ENDE, PK---Prosedur pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Ropa di Desa Keliwumbu, Kecamatan Maurole, Kabupaten Ende dinilai menyimpang. Akibat kesalahan prosedur, negara dirugikan sekitar Rp 3.075.424.000.
Prosedur yang dilanggar oleh PT PLN Cabang Flores Bagian Barat dalam kasus pengadaan tanah tersebut yakni Peraturan Presiden No 36 tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, Peraturan Presiden No 65 tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Presiden No 30 tahun 2005 serta Peraturan Kepala BPN RI No 3 tahun 2007.
Demikian dikatakan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ende, Marihot Silalahi, SH, dalam jumpa pers dengan para wartawan di Aula Kejari Ende, Jumat (29/5/2009). Marihot menjelaskan, untuk menangani kasus tersebut Kajari Ende telah membentuk tim yang terdiri dari Kajari Ende, Dwi Wahyurianto SH selaku Kasi Pidsus, Faetony Yosy Abdullah SH selaku Kasi Datun dan Endang Tritana SH selaku Kasubsi Eknom.
Silalahi mengatakan, terungkapnya kasus pengadaan tanah untuk PLTU Ropa sehingga merugikan negara didasari laporan masyarakat dan juga pemberitaan media masa. Bersumber dari fakta tersebut, kata Silalahi, Kejari Ende melakukan penyedikan dan juga meminta BPKP NTT untuk melakukan audit. Dari hasil audit BPKP pada awal Mei 2009 ditemukan adanya kerugian negara senilai Rp 3.075.424.000.
Dijelaskan Silalahi, alokasi anggaran untuk pengadaan tanah pembangunan PLTU Ropa senilai Rp 7.667.940.000. Dan dari jumlah tersebut terjadi penyimpangan prosedur yang mengakibatkan kerugian negara Rp 3.075.424.000.
Menurut Silalahi, dalam pengadaan tanah untuk pembangunan PLTU Ropa sebenarnya telah dibentuk tim 9 yang berasal dari Pemda Ende, namun dalam kenyataannya semua diambil alih oleh PLN Cabang Flores Bagian Barat dalam melakukan pembayaran terhadap para pemilik tanah tanpa melibatkan tim 9. Akibat prosedur yang dilanggar tersebut, terjadi kerugian negara mencapai miliaran rupiah.
Menurut Silalahi, dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum semestinya harus tetap mengacu pada sejumlah regulasi yang telah berlaku seperti peraturan presiden maupun peraturan Kepala Badan Pertanahan RI sehingga dalam prosesnya tidak terjadi penyimpangan. Dalam kasus Ropa, pihak PLN Cabang Flores Bagian Barat justru mengabaikannya, sehingga terjadi kerugian negara.
Dua Tersangka
Dalam kasus tersebut, kata Silalahi, Kejari Ende telah menetapkan dua tersangka yakni AD dan KD. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dengan pertimbangan bahwa keduanya dianggap paling bertanggung jawab dalam pengadaan tanah untuk PLTU Ropa.
Dikatakannya kasus tersebut akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Ende dalam waktu dekat dan diperkirakan pada bulan Juli telah ditangani oleh PN Ende.
Sementara itu manajemen PT PLN Cabang Flores Bagian Barat yang hendak dikonfirmasi belum bisa dikonfirmasi karena Manajer PT PLN Cabang Flores Bagian Barat, Marjon Sinaga, sedang berada di luar daerah. Sedangkan Asmen Administrasi Simi Lapebesi melalui Sekretaris, Lusi mengatakan bahwa dia tidak berhak memberikan keterangan apa pun karena yang berhak memberikan katerangan kepada wartawan adalah Manajer PT PLN Cabang Flores Bagian Barat, Marjon Sinaga.
Manajer PT PLN Cabang Flores Bagian Barat, Marjon Sinaga yang hendak kembali dikonfirmasi Pos Kupang, Minggu (31/5/2009), juga tidak berhasil. Dua kali dikirim SMS untuk dimintai tanggapan terkait kasus PLTU Ropa juga tidak dibalas. (rom)
Pos Kupang edisi Senin, 1 Juni 2009 halaman 1