejumlah tersangka yakni Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura, Ir. Frans Palembang, Pimpro, Kanisius Damar dan lima orang anggota tim pemeriksa ternak yakni Ir. Jaya Sinar Robertus, M.M, Ir. Lasarus Gani, Ir. Maximus Rondidan, drh. Edward D Sulaiman Geong dan Heribertus Pala. Ikut ditahan pula kontraktor pelaksana, Fery Ongkor Rofinus.
"Mereka sudah kami tahan di sel Mapolres Manggarai," katanya.
Tujuh tersangka, yakni pimpro, lima tim pemeriksa dan kontraktor ditahan pada hari Rabu (19/8/2009), sedangkan Kadis Palembang ditahan pada hari Jumat (21/8/2009).
Dihubungi pada hari Kamis, Kapolres mengatakan bahwa masih ada dua tersangka lain yang segera ditahan. Dengan penahanan Kadis Palembang, kemarin, maka masih ada satu tersangka yang belum ditahan.
Sebelumnya Kapolres Hambali menjelaskan, penyimpangan dalam proyek pengembangan ternak sapi dan kambing bagi kelompok tani tahun 2007 itu, antara lain jumlah ternak, usia dan fisik ternak tidak sesuai spek.
Penyimpangan lainnya berupa pemberian uang tunai kepada kelompok tani. Seharusnya kelompok petani diberikan ternak, bukan uang.
Sesuai audit yang dilakukan BPKP Perwakilan NTT, kerugian negara dalam pelaksanaan proyek yang dibiayai dengan dana alokasi khusus (DAK) itu mencapai Rp 135 juta. "Kerugian negara yang ditemukan BPKP Rp 135 juta. Nilai proyeknya saya tidak ingat," kata Kapolres Hambali.
Para tersangka yang terlibat dalam kasus tersebut dijerat dengan ancaman pidana pasal 2 dan 3 Undang- Undang Pemberantasan Korupsi, junto pasal 55 KUHP. (lyn)
Pejabat yang Ditahan
1. Ir. Frans Palembang, Kepala Dinas
2. Kanisius Damar , Pimpro
3. Ir. Jaya Sinar Robertus, M.M, Pemeriksa
4. Ir. Lasarus Gani, Pemeriksa
5. Ir. Maximus Rondidan, Pemeriksa
6. drh. Edward D Sulaiman Geong, Pemeriksa
7. Heribertus Pala, Pemeriksa
8. Fery Ongkor Rofinus, Kontraktor
Pos Kupang edisi Sabtu, 22 Agustus 2009 halaman 1
SMAK Giovanni Juara II Nasional
dion bata
KUPANG, POS KUPANG.Com -- Dewi fortuna sepertinya belum memihak para siswa Sekolah Menengah Atas Katolik (SMAK) Giovanni Kupang dalam ajang Lomba Cerdas Cermat (LCC) Undang-Undang Dasar (UUD).
Pada babak grand final yang berlangsung di Ruang Nusantara IV-MPR RI Jakarta, Selasa (18/8/2009), para siswa SMAK Giovanni hanya berhasil menempati juara II nasional.
Posisi runner up ini cukup dramatis, sebab SMAN 10 Metro-Lampung yang menjadi juara nasional hanya unggul lima poin dari SMAK Giovanni. Lima poin tersebut diperoleh melalui pertanyaan tambahan setelah dua kelompok ini sama-sama mengumpulkan nilai 255.
Guru Pendamping Tim LCC SMAK Giovanni Kupang, Drs. Anton Timo yang menghubungi Pos Kupang dari Jakarta, Selasa (18/8/2009) malam, menjelaskan, babak grand final yang disaksikan para pejabat tinggi negara tersebut berlangsung seru. Empat sekolah yang tampil di babak tersebut adalah SMAK Giovanni Kupang, SMAN 10 Metro-Lampung, SMA Taruna Nusantara Magelang-Jawa Tengah dan SMAN I Bangka Belitung.
Hingga akhir lomba, SMAN 10 Metro Lampung meraih nilai 260, SMAK Giovanni Kupang meraih nilai 255, SMA Taruna Nusantara mendapat nilai 245 (juara 3 nasional) dan SMAN I Bangka Belitung mendapat nilai 210 (juara 4 nasional).
Anton Timo menjelaskan, lomba tersebut berlangsung menegangkan dan masing- masing grand finalis menunjukkan kualitas. Susul-menyusul perolehan nilai sudah berlangsung sejak awal lomba. Bahkan, SMAK Giovanni sebagai juara NTT sempat memimpin perolehan nilai.
Namun perolehan nilai tersebut terhenti di nilai 255 dan akhirnya bisa disusul oleh SMAN 10 Metro-Lampung dan pada saat yang bersamaan waktu habis. Oleh panitia, diberikan satu pertanyaan tambahan untuk menentukan juara. Pertanyaan tambahan ini hanya untuk SMAK Giovanni dan SMAN 10 Metro. Pertanyaan tambahan ini berhasil rebut lebih dahulu oleh SMAN 10 Metro Lampung dan jawaban dari tim sekolah tersebut benar.
Menurut Anton, seluruh anggota tim merasa cukup baik karena perjuangan yang dilakukan sudah maksimal. Dan, para siswa SMAK Giovanni yang mewakili para siswa NTT sudah menunjukkan pada Indonesia bahwa anak-anak NTT juga mampu tampil di ajang nasional. (alf)