Palsu



Paul kesal dan sewot. Sebab gara-gara sakit perut itu dia kehilangan konsentrasi mengikuti pelatihan yang sangat penting di Kota Pahlawan Surabaya. Paul coba mencari tahu musababnya. Dia menduga kemungkinan makanan atau minuman yang disiapkan hotel tempat pelatihan berlangsung kurang higienis sehingga ususnya menjerit. Tapi dugaan itu mendadak sirna karena peserta lain tidak mengalami serangan serupa. Apalagi agak mustahil hotel kelas bintang tiga menyajikan makanan yang membuat tamu sakit perut. Kalaupun ada tentu sangat langka terjadi. Hotel berbintang sangat menjaga kualitas pelayanan mereka.

Setelah minum obat sakit perut dan kondisinya mulai pulih, ingatan Paul segar kembali. Dia ingat pada malam sebelumnya, saat kehausan selepas jalan-jalan dengan seorang teman, dia beli dua botol air mineral merk tertentu di sebuah kios kecil. Letak kios itu tak seberapa jauh dari mall terkenal di Surabaya.


Paul bergegas ke kamar melihat sebotol air mineral yang belum habis diminum. Dia bolak-balik melihat botol kemasan air itu. Tidak ada yang janggal. Kemasan asli. Cap kadaluarsa pun meyakinkan. Penasaran, Paul menuju restoran hotel untuk membuat perbandingan dengan air mineral yang dijual restoran tersebut sekaligus mengecek keaslian. Ketika melihat botol di tangan Paul, petugas restoran segera memastikan bahwa Paul telah menjadi korban air mineral palsu. Ada beberapa tanda khusus pada kemasan botol yang bisa membedakan air mineral asli atau palsu. Menurut petugas itu, salah satu modus kepalsuan adalah ubah masa kadaluarsa. Jika konsumen kurang jeli bisa tertipu karena capnya mirip yang asli.

"Kalau Bapak tidak percaya air ini palsu, silahkan bandingkan rasanya dengan air yang kami siapkan di sini dari merk yang sama," kata petugas itu kepada Paul. Tak butuh waktu lama bagi Paul untuk merasakan perbedaan. "Aih, pantas perut saya sakit sekali. Saya minum air kotor. Setelah uang palsu, ijasah palsu, sekarang air minum juga palsu!" kata Paul sambil menggerutu.

Mudah-mudahan tuan dan puan tidak mengalami nasib seperti temanku Paul yang sakit perut karena minum air mineral palsu di Surabaya medio pekan lalu. Sebagai konsumen tuan mesti waspada membeli produk makanan dan minuman.


Meskipun praktek kepalsuan begitu tebal menghiasi langit Indonesia, sebagai konsumen kita kerapkali lupa. Saat membeli obat, makanan atau minuman kita menyimak kemasan sekadarnya. Tidak sungguh-sungguh memastikan apakah produk yang kita beli masih baik dikonsumsi atau tidak. Psikologi orang haus dan lapar adalah ingin segera memasukkan makanan dan minuman ke dalam mulut. Demikian pula dengan orang sakit. Cepat-cepat minum obat agar sembuh.

Itu tentang produk makanan, minuman atau obat. Sekarang ada kepalsuan yang bergulir terang-terangan yaitu "kepalsuan" tabung elpiji ukuran 3 kg yang meledak hampir saban hari. Ledakan tabung gas itu telah menimbulkan kepanikan yang luar biasa di tengah masyarakat. Orang jadi takut menggunakan tabung gas sebagai pengganti minyak tanah sebagaimana dikampanyekan pemerintah. Beberapa kolega bahkan berjanji tidak akan menggunakan elpiji selama belum ada jaminan sumber energi untuk kebutuhan rumah tangga tersebut aman.

Ledakan tabung gas ukuran 3 kg benar-benar sudah kelewatan. Hampir tiada hari tanpa ledakan yang menghanguskan rumah dan melukai manusia. Ratusan orang telah menjadi korban, mulai dari balita, ibu hamil hingga kakek dan nenek.

Dari fakta ledakan gas elpiji ukuran 3 kg yang terjadi sejauh ini sudah jelas bahwa tabung gas yang dilempar ke masyarakat dikerjakan asal-asalan. Bisa disebut tabung gas palsu! Orientasi produsen cuma ingin mereguk keuntungan sebesar- besarnya tanpa memastikan jaminan keamanan bagi konsumen.

Warga masyarakat Indonesia telah berulangkali mengajukan protes kepada pemerintah, namun peristiwa ledakan tak kunjung mereda. Protes paling baru terjadi di Jakarta, Minggu (18/7/2010). Aktivis Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) memprotes kualitas tabung gas isi 3 kg dengan cara melempar puluhan tabung ke jalan raja. "Ini bentuk kekecewaan kami terhadap pemerintah. Tabung gas sengaja kami lempar ke jalan sebagai bentuk simbolis mengembalikan produk bobrok tersebut kepada pemerintah," ujar Acil Lagoa, salah seorang anggota Bendera.

Tidak hanya aksi melemparkan puluhan tabung gas ke jalan, aktivis Bendera juga menggalang aksi pengumpulan tabung gas dari warga yang merasa terancam dengan kehadiran benda itu di rumahnya. Bendera akan mengumpulkan 1.000 tabung gas untuk dikembalikan ke pemerintah. Caranya? Tabung gas akan dilempar di depan kantor Pertamina. Wah! Pesannya jelas. Kepalsuan membuat rakyat marah. Negara sebesar ini dengan usia pemerintahan lebih dari setengah abad gagal mengurus hal remeh-temeh seperti tabung gas ukuran 3 kilogram.
Bagaimana dengan kita di beranda Flobamora? Jika omong soal tabung gas, gaung korban memang terdengar jauh di luar teritori Nusa Tenggara Timur. Maklum sebagian besar penghuni Flobamora masih menggunakan minyak tanah dan kayu bakar. Minyak tanah palsu jarang terngiang. Yang riuh rendah adalah minyak tanah langka atau harga minyak tanah berlipat ganda dari patokan dasar pemerintah. Demi dapur tetap mengepulkan asap banyak orang rela membeli minyak tanah dengan harga mahal. Patokan harga dari pemerintah seperti macan ompong. Tak bergigi dalam praktek sehari-hari. Keadaan semacam ini apakah bukan kepalsuan?

Medio pekan lalu harian ini merilis warta kecil. Survai Public Finance Management (PFM) membuktikan manfaat yang dirasakan masyarakat dari dana APBD kabupaten/kota dan APBD Propinsi NTT masih sangat kecil. Belanja per kapita yang dinikmati masyarakat setiap bulan hanya Rp 66.678. Dari gambaran tentang penerimaan per kapita dan belanja per kapita per bulannya yang retalif rendah, menunjukkan kondisi ketergantungan fiskal tinggi, kapasitas fiskal yang kecil serta pertumbuhan ekonomi relatif rendah.

Apa artinya hasil survai ini? Sederhana sekali. Lagi-lagi bercerita tentang "kepalsuan" kebijakan pro rakyat. "Ketahuilah bung. Alokasi dana APBD NTT serta APBD kabupaten/kota di propinsi ini untuk belanja pembangunan persentasenya rata-rata tidak lebih dari 5 persen," kata seorang kolega yang paham tentang seluk-beluk APBD. Bayangkan tuan dan puan! Anggaran untuk rakyat hanya 5 persen. Yang 95 persen ke mana? Lalu siapa yang lebih sejahtera? Duhai dewi kepalsuan ... sosokmu ada di depan mata. (dionbata@gmail.com)

Pos Kupang edisi Senin, 19 Juli 2010 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes