Mengkaji Isi Media Pos Kupang

ilustrasi
Oleh Dr. Edu Dosi, SVD, M.Si

Dosen Ilmu Komunikasi Fisip Unwira Kupang   

POS KUPANG.COM -
Pada tanggal 1 Desember 2014 PK (Pos Kupang) memasuki umur ke-22. Dalam rentang umur 22 tahun tentu ada banyak faktor yang berpengaruh terhadap PK. Saya ingin membahas faktor-faktor yang mempengaruhi isi media PK. Pada tahun 2010, saya pernah mengkaji pemberitaan PK tentang pemilu legislatif 2014. Kajian ini menggunakan kerangka pemikiran Pamela J Shoemaker and Stephen D Reese, 1996, Mediating the Message: Theories of Influence on Media. Saya yakin kajian ini masih mempunyai relevansi yang signifikan dengan keberadaan PK pada umur ke-22 tahun ini.

Dalam memproduksi isinya, media PK dipengaruhi oleh macam-macam faktor, yaitu faktor internal, dari dalam institusi media PK sendiri  dan faktor eksternal, di luar institusi media PK. Shoemaker dan Reese (1996:64) membagi faktor-faktor tesrebut  dalam lima level, yaitu  individual, media routines, organizational, extramedia, dan ideological.  

Individual Level    
Faktor ini berhubungan dengan latar belakang profesional dari pengelola media PK. Level ini melihat pengaruh aspek-aspek personal  dari pengelola media PK mempengaruhi pemberitaan yang akan ditampilkan kepada khalayak.

Dalam level ini, terdapat pengaruh potensial yang berasal dari interaksi faktor intrinsik pekerja media PK, yaitu:  karakteristik dari pekerja media PK (seperti gender, etnik, dan orientasi politik) dan latar belakang pribadi (status sosial ekonomi), kemudian mempengaruhi kepercayaan, perilaku dan nilai pribadi yang dianut oleh pekerja media PK tersebut juga mempengaruhi latar belakang profesionalnya (pendidikan).  Latar belakang profesional ini kemudian mempengaruhi orientasi etika profesionalisme yang dimiliki oleh pekerja media PK.

Ditemukan bahwa pekerja media PK cenderung bersikap netral. Seragam melalui standarisasi profesional.  PK tidak cenderung memihak pada satu kekuatan. PK berusaha menjadi pengawal kalau ada kecenderungan keberpihakan. Karena kalau media cenderung berpihak kepada satu kelompok, maka media tinggal tunggu waktu saja untuk mati, ternyata PK masih hidup hingga saat ini. Sejarah membuktikan bahwa pada zaman orba media yang berpihak pada partai tertentu duluan ambruk sebelum pemiliknya ambruk.

Korporat PK adalah KKG (Kelompok Kompas Gramedia) memiliki sikap netral, maka PK pun netral. Juga nurani PK  mengatakan  netral sesuai dengan  misi Pos Kupang.

Pemimpin Redaksi Pos Kupang pada saat itu Dion Putra (12 Januari, 2009) menyatakan bahwa pekerja media Pos Kupang tidak terlibat dengan partai tertentu sehingga dipengaruhi oleh partai tertentu.

"Ada dua orang yang jadi caleg dan mereka harus keluar dari Pos Kupang. Mereka harus memilih. Antara Pos Kupang dan caleg. Pada waktu itu kami juga ambil jalan lain, ada wartawan kita yang kita beri kesempatan untuk menjadi panwaslu karena pada waktu itu di daerah-daerah belum ada pers. Itu pun kami membuat aturan lagi agar mereka terhindar dari konflik interes sebagai anggota panwaslu dan seorang wartawan. Kerja dia 50% saja sebagai wartawan. Walaupun itu utusan dari lembaga".

Lebih lanjut dikatakannya tentang, "apakah ada sedikit konflik interes dalam pemberitaan?" "Saya berupaya menjaga karena netral. Saya justru kecewa dengan PDIP, dari partai wong cilik, namun kemudian berkuasa menjadi otoriter. Memang ada banyak godaan dan sangat tinggi jadi inilah, jadi itulah. Tetapi saya katakan tidak. Kalau simpati dengan partai ini itu normallah sebagai manusia tetapi untuk saya terikat tidak. Karena saya tahu aturan profesinalisme kami di KKG (Kelompok Kompas Gramedia) itu jelas. Dan dalam pemberitaan saya berupaya harus memberikan contoh kepada semua wartawan agar obyektif".

Media Routine
Ditemukan bahwa kegiatan rutinitas memiliki ketergantungan pada sumber elit dan perspektif elit. Kegiatan rutinitas media massa cetal lokal NTT, termasuk PK, mempunyai kesamaan proses. Laporan dari reporter disampaikan kepada masing-masing kepala desk. Para redaktur mengadakan rapat membahas laporan yang masuk guna mempertimbangkan laporan  mana yang layak dan tidak layak dan jika layak ditempatkan pada halaman berapa. Setelah diputuskan berita mana yang akan dimuat, maka naskah laporan dari reporter  tersebut diserahkan kepada redaktur pelaksana atau redaktur eksekutif untuk disunting oleh para redaktur penyunting. Setelah dilakukan penyuntingan, maka dilakukan proses teknis menuju percetakan.


Dalam menyajikan berita tentang pencalonan legislatif lokal NTT tahun 2004 Pos Kupang, demikian juga beberapa koran daerah NTT menyadari adanya faktor subjektivitas, ada kesengajaan memberikan perspektif tertentu, latar belakang  dan aspek-aspek yang terkait  untuk memberikan orientasi kepada para pembaca, yaitu memberi manfaat kepada pembaca sesuai dengan visi dan misi surat kabarnya masing-masing, kompetisi dalam merebut dan menjaga pasar.

Objektivitas, netralitas terganggu oleh bayaran iklan dari caleg. Wartawan punya frame sendiri terhadap caleg, pertimbangan, sudut pandang sendiri, kedekatan dengan caleg dan partai. Wajah media  banyak didominasi caleg dan partai yang berduit (Golkar). Signifikan peningkatan  oplah dan iklan dan keuntungan 20%.

Organizational Level
Pertimbangan-pertimbangan ekonomi dalam produksi isi media dapat membatasi pencarian berita dan memiliki pengaruh  tidak langsung pada kepentingan editorial dan kemudian dapat menjadi sesuatu yang mendikte isi berita (Shoemaker dan Reese, 1996:151).

Pemimpin Redaksi Pos Kupang, Dion Putra (12 Januari, 2009) mengemukakan tentang target hubungan antara kerja redaksi dan pencapaian target jumlah oplah dalam peliputan pemilu tahun 2004: "Kami menawarkan kepada semua partai dengan proposal-proposal kami bahwa Anda sekalian dapat menggunakan halaman-halaman tertentu dengan bayaran sekian. Dengan demikian mereka sekalian tahu. Kenapa partai tertentu selalu di halaman 1 karena mereka tahu ternyata partai itu memiliki duit untuk pasang di sana. Dan kami beritahu bahwa itu advertorial. Tetapi berkait dengan berita pemilu bahkan kami menjadwalkan, kampanye di setiap partai itu mendapatkan tempat yang sama secara bergilir. Karena ada pedoman dan formnya. Misalnya, partai A kemarin di halaman 1 dengan gambar dan hari ini dia harus masuk ke halaman dalam atau gabungkan dengan kalimat sedikit. Berita adalah berita. Iklan adalah iklan. Iklan, Anda punya uang Anda mendapat tempat yang baik, tetapi kalau tidak ya tidak. Tetapi berita semuanya dapat tempat yang sama. Iklan, hukum ekonomi berlaku. Berita hukum profesional yang berlaku. Penjadwalan berita itu kami lakukan sampai sekarang di pilkada dan dilanjutkan di pemilu 2009. Kami berusaha untuk memberi ruang yang sama untuk tidak dikomplain oleh publik. Ada kecenderungan (oplag) naik seperti itu tetapi kemudian turun kembali. Pada waktu pilpres itu naik sampai 20% untuk cetak dan itu lebih banyak eceran. Karena perilaku pembeli kita itu bersifat eceran, dia ada duit dia beli. Dia tidak mau terikat. Jadi kami mencoba memainkan emosi mereka sewaktu pemilu supaya mereka beli eceran".

Extra Media Level

Ada pasar yang luas untuk teks bingkai pencalonan anggota legislatif lokal NTT. Dari aspek demografis tidak terlihat ada indikasi yang membedakan pola konsumsi para pembaca. Pos Kupang sebagai surat kabar bisnis dibaca oleh pembaca yang heterogen menjadi rujukan  atas nilai-nilai jurnalistik dari suatu liputan. Pembaca Pos Kupang lebih menyukai liputan peristiwa mendalam sehingga dapat mengetahui  latar belakang peristiwa. Pembaca Pos Kupang lebih menyukai berita-berita tentang korupsi dan berita-berita tentang perjuangan menegakkan keadilan.

Ideological Level

Terdapat pengiklan dan peran pasar (revenue source), mereka memiliki peran yang besar seperti yang dikemukakan oleh Altschull, "The pers is the piper and the tune the piper plays is composed by those who pay the piper" (Shoemaker dan Reese, 1996:190).

Dalam penyajian isinya media mempertimbangkan realitas pasar, memperoleh kapital material, kapital politik, kapital agama. Pos Kupang sebagai surat kabar bisnis lebih mementingkan unsur komersial. Flores Pos dari lingkungan bisnis Gereja Katolik (SVD), Flores Pos isinya merefleksikan bisnis Gereja Katolik, komunitas agama Katolik, membawa ideologi yang bersumber dari agama Katolik. Timor Express sebagai surat kabar bisnis, komunitas Protestan  lebih terbuka, lebih mementingkan unsur komersial dan komunitas Protestan (Tony Kleden cs., 2007:1-12).

Dalam diskursus media massa cetak lokal NTT, korelasi isi media dan kepentingan ideologi orang atau sumber daya yang membiayai pers khusus, yang menonjol terjadi adalah: Media massa cetak lokal NTT  merefleksikan ideologi kelompok pemilik media yaitu kelompok Kompas, Jawa Pos, Gereja Katolik/SVD. Media massa cetak lokal NTT, termasuk PK, merefleksikan ideologi kelompok pengiklan seperti  partai politik Golkar, PDI, juga pemberi dana, seperti gereja, pemerintah. *
 
Sumber: Pos Kupang 1 Desember 2014 halaman 1 (edisi khusus HUT ke-22 terbit 60 halaman)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes