ilustrasi |
KAPOLDA Bali Irjen Pol Dr. Petrus Reinhard Golose meresmikan pembukaan Museum Penanggulangan Terorisme di Denpasar, Rabu (27/11). Ini merupakan museum pertama dan satu-satunya di Indonesia mengenai penanggulangan terorisme.
Museum tersebut tak hanya memajang koleksi Polri, khususnya Satgas Antiteror, tapi juga di antaranya memajang barang-barang yang dipakai para teroris dalam melakukan aksinya.
Contohnya mobil yang mengangkut bom yang digunakan dalam aksi Bom Bali I tahun 2002. Ada juga sepeda motor bebek yang dipakai salah seorang pelaku Bom Bali I serta rompi antibom yang digunakan Dr Azahari, otak Bom Bali.
“Selama ini, terkait kasus terorisme sudah dibangun monumen peringatan seperti Ground Zero di Kuta, dan juga nanti akan ada Peace Memorial Park di Legian yang dibangun oleh pemerintah Australia. Mereka semua berbicara tentang mengenang para korban terorisme. Tetapi siapa yang berada di balik upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme, belum ada sama sekali museumnya. Padahal, bagaimana kisah dan perjuangan para penegak hukum, khususnya satgas antiteror kepolisian dalam mengatasi para teroris itu juga perlu diungkapkan untuk pelajaran. Jadi, ini adalah museum penanggulangan terorisme pertama dan satu-satunya di Indonesia sampai saat ini,” jelas Kapolda Petrus Reinhard Golose dalam sambutan sebelum pembukaan museum.
Museum terkait antiterorisme memang sudah ada di Mabes Polri, namun koleksi yang ditampilkan lebih ke dampak dari aksi terorisme, bukan keadaan di belakang layar dalam penangulangan terorisme.
Museum yang terletak di bekas lapangan tembak Perbakin di Jl. WR Supratman, Tohpati, Denpasar itu menempati lantai satu dari dua lantai gedung Prakasa Rucira Garjita.
Museum memiliki 22 segmen atau bagian-bagian dengan masing-masing tema koleksi.
Dari puluhan koleksi foto yang dipajang, di antaranya menggambarkan bagaimana petugas Densus 88 Antiteror mengintai para teroris di Batu, Jawa Timur.
Menurut Golose, kehadiran museum ini mengingatkan aparat kepolisian agar selalu waspada.
“Saya tidak suka ketika anak buah ditanya bagaimana kondisi, dan jawabannya selalu bilang ‘aman…’. Memang sejauh ini Bali aman. Tapi justru saya ingin ingatkan mereka, ketika dulu Bali disebut sebagai wilayah paling aman di Indonesia, tiba-tiba kita semua dikejutkan bom teroris pertama dengan korban terbanyak justru meledak di Bali. Bahkan kemudian diikuti Bom Bali II dan nyaris ada Bom Bali ketiga dengan modus seperti di Tunisia tapi berhasil kita gagalkan sebelum terjadi. Karena itu, museum ini menjadi semacam pengingat bahwa ita semua harus waspada. Justru pada situasi yang sering kita anggap aman-aman saja, para teroris sedang merencanakan aksinya,” kata Golose.
Peresmian museum itu dihadiri oleh para mantan petinggi Polri yang sebelumnya bergelut dalam dunia penangglangan terorisme, antara lain Komjen Pol (Purn) Gories Mere, Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto, Brigjen Pol (Purn) Suryadarma, serta mantan Gubernur Bali yang juga Kapolda Bali saat terjadi Bom Bali I, Komjen Pol (Purn) Made Mangku Pastika.
“Saya sengaja undang para senior seperti Pak Gories, Pak Benny Mamoto dan Pak Suryadarma karena kami pernah bersama-sama berada di lapangan dalam menindak para teroris. Pak Mangku Pastika juga kita tahu adalah Kapolda Bali dalam pengusutan Bom Bali,” kata Golose.
Setelah diresmikan, Kapolda mempersilakan para tamu dan undangan untuk melihat koleksi museum. "Ini adalah juga tempat mengenang para pendahulu kami termasuk anggota kita yang gugur," ujarnya.
Selain museum, di gedung Prakasa Rucira Garjita juga ada fasilitas olahraga mulai dari tempat latihan menembak, tenis meja, kempo dan kantor olahraga menyelam.
"Yang saya suka adalah tempat olahraga tenis meja yang beda dari yang lain karena interiornya menggunakan budaya Bali," kata Kapolda.
Kapolda Bali pun mengucapkan terima kasih kepada Bupati Gianyar karena terwujudnya bangunan Prakasa Rucira Garjita itu ditopang dana hibah dari Pemkab Gianyar sebesar Rp 10 miliar. (sunarko/rino gale)
Sumber: Tribun Bali, 28 November 2019 halaman 1