Cak Nun dan Umbu Landu Paringgi 5 Agustus 2019 |
Maka kubersyukur bisa mendengar suara dan menikmati sekulum senyum Sang Presiden Malioboro, lima hari menjelang ulang tahunnya ke-76.
Malam yang asyik di Batubulan saat peluncuran buku Metiyem, Pisungsung Adiluhung untuk Umbu Landu Paranggi.
Buku ini dirajut tim penyusun yang terdiri dari Iman Budi Santosa, Mustofa W Hasyim, Sutirman Eka Ardhana dan Budi Sardjono. Prolog apik dari Sapardi Djoko Damono dibalut epilog menggetarkan Emha Ainun Nadjib.
Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun berkali-kali menyapa Om Umbu Landu Paranggi sebagai mahaguru.
Ya, pria kelahiran Kananggar, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur itu sungguh seorang guru. Guru sastra. Muridnya banyak. Karya mereka berkelas dan meninggalkan gema abadi dalam jagat sastra Indonesia.
Malam itu Om Umbu banyak senyum. Suaranya masih renyah menggelegar.
Namun kulihat dia tercenung ketika seorang penyair muda membacakan puisi karya sahabatnya,Taufik Ismail...
Beri Daku Sumba
Di Uzbekistan, ada padang terbuka dan berdebu
Aneh, aku jadi ingat pada Umbu
Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka
Di mana matahari membusur api di atas sana
Rinduku pada Sumba adalah rindu peternak perjaka
Bilamana peluh dan tenaga tanpa dihitung harga
Tanah rumput, topi rumput dan jerami bekas rumput
Kleneng genta, ringkik kuda dan teriakan gembala
Berdirilah di pesisir, matahari ‘kan terbit dari laut
Dan angin zat asam panas dikipas dari sana
Beri daku sepotong daging bakar, lenguh kerbau dan sapi malam hari
Beri daku sepucuk gitar, bossa nova dan tiga ekor kuda
Beri daku cuaca tropika, kering tanpa hujan ratusan hari
Beri daku ranah tanpa pagar, luas tak terkata, namanya Sumba
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda
Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh
Sementara langit bagai kain tenunan tangan, gelap coklat tua
Dan bola api, merah padam, membenam di ufuk teduh
Rinduku pada Sumba adalah rindu padang-padang terbuka
Di mana matahari bagai bola api, cuaca kering dan ternak melenguh
Rinduku pada Sumba adalah rindu seribu ekor kuda
Yang turun menggemuruh di kaki bukit-bukit yang jauh...
Campuhan, Batubulan, Gianyar Bali
Dari sepenggal malam yang hangat
5 Agustus 2019.