In Memoriam Yulius Lopo: Persembahan GMIT untuk Papua


Yulius O Lopo

Oleh Paul E Bolla

Wartawan Pos Kupang 1992-1999

"Malam to'o. Saudara kita Om Yulius Lopo baru saja berpulang di Timika karena sakit." Itulah pesan singkat dari Om Dion Db Putra, pada Sabtu, 27 Agustus 2022, malam hari.

Informasi via pesan WA ini membuat beta tersentak. Kaget. Tidak percaya. Berdua sering berkirim pesan selamat pagi disertai pesan-pesan biblis. Tidak ada keluhan atau informasi sedang sakit.  

Selanjutnya beta minta update informasi dan langsung cecar Om Dion dengan banyak pertanyaan informatif. Sedangkan Om Dion mesti lanjut bertanya ke Marthen L. Moru, wartawan Timika Express, di Papua, sebagai pemberi informasi awal ke Om Dion.

Kelengkapan informasi berkualifikasi 5 W + 1 H, penting sekali akurasinya. 

Karena kabar duka ini harus saya teruskan kepada handai taulan, baik dari kalangan media massa, komunitas gereja GMIT, khususnya alumni Fakultas Theologi UKAW Angkatan 84, dan keluarga.

Kabar berpulangnya sosok yang beta biasa panggil Om Lius, atau Om Yol, inisial semasa wartawan Pos Kupang, harus segera beredar. 

Maka info duka ini beta langsung posting di facebook, dengan menyebut sumber infonya. Sehingga jika ada pertanyaan lanjutan, saya harus menghubungi kembali pemberi informasi.

Komunikasi informasi tidak berjalan mulus mengenai keputusan keluarga membawa jenazah ke Kupang. Keterlambatan update info menjadi masalah. 

Saya sudah fb-kan waktu kedatangan jenazah dari Timika ke Kupang pada Senin, 29 Agustus 2022. Tiba Kupang diperkirakan jam 13:00 Wita. 

Om Dion meneruskan info ini setelah menerima kabar berantai dari Marthen Moru, dan Indah Lopo, putri bungsu Om Lius.

Ketika teman-teman pendeta GMIT, angkatan 84 dan teman-teman wartawan Pos Kupang bersiap menjemput ke Bandara Eltari, muncul simpang siur informasi. 

Ada info pesawat delay, dan ternyata jenazah sudah tiba di Kupang dan disemayamkan di Baumata, di rumah adik perempuan.

Beta dan rombongan teman-teman pendeta GMIT angkatan 84, memutuskan langsung menuju rumah  duka. 

Di tengah perjalanan baru ada update informasi dari Om Dion, yang juga terlambat menerima perubahan informasi ketika sudah dalam perjalanan ke bandara. 

Bersama Om Fery Jahang, kelimpungan mencari alamat rumah duka  Info dari nona Indah Lopo, meminta maaf karena ternyata jasad ayahnya lebih dulu ke Kupang pada penerbangan pagi hari. Keluarga membawa ke rumah duka di Baumata. 

"Saya dan KK laki" Bru menuju ke kupang. Begitu pesan WA yang dikirim nona Indah ke Om Dion, yang baru beta terima hampir jam 13:00 Wita. Si suling dan bungsu terbang terpisah dengan bapanya.

"Jangan sampai Om Yol sengaja, supaya Om Dion dan kita semua harus cari rumah duka sampai dapat," nyeletuk Om Paul Burin, salah satu wartawan angkatan pertama.

Akhirnya beta ketemu Om Dion dan Om Fery Jahang  di rumah duka. Lalu tiba menyusul dari Pos Kupang, yakni, Etty Turut, Paul Burin, Fery Ndun dan Gerardus Manyela.

Demikian sekadar klarifikasi atas status informasi keliru yang termuat di facebook.

*** 

Nama lengkap YULIUS OKTOVIANUS LOPO. Lahir pada 18 Oktober 1964. Menempuh pendidikan theologia di UKAW Kupang. 

Setelah menjalani masa vikariat, ditabiskan menjadi Pendeta di GMIT Elim-KiE November 1989, bersama Pdt. Ebenhaezer  Nuban Timo dan mendiang Pdt. Yes Tlaan. 

Om Lius meninggal dunia di RSUD Mimika, Papua, Sabtu (27/8/2022), sekira pukul 17.25 WIT. 

Om Lius sudah lebih dahulu ditinggalkan istrinya Melly Rita Sirituka pada 6 Januari 2016 dan meninggalkan tiga orang anak, yakni, Inyo, Indri dan Indah.

Yulius Lopo adalah Pendeta GMIT, yang ditugaskan Sinode GMIT untuk menjadi wartawan pada Surat Kabar Harian (SKH) Pos Kupang sejak tahun 1992. Penugasan itu pada masa Ketua Sinode Pdt. Dr. Benyamin Fobia. 

Penugasan menjadi wartawan itu bagian dari persiapan akan hadirnya koran yang terbit harian pertama di Provinsi Nusa Tenggara Timur. 

Pendiri Pos Kupang, mendiang Julius Siyaranamual dan Damyan Godho, berkunjung ke Kantor Sinode GMIT. 

Kunjungan itu bertujuan meminta Sinode GMIT mengutus kader-kader terbaiknya untuk mengikuti pelatihan jurnalistik sebagai persiapan menjadi wartawan SKH Pos Kupang. 

Sinode GMIT akhirnya mengutus lima orang, yakni, Pdt. Yulius O. Lopo, STh, Pdt. Ebenhaezer Nubantimo,STh, Pdt. Mesakh AP Dethan,STh,  Esther M. Rihi Ga, STh dan Paul Bolla, STh.  

Lima utusan GMIT ini resmi menjadi wartawan Pos Kupang, yang mulai terbit percobaan pada minggu terakhir November 1992. Lalu terhitung 1 Desember 1992, Pos Kupang resmi terbit harian dan diperingati sebagai hari lahirnya. 

Keputusan Ketua Sinode GMIT,  Pdt. Dr. Benny Fobia dengan mengikhlaskan lima orang kadernya dilandasi pikiran ini.  

"Koran juga dapat menjadi sebuah Jemaat baru, tempat pendeta GMIT melayani. Tempat  untuk bisa menyentuh hati orang lain, tidak dengan mulut,  tetapi dengan tangan yang menulis. Mewartakan kabar baik lewat tulisan. Tulisan yang mengubah manusia dan dunia, melintasi batas sebuah jemaat atau gereja. Demikian pertimbangan Pdt. Dr. Benny Fobia kala itu.

Beta kira Pdt. Fobia sudah berpikir jauh ke depan tentang tugas seorang pendeta. Yang harus diurus seorang pendeta, khususnya pendeta GMIT, tidak lagi terbatas hanya pada Jemaat-Jemaat GMIT. 

Pendeta GMIT harus juga melayani manusia dan dunia. Itulah kontribusi GMIT untuk membuat manusia dan dunia ini terus menjadi lebih baik. 

Menugaskan pendeta GMIT menjadi wartawan adalah cikal bakal konsep adanya Pendeta Pelayanan Umum atau Pendeta Pelum.

Saat ini Sinode GMIT sedang kewalahan mengakomodir banyaknya alumni fakultas teologi yang tidak dapat diakomodir. 

Jumlah tempat atau gereja atau Jemaat terbatas, sedangkan alumni teologia yang melamar berlimpah. 

Pelamar bukan hanya berasal dari lulusan Theologi UKAW Kupang, tetapi dari UKSW Salatiga, UKDW Yogya, STT Intim Makassar, STT Jakarta, dan sekolah teologia lainnya.

Pdt. Fobia sudah membuka mata GMIT, bahwa ada banyak ladang pelayanan yang sudah saatnya membutuhkan perhatian. 

Ladang Fungsional, seperti Pendeta ASN bisa membantu pemerintah membina dan membimbing ASN,  Pendeta Komunitas, seperti Petugas Parkir, Ojek, Cleaning Service, Satpam dan seterusnya. 

Pendeta Kategorial, khusus melayani kategori anak, remaja, teruna, pemuda, perempuan, ibu, bapak, lansia, dst. 

Begitu juga Pendeta Profesional, pendeta media massa, pengusaha, TNI-Polri, Satpam, pramuniaga, dst. Begitu juga pendeta petani, sopir, peternak, nelayan, dstnya. Ada kebutuhan pendeta yang melayani sesuai pergumulan khas.

Setiap kategori memiliki banyak anggota. Jika dijumlahkan bisa menyamai jumlah anggota sebuah gereja. 

Jika ada seorang pemdeta khusus, maka pelayanan bisa lebih fokus dalam mendampingi permasalahan khas yang dihadapi. 

GMIT perlu membuat kajian serius mengenai tugas seorang pendeta pelum, ditengah rumit dan uniknya permasalahan manusia dengan beragam kategori. Banyak soal terjadi dalam masyarakat seharusnya bisa dicegah atau diminimalisir, jika gereja hadir secara spesifik. 

Hadirnya pandemi Covid 19 telah membuka mata gereja yang lambat merespon perkembangan dunia. 

Ketika ibadah tatap muka menjadi potensi terjadi penularan, banyak gereja kelabakan bagaimana cara bisa hadir melayani umatnya. Aspek multimedia mendadak harus menjadi perhatian. 

Saat ini GMIT mulai membenahi aspek kemampuan literasi para pendetanya. Padahal Pdt. Fobia sudah memulainya di tahun 1992. Lima orang sudah mulai disemaikan di Pos Kupang. Sayang sekali tidak diteruskan. 

Padahal GMIT memiliki ikatan batin khudus dan saham moral dalam pendirian koran Pos Kupang. Berulang kali beta sudah mengingatkan GMIT. 

Pos Kupang bisa menjadi tempat praktek pendeta, atau KKN mahasiswa theologi. 

Fakultas theologi UKAW Kupang, misalnya, pernah mempercayakan tiga mahasiswa teologi kkn di koran NTT Ekspres Kupang, yakni, John Famaney, Leny Bees, dan seorang lagi saat ini pendeta di GMIT Betlehem Oesapa Barat. 

Semoga berpulangnya Om Lius menjadi momentum GMIT memikirkan diversifikasi model pelayanan gereja. Semoga Om Lius tidak menjadi utusan yang terabaikan. 

Sebagai wartawan Pos Kupang, Yulius Lopo, sempat bertugas di Sumba Barat. Kemudian beta menjadi  penggantinya tahun 1994. 

Om Lius kemudian ditugaskan berturut-turut ke Alor, Manggarai, Sikka, dan kembali ke mabes di Kupang.

Pos Kupang yang bernaung dalam jaringan koran daerah, bentukan Kompas Grup, dibawah organisasi Pers Daerah atau Persda. Tahun 2000, Om Lius direkrut Persda pindah ke koran Metro Bandung (kini Tribun Jabar). 

Di Bandung, Om Lius dipersiapkan untuk memimpin koran Timika Pos, kerjasama KKG dan PT Frerport. Untuk misi ini Om Lius diundang khusus sesepuh KKG Jacob Oetama. 

Selain Om Lius, juga  Om Damyan Godho dan Dion Db Putra yang  pernah bertatap muka di ruang kerja bos KKG itu.

Om Lius mulai mewartakan di bumi Papua sebagai Pemred  koran baru Timika Pos sekitar Juli 2000. Ada lima wartawan dari NTT yang direkrut khusus untuk membantu Om Lius di Timika Pos. 

Selama berkiprah di Papua, setelah Timika Pos, Yulius Lopo, juga tercacat bergabung di beberapa media cetak di Timika dan Jayapura. 

Bahkan merambah ke televisi, seperti Top TV dan Golden TV. Hingga akhir hayatnya Om Lius tercatat  bergabung ke media Salam Papua. 

Ini pertanda bahwa GMIT bahkan NTT bisa mensuplai kader-kadernya untuk Indonesia. Selama 22 tahun membangun Papua dari dunia jurnalistik, Om Lius termasuk wartawan senior di Papua yang dihormati.

Beta dan Om Lius sudah lama tidak bertemu sejak kami bersama merancang hadirnya koran NTT Ekspres tahun 2000, bersama mendiang Hans Louk, Dany Ratu, Ana Djukana dan mendiang Harry Harzufri. 

Kami berdua "suten" siapa yang tetap di Pos Kupang. Hasilnya, Om Lus tetap di Pos Kupang dan saya bergabung ke NTT Ekspres.

Tahun 2002, Om Lius sempat pulang Kupang. Kami berdua ngobrol banyak hal hingga tengah malam di rumah saya yang baru mulai dibangun. 

Kami berdua bermimpi... kelak, bila beta sudah ditabis jadi pendeta, dan Om Lius dipanggil kembali oleh Sinode GMIT, berdua bercita-cita membangun GMIT dari sisi media dan membantu teman-teman agar bisa menulis. 

GMIT harus memiliki banyak penulis. Karena ketika mengasuh Rubrik Opini, jarang sekali menerima naskah opini dari kalangan teologi, mahasiswa atau pendeta.

Semasa bersama di Pos Kupang, Om Lius adalah wartawan Pos Kupang angkatan pertama, dan termasuk wartawan kesayangan Om Damy, Pemimpin Redaksi. 

Ketika Pos Kupang memiliki sepeda motor, hasil barter iklan, Om Lius menjadi orang kedua mendapat jatah sepeda motor Yamaha bebek, setelah seniornya mendiang Hans Louk. Lainnya tetap cari berita dengan jalan kaki.

Meski jauh di Papua, teman-teman Yulius di GMIT, khususnya alumni angkatan 1984 Theologi UKAW tetap bisa terus berkomunikasi lewat "The Eighties Fourth" WA Grup buatan Pdt.  Eben Nubantimo. Pada 12 Juni 2022, Yulius memberi tahu di grup WA dia mengikuti Ibadah Minggu pagi secara online dari GMIT Kota Baru Kupang, saat dipimpin Pdt. Tien Hawu-Muni.

Saat mendapat kabar duka, beta berharap  jasad Om Lius akan  kembali perut bumi Timor.  Bukan hanya asalnya dari Bokong, Kupang Tengah, tetapi Om Lius tercatat sebagai pendeta GMIT yang ditugaskan menjadi wartawan. 

Kembali ke tanah Timor ke pangkuan GMIT. Om Lius juga menjadi orang pertama asli produk Pos Kupang yang mendapat hati Om Herman Darmo, bos Persda, dan pemilik KKG Jacob Oetama, untuk menolong Papua. 

Kembali ke tanah Timor adalah pulang agar tumbuh kader-kader baru yang bisa disumbangkan untuk membangun Indonesia.

Beta  tidak tahu persis apakah Om Lius masih tercatat sebagai Pendeta GMIT, sekaligus karyawan GMIT. 

Beta juga kurang tahu, apakah Om Lius pernah dipanggil kembali melayani oleh Sinode GMIT, karena statusnya diutus ke Pos Kupang. 

Selamat Jalan sahabat rasa saudara, Yulius Oktovianus Lopo.  Ibadah Pelepasan di rumah duka jam 10:00 Wita, dilanjutkan Ibadah Pemakaman di Gereja Imanuel Baumata jam 11:00 Wita.

Tuhan menjaga anak Inyo, Indri dan Indah, serta menguatkan keluarga besar Lopo-Sirituka. *

Sumber: Pos Kupang cetak 30 Agustus 2022 halaman 2, rubrik opini.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes