ARENA kejuaraan sepakbola Piala Dunia ternyata tidak sekadar menghadirkan perjuangan anak manusia menghadapi tantangan hidup melalui wahana bola kecil yang disepak ke sana kemari di lapangan berumput. Arena Piala Dunia cukup sering ikut melahirkan sejumput aksi konyol akibat keterbatasan manusia pelakunya. Meski kekonyolan itu sering berujung duka, air mata bahkan kehilangan nyawa, dari waktu ke waktu, dalam setiap pagelaran akbar Piala Dunia, hal itu masih terus saja berlangsung. Termasuk di France 98 yang baru mengakhiri putaran 16 besar, kekonyolan itu menyembul begitu saja sebagai ekspresi keterbatasan daging dan darah.
Jika dilitanikan satu per satu, deretan aksi konyol yang terkait langsung ataupun tidak langsung dengan Piala Dunia 1998 tidaklah sedikit. Catatan ringan ini sekadar menyebut beberapa di antaranya. Gelandang Inggris David Beckham (23) yang perannya dalam tim sebagai jenderal lapangan tengah, tercatat sebagai bintang nomor tiga setelah Patrick Kluivert dan Zinedine Zidane yang bertindak konyol dan menerima kartu merah. Kehadiran kekasihnya Victoria Adams, salah satu anggota grup musik Spice Girls, ternyata tidak mendinginkan gejolak hati Beckham di St. Etienne, Rabu dini hari Wita (1/7/1998).
Victoria, gadis pirang yang setia memberikan dukungan dari luar lapangan bersama penyanyi Rolling Stones, Mick Jagger - tak menduga buah hatinya itu bertindak brutal dengan menendang kapten Argentina, Diego Simeone pada menit ke-47. Wasit Kim Nielsen asal Denmark tidak memaafkan tindakan ini dan mengusir Beckham ke luar lapangan. Celakanya, aksi Beckham menjadi awal kejatuhan Inggris. Dengan sepuluh pemain, tim Hoddle memang sukses menahan Argentina 2-2 selama 120 menit. Tapi saat adu penalti, Ince dan Batty gugup menghadapi Roa dan Inggris kalah 5-6. Niat membalas kehancuran akibat gol "Tangan Tuhan" Maradona di Meksiko 1986 tidak kesampaian. Argentina 1998 maju ke perempatfinal untuk menghadapi raksasa Eropa lainnya, Belanda.
Di Buenos Aires, Diego Maradona yang juga bertindak konyol dengan minum doping yang mengakhiri karir sepakbolanya, tertawa girang sembari memuji adik-adiknya yang ia lukiskan bertarung seperti singa. "Saya sudah bilang bahwa kita akan menang," kata Diego kepada stasiun radio Argentina seperti dikutip Antara. Skor kedua negara di arena Piala Dunia saat ini menjadi sama kuat 2-2. Di Inggris, pers negeri itu yang mengutip tokoh-tokoh sepakbola terkemuka spontan mengutuk Beckham yang pernah disanjung sebagai pengganti Gazza, sekalipun Hoddle tetap memuji kegigihan timnya dan berusaha membela anak buahnya.
Aksi konyol juga diperlihatkan pelatih Rumania, Anghel Iordanescu yang meremehkan Kroasia lantaran tim dari negeri pecahan Yugoslavia itu baru pertama kali terjun di Piala Dunia. "Saya lebih senang bertemu Kroasia daripada Argentina, karena Kroasia lebih mudah dikalahkan," kata Iordanescu dua hari sebelum pertandingan perdelapanfinal di Bordeaux, Selasa (30/6/1998).
Sama seperti Nigeria yang menyepelekan Denmark dan telah membayangkan bertemu Brasil di perempatfinal, keyakinan Iordanescu salah besar. Rumania gagal mengulangi sukses 1994 ketika tim Eropa Timur itu maju hingga perempatfinal. Iordanescu yang mewajibkan semua anak asuhnya mengecat rambut dengan warna emas metalik, hari-hari inipun menjadi bahan tertawaan di negerinya. Dengan rambut serba pirang, Gheorghe Hagi dkk tampak lucu. Tapi lelucon Iordanescu menjadi tidak lucu dan pangkat Mayor Jenderal yang telah dijanjikan Menteri Pertahanan Rumania, Victor Babiuc, Senin (29/6/1998) lalu, gagal disandangnya. Tahun 1994, Iordanescu telah mendapat pangkat kehormatan Brigadir Jenderal. "Tetapi sejujurnya saya percaya Kroasia pantas menang," tutur Iordanescu.
Kroasia memang pantas diperhitungkan mulai sekarang. Pertemuannya dengan Jerman, Senin (5/7/1998), merupakan ulangan perempatfinal Piala Eropa 1996 yang dimenangkan Jerman dengan susah payah 2-1. Bila Vogts bertindak konyol, jika Lothar Matthaeus, Klinsmann dan Bierhoff menganggap enteng, Jerman bukan muskil jadi korban berikutnya. Juga Denmark dalam situasi saat ini dapat mengalahkan juara bertahan Samba. Mental juara sudah pernah diraihnya di Piala Eropa 1992 dengan mencukur Jerman 2-0 di final.
Singkat kata, saran bijak bagi pecandu sepakbola sebaiknya tidak gegabah bertaruh agar tidak menjadi korban kekonyolan. Betapa tidak? Kecuali Kroasia, delapan besar France 98 adalah deretan para juara. Jerman dan Italia tiga kali juara dunia, Brasil empat kali dan Argentina dua kali. Belanda juara Eropa 1988 dan runner-up Piala Dunia 1974 dan 1978. Dan Perancis juara Eropa 1984. Semuanya bermental juara, tim solid dan punya pemain bintang. Bukankah sulit menduga hasil akhir Belanda-Argentina, Denmark vs Brasil, Jerman vs Kroasia dan Perancis vs Italia?
Cuma satu hal yang pasti sesuai hasil undian: Satu tiket final milik tim Eropa, Jerman, Kroasia, Perancis atau Italia. Sekadar bermimpi, alangkah indahnya jika tim Eropa vs Amerika Latin di final. Syaratnya tidak ringan. Brasil dan Argentina harus melangkahi mayat Belanda dan Denmark. **
Sumber: Buku Bola Itu Telanjang karya Dion DB Putra, juga Pos Kupang edisi Kamis, 2 Juli 1998. Artikel ini dibuat menjelang pertandingan babak perempatfinal Piala Dunia 1998.