Antara Valens Doy dan Rusdy Bahalwan

Oleh Uki M Kurdi

KETIKA
Harian Surya berdiri 10 November 1989, situasi Surabaya masih dilanda eforia kejayaan Persebaya sebagai jawara nasional untuk ajang sepakbola Perserikatan. Ketika itu, tepatnya di akhir tahun 1988 Persebaya Surabaya berhasil menaklukan PSMS Medan dengan skor telak 3-1 di partai final di Senayan.

Bagaimana menangkap dan memanfaatkan eforia itulah yang kemudian digariskan oleh  Valens Doy (almarhum) menjadi editorial policy Surya khususnya Desk Olahraga. Kebijakan redaksi tersebut adalah, Desk Olahraga harus mampu merangkul masyarakat Surabaya khususnya dan Jawa Timur umumnya, sebagai pembaca setia Harian Surya, lewat berita-berita olahraga.

Saya (ketika itu sebagai editor/penyunting halaman olahraga) dan Yesayas Oktavianus (ketika itu sebagai Redaktur Olahraga) kemudian diminta Om Valens untuk membuat langkah-langkah strategis menyangkut kebijakan liputan Desk Olahraga Harian Surya. Om Valens memberi arahan dan salah satunya dengan ucapannya, "Cari satu orang bintang sepakbola eks pemain Persebaya yang akan kita persiapkan menjadi tokoh ternama lewat ruang-ruang halaman Surya. Kita akan siapkan panggung untuk mendorong ketenaran dan ketokohannya."

Saya dan Yesayas pun mulai bergerak mencari orang yang paling cocok untuk memenuhi permintaan Om Valens tersebut. Ketika itu Desk Olahraga Harian Surya diperkuat oleh tim yang solid, seperti ; Yos Kiwanuka, Amran Lawowe, Wahjoe Harjanto, Nanik Deyang, Nanik Ceking, Mathias Buluama,  Finon Manulang, Hardimen Koto, dan Rachmad yang bergabung belakangan. Saya punya catatan bahwa pada tahap awal yang banyak membantu menemukan seorang calon penulis olaharaga hasil "binaan Surya" adalah rekan YOK, RAN, JOE, dan DEY.

Pada mulanya mereka memilih Al-Hadad yang sempat beberapa kali muncul di Harian Surya sebagai kolomnis sepakbola. Namun Om Valens sedikit kurang berkenan. Hingga pada akhirnya keempat wartawan tersebut menyodorkan Rusdy Bahalwan. Dan, ketika nama ini kami sodorkan kepada Om Velens, beliau pun langsung setuju. Tugas berikutnya yang diberikan Om Valens kepada saya dan Om Yesayas adalah mengajari Rusdy Bahalwan bagaiamana menulis kolom komentar dan analisis untuk peristiwa olahraga sepakbola.

Namun saya tetap penasaran. Maka, di suatu hari di ruang kerja Om Valens saya menyodorkan pertanyaan, "Mengapa Om lebih senang memilih Rusdy Bahalwan?"  Om Valens menjawab, "Rusdy adalah figur yang kita cari. Dia berprestasi di Persebaya, berprestasi di tim nasional, populer, orangnya terdidik, santun, dan moralnya bagus."

Belakangan baru saya sadari bahwa pilihan Om Valens atas Rusdy Bahalwan memang sangat tepat. Selain memiliki dasar telenta menulis, Rusdy Bahalwan juga memiliki disiplin dan komitmen yang tinggi terhadap "profesi" barunya sebagai analis pertandingan sepakbola.

Maka, hanya dalam hitungan beberapa bulan saja Rusdy Bahalwan diberi reward oleh Om Valens.

Di suatu hari saya dan Yesayas dipanggil menghadap si Om. Beliau menjelaskan bahwa Harian Surya harus mengirim orang untuk pergi meliput ajang Piala Dunia 1990 di Italia. Om Valens menugaskan Yesayas untuk menulis liputan pertandingan dari Italia, sedangkan Rusdy Bahalwan  juga ikut dikirim ke Italia untuk menulis analisis-analisisnya dari Negeri Pizza tersebut.

Semua biaya untuk diputan Piala Dunia,  8 Juni - 8 Juli 1990 di Italia, ditanggung Harian Surya. Sementara saya, tetap "jaga kandang" dengan tugas menjaga Desk Olahraga di Jl Basuki Rahmat, Surabaya. Ketika itu saya minta Mathias Buluama dan Hardimen Koto untuk membantu "mengamankan" halaman olahraga Harian Surya.

Begitulah kebesaran Harian Surya ketika Om Valens masih menjadi pemimpin kita di redaksi, pemimpin yang tahu persis makna strategisnya halaman olahraga, khususnya sepakbola, untuk menarik minat para pembaca Surabaya dan Jawa Timur. Artinya, belum juga genap berumur satu tahun, Surya ternyata sudah mampu mengirim dua wartawannya untuk melakukan liputan khusus selama 50 hari ke Italia.

Bukan Om Valens kalau  tidak melahirkan gasasan baru setiap saat. Maka, beberapa bulan usai Piala Dunia 1990, beliau kembali memanggil saya dan Yesayas di ruang kerjanya. Isi pembicaraannya masih menyangkut Rusdy Bahalwan. Om Valens punya gagasan, bagaimana kalau Rusdy Bahalwan kita sekolahkan menjadi pelatih nasional. Saya dan Yesayas diberi tugas mencari informasi untuk kemungkinan itu ke PSSI.

Atas bantuan beberapa teman kita yang bertugas di Jakarta diperoleh informasi bahwa PSSI tidak punya program untuk pelatihan semacam itu. Mereka menyarankan kita untuk menyertakan Rusdy Bahalwan mengikuti sekolah pelatih yang diselenggarakan oleh FIFA di Rio de Janeiro, Brasil. PSSI siap membantu mengeluarkan rekomendasi asal seluruh biaya untuk sekolah pelatih tersebut ditanggung kita (bukan biaya PSSI).

Di luar dugaan, ketika jawaban PSSI kita sampaikan ternyata Om Valens memberi keputusan yang spektakuler. "Oke, kita akan keluarkan biaya tersebut untuk Om Rusdy Bahalwan."

Maka, berangkatlah Rusdy Bahalwan ke Brasil untuk mengikuti sekolah pelatih atas biaya Harian Surya. Belakangan diketahi bahwa selain Rusdy Bahalwan ada satu mantan pemain nasional  dari Medan, yaitu Sutan Harhara,  yang juga sekolah bareng Rusdy di Brasil.

Dua orang inilah yang menjadi "orang sepakbola" pertama di Indonesia yang berhasil mengantongi Sertifikat C sebagai pelatih kelas internasional dengan ijazah keluaran FIFA. Dengan sertifikat tersebut Rusdy Bahalwan juga menjadi orang Surabaya pertama yang memiliki lisensi untuk melatih klub mana pun di seluruh dunia.

Sertifikat C keluaran FIFA itu pulalah yang kemudian mengantar Rusdy Bahalwan diangkat oleh PSSI menjadi pelatih tim nasional Indonesia. Dari tangan Rusdy Bahalwan, bangsa Indonesia sangat berbangga ketika tim nasional PSSI yang dilatihnya berhasil menjuarai  Piala Tiger sebuah event penting karena diikuti oleh negara-negara kuat macan sepakbola Asia.

Itulah visi Valens Doy terhadap seorang Rusdy Bahalwan yang telah berhasil mengantar Rusdy menembus langit tanpa batas di dunia sepakbola. Sejak saya menginjakkan kaki di Surabaya dari Jakarta untuk bergabung dengan Surya di bulan Agustus 1989 (tiga bulan sebelum Harian Surya dilauunching), Om Valens tiada hentinya memberi wejangan lepada saya, "Kita akan menerbitkan koran yang akan menjadi panggung ketenaran bagi Arek-arek Suroboyo."

Rusdy Bahalwan adalah salah satu tokoh penting yang berhasil dijaring dan dihantar Om Velens dan Harian Surya ke atas panggung popularitas. Ia  menjelma dari seorang pahlawan Suroboyo dan nasional di bidang sepakbola, kemudian menerobos keluar dari kepompongnya menjadi seorang penulis handal di bidang sepakbola. Keahlian menulis yang hinggá hari ini tidak atau belum mampu diikuti oleh pemain maupun pelatih sepakbola nasional Indonesia lainnya.

Hingga tiga sampai empat tahun lamanya sebelum saya berpisah dengan Harian Surya di tahun 2002, saya masih sering bertemu dan ngobrol sama Rusdy Bahalwan di kantor kita di Margorejo. Posisinya ketika itu sudah kosentrasi menekuni profesi asalnya sebagai pegawai negeri sipil di Kotamadya Surabaya. Rusdy masih rajin ke kantor untuk duduk tekun depan kumputer kita sambil mengetik ulasan pertandingan, baik untuk sepakbola nasional maupun Liga Inggris dan Italia.

Di segmen akhir pertemuan saya dengan Rusdy ini, saya sering melihat keakraban wartawan kita Rachmad yang selalu siap membantu dengan menyuplai berbagai data untuk Rusdy Bahalwan sebagai bahan tulisan analisis sepakbola Liga Eropa. Di hadapannya terlihat ibu dokter Ny Ramadhani (istri Rusdy Bahalwan) duduk menemani suaminya hinggá  Om Rusdy selesai mengetik. Ibu Ramadhani terlihat sabar menunggu sambil memeluk putrinya yang sudah terlelap tidur di pangkuannya.

Valens Doy dan Rusdy Bahalwan adalah dua tokoh yang sama-sama menoreh tinta emas bagi kejayaan Harian Surya. Keduanya kini sudah pergi meninggalkan kita selama-lamanya. Selamat jalan Om Rusdy, semoga khusnul khotimah.

Sumber: Catatan Uki M Kurdi di Facebooknya, diposting tertanggal 9 Agustus 2011
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes