Butet dan Owi |
Siapa sebenarnya Liliyana Natsir atau akrab disapa Butet? Bagaimana dia dibentuk menjadi atlet bulutangkis terkemuka saat ini? Berikut penuturan Benno Natsir dan Olly Maramis, ayah dan ibu Butet kepada Tribun Manado hari Rabu 14 Agustus 2013.
Menurut Benno, saat masih di bangku SD, Liliyana belum menunjukkan kecintaannya terhadap olahraga bulutangkis. '' Semua olahraga digelutinya, '' kata lelaki yang masih energik di usia 57 tahun ini.
Benno pun mengaku belum mengarahkan putrinya ke satu cabang olahraga tertentu. ''Saya memilih mensupport semua yang dia (Liliyana)," ujar Benno saat ditemui di tempat usaha Bengkel Karona, Kelurahan Teling, Kecamatan Wanea, Kota Manado.
Olly Maramis dengan medali dan trofi yang diraih Butet |
Pada usia sembilan tahun Liliyana memutuskan mengikuti latihan bulutangkis di PB Pisok, Manado. Di sini dia mulai serius menggeluti bulutangkis, sehingga berhasil menjuarai pertandingan yang diadakan waktu itu di Sulawesi Utara (Suut).
Begitu sukses menjuarai pertandingan di tingkat Sulut, Liliyana terus diasah kemampuannya memainkan bulutangkis oleh pelatih di PB Pisok ini.
Singkat cerita Liliyana yang dinilai memiliki potensi luar biasa dipanggil mengikuti pelatnas bulutangkis dan menjadi andalan Indonesia di nomor ganda campuran.
Sambil bercerita Benno mengantar dan menunjukkan kepada Tribun Manado beberapa piala dan medali yang pernah diraih putrinya. Di ruangan itu terdapat tujuh belas piala mulai dari berukuran kecil hingga besar serta terdapat empat medali yang diraih Liliyana. Satu di antaranya piala empat kaki yang berhasil Butet dapatkan ketika mengikuti turnamen Remaja se-Sulut saat usia 12 tahun. "Piala-piala ini ia (Liliyana) peroleh sewaktu turnamen digelar di Sulut saat remaja, '' kata Benno.
Medali-medali yang berada di ruangan itu didapat sewaktu meraih juara I di Palembang, 14 September 2004, medali mixed double yang digelar di Jakarta oleh Djarum, medali Parama Krida Utama dan medali berlambangkan Burung Garuda.
Sebagian koleksi piala Butet di rumah orangtuanya di Mando |
Benno mengatakan, sebagian besar piala, medali dan dokumen foto yang diperoleh anaknya di dunia bulutangkis berada di rumahnya di Sumompo, Kecamatan Tuminting, Kota Manado. '' Semua ada di sana, termasuk foto bersama presiden dan juara dunia lainnya, '' ujarnya.
Beberapa prestasi yang diraih Liliyana Natsir yang diingatnya kata Benno, juara tunggal Garuda Remaja Indonesia Open 2001, juara dunia ganda campuran 2005, 2007 dan tahun 2013 serta Finalis Kejuaraan Dunia di India 2009.
Ayahanda Liliyana menceritakan, anaknya semakin intens dan terlihat potensinya di bulutangkis saat berusia 14 tahun. Awal karier Liliyana yang paling diingatnya yaitu, ketika menjuarai Piala Rektor Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado kala itu, dan mendapat beasiswa untuk kuliah.
Sayang anaknya ini memilih tak melanjutkan sekolah, sehingga beasiswa pemberian Rektor Unsrat saat itu tak digunakan.
Benno juga menceritakan, ibunda Liliyana, Olly Maramis (56) mempunyai hobi bermain bulutangkis. Karena itu, anaknya itu juga sempat mendapat ilmu dari ibunda tercinta. ''Barangkali dia (Liliyana) ikut ibunya yang hobi bulutangkis, sehingga menjadi terkenal seperti saat ini, '' ujarnya.
Dia menambahkan, putrinya Liliyana mempunyai kakak bernama Kalista Natsir, saat ini berusia 33 tahun dan berprofesi sebagai dokter umum di Jakarta.
Ahsan, Hendra, Butet dan Owi. Juara Dunia 2013 |
Atas prestasi anaknya yang ikut mengharumkan nama Sulut dan Indonesia, kata Benno, Gubernur Sulut Dr Sinyo Harry Sarundajang pernah mengundang Liliyana bersama keluarga untuk bertemu di rumah dinas. Ketika itu, gubernur menjanjikan apresiasi terhadap prestasi anaknya.
"Saya ingat jelas apa yang dikatakan Gubernur ketika itu. Pak gub bilang dia lagi pikir- pikir hadiah apa yang akan di berikan kepada Liliyana,'' kata Benno sambil menambahkan anaknya pernah kecewa karena janji itu tak terealisasi.
Hanya saat ini sebagai ayah dan anggota keluarga lainnya berharap Liliyana bisa memperoleh medali emas di Olimpiade Brasil 2015.
Ramalan Sang Pelatih
Pada usia 11 tahun Butet masuk pelatihan di Klub Bina Tangkas, Jakarta, dengan pelatih Hendri Syahputra. Suatu ketika Hendri mengatakan bahwa Liliyana mempunyai tangan karunia yang akan mendunia.
''Benar saja saat ini Liliyana dengan tangannya telah mendunia, setelah menjadi juara dunia tiga kali di nomor ganda campuran, '' kata ibunya Olly Maramis, Kamis (15/8/2013) di rumahnya, Jalan Santiago, Sumompo tepatnya di kompleks Lapas Tuminting-Manado.
Olly yang saat itu didampingi Kalista Natsir, sang kakak juara dunia itu, mengatakan medali yang diperoleh Liliyana dan berada di rumah itu berjumlah 44 medali dengan rincian medali emas 26, medali perak 10, medali perunggu delapan. Medali lain berada di Jakarta dan belum sempat di bawah ke Manado.
Sang ibunda juga menceritakan, saat berusia 15 tahun Liliyana pernah ditawari Taiwan dengan kontrak Rp 15 juta per bulan pada tahun 1998.
"Tawaran itu tak diterima Liliyana dan keluarga, karena kami sangat mencintai Indonesia terlebih Manado, ''kata Olly. Olly mengenang pernah suatu ketika, tepatnya Liliyana duduk di bangku kelas IV SD Eben Heazer Teling ada pertandingan Basket antar Sekolah Dasar. Anaknya ini terpilih satu di antara pemain yang memperkuat tersebut.
Saat partai final Liliyana tak bisa ikut, meski guru dan temannya datang mengajak. Ini karena Liliyana sakit cacar air.
Ketika kelas 5 SD , Ia terpilih sebagai pemain bulutangkis walaupun belum pernah memegang raket kala itu. Dalam pertandingan Ia berhasil keluar sebagai juara I, tapi tidak terpilih mewakili Sulut ke tingkat Nasional dengan alasan tidak memiliki teknik memukul bola dengan baik. Tapi dengan tekat dari orangtua Ia tetap pergi ke Jakarta bersama ibunya.
Setelah selesai SD ayahnya mendaftarkannya masuk PB Pisok Manado, tapi hanya beberapa bulan berlatih Ia pindah di Pusdiklat. Di situpun anaknya berlatih tak sampai setahun.
Olly mengaku dengan keberadaan anaknya. Karena, meski berada di rantau namun memberikan prestasi terbaik buat orangtua, keluarga dan negara.
Owi dan Butet |
Olly mengatakan, selalu mengingatkan kepada anaknya agar disiplin saat menjalani latihan di pelatnas. '' Saya bilang walau sudah senior di pelatnas jangan sombong, tetap rendah hati dan jangan membantah perintah pelatih, '' ujarnya.
Sang ibunda juga mengenang pada tahun 2002, anaknya pernah dikeluarkan di pelatnas, tapi Ia tidak patah semangat dan turun di kejuaraan bebas dan membuktikan bahwa Ia memang memiliki bakat luar biasa. "Semua atlet pelatnas yang ikut dalam kejuaran terbuka dikalahkannya dan menjadi juara satu," kata Olly.
Dia menambahkan, hadiah paling besar diperoleh anaknya, ketika menjuarai turnamen All England tahun 2012 dengan total hadiah Rp 700 juta. Untuk juara dunia saat ini belum tahu berapa total hadiah yang akan Ia terima. "Kontrak Lilyana saat ini selama satu tahun mencapai Rp 1,3 miliar," ujar Olly.
Olly juga menceritakan, sewaktu mengandung anaknya Liliyana, ada pertandingan bulutangkis siapapun yang bertanding baik tengah malam dia tetap menonton pertandingan itu. "Ya mungkin sejak itu juga ia memang sudah mengenal bulutangkis, tanggal lahirnya juga bertepatan dengan hari olahraga nasional 9 September 1985," tuturnya.
Dia mengaku sering berpesan kepada anaknya, kalah menang biasa, tapi kalah harus dengan terhormat. '' Jangan bermain jelek, tetap bermain dengan baik walaupun pasanganmu jelek jangan mengikuti. Saya tidak pernah memojokkannya saat kalah tetap memberikan motivasi terbaik agar bangkit dari kekalahan," demikian Olly Maramis. (maickel karundeng)
Rekor Si Butet!
Luar biasa Liliyana Natsir! Pebulutangkis Indonesia kelahiran Manado 9 September 1985 itu meraih gelar juara dunia ketiga kalinya. Rekor terbanyak untuk pemain Indonesia di kejuaraan dunia bulutangkis.
Tahun 2013 ini Liliyana meraih gelar juara dunia ganda campuran bersama pasangannya Tontowi Ahmad. Indonesia juga meraih gelar juara di nomor ganda putra lewat pasangan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan.
Liliyana Natsir kini menjadi pemain Indonesia pertama yang pernah menyandang predikat juara dunia sebanyak tiga kali. Hendra Setiawan juga menyamai prestasi pendahulunya sebanyak dua kali. Butet -- sapaan Liliyana -- untuk ketiga kalinya menyandang predikat juara dunia setelah memenangi nomor ganda campuran di BWF World Championship 2013 di Guangzhou, China.
Owi dan Butet |
Berpasangan dengan Tontowi Ahmad, di final mereka menaklukkan unggulan teratas asal China, Xu Chen/Ma Jin dengan skor ketat 21-13, 16-21, 22-20 di Guangzhou, Minggu 11 Agustus 2013.
.
Sebelumnya Liliyana mengukir prestasi serupa di tahun 2005 dan 2007, kala berpasangan dengan Nova Widianto. Butet pun menjadi pemain ke-13 yang pernah menjadi juara dunia minimal tiga kali -- dan satu-satunya dari Indonesia. Khusus di nomor ganda campuran, ia mengikuti jejak legenda Korea Selatan, Park Joo Bong, yang pernah tiga kali meraihnya.
Khusus bersama Tontowi alias Owi, kemenangan di Guangzhou ini merupakan gelar keempat tahun ini. Sebelumnya mereka menjadi juara di All England, India Open dan Singapura Terbuka. Owi/Butet juga tercatat sebagai juara All England tahun 2012 dan 2013. Sementara Hendra Setiawan menambahkan koleksi gelar juara dunianya menjadi dua, setelah meraihnya tahun 2007 bersama Markis Kido.
Bersama Kido pula pria kelahiran Pemalang, Jawa Tengah, 25 Agustus 1984, itu mempersembahkan medali emas untuk Indonesia di Olimpiade 2008. Hendra juga kini tercatat sebagai pemain Indonesia keempat yang pernah empat kali menyandang status juara dunia.
Butet dan Owi |
Tiga nama sebelumnya adalah spesialis ganda, yaitu Christian Hadinata, Ricky Subagja, dan Nova Widianto. Bersama Ahsan, Hendra telah mengumpulkan empat titel juara tahun 2013 ini setelah Malaysia Terbuka, Indonesia Terbuka, dan Singapura Terbuka.
Para juara dunia asal Indonesia
1977 - Tjun Tjun/Johan Wahyudi
1980 - Rudy Hartono, Verawaty Fajrin, Christian Hadinata/Ade Chandra, Christian Hadinata/Imelda Wiguna
1983 - Icuk Sugiarto
1993 - Joko Surprianto, Susi Susanti, Ricky Subagja/Rudy Gunawan
1995 - Heryanto Arbi, Ricky Subagja/Rexy Mainaky
1997 - Candra Wijaya/Sigit Budiarto
2001 - Hendrawan, Tony Gunawan/Halim Haryanto
2005 - Taufik Hidayat, Nova Widianto/Liliyana Natsir
2007 - Markis Kido/Hendra Setiawan, Nova Widianto/Liliyana Natsir
2013 - Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (osi/berbagai sumber)
Sumber: Tribun Manado cetak edisi 11, 15-16 Agustus 2013 hal 1