LGBT Butuh Pengakuan

KUPANG, PK -Kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Kota Kupang serta NTT umumnya, membutuhkan pengakuan identitas dan perlakuan yang sama  dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Meski berbeda orientasi seksual tapi LGBT merupakan ciptaan Tuhan dan Warga Negara Indonesia (WNI) yang punya hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara lainnya.

Demikian harapan sejumlah lesbian, gay, biseksual, waria, transgender yang ditemui Pos Kupang di tempat berbeda hari Jumat hingga Senin (12-15 Februari 2016). Mereka di antaranya, Karen, Natacya Golsalves Nahak, Zamantha Karen, Riby Cesia, Ridho Carly, Olga Sabrina Victoria de Kolag, Santi Dewi dan Verra Gaya Trie.

Karen, seorang waria di Kupang, menilai warga Kupang sudah lebih cerdas menilai keberadaan waria dibandingkan sepuluh tahun lalu. "Kalau dulu, masyarakat masih memadang waria sebagai orang aneh. Tapi sekarang, masyarakat sudah lebih cuek dengan kehadiran waria. Tapi diskriminasi terhadap waria masih tetap ada," kata Karen, Sabtu (13/2/2016).

Menurut dia, waria lebih bisa diterima masyarakat karena sejak lama waria sudah tampil dalam kehidupan bermasyarakat dan banyak mengikuti kegiatan sosial. Berbeda dengan kaum lesbian, gay, biseksual dan transeksual (LGBT) yang masih menutup diri hingga kini. "Harapan saya masyarakat bisa benar-benar menerima keberadaan waria termasuk LGBT. Suka atau tidak suka, diakui atau tidak diakui, waria dan LGBT ada di mana saja,  rumah, di lingkungan kerja, lingkungan sosial, lingkungan gereja dan lingkungan kemasyarakan lainnya," kata alumni Fakultas Hukum UKAW Kupang tersebut.

Karen menilai pemerintah pun masih mendiskriminasi LGBT dalam berbagai bidang kehidupan. Saat melamar kerja, waria kerap ditolak karena berpenampilan 'cantik'.  "Waria  adalah laki-laki cantik, inilah salah satu alasan waria tidak diterima dalam bekerja. Tolong, jangan lihat sampul atau covernya, tapi lihat kualitas dan kemampuan kami, kaum LGBT," kata Karen.

Karen berharap LGBT meningkatkan kualitas SDM agar bisa berprestasi dan mendapat apresiasi positif dari masyarakat. "Mau akui silahkan, tidak juga silahkan. LGBT jangan tunggu diakui, tapi ayo berprestasi agar keberadaan kita bisa diakui. Sebab LGBT bisa diberdayakan dan punya potensi yang sama dengan kaum heteroseksual," kata Karen.

Keren menolak pandangan yang sering mengaitkan tindak kejahatan dengan orientasi seksual pelaku. "Kalau ada tindak kejahatan, pasti media mengaitkan dengan orientasi seksual si pelaku. Padahal kejahatan itu kan bisa dilakukan oleh siapa saja," demikian Karen.

Natacya (36), mengatakan, batasan pekerjaan membuat waria hanya bisa bekerja di bidang tertentu seperti salon atau tukang masak. Bahkan ada yang tidak punya pekerjaan tetap sehingga kerap dimanfaatkan oleh orang tertentu untuk menjerumuskan kaum waria ke hal negatif, seperti trafficking, narkoba dan prostitusi. "Masih ada pandangan bahwa waria menyediakan perempuan yang bisa `dipakai'. Anggapan keliru ini sangat memojokkan waria," kata pemilik Natacya Salon tersebut.

Riby Cesia (26), warga Kabupaten Sikka, punya kesan pihak tertentu manfaatkan kaum waria untuk kepentingan politik saja. "Contohnya, saat Pilkada di Kabupaten Sikka, waria dicari,  dikumpulkan, dirangkul untuk mengikuti berbagai kegiatan. Tapi setelah Pilkada, sudah menang, keberadaan waria tidak lagi diakui. Waria apalagi LGBT tidak pernah dilibatkan dalam program, pemerintah," kritik Riby, ratu Waria Sikka tahun 2013.

Waria lain di Maumere yakni Olga, Dewi dan Vera mengatakan, LGBT punya potensi dan kemampuan yang tidak kalah dengan kaum heteroseksual. Oleh karena itu seharusnya diposisikan sama dengan warga negara lainnya. "Tolong lihat keberadaan waria, LGBT. Akuilah kalau kami ada dan berikan kami kesempatan, libatkan kami dalam kegiatan pembangunan di daerah," kata pemilik Olga Salon ini.

Olga menyebut banyak waria hanya lulusan SD, SMP atau putus sekolah sehingga kualitas SDM rendah. Sedangkan program pemberdayaan masyarakat dari pemerintah hanya fokus bagi kelompok heteroseksual. Dewi berharap pemerintah memberikan bantuan kepada waria dan LGBT. "Saya ingat sepuluh tahun lalu itu pemerintah bagi-bagi bantuan alat salon dan alat masak untuk waria. Tapi sekarang program itu sudah tidak ada lagi," kata Olga yang jago masak ini.

                Hak yang Sama
Mengenai hak lesbian, Ketua Organisasi Berbasis Komunitas (OBK) Lesbian Biseksual Transgender (LBT) Female to Male di Kupang, Charly mengatakan, lesbian juga butuh pengakuan dari masyarakat dan negara. Lesbian punya hak yang sama dengan warga heteroseksual lain. "Ada sejumlah teman dikeluarkan dari pekerjaannya karena ketahuan dia lesbian. Hal ini harusnya tidak terjadi karena lesbian juga manusia dan punya hak untuk
bekerja," kata Charly.

Karena alasan itulah, kata dia, kaum lesbian belum berani tampil sebagaimana waria.  "Waria yang sudah lebih dahulu berani mengaktualisasikan diri saja sampai sekarang masih dapat diskriminasi dari masyarakat dan negara, sehingga lesbian masih sangsi menunjukkan jati dirinya," kata Charly.

Menurut Charly, tindak kekerasan terhadap lesbian itu tidak hanya terjadi di luar rumah. "Banyak lesbian yang dipaksa dan akhirnya terpaksa menikah dengan pria. Padahal lesbian tidak memiliki perasaan dengan pria. Akibatnya, setiap kali berhubungan suami istri, para lesbian merasa seperti diperkosa. Inilah keluhan yang disampaikan sejumlah teman saat berkumpul dan berdiskusi," kata Charly.

Menurutu Charly, ratusan lesbian yang berada pada 20 titik di Kupang rutin berkumpul untuk diskusi, nonton bareng film motivasi, berbagi pengalaman dan saling menguatkan. "Untuk sekarang, kegiatan kami masih sebatas penguatan intern bagaimana kami bisa lebih dulu menyadari keberadaan, bisa tahu dan pahan tentang LGBT, sehingga bisa siap menghadapi berbagai tantangan bahkan akhirnya mau dan bisa membuka diri kepada masyarakat," kata Charly.

Menurut Charly, sama seperti waria, gay dan biseksual atau trangendser, lesbian juga tidak menuntut diperlakukan secara istimewa oleh masyarakat dan negara. "Kami, lesbian, LGBT hanya minta tolong, akuilah hak dan keberadaan kami, lihat kemampuan kami dan berdayakanlah kami.  Kami ini ada, jangan anggap kami tidak ada dan jangan lagi mendiskriminasikan kami," harap Charly.

Hal senada disampaikan Ketua Komunitas Independen Man of Flobamora (Imof) Kupang, Ridho, mewakili sekitar 150-an gay di Kupang. Para gay juga masih sebatas berkumpul secara intern untuk menguatkan kapasitas anggota. Menurut Ridho, banyak gay yang terpaksa menikahi perempuan karena paksaan dan ingin menyenangkan orangtua. Akhirnya mereka hidup dalam kepura-puraan dan tersiksa setiap waktu.

"Harapan kaum gay sangat sederhana. Masyarakat tolong pahami orientasi seksual kami. LGBT bukan penyakit. Kami tidak sakit. Terima dan akui kami ini ada, manusiakan kami selayaknya manusia dan warga negara," kata Ridho yang berharap agar di Kupang dan di NTT tidak ada kekerasan dan diskriminasi yang mengatasnamakan agama atau kelompok tertentu untuk memojokkan dan menyerang HAM dari kaum LGBT. Menurut Ridho, jika tidak memahami LGBT dengan baik jangan  langsung  menilai dan menghakimi LGBT. Agama jangan dijadikan tameng dari cara berpikir yang salah kemudian menghalalkan kekerasan terhadap LGBT. "Agama dan dosa itu urusan vertikal manusia dengan Tuhannya," kata Ridho. (vel)

Dia Tetap Anak Saya

WILHELMUS Nahak (65), ayah Natacya Gonsalves Nahak, dan Marince Lulu, ibu Zamantha Karen, mengaku menerima pilihan hidup yang telah diambil anaknya untuk menjadi seorang wanita pria (waria). Wilhelmus mengatakan, dia sudah melihat perubahan Natacya saat SMP ketika Natacya memotong alisnya. "Saat itu dia baru pulang liburan dari Kupang dan kembali ke Timtim (Timor Leste, Red). Saya tanya, katanya alis begitu lagi ngetrend di Kupang," kata Wilhelmus, di kediamannya, Minggu (14/2/2016) malam.

Sejumlah teman Wilhelmus terus membicarakan perubahan tampilan Natacya. "Penyanyi Tony Parera pernah bilang ke saya, Emus, anakmu cantik sekali. Saya tanya, siapa? Dia bilang Natacya, tapi saya bingung Natacya siapa? Tony bilang Natacya itu anak laki-laki saya," kata pria asal Kabupaten Belu ini.

Lama-kelamaan Wilhelmus melihat sendiri perubahan fisik Natacya dan hal itu tidak dipersoalkannya. Wilhelmus mengaku tidak malu memiliki anak waria. "Kalau saya malu, apalagi kalau saya menyiksanya, memukulinya, maka pasti saya akan berdosa. Baik tidak baik, Natacya tetap anak saya dan saya bangga meski dia seorang waria," kata kakek lima cucu ini.

Menurut Wilhelmus, dulu dia menduga waria adalah penyakit keturunan karena keluarganya juga ada yang waria. Namun, akhirnya dia tahu dan paham bahwa waria itu bukan penyakit tapi karena pilihan hidup setiap orang.

Wilhelmus menilai hal itu ujian iman baginya dan dia selalu berpesan agar Natacya terus menjaga diri dan tidak bikin masalah hingga berurusan dengan hukum. "Saya pesan dia harus bekerja secara halal agar bisa punya penghasilan sendiri dan tidak membebankan keluarga. Harus rajin ke Gereja, berdoa, dan berbuat baik bagi saudara dan orang lain. Jangan sakiti hati orang," kata Wilhelmus.

Mengenai pacar anaknya, kata Wilhelmus, dia sering berpesan kepada laki-laki yang memacari anaknya agar bisa menjalin hubungan dengan baik. Jika cocok silahkan terus bersama tapi jika tidak cocok,  berpisahlah dengan baik dan tidak saling dendam.

"Saya serahkan semua kepada Natacya, jika dia mau kembali sebagai laki-laki normal dan memberikan keturunan kepada saya, saya bahagia. Tapi kalau dia mau tetap jadi waria dan hidup bersama pria, saya juga bahagia. Itu pilihan hidupnya," kata mantan pegawai RRI Timtim ini.

Wilhelmus berharap agar orangtua lain yang memiliki anak dengan orientasi seks yang berbeda seperti LGBT, hendaknya bisa menerimanya dan tidak melakukan tindakan kekerasan. "Memukul tidak menyelesaikan masalah. Memaksa dia untuk kembali ke kodratnya juga tidak bisa karena itu pilihan hidupnya. Biarkan anak kita memilih," ujarnya.

Hal senada disampaikan Marince Lulu. "Awalnya memang berat menerima kondisi ini. Tapi kami bisa melaluinya dan sangat menghargai pilihan Karen sehingga kami tidak pernah memarahi apalagi memukulinya. Hanya kami tetap punya kerinduan Karen bisa kembali menjadi laki-laki. Biarkan Tuhan dan waktu yang menjawabnya," kata Marince, Rabu (17/2/2016) sore.

Menurut Marince, apapun keberadaan dan pilihan Karen, Karen tetap anaknya. "Orang lain mau bilang apapun, biang anak saya meme, bilang anak saya banci, saya tidak peduli. Karen tetap anak yang saya cintai dan banggakan," kata Marince.
Marince mengaku sangat bangga kepada Karen karena tidak pernah lupa berdoa dan memberikan perpuluhan ke Gereja. "Saya bangga banyak kegiatan positif yang dilakukannya. Dan setiap kali menerima uang dalam amplop, dia selalu memanggil saya di kamar, kami berdoa lalu dia minta saya yang buka amplopnya dan langsung memisahkan perpuluhan untuk Gereja," kata Marince.  (vel)

NEWS ANALYSIS
Yuli Rustinawati
Ketua Arus Pelangi Jakarta
Bukan Perlakuan Khusus

LESBIAN, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) sebenarnya pilihan orientasi seksual yang diambil oleh setiap orang. Dan, hendaknya pilihan itu dihargai dan tidak dipersoalkan apalagi sampai diskriminasi atau kekerasan terhadap mereka. Bahkan seseorang menjadi LGBT itu sebenarnya sudah terbentuk sejak ia berupa janin di dalam kandungan.

LGBT bukan gaya hidup atau fenomena yang datang tiba-tiba dan menghilang. Tapi LGBT sudah ada sejak zaman dahulu, sekarang dan selamanya. LGBT itu bukan penyakit sehingga tidak bisa disembuhkan. Menjadi berbeda karena memilih orietatasi seksual yang berbeda itu tidak salah dan tidak dosa. Perbedaan itu harus dihargai dan diakui. Seperti perbedaan dalam suka akan warna tertentu atau berbeda dari segi fisik, kamu punya rambut lurus, saya rambut keriting. Yang terpenting bagaimana setiap orang yang berbeda itu bisa menyadari dirinya dan orang lain pun bisa menyadari dan mengakui keberadaannya, kemudian bisa mendapat perlakuan yang sama.

Namun kenyataannya, di Indonesia, keberadaan LGBT yang dinilai berbeda dengan kaum heteroseksual itu masih mendapat diskriminasi dan kekerasan dalam lingkungan keluarga maupun sosial. Tahun 2013,  Arus Pelangi pernah melakukan penelitian mengenai LGBT di tiga  kota besar di Indonesia yakni di Jakarta, Yogyakarta dan Makassar.

Hasilnya menyebutkan ada 89,3 persen kaum LGBT mengalami lima kekerasan. Yakni kekerasan fisik, psikis, seksual, budaya dan ekonomi. Hal ini menunjukkan LGBT masih rentan di ruang publik, belum semua masyarakat termasuk pemerintah menerima dan mengakui keberaaan LGBT dan memperlakukannya sebagaimana WNI.

LGBT hanya ingin diakui haknya sebagai warga negara, LGBT ada bukan untuk menerima siksaan, pelecehan dan diskriminasi. Tidak boleh ada manusia yang berhak mendiskriminasi LGBT dan mengatakan LGBT adalah golongan pendosa karena menyalahi kodratnya. Orientasi seksual adalah pilihan LGBT dan tidak boleh ada yang ikut campur.

Pemerintah harusnya tidak usah berbuat apa-apa terhadap LGBT, artinya tidak perlu ada perlakuan khusus terhadap LGBT. Perlakukan LGBT sebagai manusia dan WNI sebagaimana warga heteroseksual lain. Banyaknya diskriminasi dan tindak kekerasan terhadap LGBT terjadi karena faktor interen dan eksteren. Faktor interen LGBT belum tahu dan paham keberadaannya sehingga tidak berani membela diri. LGBT rendah diri, menutup diri. Apalagi dengan tekanan sosial, agama dan budaya maka LGBT belum berani menjadi dirinya sendiri. Juga rendahnya SDM LGBT karena tidak menyelesaikan sekolah lantaran selalu mendapatkan perlakuan diskriminatif, dibully, diejek sebagai orang aneh. Akibatnya masa depan LGBT tidak lebih baik dari yang lain. Sedangkan faktor eksternal terjadinya diskriminasi terhadap LGBT karena masyarakat belum paham dengan benar tentang LGBT.

Mengekang pilihan orientasi seksual LGBT dan memaksa LGBT kembali ke kodratnya akan berdampak buruk. Langkah tepat yang harus dilakukan yakni bagaimana membuat kaum LGBT, masyarakat dan pemerintah bisa memahami dengan  benar tentang LGBT sehingga penafsiran dan tindakan yang dilakukan untuk menyikapi keberadaan LGBT itu tepat.

LGBT harus mulai membangun kepercayaan diri untuk bisa menunjukkan jati diri yang sebenarnya. Memang tidak mudah mengungkapkan jati diri sebagai LGBT, tapi hal ini harus dilakukan agar tidak hidup terus dalam kebohongan akibat tekanan masyarakat. LGBT harus  mulai membuka diri kepada sesamanya, belajar, berdiskusi dan saling menguatkan satu sama lain. Di setiap daerah harus ada komunitas LGBT yang bisa mewadahi dan bisa meningkatkan kapasitas LGBT.

Arus Pelangi siap membantu memberikan penguatan melalui pelatihan dan lainnya baik kepada LGBT maupun masyarakat. Sebab visi Arus Pelangi adalah terus mendorong terwujudnya tatanan masyarakat yang bersendikan pada nilai-nilai kesetaraan, berperilaku dan memberikan penghormatan terhadap hak-hak kaum LGBT sebagai hak asasi manusia. Misi Arus Pelangi menyadarkan, memberdayakan dan memperkuat kaum LGBT yang tertindas. Berperan aktif dalam proses perubahan kebijakan yang melindungi hak-hak LGBT. Berperan aktif dalam proses penyadaran terhadap masyarakat serta proses penerimaan kaum LGBT di tengah masyarakat.

Pemerintah dari tingkat pusat hingga daerah, hendaknya ikut bertanggungjawab untuk menyadarkan setiap orang menerima dan mengakui keberadaan LGBT. Semboyan Negara RI yakni Bhineka Tunggal Ika berlaku juga terhadap perbedaan orientasi seksual yang dimiliki kelompok minoritas kaum LGBT.  (vel)


Sumber: Pos Kupang 19 Februari 2016 hal 1

Sikap dan Pandangan Gereja Soal LGBT

PARA tokoh agama di NTT memiliki pandangan khas tentang  LGBT. Bagi Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), Pdt. Dr. Mery Kolimon, pembicaraan mengenai LGBT memang masih sensitif dalam masyarakat maupun Gereja. Seringkali masyarakat  tidak mau berbicara tentang hal ini meskipun LGBT itu ada di tengah-tengah masyarakat.

"Saya secara pribadi berpendapat bahwa sebagai Gereja dan masyarakat, kita harus belajar menerima keberadaan mereka di tengah kita. Jangan melakukan kekerasan baik secara verbal, fisik, psikologis, dan ekonomi terhadap mereka. Terima mereka sebagai ciptaan Allah yang mulia, yang memiliki kekhasan tersendiri di antara kita," kata Pdt. Mery, Senin (15/2/2016).

Menurut Mery, sampai hari ini GMIT belum membuat pernyataan resmi tentang LGBT. Karena masih harus melakukan studi serius terhadap hal ini kemudian membuat pendirian teologis secara bersama sebagai Gereja.

"Bagi saya sendiri, LGBT tidak perlu dikembalikan kepada kodratnya karena mereka juga adalah ciptaan Allah yang utuh.  Masyarakat jangan menghakimi dan melakukan kekerasan terhadap kaum LGBT. Belajarlah menerima mereka sebagai ciptaan Allah yang mulia. Mereka juga diciptakan dalam citra dan gambar Allah sebagaimana kaum heteroseksual," katanya.

Mery mendorong para orangtua dapat menerima keberadaan anak-anak mereka yang LGBT itu dengan penuh kasih sayang dan menerima seutuhnya, tanpa memaksa anak mereka mengubah diri. Untuk pemerintah, Mery menilai negara bertugas melindungi seluruh warga negara tanpa kecuali terhadap LGBT. "Kami harap negara tidak berlaku diskriminatif terhadap kaum LGBT. Di hadapan hukum, semua warga negara memiliki hak yang sama terhadap akses pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan, peluang kerja dan lainnya. Jangan ada warga bangsa yang diperlakukan secara diskriminatif apapun alasannya," kata Mery.

Mery Kolimon berharap LGBT dapat belajar menerima diri apa adanya sebagai ciptaan Allah yang mulia. Buatlah hal-hal yang positif dalam jemaat dan masyarakat. Berikan sumbangan yang terbaik dari potensi khas yang dimiliki. "LGBT hindarilah melakukan tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain," katanya.

Sebelum GMIT memiliki sikap jelas mengenai tempat kaum LGBT dalam jemaat, Mery menyarankan  para pendeta tetap melayani LGBT tanpa membedakan mereka dari jemaat lain. "Beri mereka ruang untuk berpartisipasi dalam pelayanan jemaat sesuai talenta yang ada pada mereka. Didik anggota jemaat yang lain untuk tidak melakukan berbagai bentuk kekerasan terhadap kaum LGBT," kata Mery.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTT, Abdul Kadir Makarim mengatakan, LGBT haram hukumnya dalam Islam. Kaum LGBT hendaknya kembali ke jalan yang benar, kembali ke kodratnya sebagai laki laki atau perempuan.

"Dalam ajaran Islam, lesbian, gay, biseksual dan transgender dilarang seperti dalam hadits  yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan Achmad dari Ibnu Abbas yang berbunyi: Dilaknat oleh Allah orang yang melakukan  perbuatan kaum Nabi Luth (homo seksual) dan siapa saja yang kalian dapati melakukan  perbuatan kaum Luth, bunuhlah subyek  dan obyeknya," kata Abdul Kadir Makarim, Selasa (16/2/2016).

Abdul Kadir mengatakan, transgender merupakan perilaku yang dilaknat dalam Islam  sebagaimana hadist riwayat Abu Dawud at  Tarmidzi, Ibnu Majah dan Achmad bahwa "Rasullullah SAW telah melaknat wanita yang  menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita."

"Karena itu dalam Islam, ide dan perilaku LGBT jelas menyimpang dan abnormal. LGBT adalah ide haram dan perilaku LGBT adalah  dosa. Olehnya ide dan perilaku LGBT tidak boleh tersebar di masyarakat. Negara harus menjaga agar LGBT dibersihkan dari pikiran  masyarakat  Indonesia," jelas Abdul Kadir.

Uskup Kupang, Mgr. Petrus Turang, Pr, melalui Romo Gerardus Duka, Pr mengatakan, ajaran moral Katolik menegaskan LGBT merupakan penyelewengan terhadap martabat dan tujuan luhur dari seksualitas dan perkawinan manusiawi. Moral Katolik menegaskan LGBT masuk dalam penyelewengan besar. Dan, tradisi suci Gereja dalam ajarannya tentang "Persona Humana" (Pribadi Manusia) juga menegaskan bahwa LGBT melawan hukum kodrat. Bahwa setiap tindakan seksualitas harus terbuka kepada kelahiran baru. Artinya, LGBT tidak memungkinkan kelahiran baru karena mengabaikan tindakan persetubuhan.

Persetubuhan merupakan ungkapan komunikasi cinta suci paling mendasar dan mendalam dari pria dan perempuan dengan tujuan kelahiran baru (spiritualitas Tubuh manusia) ada dalam relasi terbuka pria dan perempuan. Selain itu, LGBT tidak lahir dari kebutuhan yang benar untuk saling melengkapi secara afektif dan seksual.
"Ajaran Katolik tidak membenarkan LGBT. Ada dua hal yang perlu dibedakan yakni antara kecenderungan sebagai LGBT dan dan menjadi pelaku LGBT. Kalau masih kecenderungan, belum masuk dalam kategori dosa karena belum masuk dalam aktivitas seksual. Karena kencenderungan itu merupakan objectifve disorder (ketakberaturan objektif) yang tak wajar," kata Romo Dus.

Namun,  dalam kenyataan bahwa LGBT itu ada sehingga Gereja tidak menolak kehadiran LGBT. Namun Gereja tak membenarkan perbuatannya. "LGBT tetap dihargai oleh Gereja dan menjadi bagian dari persekutuan Gereja yang sama dengan warga Gereja lain. Namun perbuatan LBGT tidak diterima oleh Gereja karena ajaran Moral Katolik yang menekankan martabat seksualitas dan persona humana," kata Romor Dus, Kamis (18/2/2016).

"Pendapat pribadi saya, LGBT adalah manusia dengan hak-hak yang juga tetap harus dihargai sambil tetap tidak mengabaikan tanggungjawabnya di dalam melaksanakan hidup secara sempurna di hadapan Tuhan dan lingkungan hidup bersama. Artinya, LGBT memiliki hak diberlakukan sesuai martabatnya. Tetapi tetap menegaskan bahwa tidak bebas nilai, dalam hal ini ajaran perihal martabat manusia, dan tujuan seksualitas perkawinan. LGBT adalah manusia, pribadi yang harus kita hargai dan cintai dengan martabatnya," kata Romo Dus.

Menurut Romo Dus, LGBT bukan penyakit tapi lebih sebagai penyelewengan terhadap moral seksual. Ada dua ciri yang hadir dalam hidup bersama, yakni sebagai kodrat tetapi juga oleh lingkungan (diri sendiri atau sosial). Yang bersifat kodrat  sulit untuk 'disembuhkan', sementara akibat lingkungan bisa dibantu untuk tidak berperilaku serupa.

Romo Dus menyarankan agar pemerintah tidak perlu menyingkirkan LGBT sebagai bagian utuh dari masyarakat. LGBT harus mendapat penghargaan dan hak yang sama dengan masyarakat lainnya. "Untuk itu Pemerintah perlu memberi perhatian baik secara politis sosial dan juga ekonomi demi membantu menemukan martabat seksualnya secara benar. Pendekatan hukum kurang manusiawi karena LGBT adalah manusia yang adalah warga masyarakat yang sama hak dan kewajibannya," kata Romo  Dus.

Masyarakat juga perlu menerima LGBT sebagai pribadi yang sama sambil membantu mereka memahami dan menghargai martabat seksualitasnya dengan benar. LGBT tidak boleh dipinggirkan tetapi diintegrasikan dalam masyarakat.

Untuk Gereja dan pelayan Gereja, demikian Rm. Dus, diharapkan bisa hadir sebagai gembala  bagi semua orang termasuk LGBT. "Bawalah LGBT untuk menerima dan menjumpai nilai pribadinya di dalam seksualitasnya sebagai ciptaan Tuhan untuk digunakan demi kelangsungan perkawinan suci. Pendekatan kerahiman adalah jalan mengantar mereka yang LGBT menjumpai dirinya, martabatnya secara benar, bukan sanksi yang membuka ruang yang 'luka' bagi mereka. Sapaan dan motivasi adalah pastoral yang dibutuhkan. Untuk LGBT agar dapat hidup dan membaur dengan masyarakat umumnya.  "LGBT harus berani berada bersama masyarakat umum dan jangan menjadikan diri sebagai warga yang lain dari masyarakat umumnya," kata Romo Dus. (vel)

Sumber: Pos Kupang 19 Februari 2016 hal 1

Natacya G Nahak Fokus Bekerja

Natacya G Nahak
MEMILIKI suara yang merdu, berkulit halus dan putih, dengan rambut  terurai panjang hingga pinggul, siapa yang menyangka dia adalah seorang wanita pria alias waria. Tak hanya punya tampilan fisik yang memukau, namun tingkah laku sopan dan cara berjalannya yang anggun itu juga menjadi daya tarik tersendiri bagi waria peranakan Belu-NTT-Indonesia dan Negara Timor Leste ini.

Dialah Natacya Gonsalves Nahak, anak pasangan Wilhelmus Nahak dan alm. Lena Gonzalves. Waria bertinggi badan 172 cm dan berat 60 kg ini terbilang sukses dalam usaha Natacya Salon  di Kelurahan Kolhua, Maulafa, Kota Kupang.

Keberhasilannya itu tidak diperoleh secara mudah. "Sengsara membawa nikmat, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian," kata pemilik nama asli Nata Lemus  Yoseph Pedro Gonzalves Nahak ini soal hidupnya dulu dan sekarang.
Memulai karier sebagai pekerja salon di Kupang, Natacya banyak menimba ilmu tentang make up dari seniornya di berbagai salon seperti Elda Salon, Ciniki Salon dan Pelapa Salon. Dari pengalaman yang menarik, menyedihkan, membahagiakan dan peristiwa suka duka dijalaninya dengan bersyukur dan berdoa.

"Gaji saya kecil, namun saya bersyukur karena pengalaman yag saya dapat banyak sekali sehingga sekarang saya bisa buka usaha salon sendiri. Setidaknya saya sudah bisa membiayai kehidupan saya dan membantu orangtua dan keluarga," kata Natacya.

Hal yang tidak dilupakan yakni ketika ketika Natacya harus bangun pukul 04.00 Wita untuk mengurus oma. Mulai dari memandikan, memasak bubur, meyuapkan makanan dan memastikan omanya tertidur lagi di tempat tidur sebelum dia berangkat  kerja pukul 05.30 Wita.

 "Saat bekerja, saya kunci oma di dalam kamar, karena oma sudah tidak bisa bangun lagi. Nanti jam 12 siang saya izin pulang untuk menyuapkan oma makan dan saya pergi kerja lagi. Begitu terus selama beberapa tahun hingga akhirnya oma meninggal dunia. Gaji saya sering dipotong karena saya selalu izin pulang rumah untuk urus oma," kenang Natacya.

Menurut Natacya, baktinya kepada oma tidak sebanding dengan pengorbanan omanya Paulina Lilo dan opanya Yoseph Nahak yang telah mengurusnya sejak berusia 40 hari. Sejak kecil hingga kelas 5 SD di Kupang, Natacya ke Timtim (tinggal bersama papanya hingga SMA. Kemudian Natacya pulang ke Kupang tinggal lagi bersama omanya lalu membuka salon hingga saat ini.

Menurut Natacya, kunci keberhasilan adalah disiplin, mulai dari bangun tidur, bekerja, berdoa, dan mengjerjakan pekerjaan lain. Kedisiplinannya itu dibentuk oleh opa dan omanya.

"Kalau saya pamit mau ke luar rumah, Oma membuang ludah di depan rumah dan berpesan, kamu harus pulang rumah sebelum air ludah kering. Jadi saya akan berusaha pulang ke rumah sebelum air ludah opa di depan pintu rumah kering. Makan harus di meja makan, ada waktu untuk belajar, bermain dan tidur," kata waria yang hobi berenang ini.

Natacya mengaku sejak kecil sudah senang merawat dirinya dengan produk kecantikan perempuan seperti handbody dan memakai bedak. Bahkan dia  suka jalan berlenggak lenggok ibarat model di depan omanya. "Saya bersyukur karena keluarga, ayah, juga opa dan oma tidak mendiskriminasi dan melakukan kekerasan terhadap saya saat mengetahui orientasi seksual saya sebagai waria," ujarnya.

Sejak SMA, waria kelahiran 25 Desember 1980 ini sering mengikuti perlombaan modeling untuk waria dan mendapat dukungan oma dan ayahnya. "Saya pernah meminjam kebaya oma saya untuk lomba kebaya waria. Saat itu oma marah-marah karena kebaya kesayangannya akan dipakai. Tapi saya bilang, saya nanti akan juara dan bawa pulang piala dan uang kasih oma. Ternyata malam itu saya juara satu dan oma senang sekali," kata waria yang mengaku belum punya pacar tetap ini.

"Kita para waria dan LGBT memang kaum minoritas namun kita punya hak yang sama dengan warga negara lain. Fokuslah bekerja dengan cara yang halal, sehingga kita bisa membiayai kehidupan kita dan juga membantu keluarga. Jangan peduli apa kata orang tentang kita," pesan alumni SMA2 Kupang ini. (vel)

Sumber: Pos Kupang 20 Februari 2016 hal 1

Mengenal Suka Duka Kehidupan LGBT

ilustrasi
Saya lebih mencintai laki-laki dan orientasi seks saya seperti itu sudah ada sejak duduk di bangku SMP.

SAMPAI kapanpun, Riby Cesia (26), wanita pria (waria) asal Kota Maumere, Kabupaten Sikka, tak akan bisa melupakan kisah tragis yang yang dialaminya. Riby Nyaris mati ditebas  parang oleh kakaknya karena melihatnya mengenakan busana perempuan.

"Hari itu saya ketahuan mengenakan pakaian wanita sehingga kakak saya marah. Saya dikejar dengan parang lalu rambut saya digunting. Keluarga memaksa saya kembali jadi laki-aki, tapi saya tidak bisa," tutur Riby, bungsu dari dua bersaudara di Kupang, Minggu (14/2/2016) malam.

Untunglah Riby melarikan diri dan bersembunyi di rumah tetangga. "Kalau malam itu saya tidak sembunyi, pasti saya sudah mati dipotong oleh kakak," ujar Riby, didampingi pasangan prianya, Dodi (21). Riby mengaku tak ambil pusing dengan ancaman keluarganya itu dan dia tetap memilih menjadi waria.  "Saya pasrah, mau dipukul, mau dibunuh, saya tetap jadi waria. Saya tidak bisa mencintai perempuan, saya lebih tertarik dengan laki laki. Syukurlah sekarang keluarga dan orangtua sudah menerima saya sebagai waria," kata pemilik Riby Salon, di Kelurahan Madawat, Maumere.

Riby  bersyukur karena sudah tiga tahun dia menjalani hidup dengan pria bernama, Dodi. Ia  mencintai Riby dan tidak melihat Riby itu sebagai waria.  "Saya sayang dan cinta Riby. Dia baik dan kami saling mendukung. Saya tidak peduli Riby itu waria atau bukan waria, karena saya mencintai seseorang bukan melihat jenis kelaminnya," tutur Dodi.

Kekerasan fisik juga dialami waria Olga Sabrina Endang Endong de Kolag, tahun 1990- an di Jakarta. Setiap malam, Olga mengekspresikan diri sebagai waria dan mejeng bersama teman warianya di Cipinang.  "Saat dini hari pulang mejeng dengan pakaian dan dandanan perempuan, kakak laki-laki sudah tunggu di depan rumah. Saya dipukul habis- habisan dengan tripleks sampai tripleks terbelah jadi empat. Beberapa wig, BH, sepatu heels high saya dibakar pakai minyak tanah," kenang Olga, Ketua Perkumpulan Waria Kabupaten Sikka (Perwakas), Senin (15/2/2016) malam. 

Olga tetap memilih menjadi waria dan keluar dari rumah, kost dan mencari pekerjaan untuk biayai hidupnya. Dari menjadi penjaga bunga di perusahaan Mitra Tani Mandiri Jakarta, bekerja di sejumlah salon dan akhirnya pulang ke Maumere tahun 2000-an untuk membuka Olga Salon hingga saat ini. Olga mengaku, menikmati hidupnya sebagai waria meski tidak memiliki pacar tetap. Seringkali keluarga memintanya untuk menikahi perempuan. "Kalau diminta menikah dengan perempuan, saya bilang bahwa saya sudah bahagia hidup seperti sekarang ini. Saya juga bahagia sudah bisa membahagiakan keluarga dan almarhumah Mama saya," kata Olga, yang memiliki adik bernama Vera Gaya Trie, yang juga seorang waria itu.

Olga mengatakan, waria adalah pilihan hidupnya dan ia akan terus menjalaninya hingga ajal menjemputnya. "Saya sudah bosan dan kebal mendengar caci maki, dipukul, diejek, saya tidak peduli lagi. Kita semua punya sisi baik dan buruk. Mau bilang berdosa, semua orang berdosa, sehingga jangan menuduh waria paling berdosa," kata Olga.

Lain lagi cerita Santi Dewi, yang merantau ke Merauke dan pulang ke Maumere tahun 1996. Dewi mengaku sejak kecil sudah merasa ada yang berbeda dalam dirinya karena dia lebih menyukai pria ketimbang perempuan. Saat umurnya 20-an tahun, Dewi diajari berdandan dan mengenakan busana perempuan oleh Nurul.

Ketika suatu saat Dewi pergi ke pesta mengenakan busana wanita dan berdandan, saudara laki-lakinya datang ke tempat pesta sambil membawa balok. "Di depan tenda pesta saya dipukul pakai balok oleh kakak saya. Semua lihat dan saya malu sekali. Saya lari dari rumah, saya kost dan bekerja sebagai tukang cuci pakaian dengan gaji hanya Rp 35.000 per bulan per pelanggan. Saya cuci pakaian di banyak orang agar bisa mendapat ratusan ribu meski capainya  bukan main," tutur Dewi.

Lalu Dewi yang pendidikannya tidak memadai itu bekerja di Sinta Pub membantu Aci Moi di dapur. "Saya belajar memasak dan jadi tukang masak lalu bekerja di beberapa rumah makan. Tapi sekarang tidak kerja lagi," kata Dewi.

Dewi menunggu panggilan memasak dari rumah yang akan mengadakan acara. Namun biayanya tidak besar. "Kalau saya ada peralatan masak yang memadai pasti uang yang saya dapat lebih banyak," kata Dewi, bungsu dari enam bersaudara ini. Ia sudah menjalani kehidupan bersama seorang pria sejak tujuh tahun lalu.

Ridho, seorang gay, mengaku selama bertahun-tahun berupaya menyembunyikan identitasnya pada keluarganya. Namun karena banyak omongan di luar sehingga keluarga besarnya berkumpul dan memanggilnya untuk mengklarifikasikan informasi tersebut.
Saat itu, tutur Ridho, ia mengaku seorang gay dan dia siap menanggung risiko. "Saya bilang jika keluarga mau usir, mau hapus nama marga pada nama saya, saya akan terima. Saat itu mama bilang, apapun keadaan Lu (kamu). Lu tetap beta (saya) pung (punya) anak. Keluarga tidak terima lu, beta akan terima karena beta adalah mama kandungmu," kata Ketua Komunitas Independen Man of Flobamora (Imof) Kupang ini.

Pengakuan Ridho dihargai orangtua dan keluarganya dengan catatan Ridho tidak boleh membuat masalah lain yang bisa menyulitkan dirinya dan keluarga. Ridho mengatakan, untuk menyakinkan orientasi seksualnya itu, ia pernah berpacaran dengan beberapa orang perempuan, namun dia tidak memiliki rasa sayang dan cinta terhadap perempuan.  "Saya lebih mencintai laki-laki dan orientasi seks saya seperti itu sudah ada sejak saya duduk di bangku SMP. Akhirnya saya yakin bahwa saya adalah gay," kata Ridho yang sudah lima tahun membina hubungan dengan seorang pria di luar NTT.

Ridho berharap agar masyarakat bisa menerima keberadaan LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender) dan tidak melakukan diskrimiasi serta tindak kekerasan terhadap LGBT karena LGBT juga manusia yang juga punya hak dan kewajiban yang sama dengan manusia lain.

Tidak Nyaman dengan Laki-laki
Tidak sedikit kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) yang coba membuka diri untuk mencintai lawan jenisnya, namun tak berhasil. Sejumlah lesbian (perempuan yang tertarik secara emosional dan seksual dengan perempuan) dan Gay (laki-laki yang tertarik secara emosional dan seksual dengan laki-laki) mengaku pernah mencoba namun tak berhasil.

Charly (29), lesbian yang berprofesi sebagai dosen di salah satu Perguruan Tinggi di Kupang, NTT, misalnya. Charly mengaku pertama kali punya rasa suka dengan sesama jenis saat  kelas 3 SD. "Saya selalu cemburu jika ada teman perempuan saya yang didekati oleh teman laki - laki. Saat itu saya tidak tahu kenapa saya punya perasaan seperti itu," tutur Charly yang sudah lima tahun berhubungan dengan perempuan.

Beranjak remaja, Charly merasa kekuatan perasaannya terhadap sesama jenis. Dia mulai mencari tahu mengaa memiliki perasaan seperti itu. "Dari buku-buku saya akhirnya tahu kalau perasaan saya itu mengindikasikan bahwa saya adalah lesbian, penyuka sesama jenis. Saya bingung dan juga merasa tidak tahu harus bagaimana," ujar Charly.

Dia  mulai mengekspresikan rasanya itu dengan sejumlah teman perempuannya saat di bangku SMP dan SMA. Charly mulai berani mengungkapkan rasa sukanya dan berpacaran dengan perempuan. Namun, selama menjalani hubungan sesama jenis, Charly masih berusaha menyakinkan pilihan orientasi seksualnya dengan cara membuka diri dan berpacaran dengan laki-laki. Bahkan, secara bersamaan Charly pernah berpacaran dengan laki-laki dan perempuan, namun tidak berjalan baik.

"Sekitar tiga kali saya pacaran dengan laki-laki. Tapi saya tidak bisa menipu rasa cinta di hati. Saya tidak nyaman dengan laki-laki, sehingga saya minta putus dan berpacaran dengan perempuan hingga saat ini," tutur Charly.

Hingga kini Charly masih menyembunyikan orientasi seksualnya kepada keluarga dan masyarakat karena belum yakin keberadaannya diterima. Charly berpesan agar teman-teman lesbian khususnya dan LGBT umumnya, bisa lebih cerdas saat menjalani kehidupan sebagai LGBT apalagi memilih kekasih.  "Jangan mudah tergoda dengan seseorang yang mengaku sayang atau cinta. Karena tidak sedikit  orang yang hanya memanfaatkan kaum LGBT untuk kepentingan sesaat dan menarik keuntungan dari hubungan itu," katanya.

Charly mengaku kini merasa jauh lebih nyaman karena sudah tahu dan yakin  dirinya lesbian. "Orangtua saya belum mengetahui kondisi saya. Suatu saat nanti saya akan memberitahu mereka," kata Charly. Ia berharap agar ke depan pemerintah bisa  menerima dan mengakui keberadaan LGBT. Charly juga berharap ada lembaga yang siap membantu kaum LGBT jika mengalami kekerasan fisik dan psikis.

"Teman lesbian saya banyak mengalami kekerasan karena dipaksa menikah dengan laki- laki. Selama hidupnya, mereka merasa diperkosa oleh suaminya karena mereka tidak mencintai laki-laki. Di manakah kaum lesbian dan LGBT bisa mendapat perlindungan agar tidak mengalami diskriminasi dan kekerasan," kata Charly.

Cerita lain disampaikan Zamantha Karen, wanita pria (waria) kelahiran 16 November 1985. Karen mengaku sudah menyukai permainan dan melakoni peran-peran anak perempuan sejak kecil.  "Sejak kecil saya lebih suka bermain boneka ketimbang mobil-mobilan. Saat  melewati masa purbertas, saya lebih deg-degan jika melihat anak cowok ketimbang melihat anak perempuan yang cantik. Dan akhirnya saya tahu bawa saya tidak punya ketertarikan terhadap perempuan, tapi  dengan laki-laki," tutur Karen.

Karen mulai make up dan mengenakan busana perempuan sejak duduk di SMA tahun 2.000, meski masih sembunyi-sembunyi. Barulah tahun 2007, Karen berani tampil mengikuti ajang Top Model Waria dan menjadi pemenang.

"Saya mendapat juara 1 Top Model Waria dan wartawan mewawancarai saya. Foto saya panjang di media. Mama tahu dan beberapa hari kemudian saya dipanggil dan duduk di depan keluarga. Ada mama, papa dan saudara laki-laki saya," kenang Karen.

Malam itu, sambil menangis Karen jujur mengakui bahwa dia lebih suka menjadi perempuan ketimbang menjadi seorang pria. Hingga kini Karen enggan melakukan terapi hormon esterogen sebagaimana yang dilakukan waria lain.

Bagi Karen, untuk menjadi seorang perempuan tidak perlu memiliki anggota tubuh seperti perempuan. "Tak harus memiliki sepasang payudara atau operasi kelamin untuk menjadi seorang perempuan. Cukup perasaan dan tingkah laku seperti perempuan, bagi saya itu sudah cukup," ujarnya.


Terkait pernikahan sesama jenis, Karen mengatakan, para LGBT di Kupang atau Indonesia, tak perlu bermimpi untuk menikahi pasangannya. Karena pernikahan sesama jenis belum bisa diterima di Indonesia, meskipun ada yang diam-diam melakukannya.
"Saya tidak punya mimpi yang muluk. Saya hanya ingin bisa berguna bagi keluarga dan daerah ini. Dan saya punya harapan, agar hubungan saya dengan seorang pria yang sudah berjalan sekitar tiga tahun ini tetap langgeng meski kami tak bisa menikah," kata Karen.
(novemy leo)

Sumber: Pos Kupang 19 dan 20 Februari 2016 hal 1

Prestasi Atlet Atletik NTT di PON

Edu Nabunome (tengah)
PON V/1961/Bandung   
Wempy Foenay -  Medali Perak - Lempar Cakram
Wempy Foenay - Medali Perak  -  Tolak Peluru   

PON VIII/1973/Jakarta   
Mathilde Fanggidae Medali Emas - Tolak Peluru
Mace Sihaineni  Medali Perak - Tolak Peluru
Mathilde Fanggidae Medali Perunggu - Lempar Cakram

PON IX/1977/Jakarta   
Mace Sihainenia Medali Emas - Tolak Peluru
Mace Sihainenia Medali Perunggu - Lempar Cakram

PON X/1981/Jakarta   
Mace Sihainenia Medali Emas- Tolak Peluru
Yumina Tunliu    Medali Perak - 1500m
Welmintje Sonbay Medali Perak - 3000m

PON XI/1985/Jakarta
Dorkas Benuf - Medali Emas     - 10.000m
Eduardus Nabunome - Medali Emas - 5000m
Martha Kase Medali Perak - 3.000m
Mace Sihainenia  Medali Perak - Tolak Peluru
Welmintje Sonbay Medali Perunggu- 1500m

PON XII/1989/Jakarta   
Eduardus Nabunome Medali Emas - 10.000m
Eduardus Nabunome Medali Emas  5000m
Eduardus Nabunome Medali Perak - 1.500m
Osias Kamlasi  Medali Perak  - 10.000m
Maria Ati Medali Perunggu - 10000m
Mace Sihainenia Medali Perunggu- Tolak Peluru
Tersiana Riwu Rohi Medali Perunggu- Jalan Cepat

PON XIII/1993/Jakarta   
Eduardus Nabunome - Medali Emas -5000m
Eduardus Nabunome - Medali Emas Marathon
Eduardus Nabunome - Medali Emas 1500m
Eduardus Nabunome Medali Perak - 10000m

Tersiana Riwu Rohi - Medali Perak - Jalan Cepat
Fransina Mailabana Medali Perak - Marathon
Mace Sihainenia Medali Perak - Tolak Peluru


PON XIV/1996/Jakarta
Eduardus Nabunome Medali Emas - 5000m
Eduardus Nabunome Medali Emas - Marathon
Eduardus Nabunome Medali Perak - 10.000m
Fransina Malaibana Medali Perak   - Marathon
Anthon Fallo Medali Perunggu 10.000m
Anthon Fallo Medali Perunggu Marathon
Tersiana Riwu Rohi Medali Perak - Jalan Cepat
Oliva Sadi Medali Perak - 5000m
Ferry Subnafeo Medali perunggu - Marathon
Ferry Subnafeo - Medali perunggu - 10.000m
Oliva Sadi Medali perunggu - 1500m

PON XV/2000/Surabaya
Anthon Fallo Medali Perak  10.000.
Anthon Fallo Medali Perak - Marathon
Tersiana Riwu Rohi Medali Perak - Jalan Cepat
Oliva Sadi - Medali Perak - 5000m
Ferry Subnafeo Perunggu - Marathon
ferry Subnafeo Perunggu - 10.000m
Oliva Sadi - perunggu - 1500m

PON XVI/2004/Palembang
Oliva Sadi medali Emas -3000m
Oliva Sadi Medali emas- 1500m
Ferry Subnafeo Emas - Marathon

Oliva Sadi Medali Perak - 800m
Tersiana Riwu Rohi Medali Perak - Jalan Cepat
Nelci Tolai Perunggu - 1500m

PON XVII/2008/Kaltim
Adriana Waru Perak -- 3000 stch
Tersiana Riwu Rohi Perunggu Jalan Cepat 20km
Mery Paijo Perunggu - 10.000m


PON XVIII 2012/Riau
Oliva Sadi Perak  800m
Afriana Paijo Perak 1500
Merry Paijo Perak - Marathon
Adriana Waru Perunggu - 3000 stch

Sumber: Pos Kupang 20 Februari 2016 hal 1

Atlet Atletik Bidik Tiga Emas di PON 2016

KUPANG, PK - Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Nusa Tenggara Timur (NTT) menargetkan medali emas minimal sama seperti yang sudah diraih atlet cabang olahraga (cabor) NTT saat lolos PON XIX/2016 di Bandang, Jawa Barat.

"Target NTT tiga medali emas dari  atletik. Ini harus diperjuangkan, bukan cuma melalui latihan intensif yang keras namun juga melalui doa. Dan harapannya hasil yang diraih bisa ditingkatkan saat atlet atletik NTT tampil di PON XIX/2016. Oliva dan Afriana Paijo sudah teruji di level nasional. Apalagi ini olahraga terukur," kata Ketua Umum Pengprov PASI NTT, Ir. Esthon L Foenay, M.Si,  saat ditemui Pos Kupang di kediamannya di Jalan Anggrek, Kelurahan Naikolan, Kupang, Jumat (19/2/2016).

Untuk meraih target di PON 2016, tegas Esthon, atlet atletik NTT harus latihan intensif. Atlet atletik lolos ke PON 2016 melalui sejumlah even kualifikasi. Ini menjadi acuan yang dipakai.  Ia menjelaskan, hasil atletik Pra PON 2015, Oliva Sadi   meraih medali emas nomor 5.000 meter, 10.000 meter dan marathon. Ance Paijo meraih emas nomor 1.500 meter dan Eldat Kafolamau meraih perunggu marathon.

"Hal ini menjadi pendorong bagi atlet atletik  NTT untuk meraih hasil lebih baik lagi di PON XIX/2016 sesuai harapan Gubernur NTT, Pak Frans Lebu Raya, yang juga Ketua Umum KONI NTT serta menjadi harapan masyarakat NTT ," kata Esthon.

Menurut dia, cabor atletik sangat terukur dan even kejurnas atletik serta Pra PON mirip ajang PON karena atlet dari seluruh daerah di Indonesia  ikut. "Sama-sama sudah tahu kemampuan lawan karena catatan waktu  dipegang masing-masing pelatih. Tinggal taktik dan strategi saat turun di lintasan untuk bertarung menjadi yang tercepat dan yang terbaik," ujarnya.

Pelari NTT, kata Esthon, sangat disegani pelari provinsi lainnya karena tampil sederhana, tapi tangguh saat di lintasan sirkuit. Ini juga menjadi daya dorong. Esthon mengaku PASI NTT sedang mengajukan surat usulan kepada PB PASI untuk mengakamodir  atlet atletik NTT Delvita Bakun untuk  tampil di PON XIX/2016.

"Tiga pelatih atletik NTT, Pak Julius Lona Koni, Edmundus Parera, dan Adnan Abdulah sudah membuat program pelatihan musim pelatda desentralisasi hingga TC sentralisasi. Nanti akan ada try out  bagi atlet untuk mengukur kemampuannya," kata Esthon.
Mantan Wagub NTT ini memuji kepemimpinan Drs. Frans Lebu Raya, selaku Ketua Umum KONI NTT yang dengan kebijakannya bersama Ketua Harian KONI NTT, Ir. Andre W Koreh, sudah menyiapkan bonus  memadai sebagai motivasi dan pelecut bagi atlet untuk tampil membela NTT di PON XIX/2016.

"Ada bonus rumah dan uang yang nilainya sangat signifikan. Juga kepiawaian Pak Frans Lebu Raya dan Pak Andre Koreh yang mampu menghimpun dana dari pihak ketiga pada HUT KONI serta Harbak PU di luar bantuan dana APBD  NTT yang nilainya miliaran rupiah sehingga bisa terus menopang keberlajutan kegiatan pada awal musim pelatda," ujar Esthon. Ia berharap atlet atletik NTT  terus berlatih intensif. "Atlet NTT selalu tampil bisa walaupun dalam keterbatasan untuk mengharumkan nama masyarakat NTT," demikian Esthon. (fen)

Sumber: Pos Kupang 20 Februari 2016 hal 1

Oliva Sadi Latihan Pagi dan Sore

Oliva Sadi
TETESAN keringat membasahi tubuhnya yang langsing.  Baju kaos olahraga dan celana  yang dipakainya basah.  "Sekarang ini udara Kota Kupang sangat panas sehingga  menyedot energi saat latihan. Sudah jam empat sore, tapi udara masih cukup panas," kata Oliva Sadi kepada Pos Kupang ketiak istirahat latihan  berlari belasan kali mengitari lintasan sirkuit atletik Stadion Oepoi Kupang, Jumat (19/2/2016) sore.

Oliva Sadi yang didampingi tiga orang pelatih, Drs. Julius Lona Koni, Edmundus Parera  dan Adnan Abullah tetap tersenyum.

Sambil berjalan mengitari lintasan Sirkuit Atletik di Stadion Oepoi-Kupang untuk menurunkan suhu tubuh setelah berlari satu jam mengitari lintasan stadion tersebut, Oliva mengaku sedang latihan intensif mengikuti program pemusatan latihan daerah (pelatda) desentralisasi sejak Januari hingga Maret 2016. 

Program itu berupa persiapan umum untuk tiga bulan pertama menuju Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 di Bandung,  Jawa Barat. Oliva tidak gentar menghadapi persaingan ketat di PON nanti.  "Semua atlet tentu berdoa kepada yang Di Atas. Namun sekarang tinggal siapa yang banyak berdoa dan direstui Tuhan menjadi yang terbaik. Ini harus latihan intensif. Harus Ora Et Labora," kata gadis berlesung pipit itu.

Gadis kelahiran  Kabupaten Manggarai Timur, tanggal 1 Juni 1982 yang diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS)  tahun 2011 mengatakan, saat ini ia fokus latihan di nomor lari jarak jauh (marathon) dan 10.000 meter.

Olivia pernah  meraih medali emas  nomor 5.000 meter pada  SEA Games di Vietnam tahun 2005. "Saat ini kami satu minggu 11 kali latihan pagi dan sore hari di Stadion Oepoi Kupang. Kadang latihan berlari melintasi jalan raya. Kecuali pada hari Minggu istirahat," tutur Oliva, yang saat ini bekerja di Dinas Pemuda dan Olahraga NTT.

Saat ditanya tentang target meraih medali di PON XIX/2016 Jawa Barat, peraih medali perak PON XVIII di Riau tahun 2012  mengatakan, butuh perjuangan dan mohon dukungan doa masyarakat NTT untuk bisa masuk tiga besar. "Semua tentu punya target medali. Doakan agar Oliva bisa mempersembahkan medali atau masuk tiga besar di PON XIX/2016," pungkas Oliva. (ferry ndoen).

Sumber: Pos Kupang 20 Februari 2016 hal 1

Rekor Edu Nabunome Belum Terpecahkan

Edu Nabunome (tengah)
PROVINSI Nusa Tenggara Timur (NTT) identik dengan gudang atlet atletik nasional.  Sejak tahun 1960-an putra-putri Flobamora mengharumkan nama Indonesia melalui cabang olahraga tertua itu.

Ketika diwawancarai Pos Kupang, Jumat (19/2/2016), mantan pelatih atletik NTT, Drs. Fredik Tunliu menceritakan kembali kilas balik kiprah atlet atletik di daerah ini. Pria  yang akrab disapa Eddy Tunliu ini menyebut  Rony Mello sebagai orang NTT pertama yang mengikuti pendidikan formal atletik tingkat internasional di Jerman   melalui program pendidikan dan latihan (diklat).

Eddy menjelaskan, menghadapi PON VI, Komando Gerakan Olahraga (Kogor) NTT memanggil sejumlah atlet dari daratan Timor, Alor, Flores dan Sumba.  Para atlet yang terpilih saat itu mengikuti program TC di Kupang, yakni Piter Lobo (Timor) mengikuti nomor lari 100 meter dan lempar lembing. Jan Imang (Alor) ikut 10.000 meter dan lari marathon. Zet Lalametan (Timor) ikuti nomor lompat tinggi. Amos Kamesah (Timor)  mengikuti nomor 10.000 meter, lari marathon dan Marthen Gela (Sumba) mengikuti nomor lompat tinggi galah. Sedangkan atlet putri, Martha Pati (Timor) mengikuti nomor 100 meter dan  200 meter. Asnat Riwu Pasa (Sumba)  mengikuti nomor 100 meter, lompat jauh dan Johana Mety (Sumba)  lempar cakram.

Atlet putra dan putri NTT  yang dipersiapkan ke PON VI dilatih Rony Mello, Rudy Leiwakabesi dan  Eddy Tunliu. Pemusatan latihan selama satu bulan.  Ternyata PON VI dibatalkan karena peristiwa Gerakan 30 September (G 30 S PKI)  tahun 1965 di Jakarta.
Para atlet atletik NTT yang sudah dipersiapkan mengikuti PON VI  dibubarkan dan dikembalikan ke daerah masing-masing.

Pemerintah dan KONI Pusat menetapkan PON VII  di Surabaya,  Jawa Timur,  tanggal 26 Agustus -6 September 1969. KONI kembali merekrut atlet-atlet yang telah dipersiapkan empat tahun sebelumnya. Hasil yang diraih atlet atletik NTT di PON VII tidak mengecewakan. Amos Koamesah meraih medali perunggu  nomor lari marathon dan Johana Meti meraih perunggu nomor lempar cakram.

"Atlet atletik NTT menoreh prestasi gemilang saat mengikuti Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Atletik di Jakarta Desember 1972. Saat itu NTT mengirim atlet putra Kusa Detaq di nomor  1.500 meter, serta atlet putri Mathilda Fanggidae (almh) nomor tolak peluru serta Viana Djahimo juga nomor tolak peluru dengan pelatih Rony Mello dan Dra. Martini Wora.  Di Kejurnas Atletik 1972, atlet NTT Mathilda Fanggidae meraih juara I  (medali emas)," kenang Eddy.

Ia mengatakan, dalam sejarah atletik NTT bahwa  banyak nomor yang diikutsertakan pada kegiatan tingkat nasional, baru pada Kejurnas Atletik 1972 itu NTT mencetak  sejarah  baru meraih medali emas pertama. "Dan pada saat itu KONI NTT mencanangkan motto "NTT Emas". Karena itu, motto NTT Emas embrionya telah diletakkan dari cabang atletik yang adalah ibu dari semua cabang olahraga," kata  Eddy.

Pada tahun 1973, NTT  mengutus sejumlah atlet mengikuti PON VIII.  "PON VIII di Jakarta adalah PON prestasi pertama dan tidak seperti PON-PON terdahulu yang lebih pada PON prestise. Provinsi NTT di PON VIII mengirim atlet putra  Kusa Detaq mengikuti nomor  lari 1.500 meter dan  Otnial Takaeb 10.000 meter. Atlet putri Mathilda Fanggidae dan Mace Siahainenia nomor tolak peluru, Wempy Foenay (lempar cakram), Yuli Hangge  (1.500 meter),  dan Yance Radja (1.500 meter). Pelatih Rony Mello dan W.A.L. Radja.  Di PON VIII,  atlet  Otnial Takaeb meraih medali perunggu (juara III) dan Mathilda Fanggidae meraih medali emas (juara I). 

Sekretaris Pengprov PASI NTT, Eduard Setty mengatakan saat Mell Yacob, S.H  menjabat Ketua DPRD Kabupaten Kupang sekaligus Ketua Pengcab PASI Kabupaten Kupang, dia mencanangkan program Atletik Masuk Desa tahun 1980 -1985. Program  Atletik Masuk Desa melahirkan atlet legendaris Eduardus Nabunome. Saat Pengda PASI NTT dijabat Piet A Tallo, digelar rutin Sirkuit Atletik NTT tahun 1995 -2009. Hasilnya,  lahir atlet nasional Oliva Sadi Olivia yang hingga kini masih menjadi andalan NTT.

"Masih menjadi kebanggaan NTT karena catatan rekor nasional yang diraih atlet NTT Eduardus Nabunome pada nomor lari 10.000 meter junior tahun 1986 di Jakarta, Bali 10 K tahun 1989 (29:25.0), dan lomba lari marathon tahun 1993 di Jakarta (2:19.18), belum terpecahkan sampai saat ini. Selain itu,  rekor atlet Oliva Sadi  nomor 1.500 meter  junior tahun 2001 di Kuala Lumpur, Tersiana Riwu Rohi nomor 10.000 meter  jalan cepat diraih tahun 1999 di Jakarta (47:26.84) dan 20.000 meter jalan cepat diraih Tersiana tahun 2003 di Jakarta (1.40.25)," kata Eduard Setty.  (ferry ndoen)


Sumber: Pos Kupang 20 Februari 2016 hal 1

Tata Ruang Kota Kupang

ilustrasi
Puteri Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2013,  Dyathra Silvana Baten mengungkapkan pengalamannya tentang akses menuju kawasan pantai di Kota Kupang. Menurut dia, pembangunan hotel dan restoran di pesisir pantai Pasir Panjang dan Kelapa Lima misalnya, sangat berpengaruh terhadap akses masuk ke pantai di wilayah itu.

"Sekarang kalau mau  ke pantai di wilayah Pasir Panjang dan Kelapa Lima, kita harus inap di  hotel atau makan di restoran dulu baru bisa main-main di pantai," ujar Dyathra kepada Pos Kupang, Senin (8/2/2016) lalu.  Gadis yang pernah menjalani peran sebagai Duta Wisata NTT 2012 dan Puteri Indonesia Kepulauan Bali Nusra 2014 ini  menyatakan, pemerintah memang sudah menyediakan akses jalan ke pantai di belakang hotel. Namun, untuk menikmati area itu lebih leluasa hanya pada pagi hari. Artinya, waktu bagi masyarakat umum terbatas.

Demikian salah satu dampak langsung dari penerapan tata ruang di ibukota provinsi ini. Kiranya bukan Dyathra saja yang mengalami pengalaman serupa. Tumbuhnya hotel dan restoran di pesisir pantai Kelapa Lima dan Pasir Panjang  dalam sepuluh tahun terakhir mengurangi akses bagi masyarakat umum menikmati kawasan pantai.
Poin yang mau kita garisbawahi di sini bukan soal salah atau benar membangun hotel dan restoran di pesisir pantai. Keberadaan hotel dan restoran tentu memberikan multi efek yang positif secara ekonomi. 

Namun, tak kalah penting bagi kita  adalah  pembangunan fisik mestinya tetap memberi ruang publik bagi masyarakat umum. Pantai yang indah harus bisa dinikmati seluruh warga Kota Kupang bukan cuma bagi segelintir orang. Selain itu, wajah kota ini akan jauh lebih menawan bila pantai menjadi halaman depan atau teras rumah bukan sebaliknya. Yang terjadi di Kupang umumnya bangunan membelakangi pantai sekaligus menutup akses ke sana.

Mengapa bisa terjadi demikian? Boleh jadi benar seperti dikatakan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Kupang dan Tata Ruang Kota, Ir. Lay Djaranjoera. Menurut dia,  perencanaan tata ruang baik  Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Bangunan Lingkungan (RTBL) Kota Kupang sudah ada, tetapi hanya disimpan di dalam laci.

Menurutnya,  ruang itu berkaitan dengan perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan. "Tiga aspek itu harus berjalan bersamaan. Tidak bisa membuat perencanaan lalu pemanfaatannya beda dan pengawasan tidak jalan.  Dan, ini menjadi persoalan di Kota Kupang saat ini," kata Lay. Dia menilai pembangunan hotel dan restoran  tidak terkendali. Pemerintah sepertinya memberikan izin kepada pengusaha yang hendak membangun di area mana saja.

Kita sudah bisa membayangkan bagaimana ujungnya bila rencana tata ruang hanya tersimpan di laci meja para birokrat. Rencana yang telah disusun sedemikian rupa akan sia-sia. Pembangunan fisik Kota Kupang  akan berjalan tanpa kendali dan yang rugi lagi-lagi masyarakat umum. Pemimpin kota ini hendaknya segera buka mata dan bertindak cepat. Jangan diam dan masa bodoh.*

Sumber: Pos Kupang 13 Februari 2016 hal 1

Jadi Pasien Sejak Bayi hingga Memiliki Anak

ilustrasi
Pasien rela antre berjam-jam bahkan sampai malam menunggu jadwal pemeriksaan. Mengapa para pasien tersebut tidak beralih ke dokter lain?

WAKTU masih menunjukkan pukul 06.00 Wita, namun sejumlah orang sudah duduk di kursi yang tersedia di depan tempat praktek dokter  Yudith Marietha Kota, di Jalan Piet A Tallo, Penfui, Kupang, Kamis (21/1/2016).

Tua Muda, besar kecil, laki-laki, perempuan, duduk tenang menunggu giliran namanya dipanggil seorang suster. Setelah dipanggil, si pasien masuk ke dalam ruang praktek dokter.

Sekitar 15 menit kemudian, si pasien keluar sambil memegang kertas resep dari dokter dan langsung memberikan kepada karyawan di Apotek Tiara yang letaknya di depan ruang praktek dokter. Si pasien lalu menunggu hingga namanya dipanggil untuk mengambil  dan membayar obatnya.

Begitulah umumnya proses yang dilalui pasien saat berobat ke dokter praktek yang ada di Kota Kupang dan sekitarnya. Bahkan meski sudah hampir larut malam pun, para pasien masih rela menunggu giliran diperiksa dokter kesayangannya. Loyalitas pasien terhadap dokter favoritnya itu sudah berlangsung lama. Bahkan  begitu dekatnya,  dokter langganan itu mereka sebut sebagai dokter keluarga lantaran karena si dokter memeriksa dan menangani orangtua termasuk anak si pasien jika sakit.

Yuliana Rahmawati misalnya mengaku sejak berumur 8 tahun sudah berobat dan menjadi pasien dokter Rita. Bukan hanya itu, ibunya pun adalah pasien dokter Rita sejak tahun 1990-an. Bahkan setelah dewasa dan menikah,Yuliana juga membawa dua anaknya, Raka (7) dan Nabila (4) berobat ke dr. Rita jika mereka sakit.

"Saya ingat waktu kecil, kalau saya sakit, ibu membawa saya berobat ke dokter Rita. Dan sekarang anak-anak saya pun kalau sakit saya bawa ke dokter Rita. Makanya dari kecil, sampai saya punya anak, kalau sakit saya selalu berobat ke dokter Rita. Cocok sih," kata Yuliana, Senin (25/1/2016) pagi.

Yuliana mengaku senang saat berobat ke dokter Rita karena ada komunikasi baik antara dokter dengan pasiennya.  Dokternya berdialog, ada komunikasi dua arah, sebelum pemeriksaan. Jadi saya rasa nyaman. Obat yang  diberikan pun selalu cocok dan saya bisa cepat sembuh," kata Yuliana yang mengaku punya dokter favorit lain yakni dr. Karoline.

Pasien lainnya seperti Yuliana, Desiree, Irna, Dance dan Donatus memiliki dokter favorit masing-masing karena alasan nyaman dan obat yang diberikan manjur.

Lain lagi cerita Elisabeth, warga Kelurahan Kelapa Lima, yang mengaku sudah menjadi  members' dokter Yudith sejak 20 tahun lalu.  Elisabeth mengaku cocok dengan dokter Yudit karena keramahannya.  Saya lebih cocok kalau sakit dan diperiksa dokter Yudith.  Orangnya baik dan ramah, obat yang diberikan juga manjur.  Makanya sudah 20-an tahun ini kalau sakit, pasti saya ke dokter Yudith," kata Elisabeth, Kamis (28/1/2016).

Menurut Elisabeth, hal positif lain yang menarik dari dokter Yudith yakni adanya komunikasi baik. Jika bisa ditangani, demikian Elisabeth, dokter Yudith langsung menangani dan mengobatinya. Namun jika ada indikasi lain, dokter Yudith akan merujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut ke dokter ahli.  Setiap rekomendasi ke dokter ahli yang diberikan oleh dokter  Yudith itu juga sangat baik," kata Elisabeth.  

Elisabeth mengaku seringkali merekomendasikan dokter Yudith kepada keluarga dan teman-temannya yang sakit.  "Banyak keluarga saya, tante, om, keponakan dan teman saya yang akhirnya menjadi pasien tetap dokter Yudith atas rekomendasi saya. Dan mereka bilang cocok," kata Elisabeth.

Ibu lainnya, Irna mengaku selalu memeriksakan anaknya, Elvira Bongga Palan ke dokter Hendrik Tokan. Jika masih bayi Elvira pasti dibawanya ke dokter Hendrik jika sakit dan pasti sembuh. Hal senada disampaikan Donatus Kelen dan istrinya, Maria yang ditemui di RSU Kupang, Selasa (26/1/2016) pagi.  "Sudah tiga hari Alvaro opname di rumah sakit dan ditangani dokter Hendrik. Kami senang karena dokter Hendrik sangat ramah," kata Maria. (novemy leo)

Sumber: Pos Kupang 2 Februari 2016 hal 1

Bukan karena Lebih Pintar

ilustrasi
DOKTER Rita mengatakan, legal artis, standar, ilmu atau seni merawat dan menangani pasien memang penting dan wajib dilakukan dokter saat memeriksa pasien. Namun mengobrol atau diskusi dengan pasien  tak kalah penting.

Dengan mengobrol atau berkomunikasi maka dokter bisa mengetahui penyakit apa yang kemungkinan diderita pasien. Dengan demikian penanganan, tindakan dan pemberian obat kepada pasien juga tepat sehingga pasien bisa cepat sembuh.

Bahkan seringkali setelah ngobrol dan menyampaikan keluhannya, pasien itu merasa sudah 'sembuh'.  "Menurut saya ya, mengobrol dengan pasien itu penting dan harus dilakukan dokter. Obat hanya perantara. Biasanya saya banyak menanyakan untuk mencari tahu penyebab sakitnya pasien itu, apakah karena elergi atau infeksi," kata dr. Rita, Kamis (28/1/2016) malam.

Karena itu, demikian dokter Rita, saat memeriksa pasien, dia lebih banyak mencari tahu apa penyebab dari penyakit pasiennya. Apakah penyebabnya karena elergi atau karena infeksi. Kalau penyebabnya karena infeksi, maka infeksinya harus disembuhkan. Kalau penyebabnya karena alergi maka harus dicari tahu alerginya karena apa sehingga bisa dihindari pasien.

"Kalau alergi terhadap sesuatu maka hal itu harus dihindari pasien sehingga pasien tidak mengalami sakit yang sama terus menerus. Nah untuk bisa tahu itu, tidak bisa tidak, dokter harus mengobrol dengan pasiennya. Biasanya saat amnanesa, 50 persen penyebab dan sakitnya pasien sudah bisa diketahui dokter " kata dr. Rita.

Hal sama dikatakan dokter Hendrik, bahwa dengan bicara, dokter bisa mengetahui penyebab sakit itu sehingga bisa memberikan tindakan yang tepat. Bahkan dokter Hendrik mengatakan, sebagai dokter anak, dirinya harus lebih dekat secara psikologis dengan anak-anak itu.

"Kalau saya langsung periksa, kadang anak-anak langsung nangis makanya saya biasanya bermain, cerita dulu dengan mereka, baru periksa," kata dr. Hendrik, Selasa  (26/1/2016) siang.

Dokter Yudit Marietha Kota bisa melayani 30 lebih pasien per hari. Bahkan pernah sampai 60-an pasien dan pelayanan itu dilakukan dari pukul 17.00 Wita hingga pukul 24.00 Wita. Agar bisa terus berkonsentrasi memeriksa dan menangani pasien, Direktris Rumah Sakit (RS) Kartini Kupang ini punya tips.

"Kalau mulai capek, saya istirahat 5-10 menit, ke kamar mandi, mencuci muka, minum air, istirahat sejenak baru periksa lagi. Saya tidak tega, mereka sudah datang jauh-jauh dari Tarus, Bolok, lalu tidak diperiksa. Dulu pernah sampai 60-an pasien karena pasien Askes juga, sehingga praktik dari jam 5 sore sampai jam 12 malam. Sekarang sudah berkurang 30-an pasien, karena tidak terima pasien askes atau BPJS lagi. Umur saya juga tidak bisa memeriksa lebih dari 40 pasien," aku dr. Yudith.

Banyaknya pasien yang mengunjungi tempat praktik dokter Yudith ini lantaran 'promo' dari mulut ke mulut yang mengatakan bahwa dokter Yudit itu dokter bertangan dingin. Meski over pasien, dokter Yudith mengaku, selalu menjalani legal artis, tahapan pemeriksaan sesuai standar.

"Saya tidak bisa cepat-cepat periksa pasien, karena saya harus tahu benar dia sakit apa. Ada yang bisa diperiksa cepat tapi ada yang harus diskusi panjang dulu. Meski hanya kakinya yang luka, saya tetap harus melakukan legal artis untuk mengetahui penyakit lain yang mungkin ada. Naik tempat tidur dan periksa," kata dr. Yudith.

Dokter Yudith juga mengaku stress jika mendapat pasien yang sudah berkeliling periksa ke sejumlah dokter spesialis, baru kemudian 'pasrah' dan menuju ke tempat praktiknya. "Saya stress, kan saya dokter umum. Kalau sudah begitu saya bilang ke pasien, kalau kamu sembuh, itu bukan karena saya lebih pintar. Tapi karena kehendak Tuhan dan saya minta dia berdoa," kata dr. Yudith. Menurut dr. Yudith, biasanya pasien membludak pada bulan Januari, Februari dan Maret karena peralihan musim dan penyakitnya seperti DBD dan diare. (vel)

NEWS ANALYSIS
dr. Husein Pancratius
Mantan Dirut RSU Kupang

Satu Pasien 30 Menit


SEORANG dokter punya prosedur standar untuk memeriksa pasien. Prosedur itu sudah dokter dapatkan saat menempuh pendidikan, khususnya pada pelajaran phisikal diagnotis. Prosedur itu meliputi enam langkah yaitu amnanesa, palpasi, perkusi, auskultasi, diagnosa banding, diagnosa pendukung.

Keenam langkah standar itu harusnya dilakukan seorang dokter saat memeriksa pasien agar dapat mendiagnosa penyakit secara tepat dan melakukan tindakan pemberian obat dan tindak lanjutan. Normalnya tahapan pemeriksaan semacam itu dilakukan selama 30 menit per pasien untuk bisa mendapatkan hasil terbaik. Namun jika dokternya sudah pengalaman, mungkin langkah itu bisa dilakukan kurang dari 30 menit.

Namun setiap langkah itu harus dilalui, kecepatan dan kemahiran bisa disesuaikan kemampuan dokter. Saking pintar dan terampilnya sang dokter maka langkah itu bisa dilakukan dengan cepat. Karena ada dokter yang hanya mendengarkan detak jantung saja misalnya, dokter sudah bisa tahu pasiennya sakit apa, katubnya bocor atau bagaimana. Itu karena kemahiran dokter.

Tapi tetap tidak bisa melewatkan satu dari enam tahap itu meski dokternya sudah mahir. Jika ada satu tahapan yang dilewati itu tidak bisa dibenarkan. Nah dengan seperti itu maka bisa dihitung waktu yang dibutuhkan dokter untuk memeriksa sekian pasien secara teliti. Idealnya, dokter memeriksa sekitar 10-20-an pasien, jika dikalikan 30 menit maka dibutuhkan waktu 5-10 jam. Atau kalau dokternya mahir, mungkin 1 pasien hanya diperiksa 15 menit, maka jika ada 20 pasien maka dibutuhkan waktu sekitar 3,5 jam. Kalau buka prakteknya jam 18.00 Wita maka pemeriksaan 20 pasien dilakukan selama 3,5 jam hingga pukul 21.30 Wita.

Kalau pasiennya lebih dari 20 orang maka dihitung saja berapa lama dokter itu buka praktek atau kalau pasiennya lebih dari 20 orang lalu hanya buka praktek 3 jam, maka satu pasien hanya dilayani berapa menit. Apakah tahapan pemeriksaan dilewati atau tidak. Kalau satu pasien hanya diperiksa 3 atau  5 menit, pertanyaannya, apakah seluruh tahapan pemeriksaan itu sudah dilalui. Dalam 3 -5 menit, kapan pasien mengeluh, kapan tanya jawab, kapan buka baju, diperiksa, kapan diagnosa, kasih obat apa, apakah bisa.

Bagi saya jika prosedur pemeriksaan dimaksud tidak dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya maka  hal itu sudah bisa dikatakan malpraktek. Kenapa malpraktek karena bekerja tidak sesuai standar.  Ada dokter yang beranggapan tanpa pemeriksaan teliti, jika sudah bisa diperkirakan sakitnya, maka berikan saja obat sehingga tidak perlu harus mencari tahu sakitnya itu dimana. Misalnya, panas karena infeksi, kasih saja obat antibiotik.

Anggapan itu keliru. Kalau ujian dengan profesor, maka profesor akan meminta seorang dokter untuk mampu mencari dan menunjukkan dimana letak sakitnya barulah memberikan obat. Kalau tidak bisa menunjukkan tempat sakitnya, maka dokter itu tidak akan lulus ujian. Namun dalam pemeriksaan sebelum ada pemeriksaan lanjutan lab atau rontgen, dokter juga sudah bisa memberikan obat kepada pasiennya. Contoh, pasiennya deman, lalu dokter mendiagnosa awal pasiennya terkena typus atau malaria sehingga memberikan obat typus dan malaria.

Kemudian diikuti pemeriksaan lab dan hasilnya ternyata pasien menderita malaria. Maka dalam kunjungan berikutnya, dokter itu harus jujur mengatakan kepada pasiennya, jangan marah ya, obat yang satu kemarin itu distop saja, yang satu yang dilanjutkan karena hasil testnya malaria. Jika terjadi demikian, tidak mengapa, asalkan cepat. Karena jika menunggu hasil lab 2-3 hari, tanpa ada tindakan dokter, mungkin bisa saja pasiennya keburu mati sebelum ditangani. Diperlukan diagnosa banding atau diagnosa penunjang seperti laboratorium atau radiologi. Bahkan perlu konsultasi dengan dokter yang lebih ahli misalnya maka arahkan pasien ke dokter ahli, jangan memonopoli pasien itu. Nanti kalau memonopoli lalu ada kejadian di kemudian hari terhadap penyakitnya bisa membahayakan pasien dan dokter itu sendiri.

Second opinion  harus dilakukan jika pasien menginginkannya. Karena itu, kuncinya ikuti standar pemeriksaan dan rajin berkomunikasi dengan pasien. (vel)

Sumber: Pos Kupang 2 Februari 2016 hal 1

Dokter Favorit Periksa hingga 50 Pasien

ilustrasi
KUPANG, PK --Sejumlah dokter yang menjadi favorit pasien di Kota Kupang memeriksa 20 hingga 50 pasien setiap hari saat membuka praktik. Kondisi ini menyita waktu yang sangat banyak bila setiap pasien diperiksa selama 15 - 30 menit. Namun,  para dokter praktik di Kota Kupang mengaku tidak bisa menolak pasien yang datang ke tempat praktiknya meski jam praktik sudah ditutup. Alasannya, setiap orang termasuk pasien berhak mendapat pelayanan kesehatan. 

Demikian pengakuan dokter di Kota Kupang, seperti dokter Rita Enny, M.Kes, dokter spesialis anak, dr. Hendrik Tokan, SpA dan dokter Yudith Marietha Kota, dikonfirmasi di tempat berbeda pekan lalu.

Ketiga dokter ini dinilai pasiennya sebagai dokter bertangan dingin. Ternyata bukan hanya ketiga dokter ini saja di Kota Kupang ini karena masih ada dokter-dokter lainnya yang juga dinilai "cocok" dan jumlah pasiennya juga tidak sedikit.

Oleh karena merasa cocok maka tak heran, setiap hari tak sedikit pasien atau masyarakat yang datang berobat ke tempat praktik dokter dimaksud. Disaksikan Pos Kupang, Kamis (28/1/2016) malam, dokter Rita yang buka praktik di Jalan RW Monginsidi III Nomor 21 Walikota-Kupang misalnya, setiap hari rata-rata pasiennya tak kurang dari 20 orang bahkan bisa sampai 40-an pasien. Pemeriksaan dilakukan dari hari Senin - Sabtu. Untuk hari Senin - Jumat pelayanan dilakukan dua kali mulai pukul 06.00 -07.00 Wita dan sore hari pukul 17.00 -21.00 Wita dengan rata-rata pasien 20-35 orang.  Sedangkan hari Sabtu sampai pukul 09.00 Wita.

Ini artinya dalam satu kali praktik selama empat jam pada sore hari, satu pasien dilayani 6 -12 menit. Dan pada pagi hari selama 1 jam, sekitar 5 pasien maka setiap pasien dilayani sekitar 12 menit.

Hal yang hampir sama terjadi juga di tempat praktik dokter Hendrik Tokan di Jalan Nangka Nomor 12 B Oeba Kupang. Di sana, praktik dimulai pukul 18.00 Wita hingga pukul  20.30 Wita atau 2,5 jam, dengan jumlah sekitar 15 -20 pasien per hari. Artinya rata-rata setiap pasien dilayani 7,5 sampai  10 menit.

Sementara itu di tempat praktik dokter Yudith Marietha Kota di Jalan Piet A Tallo, Penfui Kupang, praktik juga dibuka dua kali sehari. Pagi hari mulai pukul 06.00-07.30 Wita dan sore hari pukul 18.00 sampai selesai. Pelayanan pagi dan sore hari itu dilakukan agar bisa melayani pasiennya yang tidak sedikit jumlahnya setiap hari.

Pantauan Pos Kupang di ketiga tempat praktik dokter itu, sejak sepekan terakhir, terlihat  pada sore hari sejumlah pasien sudah mendaftar mulai pukul 17.00 Wita meskipun dokter baru datang melakukan pemeriksaan sekitar pukul 17.30 atau 18.00 Wita.  Sedangkan pada pagi hari, pasien sudah berada  di tempat praktik dokter Yudith dan Rita sejak pukul 05.30 Wita. Bahkan ada yang memilih nomor antrian sudah dari siang hari untuk diperiksa sore hari.

Sejumlah pasien Maria, warga Oebobo dan Elisabeth, warga Kelapa Lima yang ditemui  tanggal 26 dan 28 Januari 2016 mengaku sangat terbantu dengan adanya praktik dokter pagi hari.   "Saya jadi punya pilihan saat sakit. Kalau tidak sempat datang malam, maka pagi-pagi saya bisa ke sini," kata Elisabeth yang sudah 20 tahun menjadi pasien dokter Yudith.

Menurut Elisabeth, meski mengantre untuk diperiksa di tempat praktik, dia tetap nyaman. Bahkan meski tidak menggunakan BPJS saat berobat baginya tak masalah.  "Saya sudah terlanjur cocok dan nyaman dengan Dokter Yudith," kata Elisabeth yang mulai ditangani dr. Yudith sejak tahun 1990-an itu.

Maria Mince Aliandu mengatakan, dia, suaminya, Adrianus dan dua anaknya, Deril dan Elma sudah menjadi pasien dr. Yudith sejak tahun 1990-an. "Cara dr. Yudith menyambut pasien, bicara dan memperlakukan pasien sangat baik. Banyak diskusi, mencari jalan keluar, bikin kita nyaman," kata Maria, Kamis (28/1/2016).

Sedangkan Irna, Donatus Kelen dan Dance Non, mengaku sudah nyaman dengan dokter Hendrik Tokan. Jika anak-anak mereka sakit, pasti langsung dibawa berobat ke tempat praktik dokter Hendrik. Dan jika harus diopname mereka memilih RSU Kupang agar bisa tetap dilayani dr. Hendrik.

Ditemui di RSU Kupang, Selasa (26/1/2016) siang, Dance mengatakan, hari itu anaknya, Putra Non batuk dan diare. Dia langsung membawa ke RSU Kupang karena hari itu dokter Hendrik bertugas di sana.  "Dari pada tunggu sore ke tempat praktiknya, lebih baik saya bawa ke RSU Kupang karena dr Hendrik tugas di rumah sakit itu," kata Dance.

Dokter Hendrik, dr. Rita dan dr. Yudith mengaku tak bisa menolak pasien yang datang ke tempat praktiknya, meski sudah lewat jam praktik.   "Kadang sudah mau tutup praktik, ada yang telepon, dokter bisa kah kami ke sana, anak saya sakit. Nah kalau sudah begitu ya saya tidak bisa menolak pasien. Mereka tentu sangat membutuhkan pertolongan. Dan biasanya saya tunggu mereka datang, periksa baru kemudian tutup praktik," kata dr. Hendrik, Selasa (26/1/2016).

Meski spesialisasi anak, dr. Hendrik juga melayani pasien usai balita hingga dewasa. Dokter Hendrik mengatakan, tidak memiliki patokan waktu untuk memeriksa pasien. Namun setiap praktik dia hanya melayani sekitar 20 pasien.  "Kalau di atas 20 pasien, konsentrasi mulai menurun," kata dr. Hendrik.

Dalam melayani 20 pasien, dr. Hendrik memastikan menjalani semua tahapan pemeriksaan dengan cara dan pengalamannya. Karena itu meski satu pasien hanya diperiksa sekitar 12 menit, dia tetap melalui setiap tahapan yang standar.

Dr. Rita dan dr. Yudith, mengatakan, bagi seorang dokter, jika ada orang yang sakit dan membutuhkan pertolongan medis maka harus segera ditangani dan tidak boleh ditolak. Karena itu, pasien dewasa, remaja, anak-anak dan balita tetap ditangani, meskipun keduanya bukan dokter spesialisasi anak.

"Bagi saya pribadi, saya tidak boleh menolak pasien yang datang berobat ke sini. Silahkan saja. Yang bisa saya tangani akan saya tangani. Jika harus dirujuk ke dokter spesialisasi akan saya rujuk," kata dr. Rita yang mengaku tetap kosentrasi melayani setiap pasien yang datang dan kebanyakan anak-anak.

Seperti hari itu, sebanyak 35 pasien dilayaninya sekitar 2,5 jam. "Jam begini sudah selesai pemeriksaannya. Biasanya kalau anak-anak lebih cepat diperiksa, kalau pasien dewasa agak lama. Namun setiap tahap pemeriksaan saya lalui seperti inspeksi, palpasi dan perkusi dan lainnya," aku dr. Rita.

Mengenai dokter favorit bagi pasien, dokter Yudith mengatakan, semua tergantung selera, penilaian dan kenyamanan yang dirasakan pasien. Karena semua orang tentu tidak sama penilaianannya dan keinginannya.   "Setiap orang tentu punya dokter idolanya masing-masing. Tergantung bagaimana dia nyaman dengan si dokter," kata dr. Yudith.

Menurut dr. Yudit, semua dokter bisa menjadi favorit jika melayani pasien dengan profesional dan tulus. Menurutnya, dokter juga harus mengantongi nomor telepon pasien dan sering menyapa dan menanyakan kondisi pasiennya sehingga ada ikatan moril antara dokter dan pasien.  "Saya selalu berpesan seperti itu dengan para dokter muda. Pasien harus diperiksa secara profesional, komunikasi, periksa baru berikan obat. Masa tidak periksa lalu kasih obat. Jangan mencontohi tindakan yang salah dari senior. Dokter juga harus bisa menyemangati pasien," kata dr. Yudith. (vel)

Sumber: Pos Kupang 2 Februari 2016 hal 1

Sehari Bisa Bolak-balik Belasan Kali

ilustrasi
Tahun 2016 ini menjadi tahun yang sangat sulit untuk NTT. Hampir semua masyarakat di NTT berteriak karena kekurangan air. Namun, di tengah krisis air, ada yang meraup keuntungan yaitu pemilik mobil tangki air bersih.
TAK mampu memenuhi kebutuhan air bersih bagi warga Kota Kupang oleh PDAM dijadikan cela bisnis oleh segelintir masyarakat kita. Bisnis ini hadir di kala masyarakat berteriak dan mengumpat PDAM dengan kata-kata kasar.

Bisnis ini hadir di tengah masyarakat yang dirundung tanda tanya mengapa air di jaringan perpipaan tidak meneteskan air. Mengapa hanya menghembuskan angin tetapi tagihan setiap bulan melonjak. Pertanyaan tersebut mendapat jawaban klise dari PDAM Kabupaten Kupang maupun PDAM Kota Kupang.

Ya...bisnis mobil tangki air bersih hadir untuk memenuhi dahaga masyarakat Kota Kupang dan daerah lainnya di NTT yang tak mendapatkan setetes air pun dari PDAM dalam rentang waktu tertentu. Bayangkan saja, untuk wilayah BTN  hampir sebulan lebih tidak dialiri air PDAM. Belum lagi daerah Alak yang tidak merasakan air sejak lama, tetapi terkesan tak dihiraukan keluhan mereka kepada perusahaan daerah itu, kendati mereka adalah pelanggan setianya. 

Bisnis mobil tangki air bersih ini mendapat orderan tinggi saat masyarakat didera kekeringan yang panjang seperti saat ini. Dalam kondisi seperti ini pemilik dan sopir sampai menolak permintaan warga yang membutuhkan air bersih lantaran banyaknya permintaan.

"Saat musim panas, kami sampai menolak yang mau beli air. Lantaran ada yang berani bayar tinggi akhirnya ada sopir yang berani melayaninya," ujar Nula, salah satu sopir mobil tangki yang ditemui Pos Kupang di pengisian air mobil tangki air di Oesapa, Senin (25/1/2016) siang.

Nula menjelaskan, bila musim kemarau tiba, satu sopir bisa mengantar air bersih kepada konsumen hingga belasan kali. Harganya pun bervariasi tergantung jauh dekatnya rumah pemesan. 

"Bila dekat dan gampang jalannya serta tak membutuhkan selang panjang paling hanya Rp 70.000 per 5.000 liter. Namun bila rumah pemesannya jauh, membutuhkan selang panjang sehingga boros bahan bakar kami mematok harga hingga Rp 100.000 untuk 5.000 liter air bersih," jelas Nula.

Meski musim hujan tiba, para sopir mobil tangki tidak khawatir dengan orderan air bersih. Sebab, saat musim hujan air PDAM juga terkadang keruh dan berlumpur karena sistem penyaringannya yang tidak bagus. Selain  masing-masing sopir sudah memiliki langganan sendiri. Para langganan itu memutuskan tidak berlangganan air bersih dari PDAM lantaran tidak jelas waktu mengalir.

"Kalau dihitung warga memilih menggunakan air tangki penggunaan yang hemat paling hanya dua mobil tangki dalam sebulan dengan biaya Rp 200.000. Dengan biaya yang sama, warga harus membayar kepada PDAM, tetapi tidak jelas waktu mengalir airnya," tandas Nula.

Senada dengan Nula, Eben sopir mobil tangki lainnya mengatakan, ia sampai kewalahan melayani pemesan air saat musim kemarau. Namun saat musim hujan, ordernya tidak banyak lantaran ia belum memiliki banyak langganan.

"Kalau sanggup sampai tengah malam, kami bisa melayani hingga belasan kali. Harga tergantung jarak dan panjang selang.  Paling murah Rp 70 ribu dan paling mahal Rp 100.000. Kalau BTN sampai Rp 150.000 lantaran jauh dan banyak tanjakan sehingga memakan banyak waktu dan bahan bakar," ungkap Eben. 

Meski banyak langganan dan mengirim berkali-kali ke konsumen, Eben mengatakan, pihaknya tetap menjaga kebersihan mobil tangki airnya. Mereka tak lupa menyiram tangki setelah pengisian air terakhir agar endapan tanah tak berada di dasar mobil tangki.
Sementara itu Vinsen, yang baru saja menjadi sopir mobil tangki selalu mendapatkan order meski tak sebanyak sopir-sopir lama. Apalagi persaingan usaha penyedia air bersih dengan mobil tangki di wilayah Kota Kupang makin banyak.

"Kalau dihitung sekitar ratusan mobil tangki beroperasi di Kota Kupang. Hanya saja tidak ada perkumpulannya sehingga semua pengusaha berjalan sendiri-sendiri," ungkap Vinsen. (muhlis al alawi)

Sumber: Pos Kupang 1 Februari 2016 hal 1

Sumur Bor Pilihan Terakhir

ilustrasi
PENGGUNAAN air bawah tanah dengan pengeboran atau sumur bor untuk kebutuhan sumber air baku merupakan pilihan terakhir. Pasalnya, dari segi lingkungan air bawah tanah yang diperoleh lewat bor bukan air permukaan. Bila dieksploitasi terus-menerus dalam jumlah yang banyak maka akan terjadi intrusi atau perembesan air laut dan sebagainya ke dalam lapisan tanah sehingga terjadi percampuran air laut dengan air tanah

"Untuk memasukkan air ke dalam lapisan air bawah tanah membutuhkan waktu yang sangat lama. Bisa jadi sesudah dilakukan pengeboran terjadi intrusi sehingga mengakibatkan air menjadi payau karena tercampur air laut," kata Kepala Satuan Kerja Air Tanah dan Air Baku Balai Wilayah Sungai NTT II, Agus Sosiawan  di ruang kerjanya, Rabu (27/1/2016).

Pria asal Magetan, Jawa Timur ini mencontohkan peristiwa intrusi di Jakarta Selatan. Akibatnya, banyak air bawah tanah yang rasanya payau. Kondisi itu diperparah lapisan tanah di Kota Kupang banyak karang. "Karang itu memiliki banyak rongga sehingga potensi terjadi intrusi sangat besar," kata Agus.

Agus menegaskan, saat hujan mengguyur wilayah Kota Kupang air yang masuk ke lapisan bawah tanah  sedikit sekali. Air itu masuk ke dalam lapisan air permukaan tanah saja. Untuk mengatasi persoalan krisis air bersih di Kota Kupang, Agus mengatakan, tidak bisa dilakukan dengan pembangunan banyak sumur bor. Selain dari aspek lingkungan yang tidak bagus, faktor biaya operasional yang besar juga menjadi pertimbangannya. "Untuk mengangkat satu kubik air dari bawah tanah sampai ke reservoar membutuhkan biaya yang tidak sedikit," kata Agus.

Agus mengungkapkan, suplai air dari  sumur bor  bisa bertahan 20 hingga 30 tahun. Namun pemenuhan kebutuhan air tanah yang dieksploitasi dengan sumur bor tidak bisa melayani dalam jumlah  banyak.

"Kalau untuk lingkungan terbatas atau pedesaan dengan jumlah penduduk yang tidak banyak bisa dipenuhi kebutuhan air bersih dengan teknologi sumur bor," ujar Agus.
Ia menegaskan tidak semua wilayah di Kota Kupang jika dilakukan pengeboran akan keluar air bersihnya. Ia mencontohkan wilayah seputar Polda NTT  dan Kayu Putih yang kesulitan mendapatkan air bila dilakukan pengeboran hingga ratusan meter.

"Untuk pengeboran wilayah barat Kota Kupang sangat strategis. Sementara di wilayah utara, selatan dan timur agak susah temukan air bawah tanah," jelas Agus.
Ia menambahkan alur air yang tidak jelas di wilayah Kota Kupang disebabkan kondisi tanahnya yang berkarang. Alur airnya tidak pararel. Bisa jadi di wilayah ini ada alurnya tetapi tidak bisa ditemukan di wilayah terdekat. Lain halnya di wilayah pasir maka alur airnya merata seperti di Naibonat, Kabupaten Kupang.

Ia menjelaskan setidaknya P2AT NTT memiliki 28 titik yang digunakan kelompok masyarakat di Kota Kupang. Namun tidak semuanya dikelola PDAM Kota atau kabupaten. Beberapa sumur bor saja yang dikelola PDAM.

Alternatif yang masuk akal dan murah operasional untuk pemenuhan kebutuhan air bersih warga Kota Kupang adalah Bendungan Kolhua.  Untuk pembangunan Bendungan Kolhua, sejatinya Kementerian PU sudah menyiapkan anggaran untuk pembangunan waduk Kolhua. Namun persoalan tanah yang sampai saat ini belum kelar sehingga pembangunan itu belum dimulai. "Perencanaan sudah siap dan tingkat kegagalan sangat kecil. Debit air yang dihasilkan dari waduk itu bisa mencapai 150 liter per detik," demikian Agus. (aly)

Beli Air Tangki Lebih Pasti

MESKI harganya jauh lebih mahal ketimbang milik PDAM, warga Kota Kupang masih banyak memilih membeli air bersih pada jasa mobil tangki. Keberadaan mobil tangki air bersih dianggap lebih pasti dan dijamin kebersihannya. Tak hanya itu, sumur pengisiannya pun juga diperiksa kualitas airnya dari Dinas Kesehatan Kota Kupang dan Dinas Pertambangan.

"Kalau membeli air tangki lebih pasti datangnya ke pelanggan ketimbang air dari PDAM. Selain itu kualitas air dari pengisian juga terjamin lantaran Dinas Kesehatan Kota Kupang melakukan pengecekan setiap tiga bulan sekali," ujar Simon Funay, pemilik sumur bor yang menyuplai air bersih pada mobil tangki di Oebufu  kepada Pos Kupang di kediamannya, Senin (25/1/2016).

Selain memiliki usaha penjualan air bersih untuk mengisi tangki-tangki air bersih ia juga memiliki tiga unit mobil tangki. Menurutnya, keberadaan mobil tangki air di Kota Kupang masih sangat diperlukan lantaran banyaknya warga yang belum terlayani air bersih dari pemerintah.

Meski harga lumayan mahal, kata Simon, namun kebutuhan warga akan air bersih harus tercukupi setiap harinya. Hanya saja warga harus memiliki bak penampung air yang cukup besar.  "Kalau pas ramai bisa 50 atau 60 mobil tangki mengambil air dari kami. Pasalnya debit airnya tidak terlalu besar. Untuk itu saya membuat bak penampung. Air dari sumur kemudian masuk ke bak. Dari bak baru naik ke mobil. Kalau orang lain bisa membuat dua hingga tiga sumur," jelas Simon.


Ia menceritakan saat membuat sumur untuk pengisian mobil tangki air ia didatangi petugas dari Dinas Pertambangan dan Energi Kota Kupang. Mereka mengecek kedalaman sumur dan meminta agar ia membayar pajak tahunan air bawah tanah sekitar Rp 1.050.000. Dinas Kesehatan Kota Kupang juga melakukan pengecekan air yang disuplai ke mobil tangki. Pengecekan dilakukan untuk mengetahui layak tidaknya sumber air yang dijual.

"Buat sumur harus ada ijin dari pertambangan. Setelah pertambangan menetapkan pajak lalu dinas kesehatan mengambil sampel air kemudian dibawa ke laboratorium. Setiap tiga bulan diambil sampelnya oleh petugas Dinas Kesehatan," jelas Simon.

Ia menambahkan saat ini banyak orang membangun perusahaan air bersih penyuplai mobil tangki. Namun tidak ada perkumpulan untuk penyedia air bersih. Dengan demikian setiap pengusaha menetapkan harga sendiri-sendiri. Di tempatnya, untuk tangki 5.000 liter dipatok harga Rp 15.000, 4.000 Liter, Rp 12.000 dan 3.000 Liter dipatok Rp 9.000.

Meski mematok harga sendiri, Simon mengatakan, harga yang dipatok untuk penjualan kepada mobil tangki tergolong murah. Padahal hitungannya per meter kubik milik PDAM bisa mencapai Rp 4.000. Untuk itu ia berharap pemerintah menetapkan standar harga air bagi pengusaha air di Kota Kupang.

"Hitung-hitung dengan biaya bahan bakar dan oli keuntungan kami tidaklah besar," kata Simon. Tidak beda dengan Simon, Esti petugas yang menunggu sumur pengisi air bersih di Oesapa mengatakan truk tangki yang mengisi di sumurnya berkisar 20 hingga 30 unit. Namun, satu unit mobil bisa mengisi maksimal 10 kali. (aly)


News Analysis
Ir. Benny Sain
Kadis PU Kota Kupang

Untuk Jangka Pendek

PEMBANGUNAN sumur bor tidak akan mampu menyelesaikan persoalan krisis air bersih di Kota Kupang karena hanya mampu mengatasi krisis air dalam jangka pendek. Topografi Kota Kupang yang berbukit-bukit dan berkurangnya lahan peresapan air menjadi salah satu faktor penyebab menurutnya debit air pada sumur bor di Kota Kupang. Apalagi sumur bor hanya bisa melakukan pelayanan terbatas dan biaya  operasional tinggi.


Pembuatan sumur bor harus diikuti bangun reservoar, sementara ketersediaan air di dalam sumbur bor belum bisa dijamin jangka waktunya. Bisa jadi airnya akan hilang sehingga belum bisa menjawab kebutuhan air bersih untuk jangka panjang.

Kondisi itu, diperparah dengan kondisi tanah di Kota Kupang yang banyak berongga sehingga tangkapan airnya boros. Untuk memastikan daerah yang memiliki tangkapan air bawah tanah besar membutuhkan kegiatan eksplorasi. Namun pemerintah  tidak bisa melakukan eksplorasi berlebihian lantaran takut dianggap pemborosan dan tidak ada manfaatnya. Semestinya ada pemetaan level muka air di bawah tanah, sehingga dapat melakukan eksploitasi.

Untuk eksploitasi banyak kontraktor yang tidak mau karena jika tidak mendapatkan air maka kontraktor itu tidak dibayar. Contohnya, saat dinasnya mengadakan tender pengeboran  di Alak banyak yang tidak mau lantaran kontraknya model kontrak debit. Bila kontraktor bor dan mendapatkan air baru dibayar.

Oleh karena persoalan sumur bor seperti itu maka keberadaan waduk sebagai alternatif untuk suplai air di jangka panjang menjadi keharusan. Dengan demikian, kebutuhan pemenuhan air bersih untuk generasi kedepan di Kota Kupang dapat diatasi.  Jika tidak ada upaya lain maka sumber air yang sudah dieksploitasi akan terus berkurang. Kondisi itu berbanding lurus dengan laju pertumbuhan penduduk di Kota Kupang yang makin padat.

Apalagi aktivitas manusia makin bertambah. Lahan yang kosong terisi dengan bangunan rumah dan gedung, maka daya resap air ke bawah makin terbatas. Kondisi itu tentu mengganggu peresapan air ke tanah.

Kalau tidak ada upaya mencari sumber air yang bagus, maka perlu menjaga daerah konservasi untuk peresapan air.  Pemerintah harus tegas bahwa tidak boleh ada pemukiman di ruang kawasan hijau. Pemerintah harus memperjelas status di kawasan hijau sehingga tidak ada pembangunan di lokasi tersebut. Bila ruang atau tanah itu milik perorangan atau swasta maka tidak boleh diisi bangunan. Untuk itu pengendalain tata ruang harus bagus. Semakin tidak terkendali maka daerah hijau akan terancam habis.

Saat ini pemerintah memiliki sumber air dari Bendungan Tilong, Kali Dendeng, Manutapen. Namun sumber air yang ada berada di daerah rendah. Sumber air di wilayah itu hanya mampu melayani warga yang berada di dataran rendah.
Jadi persoalan topografi menjadikan daya jangkau air belum maksimal sampai ke seluruh titik. Daerah tinggi dilayani dari mata air Oepura, Sikumana yang dikelola PDAM Kabupaten. Sumur itu sudah dieksploitasi puluhan tahun lalu. Debitnya makin lama-makin kurang. Padahal kebutuhan makin hari makin meningkat. Kondisi itu akhirnya menjadikan ketersediaan air baku menurun tetapi jumlah penduduk meningkat dan kebutuhan air meningkat terus.

Ia menegaskan bila Bendungan Kolhua dipercepat maka kebutuhan air bersih di Kota Kupang tidak ada perlu dikhawatirkan lagi. Apalagi kehadiran bendungan itu diprediksikan dapat membantu masyarakat Kota Kupang keluar dari krisis air bersih hingga 30 tahun ke depan. Sumber air ketika hujan pada daerah hulu bisa menampung dan turun ke daerah tampungan Bendungan Kolhua. Dari hasil studi maka suplai air dari Bendungan Kolhua bisa sampai ke Pulau Kera dan Semau lantaran posisi bendungan berada di ketinggian. (aly)

Sumber: Pos Kupang 1 Februari 2016 hal 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes