Lihat dan Dengarlah Sendiri

Perjalanan ke
Nusa Kenari (1)

"Keindahan alam Alor membungkam bibir

karena dia sungguh memanjakan mata.

Kami menyusuri Teluk Mutiara

yang tenang-membiru"

PULAU Pura menyambut kami pagi itu dengan senyum. Senyum polos murid-murid SD GMIT No. 018 Limarahing berseragam putih merah-merah putih. Sebagian memakai sepatu, sandal, terbanyak justru bertelanjang kaki. Apa adanya.
Mereka tampak bergerombol. Bukan di halaman sekolah yang berdiri sejak 1 Agustus 1923 -- jauh sebelum Indonesia merdeka, tapi di bibir pantai sekitar 30 meter dari dermaga kecil tempat perahu motor kami ditambatkan. Sebagian berlari ke sana-kemari. Yang lainnya menyambut kami dengan sapaan hormat dan santun, syaloom...

Di bawah rindangan pohon asam, seorang ibu sedang melatih murid-murid perempuan menari. Anak-anak itu melenggak- lenggok, menirukan sang ibu yang berdiri tanpa alas kaki dan masih dengan sisir di rambutnya. Mereka seolah tak terusik dengan kilatan blitz bertubi-tubi dan mata kamera televisi yang merekamnya.

Limarahing, ibu kota Kecamatan Pulau Pura, Kabupaten Alor. Inilah tempat pertama persinggahan kami hari itu, Selasa, 1 Agustus 2006. Tepat pada hari ulang tahun ke-83 SD GMIT Limarahing. Hari pertama perjalanan jurnalistik kami bersama General Manager PT PLN (Persero) Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Manerep Pasaribu.

Sebanyak 17 wartawan media cetak dan elektronik memenuhi undangan PLN Wilayah NTT mengikuti perjalanan jurnalistik selama tiga hari itu. Ada wartawan senior Adhie Malehere dari Harian Suara Pembaruan, Ana Djukana (Harian Kursor), Polce Amalo (Media Indonesia), John (Rote Ndao Pos), Hyronimus Bifel (Fajar Bali), Anwar Maga (LKBN Antara Biro Kupang), Martha Kotepa (RRI Cabang Muda Kupang), Alex Dimoe (Mingguan Surya NTT), Anthon Sialana (Mingguan NTT Pos), Dany Ratu (Metro TV), James Ratu (TPI), Didimus P Dore (SCTV), Ely Ballo (Trans TV), Fery Hartono (TV7), Maksi Lalolongkoe (Anteve) dan Iskandar (RCTI).

Dari PT PLN (Persero) Wilayah NTT, menemani Manerep Pasaribu dalam perjalanan itu Pimpinan Proyek Lisdes (Listrik Pedesaan) NTT, Untung Haryanto, Deputi Manajer Komunikasi dan Hukum PLN Wilayah NTT, Buce Lioe, Asisten Manajer Pelayanan Pelanggan PLN Cabang Kupang, Tige B Kale, Manajer Cabang PLN Ranting Kalabahi, John Djari dan Humas PLN NTT, Paul Bolla.

Hadir juga tokoh dari Pulau Pantar, Dion Waang. Terakhir namun paling penting adalah ibu-ibu dari PLN Ranting Kalabahi yang setia melayani kami dalam urusan "kampung tengah" berupa makanan dan minuman sepanjang hari itu.

***

TAK banyak cakap dan bincang tentang PLN sejak kami berangkat dari Kupang dengan pesawat Trans Nusa Air Service, mendarat mulus di Bandara Mali, menumpang bus ke Kalabahi kemudian melanjutkan perjalanan dengan kapal motor sewaan menuju Pulau Pura melewati indahnya Teluk Mutiara.

Paul Bolla yang biasanya "cerewet" justru lebih banyak bercerita tentang hal-hal lain. Demikian juga Buce Lioe, pejabat PLN berpembawaan tenang itu. General Manager PT PLN (Persero) Wilayah NTT, Manerep Pasaribu yang menyambut kami di Pelabuhan Kalabahi lalu bergabung dalam kapal motor menuju Pulau Pura dan Pantar ketika itu pun sama saja. Pak Manerep bahkan bertindak bagaikan pemandu wisata. Ia menceritakan secuil keindahan alam bawah laut perairan Alor yang pernah dinikmatinya.

"Saya suka bertualang, saya senang bepergian ke tempat-tempat seperti ini. Alam NTT sungguh kaya dan indah," katanya.Keindahan alam Alor memang membungkam bibir karena dia sungguh memanjakan mata. Kami menyusuri Teluk Mutiara yang tenang-membiru. Perahu motor bergerak dengan kecepatan sedang hingga ujung Alor Kecil. Perahu kemudian putar haluan ke kanan memasuki kawasan segitiga Pulau Alor, Pulau Kepa dan Pura.

Di depan mata, Pulau Ternate dan Buaya nampak anggun bermahkotakan awan komulus -- dipermainkan laut biru dengan latar belakang Pulau Pantar yang kokoh kelabu. "Ini layaknya perjalanan wisata," komentar Anwar Maga. Satu setengah jam tak terasa berlalu. Kami sudah jauh meninggalkan Kalabahi, Nusa Kenari, Kabupaten Alor.

Kini kami telah tiba di Limarahing, kota Kecamatan Pulau Pura yang baru terbentuk menjadi kecamatan sendiri bulan Februari 2006. Sekitar 200 meter dari dermaga, terpampang papan nama: PT PLN (Persero) Wilayah NTT, Cabang Kupang, Ranting Kalabahi, Sub Ranting Pura. Ada tenda kecil di sana dan kursi- kursi berbaris rapi. Beberapa orang sudah menanti.

Kami disambut Djemi D Liha, pimpinan sub ranting itu, Sekretaris Kecamatan Pulau Pura, Habel Lalangpuling dan beberapa tokoh masyarakat. Tujuhbelas wartawan langsung beraksi. Meneliti setiap sudut sub ranting itu, mengamati mesin pembangkit listrik, mencatat yang perlu, melontarkan pertanyaan beragam dan mengabadikannya.

Sekitar 20 menit berlalu, sambil menikmati minuman dan makanan ringan di bawah tenda, Manerep Pasaribu akhirnya buka suara, menyapa rombongan wartawan dari Kupang. "Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak-Bapak dan Ibu-ibu yang memenuhi undangan kami untuk berkunjung ke sini. Silakan melihat dan mendengar sendiri keluhan masyarakat tentang baik-buruknya pelayanan PLN. Kami tidak meminta Bapak-Ibu menulis atau melaporkan hal-hal yang bagus tentang pelayanan PLN. Silakan tulis sesuai kenyataan yang Bapak-Ibu lihat dan dengar dari masyarakat di sini," kata Manerep Pasaribu.

Manerep Pasaribu, Buce Lioe, John Djari sungguh memenuhi janji. Hanya hal-hal umum yang disampaikan selama perjalanan itu. Selebihnya kami mendengar dan melihat sendiri tentang sulitnya transportasi, komunikasi, tentang drum-drum solar yang penyok dihantam karang, tentang "muka pucat-pasi" kala melawan badai, tentang air mata ibu pendeta, tentang petugas PLN yang dipukul dan seribu satu kisah yang tak seluruhnya indah menawan hati. *(Dion DB Putra, dipublikasikan Pos Kupang, 22-25 Agustus 2006).
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes