HARI itu saat malam Minggu menjelang, beta terpaksa keluar dari tribun Stadion Oepoi Kupang menuju pelataran parkir untuk mencari udara segar. Setelah menyaksikan duel menarik selama satu setengah jam serta upacara penyerahan piala dan hadiah, beta sungguh tak tahan lagi berdesak-desakan dengan 35 ribu penonton yang berpesta pora. Mereka merayakan kemenangan klub Botung Anak Kupang alias Bonak menjuarai kompetisi Liga Kota KASIH (LKK) yang ketiga.
Di partai puncak hari itu, klub Bonak asuhan pelatih Petrus Abanat mengalahkan juara dua musim kompetisi sebelumnya AS Roma 1-0. Malang nian nasib AS Roma (singkatan dari Anak-anak Seputar toko Roda Mas) karena tim kebanggaan warga Kuanino itu cukup memerlukan hasil seri untuk pertahankan gelar. Tetapi tim asuhan Zeth Adoe lengah di menit akhir sehingga gelar juara di depan mata tak tergapai untuk ketiga kalinya. Bola memang bundar dan kini giliran Bonak berjaya.
Kembang api warna-warni menghiasi langit Kupang bersama terang bulan purnama kala itu ketika Walikota Kupang, Drs. Daniel Adoe menyerahkan piala bergilir LKK kepada kapten Bonak di tribun VIP. Ketua Umum Pengurus Cabang PSSI Kota Kupang, Drs. Daniek Hurek tersenyum ceria bersama jajaran pengurus teras seperti Pieter Fomeni, Melkisedek Madi, Felix Dando, Anton Kia dan lainnya.
Di tribun maupun di tengah lapangan Stadion Oepoi histeria penonton terekspresi dalam beragam wujud. Pengurus klub Bonak, pemain dan suporter
setia yang tergabung dalam Bonak Fans Club larut dalam pesta. Mereka bakupeluk, bakucium pipi kiri kanan, bersalam-salaman. Pesta Bonak masih berlanjut dengan pawai keliling Kota Kupang yang membuat jalanan macet total di sejumlah titik.
Kupang malam itu merayakan kemenangan sepakbola. Pesta untuk sukses Liga Kota Karang yang makin mendapat tempat di hati 400 ribu penduduk kota KASIH.Sebagai juara kompetisi LKK, Bonak dapatkan hadiah uang sebesar Rp 150 juta. AS Roma (runner-up) Rp 75 juta, juara ketiga Kristal FC mendapat 50 juta dan Britama Kupang yang menempati ranking keempat mendapat hadiah Rp 25 juta.
Top Scorer atau pencetak gol tersubur diraih pemain Platina FC, Atus Karpitang dengan 26 gol. Atus berhak atas hadiah Rp 15 juta. Sedangkan pemain terbaik jatuh ke tangan striker AS Roma, Decky Kadja. Decky juga mendapat hadiah Rp 15 juta. Tim fair play direbut klub Sandelwood asuhan Paul Ngongo Bili.
Liga Kota KASIH merupakan perwujudan tekad pengurus PSSI pimpinan Daniel Hurek yang juga wakil walikota Kupang. Setelah bertahun-tahun mati suri, kompetisi antarklub perserikatan di ibu kota Propinsi NTT tersebut kembali diputar dengan manajemen lebih rapi dan konsisten. Sebanyak 24 klub di Kupang dibagi ke dalam dua divisi sesuai peringkat, yakni Divisi Utama dan Divisi I masing-masing beranggotakan 12 klub. Kompetisi sesuai format standar liga dunia itu menerapkan sistim promosi dan degradasi.
PSSI Kota Kupang menetapkan tiga tim promosi dan tiga tim degdarasi setiap musim kompetisi LKK yang bergulir selama delapan bulan. Jadwal pertandingan berlangsung setiap hari Sabtu dan Minggu di Stadion Oepoi. Mengingat Oepoi telah dilengkapi lampu sorot di empat sudut stadion, maka selalu ada pertandingan sore dan malam hari. Para pemain dimanjakan dengan rumput stadion yang lembut bagaikan permadani serta ruang ganti ber-AC.
Penonton pun menikmati pertandingan dari duduk tribun dengan kursi yang bagus.
Bergulirnya LKK diatur sedemikian rupa oleh PSSI sehingga tidak mematikan kompetisi yang sudah berjalan lama seperti Faperta Cup, Fosmab Cup, Imapem Cup, Ipelmen Cup, Dji Sam Soe-Pos Kupang Cup, Angkasa Pura Cup dan lainnya.
Event-event tersebut justru menjadi penopang mutu LKK.
Pelatih klub di sini semuanya bersetifikat nasional. Dan, terjadi peremajaan wasit besar-besaran. Usia wasit sesuai ketentuan FIFA. Sejumlah wasit dari Kupang, misalnya Abdul Muis, Kid Bokilia, Athen Bana, Lukman Hakim dan Chris Umbu Yogar bahkan telah dipercayakan PSSI memimpin pertandingan Liga Indonesia.
Setelah tiga tahun bergulir LKK mulai menebarkan pesona. Membius warga Kupang. Kompetisi itu menjadi hiburan akhir pekan. Penonton selalu berduyun- duyun ke stadion. Mereka menghargai event sepakbola dengan membeli tiket masuk, menonton dengan tertib, mengekspresikan rasa dengan santun. Tak ada adufisik karena spirit LKK adalah kompetisi kasih. Laga bola tanpa kekerasan.
Suasana stadion warna-warni. Suporter yang masuk anggota Fans Club menyanyi sepanjang laga, menabuh gong gendang, meniup terompet dan suling. Melambai- lambaikan atribut klub bermotif lokal NTT. Tiap pertandingan adalah pesta bola.
Tiket masuk setiap pekan ratusan juta rupiah. Tiket itu dibagi adil kepada para pihak sesuai ketentuan yang disepakati bersama. Sudah pasti ada jatah tetap bagi klub yang bertanding. Makin banyak penonton, pundi-pundi klub semakin tebal.
Dan, LKK sungguh menggairahkan ekonomi rakyat sebagaimana harapan duet pimpinan Kota Kupang, Daniel Adoe-Daniel Hurek. Tidak hanya pendapatan Ina, Ama pedagang kaki lima (PKL) meningkat pesat. Di kota ini tumbuh beragam usaha bisnis berkaitan dengan cabang olahraga apa saja. Partisipasi kalangan swasta melalui sponsorship terus meningkat. LKK menjadi ikon kebanggaan Kupang.
Setiap akhir musim, tim juara ujitanding melawan juara Divisi Utama Liga Indonesia di Kupang. Mutu LKK yang semakin baik menarik minat klub anggota Divisi Utama Liga Indonesia merekrut pemain berbakat asal Kupang. Kupang jadi lumbung pemain-pemain hebat di klub papan atas Indonesia. LKK juga jadi model kompetisi yang ditiru perserikatan lain di seluruh NTT. Luar biasa bukan?
Tetapi maaf beribu maaf. Kisah panjang lebar di atas hanyalah mimpi beta, salah seorang warga Kupang yang mencintai sepakbola. Mumpung sedang musim jual mimpi menjelang pilpres, maka izinkan beta menjual mimpi bola kepada tuan dan puan. Bukankah mimpi bisa menjadi kenyataan? (dionbata@yahoo.com)
Pos Kupang edisi Senin, 15 Juni 2009 halaman 1