Sembilan Kelurahan di Kupang Butuh Angkot

Angkot di Kota Kupang
POS KUPANG.COM, KUPANG, PK- Sebagian besar warga yang bermukim di sembilan kelurahan di Kota Kupang membutuhkan transportasi umum angkutan kota (angkot). Kesembilan kelurahan itu yakni Kelurahan Kayu Putih, Liliba, Oesapa Selatan, Naioni, Fatukoa, Belo, Kolhua, Naimata dan Fatufeto.

Akibat ketiadaan angkot, pengguna jasa harus berjalan kaki antara 1 hingga  3 kilometer lebih untuk mendapatkan angkot atau ojek. Masyarakat mengharapkan Walikota Kupang, Jonas Salean memperhatikan hal ini.

Agustina (15), siswi sebuah SMP di Kupang, pekan lalu mengungkapkan, dirinya setiap hari pukul 06.15 Wita harus tinggalkan rumah di Kelurahan Liliba untuk ke sekolah. Agustina mesti berjalan kaki sekitar 1,5 km untuk sampai di jalur angkutan kota (angkot) di Bundaran PU, tak jauh dari Jembatan Liliba. Bukan hanya Agustina, masih banyak  pelajar, mahasiswa dan pegawai yang berjalan kaki ke tempat angkot melintas secara reguler.

Agustina harus `bersaing' dengan banyak orang dengan latar belakang berbeda untuk cepat sampai di jalur angkot setiap pagi.  Pulang sekolah pun, Agustina harus berjalan kaki hingga 1,5 km  di bawah sengatan terik matahari kembali ke rumahnya. 

Sarana tranportasi umum berupa angkot  menjadi kebutuhan prioritas warga Liliba dan warga di sejumlah kelurahan lainnya di Kota Kupang. Hingga tahun 2015, belum ada jalur angkot yang sampai ke sejumlah wilayah seperti Kelurahan Naioni dan Belo berjarak sekitar 3 Km dari perempatan jalur 40. Mereka harus rela berjalan kaki atau menumpang ojek atau mobil bak terbuka pick-up yang dimodifikasi mirip angkot.

Margarita Pellondou-Seran, warga RT 05, RW 2 Kelurahan Belo, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, ditemui di kediamannya, Kamis (26/11/2015), mengaku sebelum memiliki sepeda motor, dia dan keluarganya selalu berjalan kaki sejauh hampir 2 km untuk bisa sampai ke perempatan jalur 40 agar bisa menumpang angkot untuk keperluan belanja dan kegiatan lainnya di Kupang.

Beberapa tahun lalu, dia dan warga Belo lainnya bisa menumpang  mobil pick-up. Terkadang mereka harus menumpang ojek jika tidak `kebagian' pick-up. Namun masih banyak juga warga lain di Belo yang tetap memilih berjalan kaki hingga ke jalur 40 karena biaya transportasi ojek mahal dan sering tak kebagian pick-up.

"Tentunya kami punya kerinduan agar bemo (angkot, Red) bisa masuk sehingga biayanya bisa lebih lebih murah ketimbang pick-up dan ojek. Dulu pernah ada yang masuk sampai ke Terminal Belo namun tidak ada lagi karena lebih senang berputar di jalur 40. Akibatnya warga Belo selalu kesulitan sarana transportasi," kata Margarita yang biasa melakukan pelayanan rohani.

Hal senada disampaikan ketua RT 05 RW 02 Kelurahan Belo, Thobias Pellondou. Menurut dia, masyarakat Belo mengharapkan angkot lampu 2 bisa masuk hingga  Terminal Belo. Usulan tersebut dan permintaan perbaikan jalan ke gang, selalu diusulkan dalam musrenbang namun berlum terealisasikan hingga saat ini. "Kami berharap Terminal Belo difungsikan kembali sehingga bemo (angkot) dari Kupang bisa masuk sampai ke Terminal Belo dan masyarakat bisa terlayani," kata Thobias.

Stefanus, warga Kelurahan Kolhua mengaku kecewa terhadap pemerintah yang tidak membuka  rute angkot Kolhua -Kupang. Padahal wilayah Kolhua sudah berkembang dengan penambahan penduduk dan perumahan di sana.

"Dulu tahun 1980-an ada angkot yang ke Kolhua, namun sudah tidak ada lagi. Harusnya pemerintah membuka rute ke Kolhua lalu mengarahkan pengusaha untuk melayani di sana. Saya yakin, jika angkot rutin masuk ke Kolhua maka masyarakat sangat terbantu. Kalau numpang ojek dari Kupang ke Kolhua biayanya mulai Rp 15.000 sampai Rp 25.000. Kami sangat kesulitan," kata Stefanus.

Kondisi yang sama dialami Benyamin, warga Fatukoa, yang berharap ada rute angkot yang melayani rute jalur 40 -Naioni -Fatukoa -Tenau Bolok. "Saya lihat ruas jalannya sudah bagus, tapi kenapa belum ada rute ke wilayah itu. Tolonglah Pak Walikota, kami butuh angkot," kata Benyamin.

Kesulitan jasa transportasi juga dialami masyarakat di Kelurahan Kayu Putih, Oesapa Selatan, Naioni, Naimata dan lainnya. Padahal jika dilihat dari letak kelurahan- kelurahan tersebut tak jauh dari pusat Kota Kupang.

"Saya lebih baik berjalan kaki ke jalur angkot daripada naik ojek. Selain karena biayanya mahal, saya juga khawatir karena ada pengalaman teman saya diganggu tukang ojek. Memang tidak semua tukang ojek seperti itu namun paling tidak harus ada penertiban dan pendataan sehingga kami pmerasa aman saat menggunakan jasa ojek," kata Lili, warga Kupang.

Warga lainnya berharap Walikota Kupang saat supaya menyelesaikan persoalan angkot ini sebelum Pilkada Kota. Sedangkan Dele, warga Tofa, berharap DPRD bisa mendengar dan menindaklanjuti kebutuhan masyarakat akan jasa tranposrtasi umum.

"DPRD jangan urus masalah politik, ekonomi, hukum, tapi tolong lihat juga kebutuhan transportasi untuk masyarakat Kota yang wilayahnya belum ada rute angkota," kata Dele.

 Transportasi Alternatif

Akibat  ketiadaan rute angkot di sejumlah wilayah Kota Kupang,  muncul jasa transportasi alternatif seperti mobil pick-up dan jasa ojek. Theresia, Is Taibonat, Lazarus Bana, Dikson, warga Baun, Kabupaten Kupang  ditemui di atas mobil pick- up Sabtu (28/11/2015) sore meminta Walikota Kupang menyediakan alat transportasi untuk warga Belo. "Kasihan orang Belo, sering ebutan naik pick-up,"  kata Theresia.

Berto, sopir pick-up Techno mengatakan jumlah pick-up ke Baun memang banyak namun tetap saja kurang karena mobil itu juga mengangkut penumpang asal Belo.
"Pick-up jalan mulai pukul 05.00 Wita sampai pukul 18.00 Wita. Kami juga mengangkut penumpang Belo," kata Berto yang dibenarkan Donal, sopir Reyhan.

Mobil pick-up adalah angkutan umum yang melayani masyarakat Baun, Kabupaten Kupang. Pick-up melayani warga Baun yang hendak ke Kota Kupang. Namun, pick up ini juga digunakan masyarakat Belo, Kota Kupang karena melewati wilayah itu.
Pick-up beroperasi sejak tahun 1990-an. Tarifnya berkisar antara Rp 3.000 hingga 10.000. Di Kota Kupang, mobil mobil pick-up menunggu penumpang di depan kampus lama Undana Kupang di Jalan Soeharto.

Pick-up sebenarnya mobil angkutan barang. Bagian atap belakang dipotong lalu dipasangi terpal hingga terlihat lebih terbuka dibandingkan angkot. Tempat duduk penumpang pun dari kayu dan semua menghadap ke depan. Penumpang naik dari belakang.  Sejumlah aksesoris pick-up pun dibuat menarik seperti tulisan dan stiker di depan dan samping.

Begitu juga dengan hiasan di kaca depan. Bahkan ada yang dilengkapi televisi kecil,  tape serta sound system.Sementara moda transportasi ojek juga sangat banyak. Pangkalan ojek terdapat di sejumlah wilayah kelurahan. Jasa ojek mengantar penumpang ke mana saja sesuai kesepakatan harga antara penumpang dan ojek. Ojek tidak hanya melayani penumpang dari gang ke gang namun masuk ke ruas jalan besar dan jalan utama di Kota Kupang. (vel)

Sumber: Pos Kupang 30 November 2015 hal 1

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes