Gaya Jokowi di Kairagi
Dalam rangkaian blusukannnya ke Sulawesi Utara, Calon Presiden (Capres) PDI Perjuangan, Ir Joko Widodo alias Jokowi menyempatkan diri mampir ke Kantor Harian Tribun Manado di Jalan AA Maramis, Kairagi, Manado, Sabtu (10/5/2014) sekitar pukul 13.15
Dua Mahasiswi Unima Taklukkan Puncak Elbrus
Prestasidemi prestasi dibukukan anak-anak Mahasiswa Pecinta Alam (MPA) Aesthetica, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Manado (Unima)
Berwisata Penuh Sensasi ke Pulau Komodo
TAK dapat dimungkiri, Pulau Komodo di Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, adalah salah satu pulau terunik di dunia
Terima Kasih
dion bata
IZINKAN beta mengucapkan terima kasih serta maaf jika ada khilaf dan salah. Terima kasih dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas kasih dan bimbinganNya hingga Nusa Tenggara Timur (NTT) mampu menjadi tuan rumah yang baik dua agenda besar, yakni rangkaian peringatan Hari Pers Nasional (HPN), 4-10 Februari 2011 di Kupang serta kunjungan kerja presiden selama empat hari, 8-11 Februari 2011.
Sempat terbersit pesimisme, apakah NTT mampu? Ternyata Flobamora Bisa! Bisa menggelar event nasional dengan tamu undangan lebih dari 1.000 orang yang datang dari seluruh propinsi di Indonesia, para pemimpin dari Malaysia, Timor Leste, Australia, Thailand, Taiwan, Maroko, Pakistan dan Hongaria. Inilah peringatan Hari Pers Nasional (HPN) dengan tamu VVIP dan VIP terbanyak sejak tahun 1985. Inilah kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke daerah dengan menteri terbanyak. Separuh menteri kabinet Indonesia Bersatu ikut ke Kupang, SoE dan Atambua. Mungkin pertama dalam sejarah RI modern, presiden melakukan perjalanan darat terlama. Lebih dari delapan jam!
Terima kasih kepada duet pemimpin NTT, Gubernur Frans Lebu Raya dan Wagub Esthon L Foenay atas dukungan tak terhingga. Juga kepada Ketua DPRD Propinsi NTT, Ibrahim A Medah dan seluruh anggota DPRD NTT yang tegas menjawab "Ya Kita Siap" pada awal Mei 2010 ketika Jakarta memutuskan Kupang sebagai tuan rumah HPN 2011. Jawaban itu sungguh merupakan tekad kalau MAU kita bisa. Kalau bukan sekarang kapan lagi?
Setelah HPN 2011 berlalu memori kolektif Indonesia akan mengenang betapa NTT tidak seperti distigmakan serba kurang. Benar bahwa di beranda ini ada banyak keterbatasan. Tapi kekurangan itu telah ditaklukkan oleh banyak kelebihan yang tidak dimiliki daerah lain. Dikalahkan oleh pelayanan terbaik, oleh kerendahan hati serta sikap santun terhadap para tamu.
Tidaklah mungkin HPN 2011 sukses dengan kerja tim setengah hati. Terima kasihku buat Sekda NTT, Frans Salem selaku penanggungjawab serta duet serasi Andre W Koreh dan Ary Moelyadi sebagai ketua dan sekretaris panitia daerah HPN 2011. Mereka sungguh menjadi motor penggerak yang andal hingga panitia bekerja dalam semangat tim. Serius melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang telah digariskan. Ada saat senyum, ada waktu mengerut jidat, semisal mengatur kamar hotel yang terbatas pada puncak kedatangan tamu 7 dan 8 Februari 2011. Sekda memberi visi, diterjemahkan ketua panitia sebagai manajer tim dan diaplikasikan dengan rapi sekretaris sebagai dapur seluruh agenda kegiatan HPN 2011. Salut buat bung Andre dan Ary!
Salut dan hormatku bagi John Klau (Seksi Akomodasi), Aser Rihi Tugu (Seminar dan Konvensi), Yohana Lingo Lango (Kesenian), Tony Kleden (Buku, Mading dan Jurnalisme untuk Pelajar-Mahasiswa), Ferry Jahang (Promosi dan Usaha Dana), Rony Fernandez (Perlengkapan), Benny Dasman (Pameran), Erna Kalla, Tersiana Riwu Rohi dan Ari Setyowati dkk (Konsumsi), Reddy Ngera (Humas dan Dokumentasi), Sipri Wete, Sipri Seko, Abdul Muis, Erik Seran, Dewa, Yanto Fallo, Anton Fallo, Ety Kara, Ati Muhala, Santi Sanggu Doa, Ridho Oematan, Goris, Karel Muskanan, Lukas Boleng (Kesekretariatan), PJ Gasperz, Rudy Mandaling (Transportasi), John Banabera (Jalan Sehat), Ferdy Amatae (Penjemputan), dr. Iin Andriany (Kesehatan).
Beta tak lupa kontribusi besar Melkisedek Madi, Isack Petruz, Elyas Djoka, Ros Woso, Hermensen Ballo, bung Johny Lumba, Bernard Tokan dan Zacky W Fagih serta adik-adik LO (Liaison Officer). Dari ruang sempit lantai II Stadion Oepoi Kupang, tuan dan puan telah membuat sejarah. Kalian bersama seluruh anggota panitia yang tak sempat beta sebut satu persatu merupakan bintang lapangan HPN 2011. Terima kasih telah bekerja dengan hati demi kehormatan dan harga diri kampung halaman kita ini.
Terima kasih untuk dukungan luar biasa Ketua Dekranas Propinsi NTT, Ny. Lusia Adinda Lebu Raya dan segenap jajarannya serta para ketua Dekranas kabupaten/kota se-NTT yang berpartisipasi dalam pameran. Ribuan lembar selendang tenun ikat dan suvenir telah memanjakan peserta HPN dari 33 propinsi.
Terima kasih kepada Novanto Center bersama manajemen Oscar Lawalatta yang menyumbang 500 baju tenun ikat bagi peserta dan tamu hingga acara hari puncak HPN 9 Februari 2011 di Aula Utama El Tari menjadi NTT Banget! Mulai dari presiden sampai penerima tamu mengenakan busana tenun ikat NTT. Wow! Panggung promosi kekayaan NTT yang dashyat amat.
Terima kasih buat Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe, Bupati Kupang, Ayub Titu Eki, Bupati Rote Ndao, Lens Haning serta para bupati dan pimpinan DPRD se- NTT. Juga untuk Pimpinan BI Kupang, Dirut Bank NTT, Bank Mandiri serta pimpinan perbankan, BUMN, pimpinan PT Telkom Kupang, pengelola hotel, restoran serta masyarakat Kota Kupang dan sekitarnya. Event besar ini sukses berkat bantuan bapak/ibu sekalian.
Terima kasihku untuk Kadis Perhubungan NTT, Bruno Kupok, Kadis Infokom Richard Djami, Kadis Pariwisata, Abraham Klakik, Kadis Kesehatan NTT, dr. Stef Bria Seran, Kepala Biro Umum Setda NTT, Kanis Beka, teman-teman dari PDE Setda NTT serta pimpinan SKPD di lingkup Pemerintah Propinsi NTT yang tak dapat beta sebut satu persatu di ruang terbatas ini.
Selama persiapan hingga hari H peringatan HPN 2011 bapak/ibu telah direpotkan dengan berbagai pekerjaan. Terima kasih telah bergerak "sehati sesuara" sehingga dua event besar nasional dapat berjalan lancar dan sukses. Teman-teman dari PLN serta TNI dan Polri, beta tahu tuan dan puan hampir sebulan penuh pontang-panting mempersiapkan berbagai hal demi suksesnya HPN serta kunjungan kerja presiden. Terima kasih untuk pimpinan media massa di NTT serta rekan-rekan wartawan yang telah berkontribusi dengan cara masing-masing. Adik-adikku mahasiswa yang menggelar demo serta tukang kritik, kalian pun telah memberi warna yang indah. Bukankah perbedaan pandangan itu sebuah keniscayaan dalam negara demokrasi?
Lewat HPN dan kunjungan kerja presiden, kita petik pelajaran besar, betapa NTT memiliki aset sosial mengagumkan. Aset itu bernama kebersamaan. Sudah terbukti jatidiri keberhasilan adalah kerja sama. Saling menopang. Yang lemah dikuatkan, yang kuat memberi dukungan. Stop sudah tradisi membesar-besarkan kekurangan. Mari kita membesar-besarkan kelebihan Flobamora sambil terus membenahi kekurangan. Akan sangat indah jika kesadaran merawat keindahan dan kebersihan kota dipertahankan tidak sekadar untuk menyambut tamu. Indah nian bila kerja sama tim yang kompak di segala lini kita pertahankan demi NTT yang lebih baik.
Kerja belum selesai, belum apa-apa. Begitu yang kerap dikatakan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya. Sukses HPN dan kunjungan presiden selama empat hari ke bukan berujung pada kepuasan, tidak berakhir dengan puja-puji atau rasa bangga. Kalau sekadar itu, berarti cuma kebanggaan semu. Zonder berguna! Rakyat NTT menunggu tindak lanjut kunjungan tersebut. Bagaimana pemerintah daerah NTT merealisasikan program percepatan pembangunan demi kesejahteraan rakyat. Harga diri Flobamora ada di sana. Kerja belum selesai, belum apa-apa. Tapi yakinlah, NTT Bisa! Kalau ada kemauan. (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang, Senin 14 Februari 2011 halaman 1
Nadus
dion bata
NADUS sekeluarga akhirnya pulang kampung. Sudah enam belas tahun dia merantau dengan hasil yang bikin kagum. Pekerjaan bagus. Job bergengsi. Punya istri cantik dan dua anak yang sehat. Keluarga di kampung bangga bukan main!
Anak petani yang dulu ke sekolah dasar tanpa alas kaki kini sudah jadi orang penting. Dia pegawai negeri dengan jabatan eselon sekian. Sejak dulu cerita sukses Nadus sudah menjadi buah bibir di kampung.
Cerita kepulangan Nadus cepat menyebar di dusun kecil tempat Nadus dilahirkan. "Nadu walo nua," begitu kata orang-orang. Sudah tradisi di kampung Nadus, kata- kata yang berakhiran dengan konsonan atau huruf mati biasanya hilang dalam tenggorokan saat diucapkan. Nadus disapa tanpa huruf S. Robert disapa Robe. Tinus disapa Tinu saja. Marselus disapa Selu. Oh ya, sebelum tuan dan puan bingung, terjemahan "Nadu walo nua" adalah "Nadus pulang kampung."
Saat liburan sekolah Nadus dan keluarga pulang dengan pesawat terbang. Sang istri yang berasal dari suku berbeda senang bisa segera bertemu dengan mertua dan keluarga besar suaminya. Demikian pula anak-anak Nadus ingin bertemu kakek dan nenek mereka. Lebih dari itu mereka mau melihat kampung kelahiran Nadus yang selama ini hanya mereka dengar dari cerita sang ayah.
Tiba di Kota A, Nadus membuat kejutan bagi istri dan anak. Mereka tidak langsung menuju kampung tetapi ke hotel dan menginap di sana. Nadus beralasan bahwa jarak ke kampung sangat jauh, butuh perjalanan sehari penuh sehingga mereka harus istirahat. Sesungguhnya jarak dari kota A ke kampung Nadus tidak lebih dari 50 km. Mestinya hari itu juga mereka tiba di sana. Nadus menyembunyikan sesuatu dari istri dan anaknya.
Keesokan harinya, Nadus sekeluarga menuju kampung menggunakan mobil sewaan. Nadus malu ko pakai angkutan umum. Dia tidak menggubris saat istrinya protes mengapa mereka tidak langsung check out dari hotel dan hanya membawa pakaian beberapa potong. "Sudah, nanti saja kita diskusikan. Kita harus buru-buru ke kampung," katanya.
Sekitar satu jam kemudian Nadus bertemu dengan kedua orangtua serta rumpun keluarga yang sudah menanti. Kedatangannya kali ini sangat spesial karena pertama kali dia bersama istri dan anak. Sejak berkeluarga, Nadus sebenarnya sudah beberapa kali pulang tapi selalu sendiri.
Orangtua Nadus yang sudah renta menangis haru saat menyambut kedatangan menantu dan dua orang cucu yang sedang lucu-lucunya. Meski hidup mereka susah, orangtua itu menjamu dengan baik. Mereka potong ayam kampung, masak beras merah dan sayuran segar bagi Nadus sekeluarga. Kedua anak Nadus terlihat sangat menikmati suasana alam kampung -- sesuatu yang tidak mereka rasakan di kota.
Kebersamaan yang indah ternoda menjelang senja. Nadus mengajak anak dan istrinya kembali ke kota. Mereka harus menginap di hotel. Nadus malu istri dan anaknya menginap di rumah orangtuanya yang reot. Rumah panggung berdinding bambu beratap seng bekas yang sudah bocor di sejumlah tempat. Di rumah itu pun tak ada tempat tidur dan kasur. Demikian pula dengan kamar mandi dan kakus. Meskipun sang istri mau bermalam di rumah itu, Nadus tetap pada keputusannya.
"Tidak apa-apa kita nginap di hotel. Orangtua saya mengerti. Kalau menginap di sini anak-anak bisa sakit," katanya memberi alasan. Daripada ribut berkelanjutan dan orang sekampung tahu, istrinya mengalah. Mereka kembali ke kota dilepas dengan tatapan pasrah orangtua Nadus.
Begitulah tuan dan puan, secuil kisah nyata yang terjadi beberapa tahun lalu di salah satu kampung di beranda Flobamora. Anak yang sukses di rantau pulang kampung tapi malu menginap di rumah orangtua sendiri karena tidak memenuhi standar rumah layak huni. Tentu saja tidak semua begitu kelakuannya. Banyak pula perantau yang sangat menikmati tidur di rumah orangtua atau keluarga di kampung -- apapun kondisinya.
Beta belum memiliki data valid apakah pengalaman keluarga Nadus masih terjadi sampai hari-hari ini? Sekadar menduga, boleh jadi masih ada putra-putri NTT yang malu seperti Nadus. Malu karena orangtuanya tinggal di rumah reot. Malu karena orangtua mereka belum mengenal kamar mandi dan kakus. Orangtua kita merasa lebih nyaman membuang hajat di hutan atau di balik pohon rimbun. Tidak mandi seharian tak apa-apa.
"Semestinya kita yang sudah sukses di rantau malu karena gagal mengubah wajah kampung. Kenapa kau tidak bangun rumah layak huni dan sehat bagi orangtuamu?" kata seorang kawan menggugat perhatian.
Kiranya temanku itu benar. Dalam beberapa kesempatan sejak tahun 2009 kuping beta terusik tatkala mendengar sentilan Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya tentang apa yang disebutnya sebagai GPK (Gerakan Pulang Kampung). Gubernur mengajak anak-anak NTT untuk membangun kampung halaman masing-masing.
Ikatan keluarga, paguyuban, komunitas atau kelompok arisan yang menjamur di berbagai kota di NTT mestinya menyambut ajakan itu dengan serius lewat agenda aksi terukur. Membangun kampung lewat gerakan masyarakat sipil belum mentradisi di ini propinsi. Baik adanya bila ajakan itu terus kita gaung-gencarkan. Kita jadikan tradisi agar tidak ada lagi Nadus-Nadus baru di masa depan. Tuan ingat kampung halaman? Ayolah! (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang, Senin 31 Januari 2011 halaman 1