Museum


HARI menjelang remang di Marienplatz, jantung Kota Munich. Batin telah lama bergumam, pulanglah ke hotel sekarang! Hampir seharian menikmati kejayaan negeri orang. Tapi kaki tak hendak beranjak. Sontak teringat pesan seseorang menjelang keberangkatan ke Jerman. Jangan lupa lihat museumnya!

Sekali lagi kutengok peta di tangan. Oh.. Marienplatz memang pantas disebut jantung ibukota Bavaria. Tempat interaksi sosial penduduk kota dan manusia berbeda benua. Lokasi paling ideal untuk sekadar kongkow, mejeng atau jalan jalan sore. Inilah pusat keramaian Munich, kota metropolis terbesar ketiga di Jerman. Inilah city center Munich sejak tahun 1158.

Di sinilah berlangsung ajang paling heboh sejagat bernama Oktoberfest. Festival minum bir selama dua pekan lebih yang menyedot 6 juta turis per tahun. Sebuah festival ketika orang mengenakan kostum Bavaria dan menumpahkan sekitar 6,9 juta liter bir untuk diminum bersama. Gila! Bulan Oktober 2010 adalah peringatan dua abad Oktoberfest yang so pasti  lebih dahsyat perhelatannya.

Sama halnya plaza dan ruang terbuka di kota-kota utama Eropa, Marienplatz sangat memanjakan wisawatan. Plaza ini dikelilingi bangunan kuno yang sebagian besar lantai dasarnya berfungsi sebagai kafe, restoran dan butik.


Dari plaza ini tuan bisa kemana saja bermodal jalan kaki. Dalam radius satu kilometer persegi hampir menemukan segalanya. Dari butik, toserba, toko suvenir, kafe sampai pedagang kaki lima. Bersama teman-teman dari sejumlah negara, beta sudah puas menikmati keindahan Munich dari Rathaus (Town Fall, 1867-1908) bergaya neo-gothic yang terkenal dengan Glockenspiel di atas menara setinggi 85 meter. Beta pun terharu menatap patung Bunda Maria yang sedang memandang ke bawah, seolah menyaksikan keceriaan "anak-anaknya" dari berbagai belahan dunia di Marianplatz dari puncak tugu marbelnya.

Beberapa jam yang lalu kami telah mencicipi keunikan Church of the holy Ghost yang dibangun abad ke-14 lalu direstorasi dalam gaya Roccoco antara tahun 1724-1730. Demikian pula dengan Church of Our Lady atau Katedral Munich. Katedral yang ditahbiskan tahun 1494 bergaya gothic dengan dua kubah menara ini adalah landmark Kota Munich. Kartu pos yang mudah ditemukan di Munich umumnya mempromosikan keindahan gereja tua itu.

Secangkir bir di tangan pengusir rasa dingin telah lama kosong, tapi beta masih duduk di kafe jalan Marienplatz. Hampir semua tempat bersejarah di jantung Munich telah beta nikmati. Mau apa lagi? Ah, tetap saja ada yang kurang. Museum! Peta di tangan memenuhi dahaga itu.

Kutinggalkan pengamen yang melantunkan irama reggae. Masih ada waktu menyusuri riverwalk Isartor yang romantik. Isartor river terletak di sisi timur, kurang lebih 10 menit berjalan kaki dari Marienplatz atau lima menit dari Isartorplatz. Sungainya lebar, berarus tenang dan bercabang di beberapa titik hingga berkesan membentuk pulau di tengah sungai. Di situlah terletak Deutsches Museum atau German Museum for Science and Technology. Museum ini menyajikan riwayat kemajuan produk sains dan teknologi Jerman. Beberapa contoh aplikasi hukum alam, peralatan keteknikan prosedur sains dipresentasikan dalam kemasan yang menghibur. Gampang dimengerti alur ceritanya.

Isi museum sangat lengkap. Mulai dari riwayat teknologi kapal laut, teknologi penerbangan dan antariksa, pertanian, percetakan, telekomunikasi, konstruksi mesin, elektronik, kimia, teknologi lingkungan, mekanika halus, teknologi nano, gen dan sebagainya. Museum sains menjelaskan Jerman kaya gagasan mulai dari bikin sepeda sampai format MP3. Orang-orangnya berinovasi tiada henti mulai dari Homeopati hingga Albert Einstein dengan teori relativitasnya. Butuh waktu lama jika puan hendak melahap seluruh isi museum.

Dari brosur tentang museum di Munich diketahui bahwa museum sains dan teknologi termasuk paling ramai dikunjungi turis, selain museum BMW. Ya, di kota inilah markas dan cikal bakal pabrik mobil terkenal tersebut. BMW (Bayerische Motoren Werke AG atau Bavarian Motor Works) adalah produk otomotif kebanggaan negara bagian Bavaria dan Jerman. Bagi orang Indonesia, BMW adalah lambang prestise. Simbol kemakmuran hidup.

Museum BMW tidak hanya memamerkan kejayaan masa lalu tapi juga menyajikan informasi lengkap soal perkembangan teknologi masa lalu, kini dan masa depan BMW. Karena keterbatasan waktu beta tidak berkunjung ke museum yang dibangun tahun 1971 tersebut. Beta hanya sempat memandang bangunannya yang mirip mangkuk beton dari jendela bus dalam perjalanan pulang dari Munich ke Koln 16 Maret 2010 lalu.

Munich memang tidak semata dikenal sebagai Kota Bola, Bir dan BMW. Munich tidak hanya kenangan getir peritsiwa Black September 1972 (serangan teroris terhadap atlet Israel saat Olimpiade 1972), Film "Munich" garapan Steven Spielberg, Stadion Allianz Arena dan klub bertaburan bintang, Bayern Munich. Munich adalah kota museum. Puluhan museum terdapat di kota ini dan menjadi obyek wisata andalan bagi pendapatan negara. Sehari tak pernah cukup untuk mengunjungi museum-museum di kota itu.

Agaknya wajar jika Federasi Jerman yang terdiri dari 16 negara bagian berani mengklaim diri sebagai nomor satu di dunia dalam hal kepemilikan museum. Terdapat 5.000 museum di seluruh Jerman yang berpenduduk 82 juta jiwa (500 di antaranya museum seni rupa). Juga terdapat 300 teater, lebih dari 100 teater musik dan gedung opera, 130 orkes profesional dan 7.500 perpustakaan! Setiap tahun 95.000 judul buku terbitan baru atau edisi cetak ulang. Bangsa yang selalu belajar dan belajar. Bangsa yang tak lupa budaya.

Sontak teringat Indonesia. Mendadak terkenang kampung halaman Flobamora. Museum di Indonesia bukanlah obyek wisata utama. Museum di beranda Flobamora adalah tempat yang paling jarang dijamah. Museum bukan ruang publik yang menyenangkan, sumber ilmu pengetahuan dan kebajikan.

Wisata museum belum menjadi bagian dari gaya hidup kita. Hanya sedikit orang yang peduli. Cuma segelintir yang punya atensi. Dalam keheningan museum di Munich, beta meyakini satu hal, tak ada kata terlambat untuk mulai. Setidaknya mulai dari diri sendiri. Tidaklah patut memuja kejayaan negeri orang sambil menghujat milik sendiri. Terkenang Museum Negeri di Jalan El Tari Kupang yang wajahnya bersahaja. Ingin hatiku segera ke sana lagi. Meskipun kekayaan negeriku itu sepi sendiri. Dan, sunyi! (dionbata@yahoo.com)

Pos Kupang edisi Senin, 22 Maret 2010 halaman 1
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes