JAKARTA, PK -- Lingkar Madani Indonesia (LIMA) menyayangkan pengumuman Daftar Calon Sementara (DCS) yang mencantumkan gelar akademik maupun gelar kemiliteran bagi para calon wakil rakyat.
"Maraknya penggunaan gelar akademik dan militer dalam DCS merupakan sesuatu yang sangat ironis. Hakekatnya, gelar akademik disandang demi kepentingan akademik. Begitu juga dengan gelar kemiliteran. Penggunaan dua gelar ini sudah semestinya tidak dilakukan secara semena-mena, " ujar Direktur Eksekutif LIMA Ray Rangkuti, Sabtu (11/10/2008).
Pada dasarnya, kata Ray, dua dunia tersebut harus independen dari kegiatan-kegiatan politik atau dibawa- bawa demi kepentingan politik. Perdebatan tentang apakah gelar akademik dapat dimuat di surat suara atau tidak telah lama muncul. Setidaknya sejak pemilu 2004 yang lalu.
"KPU dapat kembali melihat wacana tersebut dan menjadikannya sebagai dasar untuk membuat kebijakan bahwa penggunaan gelar akademik dan militer tidak dapat diberlakukan di dalam surat suara. Dengan begitu, sekalipun Parpol emoh untuk mencabut penggunaan dua gelar tersebut, KPU dapat melakukannya melalui ketentuan dan peraturan KPU tentang format surat suara pemilu legislatif 2009," imbuhnya.
LIMA Nasional menemukan seluruh parpol memperkenankan para DCS mereka mempergunakan gelar akademik sebagai bagian indentitas diri berbaur dengan deretan DCS yang sama sekali tidak mempergunakan gelar tersebut. Begitu juga dengan gelar kemiliteran.
Setidaknya LIMA Nasional menemukannya di Parpol HANURA (3 orang), PKPI (3 orang), Barisan Nasional (3 orang), Demokrat (2 orang), PAN (1 orang), PKB (1 orang).
Menyimak dan menyikapi DCS yang telah diumumkan, Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Nasional memberikan pandangannya; menyayangkan formulasi DCS yang telah diumumkan KPU. Pengumuamn DCS sebatas nama, dapil dan parpol sangat tidak membantu masyarakat untuk segera melakukan pengecekan atas puluhan ribu nama yang ada.
"Lebih-lebih pemuatan foto tak disertakan dalam DCS. Setidaknya KPU menyertakan tanggal, bulan dan tahun kelahiran serta alamat terakhir dari para caleg. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah masyarakat melakukan pengecekan tentang kebenaran identitas tersebut," ungkapnya.
"Nama yang serupa sama seringkali merepotkan untuk dilakukan pengecekan. Pemuatan identitas tersebut, akan membuat halaman DCS bertambah. Dengan sendirinya pembiayaan akan bertambah. Tetapi, dana yang keluar akan sebanding dengan kemampuan dan kemudahan masyarakat untuk melakukan pengecekan akan keabsahan administratif DCS," ungkapnya lagi.
Fakta sebenarnya, pengumuman DCS telah memancing partisipasi masyarakat untuk melakukan pengaduan dan hal ini sangat membantu KPUdalam melakukan ferivikasi administratif DCS. LIMA Nasional menyayangkan keterbatasan penggunaan media sosialisasi yang dilakukan oleh KPU. Dengan hanya terbit sekali dan dalam media nasional, tentu sangat membuat masyarakat yang tidak dapat mengakses data tersebut kesulitan melakukan pengecekan.
"Semestinya, keterbatasan media ini dapat disiasati KPU dengan cara menyebarkan foto copi DCS melalui KPU Daerah Kabetapan/Kota. Dengan begitu, DCS menjadi sangat dekat dengan basis pemilih. Sebab, seluruh dapil DCS pada hakekatnya ada di Kabupaten/Kota, " kata Ray.
"Agar KPU membuat kebijakan yang tegas soal pemuatan ketentuan pasal 55 ayat (2) tentang ketentuan memuat dalam tiga orang terdapat satu orang perempuan bakal calon," imbuhnya.
LIMA Nasional juga menemukan beberapa parpol tidak melaksanakan ketentuan tersebut. Misalnya Partai Bulan Bintang, PDI-P. Sejatinya, DCS telah dibuat dengan format sesuai ketentuan pasal 55 auat (2) tersebut. KPU harus meminta Parpol tersebut untuk menyusun ulang DCS sesuai pasal 55 ayat (2) untuk ditetapkan menjadi DCT. (persda network/yat)
Pos Kupang edisi Senin, 13 Oktober 2008 halaman 7