Uang Partisipasi

SEORANG pembaca Tribun pernah mengungkapkan pengalaman menarik. Beberapa waktu lalu dia membawa bayinya untuk imunisasi campak dan polio di salah satu Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas).  Sesuai program pemerintah pusat  melalui Kementerian Kesehatan, imunisasi tidak dipungut biaya alias gratis.

Petugas Puskemas memang tidak memungut biaya. Tetapi di tempat itu tersedia sebuah kotak bertuliskan 'uang partisipasi' yang dijaga seorang petugas. Tidak  ada paksaan kepada orangtua yang imunisasi anak-anaknya untuk mengisi kotak uang tersebut. Jumlahnya pun tidak dipatok berapa, terserah kepada pemberi.

Pembaca Tribun itu mengaku  sempat merasa  enggan untuk mengisi kotak karena toh bukan sebuah keharusan.  Namun, dia merasa kikuk dan risih  karena yang lain ramai-ramai memberi meski dengan sedikit bersungut-sungut  setelahnya. "Saya mau kasih seribu rupiah saja, tapi tak enak juga karena mereka yang lain rata-rata memberikan sepuluh ribu rupiah," katanya.

Uang partisipasi atau apapun namanya memang masih saja kita lihat di berbagai instansi pelayanan publik. Diksi gratis tidak serta merta berarti bebas biaya sama sekali.Praktik semacam ini mencerminkan betapa 'kultur koruptif' itu masih kuat mencengkram. Caranya halus nian tapi maksudnya sama yaitu mendapatkan uang dengan cara yang tidak elok. Lembaga publik dan orang-orangnya menganggap jasa pelayanan mereka perlu mendapat imbalan dari masyarakat kendati pelayanan merupakan tugas pokok. Mereka mendapat gaji dari pajak rakyat. Mereka mendapatkan kemudahan dan fasilitas justru bersumber dari uang rakyat.

Ikwal uang partisipasi kini dikeluhkan warga Kecamatan Toulaan Selatan, Kabupaten Minahasa  Tenggara (Mitra). Di sana ada uang partisipasi dari masyarakat selama proses perekaman data e-KTP. Rocky Suoth,  warga Desa Kalait Toulaan Selatan keberatan dengan biaya Rp 5 ribu rupiah per orang yang diambil saat perekaman data, meski petugas memastikan biaya tersebut hanya partisipasi. Camat Toulaan Selatan Jan Wawointana kala dikonfirmasi mengaku kaget dengan informasi tersebut. "Ah masa ada pungutan, setahu saya itu gratis," tegasnya. Camat berjanji segera menelusuri informasi tersebut dan menghentikannya.

Ya, mudah-mudahan cara semacam itu tidak berlanjut karena sungguh merugikan masyarakat. Proses perekaman data e-KTP di mana pun di negeri ini sudah ada anggarannya. Masyarakat tidak boleh lagi dibebankan dengan pungutan-pungutan di luar ketentuan yang berlaku. Kehidupan masyarakat sudah berat. Jangan lagi ditambah dengan pelayanan publik yang membuat mereka mengeluh dan merintih.

Kita berharap aparatur pemerintah sampai level terdepan tetap memiliki komitmen memberikan pelayanan terbaik tanpa menuntut pamrih yang berlebihan.(*)

Sumber: Tribun Manado 27 Agustus 2012 hal 10

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes